Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

FANTASY Friends ( Jkt48 )

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
Agak ngenes sih bagian pertamanya
Wota emang semengenaskan itu ya?

Tapi begitu mbah guci beraksi
Bikin bilang “ehe ehe” sendiri
 
PART 3

ENJOY


=======

Malam yang panjang akhirnya berlalu. Pagi ini aku tidak terbangun di antara Shania dan Beby, tapi di sofa. Kenapa begitu? Biar aku jelasin aja secara singkat ya.

Aku gak bisa tidur. Hampir setiap satu jam aku terbangun dengan sendirinya. Sebenarnya aku capek sih hari ini, tapi gaktau dah aku gak bisa tidur. Wangi sabun dari kedua gadis ini pakai benar-benar memabukkanku. Entah sial atau untung, tapi kami semua tidur tidak dalam gelap total. Ada lampu tidur yang menyala di ujung ruangan ini. Kecil sih lampunya, tapi cukup memfasilitasi mataku berjalan-jalan.

Pertama, yang ringan dulu, si Beby ini bajunya ketutup sih tapi tidurnya agak berantakan. Badannya sering bergerak ke sana kemari sampai sering menabrak pelan ke tubuhku. Kakinya meskipun kuat dan agak berotot karena latihan fisik yang dijalani, tapi tetap saja mulus banget. Aku sampai harus menggerakkan kakiku dari gerakan kakinya agar si Boy Kecil tidak terbangun. Disenggol-senggol terus biar pake kaki juga lama-lama bangun kan.

Kedua, ini yang berat, Shania tidurnya diem tapi ngadepnya ke aku. Karena Shania sempat bergerak-gerak sedikit merubah posisi menjadi miring, tanktop hitam yang dia kenakan agak melorot dari bagian pundaknya. Tidak parah tapi cukup untuk menyingkap separuh dadanya. Ditambah pada dasarnya Shania memang cantik, sekarang meski wajahnya sudah muka bantal, dia tetap sempurna.

Kayaknya sih sekitar jam dua, aku bener-bener ga bisa tidur lagi. Suasana sudah benar-benar hening hanya dengkuran halus yang terdengar. Si Beby menjadi-jadi, gak tau dia mimpi lagi latihan atau lagi perform kali ya, tapi tidurnya ga aturan banget. Dia mepetttt banget sampai mau ga mau aku mundur-mundur terus.

Saat aku berbalik kepada Shania, masalah bertambah runyam. Awalnya Shania berbalik memunggungiku, entah karena ada gangguan apa, tiba-tiba dia berbalik lagi secara cepat dan aku tidak sempat bereaksi.

Hasilnya? Tangan kejepit di bawah tubuh Shania. Tempurung tanganku mengenai dadanya. Sedikit doang sih kenanya, tapi cukup untuk merasakan kekenyalannya. Belum cukup sampai di sana, nafas hangat Shania mengenai pipiku.

Pertahananku pun kembali tembus, si Boy Kecil pun bangkit. Aku berusaha menarik tanganku tapi semakin aku menarik tanganku, malah semakin berasa ‘tekanannya’.

“Ngg..hmmm…”

Shania tiba-tiba bereaksi. Aku panik, cepat-cepat aku memejamkan mataku untuk pura-pura tidur.

“Hmmmm…”

Kayaknya Shania bangun deh. Gawat deh, gawat! Aku kan enggak sengaja kaya gitu sama dia.

Tindihan Shania terangkat, aku merasakan tangan Shania memegang tanganku lalu menggesernya agak jauh. Secara pelan sih, jadi kayaknya Shania juga tahu aku enggak sengaja. Setelah itu aku mendengar Shania membalikkan badannya dan sepertinya dia tertidur dengan lelap. Tak lama kemudian, aku memutuskan untuk tidur di sofa saja daripada akhirnya aku tidak tidur.



“Boy, kok lo tidur di sofa sih?” tanya Kinal saat aku sudah bangun. Yang lain juga sudah bangun, kayanya aku yang terakhir bangun.

“Pasti gara-gara si Beby tidurnya nendang-nendang,” kata Shania.

Gara-gara kamu nindih-nindih juga, Shan, tambahku dalam hati.

“Ya gimana lagi dong namanya juga tidur kaga kekontrol,” protes Beby. “Maaf ya, Kak Boy kalau ketendang…hehehe…”

“Eng…enggak apa-apa kok, Beb.”

Tidak ada hal lain lagi yang terjadi saat matahari tiba. Kami semua membantu beres-beres kamar Shania yang kami berantakin semalam, kemudian member-member sudah bersiap untuk kegiatan mereka. Katanya sih ada briefing di FX, gaktau briefing apaan aku gak tanya.

“Gak ikut, Boy?” tanya Kinal.

“Enggak deh, cukup,” kataku. Cukup tegangan jantungku hari ini dan kemarin. Aku perlu istirahat. “Oh ya, kalian mau ke FX kan? Aku pulang naek ojek online aja berarti ya?”

“Jangan. Aku anterin dulu aja,” kata Veranda. Dah makan bareng, tidur bareng, sekarang pulang ditawarin dianterin lagi. Sayang aja rumahku terlalu beda arah sama FX, jadi aku lebih baik naek ojek saja.

“Jangan deh, Ve. Gakpapa kasian kalian kan masih ada kegiatan sampai malem. Aku abis ini juga udah gak ada kegiatan lagi kok.”

“Yang bener?” tanya orang yang sama.

“Iya, bener. Makasih loh, Ve,” kataku yakin. Akhirnya sementara mereka bersiap-siap untuk pergi, aku juga merapikan barang-barangku untuk kembali ke kosan.

“Kak Boy, Kak Boy masih tinggal di kosan yang sama?” tanya Shania seiring kami menuruni tangga ke bawah.

“Masih, Shan. Kenapa emangnya?” tanyaku sambil deg-degan. Jangan-jangan Shania mau dateng lagi ? Waduh kamarku berantakan lagi.

“Enggak sih, Kak. Sebaiknya Kak Boy pindah deh dari kosan itu. Soalnya kosan itu gak nyaman. Banyak anak nakal, pengap, dan bau rokok.”

“Ooh…ya sih, Shan. Tapi gimana lagi ya? Soalnya di sana kan yang murah dan deket halte busway gitu.”

“Oooh…” setelah komentar singkat, Shania kembali diam.

Setelah semua persiapan selesai, akhirnya kami berpamitan satu dengan yang lain. Ojek online pun datang menjemputku, sebelum aku berpisah dengan mereka, aku sempat menerima lambaian dan senyuman yang jauh lebih manis daripada yang mereka berikan di teater.

“Mas,” panggil si abang ojek saat motor kami sudah agak jauh.

“Kenapa, Bang?” tanyaku balik.

“Mas hebat banget, itu temen-temennya tadi cantik-cantik gitu.”

Aku tertawa puas di dalam hati. Puja Guci Ajaib!

“Masnya pasti orang kaya raya ya? Profesinya apa, Mas? ” tanya si ojek lagi.

“Enggak kok, Bang. Saya Cuma pramusaji kok.”

“Masa sih, Mas?”

“Iyalah, Bang. Ngapain saya bohong?”

“Hebat banget dong kalau kaya gitu. Padahal masnya kan enggak ganteng,” katanya lagi dengan polosnya.

Yehh, kampret juga nih tukang ojek. Kalau bukan gara-gara takut diturunin di jalan gue getok juga tuh pala.


***


Sesampainya aku di kosanku, aku langsung berlari ke dalam kamar dan mencari guci ajaib pemberian orang misterius itu. Agak panik juga mengingat Kinal tadi sempat merapikan barang-barangku, tapi aku ingat kalau Kinal tidak membuang bungkusan sampahku. Dan benar saja, aku melihat bungkusan sampahku masih ada di sana. Aku membuka kresek sampahku dan bersyukur guci itu masih ada di sana. Tanpa peduli sudah kena sampah yang lain, aku mengambil lalu mencium benda kecil itu.

“YESS!!!!!” teriakku. Agak ditahan sih kalau gak penghuni kos yang lain bisa marah-marah dah.

Aku menjatuhkan diriku di atas ranjang tanpa melepaskan peganganku dari Guci itu. Gila ya, mimpi dan harapanku seolah kenyataan dalam satu malam. Aku masih tidak percaya kalau semalam aku tidur di rumah Shania. Bukan hanya rumah, tapi di ranjangnya dan sekaligus di sebelahnya. Aku sampai hafal betul wangi tubuh gadis-gadis itu. Kentara banget sama kamar ini yang bau apek.

Aku mengulang lagi kejadian-kejadian kemarin sore. Saat member yang selama ini hanya menyambutku ala kadarnrya, sekarang berinteraksi padaku tanpa halangan apapun.

Benar-benar tidak ada halangan apapun…

Ah, aku jadi ingat lagi bagaimana rasa sendok yang habis dipakai Shanju dan juga…

Duhh… Ayana, badan kamu padahal kecil, tapi kok bisa segede itu ya….

Lalu aku juga jadi terpikiran Shania saat tengah malam aku terbangun. Sayang sekali posisi tanganku sedang menutup jadi aku tak bisa mengira-ngira besarnya. Kayaknya sih…cukup di genggaman.


“Aduuuuhhh….!” Aku menggaruk kepalaku berkali-kali. Kenapa jadi mikir ke sana sih, Boy? Enggak, enggak, aku gak boleh kayak kemarin lagi. Gimana kalau Shania tahu terus jadi ilfil sama aku? Enggak deh. Aku gak boleh ngambil kesempatan dalam kesempitan. Sudah bagus aku dapat kesempatan ini.

Daripada aku ngelamun, lebih baik aku sekalian tambahin yang lain. Sekalian semua member saja.

Aku membuka Guci itu namun saat kubalikkan, ternyata dalamnya kosong. Loh? Ke mana? Ke mana kertasnya?

Jangan-jangan? Dibuang sama Kinal? Tapi rasanya ketutup tadi gucinya, kok bisa kebuang ya? Aku cepat-cepat membuka lagi kresek sampahku untuk mencari kertas ajaib itu.

“Gimana gucinya? Mantep toh?”

“WAAH!!!” aku melompat kaget sampai aku menabrak tempat sampah yang ada di belakangku. Seorang pria yang sudah berumur, memakai pakaian adat jawa, dan sebuah tongkat untuk berjalan di tangan kanannya. “Siapa lo!? Kenapa bisa masuk!?”

Pria tua itu terkekeh. “Saya adalah penjaga Guci yang kamu pakai itu.”

“Tapi…tapi…bukannya?”

“Saya sengaja bergaya seperti anak muda supaya kamu enggak lari. Kalau saya menampakkan wujud asli saya di malam itu yang ada kamu lari duluan kan?”

Aku menelan ludah. Penjaga Guci ? Jangan-jangan…dia minta tumbal…?

“Kenapa muka kamu serius gitu? Hahaha…pasti kamu khawatir kalau saya akan meminta tumbal,” si kakek itu membaca raut wajahku yang ketakutan. “Tenang, Guci itu bukan barang yang terkutuk jadi benda itu tidak akan bisa merenggut nyawa. Hanya satu saja permintaan saya, sebelum kamu menghembuskan nafas terakhir, kamu harus mewariskan Guci ini pada orang lain yang jiwanya tidak terkunci padamu. Atau….”

“Atau apa?” tanyaku cepat.

“Sebaiknya kamu mewariskannya pada orang lain…hahahahahaha…”

Lagi aku menelan ludah. Saat si Kakek itu hendak membalikkan badan, aku cepat-cepat menahannya.

“Tunggu, Kek!” panggilku asal. “Sebenarnya Guci ini Guci apa? Kenapa mereka tiba-tiba menganggapku sebagai teman lama mereka?”

“Guci ini, mengikat jiwa orang lain dengan jiwa milikmu. Karena itu mereka akan mendapatkan sugesti yang bersifat absolut, kalau ‘mereka tidak akan bisa hidup tanpamu’. Karena itulah juga mereka akan percaya pada penuh padamu dan tidak segan-segan memenuhi segala permintaanmu tanpa syarat. Tapi kamu harus hati-hati, karena dengan membagi jiwa, maka sedikit banyak ‘karakter’ yang kamu simpan akan ‘menular’ pada mereka.”

Telingaku berfokus pada kalimatnya yang mengatakan…

“Memenuhi segala permintaanku tanpa syarat?” ulangku tidak sengaja.

“Ya.”

“Kalau aku minta mereka datang kemari sekarang juga, maka mereka akan…”

“Datang kemari sekarang juga,” si Kakek melengkapi kalimatku yang terpotong.

“Oohh…” aku antara kagum, terkejut, penasaran dengan apa yang bisa kulakukan dengan kemampuan ini, sekaligus takut. Tapi rasa takutku sepertinya tertindih oleh rasa penasaranku.

“Ada pertanyaan lain?” si kakek melipat tangannya di tangan seperti jin di film-film menanti perintah tuannya. Entah mengapa perasaan mistis yang tadinya begitu lekat, sekarang seperti mulai berkurang. Aku sendiri sudah mulai agak rileks.

“Oh ya! Terus ke mana kertas kecil yang ada dalam Guci ini? Anda yang mengambilnya?”

“Sayangnya kesempatan kamu buat menambah jiwa sudah habis. Kertas segel itu sudah ‘ditelan’ oleh Guci tersebut.”

Aku berdecak. Ada rasa menyesal bercampur rasa syukur. Menyesal karena tahu begini aku tulis saja semua nama Member JKT48, dengan begitu aku bisa bebas sebebasnya. Tapi aku bersyukur juga karena orang-orang yang kuanggap penting sudah masuk dalam list.

“Meski begitu, masih ada cara lain untuk ‘merangkul’ mereka.”

“Caranya?” tanyaku tak sabar.

“Menggunakan air.”

“Air?”

“Air adalah media universal. Bisa mengantarkan berbagai jenis. Baik itu ruh ataupun fisik,” ucapnya. “Karena itu kamu hanya perlu pakai air. Caranya mudah, siapapun yang meminum air dari dalam Guci ini, akan mendapatkan efek yang sama. Hanya saja, efeknya akan semakin berkurang seiring jumlah orang yang meminumnya.”

“Itu…saja?”

“Ya. Gunakan dengan bijak ya.”

Aku terdiam. Pandanganku kembali lagi pada Guci itu. Ternyata memang ada kayak semacam ukiran-ukiran wayang gitu di permukaannya. Dan sekarang pertanyaanku adalah, siapa yang selanjutnya harus kutulis karena katanya efeknya akan semakin berkurang.

Saat aku kembali mendongak, ternyata si Kakek itu sepertinya bisa membaca pikiranku. Dia tiba-tiba lenyap dari hadapanku saat aku sudah tidak ada pertanyaan lagi.

Mereka akan melakukan apapun yang kuperintahkan, tanpa syarat apapun? Tanpa membantah?

Aku membayangkan Shania dengan tanktop dan celana hotpants kemarin berlutut di depanku lalu perlahan melepaskan celanaku. Matanya yang indah menatap ke dalam mataku sedalam-dalamnya. Bibirnya yang tipis dan berwarna merah muda itu menyentuh kepala penisku. Nafas hangat yang semalam kurasa menerpa wajahku kini menyentuh titik terlemah yang ada pada tubuhku.

Dan lidahnya, ya Tuhan, aku ingat bagaimana dia menjilati sendok eskrim yang dia pakai untuk makan. Mungkin lidahnya akan sama lihainya saat dia memainkan penisku. Sejujurnya aku sempat merasakan ‘sisa-sisa’ ludah Shania di sendok itu. Gak ada rasanya sih, gak manis kayak di novel-novel cinta yang bilang ‘ciumanmu semanis madu’ , tapi tetep…enak.

Lalu setelah penisku basah oleh ludahnya yang lengket itu, aku akan memintanya melepaskan hotpantsnya berikut celana dalam hitam yang sekilas kulihat saat dia berjinjit. Aku belum pernah melihat vagina secara langsung, apalagi berkelana atau bermain di dekatnya, tapi aku yakin vagina milik Shanju wangi dan bersih. Selain itu, aku juga yakin Shania adalah idol yang serius. Dia adalah gadis baik-baik yang tidak akan memberikan tubuhnya pada sembarang orang. Karena itu, saat penisku masuk, pastilah masih sangat rapat dan akan memberikan sensasi surgawi.

Astaga…Shaniahhh…

Aku melirik ke bawah. Si Boy kecil sudah bangkit sempurna dan jantungku berdetak sangat amat kencang membayangkan kalau aku BENAR-BENAR bisa menyuruh Shania melakukan itu.

Tapi…masakah aku tega melakukan itu padanya ? Shania bilang kemarin kalau kami sudah kenal lama sekali dan Shania sudah menganggapku bagian dari keluarganya. Terbukti dari perlakuannya kemarin padaku.

Enggak deh, enggak. Aku tidak ingin merusak hubungan itu. Kalau memang aku dah gak tahan, mending coli aja dah. Maaf ya, Nju, daripada aku lampiasin langsung ke kamu. Mending aku fantasiin kamu kan?


***


“Kriiinngggg…krriiinngggg…”


Aku sedang membereskan poster-poster dan pernak-pernik lain yang berhubungan dengan JKT48 saat handphone tiba-tiba berdering. Sekarang aku sudah dengan mudahnya aku bisa berinteraksi dengan mereka, aku sudah tidak memerlukan benda-benda itu bukan?

Ngomong-ngomong, ternyata yang menelpon adalah Kinal. Jujur saja, meski semalam kami sudah tidur tanpa batasan apapun, aku masih merasa gesrek kalau tiba-tiba ada chat atau ada telpon dari member.

“Halo?”

“Halo, Boy? Di mana lo?” suara Kinal yang khas terdengar dari ujung sana.

“Eh, Kinal. Aku lagi di kos.”

“Boy, bisa ke kampusku enggak sekarang?”

“Ada apaan, Nal ?”

“Gini, Veranda tadi bilang daripada kamu tinggal di kosan yang kayak gitu, mending kamu pindah aja ke kontrakannya.”

“Hah? Berarti tinggal bareng sama Ve dong?”

“Enggaklah, Veranda kan tinggal sama mama-papanya. Itu kontrakan kosong kok. Makanya kamu datang dulu deh ke kampusku, nanti kita bareng ke sana.”

“Oh gitu…ya yaudah deh. Aku ke sana sekarang ya?”

“Ya, Boy. Gak usah buru-buru, kelasku masih satu jam lagi.”

“Oke, Kinal. Thanks.”

Telpon tertutup. Kinal bilang masih ada waktu satu jam lagi, berarti masih sempatlah aku mandi sebelum aku ketemu Kinal. Kebiasaan wota biasa, mandi sebelum ketemu oshi.


***


Kira-kira sejam lewat sedikiti, aku sudah tiba di kampusnya Kinal. Kinal sudah selesai kelas dan dia bilang, dia sedang ada di foodcourt. Aku memang tahu Kinal kuliah di sini tapi aku belum pernah ke sini jadi agak nyari-nyari dulu.

“Boy, Boy! Di sini!”

Aku langsung menemukan Kinal yang sedang mengangkat tangannya di salah satu meja.

Dan woww…Kinal tidak sendirian, ada Bunda Naomi di sana. Jantungku kembali deg-deg-an. Aku sudah terbiasa dengan Kinal, sekarang tiba-tiba ketemu Naomi. Mana Naomi cantik banget lagi.

“Ha…halo,” sapaku.

“Hoi, Boy. Duduk.”

Kinal menyambutku dengan hangat seperti biasa, sementara Naomi menatapku bingung.

“Halo, Kinal, halo Nao..mi,” sapaku lagi saat aku duduk di depan mereka berdua.

“Kamu…temennya Kinal?” tanya Naomi dengan heran.

“Ya, Bun. Kenalin nih kalau belom kenal. Namanya Boy, dia temenku dari kecil.”

Aku mengulurkan tanganku untuk menyalami Naomi dan Naomi menerimanya meski agak ragu. Handshake gratis ? Gak jaman, gue udah tidur bareng gratis sama member. Handshake kagak ada apa-apanya.

“Kamu…” kata Naomi lagi dengan heran. “Bukannya kamu yang sering datang ke teater? Yang pernah HS sama aku kan?” lanjutnya dengan nada yang agak sinis.

Semakin aku masuk ke dalam circle mereka, rasanya aku semakin mengerti bahwasannya member tidak suka dengan wota. Kenapa dengan mereka ini? Apa mereka lupa kalau mereka bisa ada di sini karena kami? Pas HS dan teater aja senyumnya lebar, begitu keluar yaudah aja.

“Iya, si Boy emang sering datang ke acara-acara JKT48 kok. Bagus dong namanya temen kan harus ngedukung.”

“Iya sih…tapi…” Naomi masih nampak kurang setuju dengan kehadiranku.

“Boy, aku bantuin ngerjain tugas Naomi dulu ya sebentar. Udah gitu kita berangkat.”

“Oke deh.”

Kubiarkan saja dulu mereka berdua kembali fokus dengan kerjaan mereka, sementara aku memuaskan penglihatanku dengan memperhatikan Naomi. Kapan lagi gitu kan ada perempuan secantik Naomi duduk di depanku. Aku bukan fans Naomi, aku hanya sekedar suka saja dan pernah HS beberapa kali dengannya karena murni Naomi itu enak dipandang.

Gara-gara kejadian semalam, mataku jadi suka jalan-jalan sendiri. Naomi pada dasarnya memang pendek tapi badannya itu kenceng. Sekarang dia mengenakan kemeja putih yang agak ngepas di badannya. Tidak tahu sengaja atau tidak, tapi kancing paling atasnya terbuka. Sedikit dikit kalau dia agak menunduk, aku bisa melihat belahan dadanya.

Sayangnya hal itu tidak berlangsung lama, Naomi sepertinya menyadari sedang kuperhatikan dan dia mendelik risih ke arahku lalu dengan sebelah tangannya dia mengancingi kancing kemeja atasnya itu. Naomi enggak negur sih, dia kembali sibuk dengan kerjaannya.

Maaf deh, Mi. Abis baju kamu ngegoda sih.

“Sampe sini dulu deh, Nal. Abis ini gue masih harus kelas,” kata Naomi.

“Oke, Mi,” Kinal berpaling ke arahku. “Gue ke toilet bentar udah gitu kita berangkat ya.”

“Oke, Nal,” Kinal berpamitan pada Naomi lalu dia beranjak pergi, meninggalkan aku dan Naomi berdua di meja. Naomi sama sekali melihat ke arahku. Menurutku sih dia sengaja menolah untuk melihatku. Emang sih gue gak ganteng, tapi apa perlu segitunya ya?

“Naomi hari ini perform?” tanyaku agar suasana mencair.

“Enggak, hari ini ada persiapan quiz soalnya,” jawabnya hanya dengan senyuman kilat.

“Oohh gitu. Semangat ya.”

“Iya, makasih. Duluan ya,” Naomi membereskan barangnya dengan cepat lalu pergi tanpa melirikku sekalipun.

“Iya, daahh…”

Aku berdecak kesal saat Naomi sudah agak jauh. Kayaknya aku harus mulai pakai kekuatan Guci ajaib ini. Gakpapa deh target pertamanya Naomi. Sepertinya Naomi juga cukup dekat dengan Ve dan Kinal. Mendapatkannya pasti akan jadi aset yang berharga sekaligus membuka jalan juga ke member K3. Kalau Naomi saja kayak begitu berarti pastilah anak tim K3 yang lain juga kurang lebih pasti sama. Aku hanya perlu mengatur agar bagaimana Naomi meminum dari air itu.

Yah, puas-puasin aja tuh pasang muka jutek, Mi. Gak lama lagi juga tunduk lo sama gue. Tunggu aja.


***


Singkat cerita, aku dan Kinal sudah tiba di kontrakan milik Ve yang Kinal singgung di telpon. Kinal bilang aku harus pura-pura jadi ojek online buat jemput Kinal di depan kampus. Katanya kalau sampai kelihatan pulang bareng cowo, pasti ribet sama wota. Yaaaa…aku setuju deh kalau soal itu jadi yasudahlah.

“Nah itu Veranda udah ada di sana tuh,” kata Kinal sambil menunjuk sebuah mobil Freed.

Aku langsung menepi di depan mobil Freed yang ditunjuk Kinal. Pagar rumah depan mobil tersebut terbuka lebar dan Veranda ada di sana. Rumah yang Veranda maksud terletak di area yang sepi. Ukurannya tidak besar, kira-kira untuk satu keluarga berisi 5-6 orang.

“Hai, Boy,” kata Veranda setelah kami berdua turun dari mobil.

“Hai…Ve,” efek gesrek ketemu bidadari masih berasa. Gak perlu ditanya deh Veranda mau pake pakaian rapi atau engga pakai apa-apa sekalipun tetap cantik. “Iya gimana, Ve. Aku tadi diinfo sekilas sama Kinal.”

“Iya, Boy. Tadi aku tuh mau telpon tapi hectic banget jadi baru ngomong sekilas aja sama Kinal. Yuk di dalem aja,” kata Veranda sambil mengantarkan kami ke dalam kontrakan rumahnya. “Gini, Boy. Rumah ini tuh tadinya mau dikontrakin sama papaku buat nambah-nambah penghasilan, tapi ternyata pengurus RT/RW di sini tuh ribet. Mereka gak memperbolehkan rumah daerah ini dikontrakin gitu. Terus karena kita juga belum tau mau diapain dan gak sempet ngurusnya juga, bagian belakang rumah ini tau-tau lapuk gitu deh.”

Sambil Veranda terus berbicara, aku masuk ke dalam rumah itu. Lumayan juga sih, aku kira awalnya rumahnya bakal suram pengap gitu, tapi ternyata enggak juga. Jauh lebih baik daripada kosanku.

“Jadi, Boy. Kosan kamu tuh kan gak nyaman banget kan. Daripada kamu tinggal di sana kan, mending kamu di sini aja,” lanjut Veranda.

“Sekalian jadi satpam di kontrakan ini,” tambah Kinal.

“Ih, enggak. Enggak gitu kok, Boy!” potong Ve cepat-cepat sambil menepuk pundakku beberapa kali. Lucu banget deh Ve kalau manja-manja gitu. “Kan…kan…rumah juga gak baik kali kalau gak ada yang jagain.”

“Iya sih…” jawabku.

“Nah! Jadi gimana? Mau ga tinggal di sini aja sekalian jagain gitu. Hehehe.”

“Mmmm…?”

“Mau ya? Mau ya? Mau ya?” Veranda tiba-tiba memegang tanganku.

Gak usah dipegang gini juga aku dah mau, Ve.

“I..iya aku mau, Ve. Tapi aku harus bayar berapa per bulannya?”

“Loh…ya gak usah bayar lagi dong. Masa aku udah minta tolong masih nagih juga…haha…”

“Ooh gitu…yaudah kalau gitu aku mau deh, Ve.”

“Sip. Ini aku titipin kuncinya kalau gitu ya. Udah ada labelnya kok jadi kamu gak usah pusing-pusing lagi.”

“Oke deh, Ve. Kapan aku bisa pindah?”

“Ya langsung aja, Boy. Hari ini aja kamu boleh pinjem supirku kalau kamu mau pindahan.”

“Eh, Ve. Jangan hari ini. Itu kasian si Ayana sendirian minta ditemenin kan?” kata Kinal tiba-tiba.

“Ehh, oh ya ya. Boy, baca grup gak?” tanya Veranda lagi.

Aku baru ngeh kalau aku bagian dari grup mereka. Biasanya aku memang jarang mengecek hp, apalagi setelah kejadian melelahkan semalam, aku benar-benar lupa.

“Emangnya ada apa?”

“Itu si Ayana katanya minta ditemenin gara-gara si Haruka gak jadi nginep di rumahnya. Biasalah dia habis nonton film horor pas gak ada siapa-siapanya di rumahnya. Jadinya ngajakin kita nginep,” kata Kinal. “Anak-anak pada ada acara lagi jadi kaga bisa dateng. Dah lo aja, Boy, yang nemenin Ayana.”

“Nemenin?” ulangku dengan penuh keraguan.

“Iya temenin aja kan udah sering dari dulu juga. Kok bingung?”

Waduhh…alamat liat gak pake beha lagi dah…mudah-mudahan iman masih kuat.


***


Segitu dulu deh , suhu-suhu. Kepanjangan wkwkwkw mudah'an minggu bisa update lagi. Jangan tanya kapan eksenya. Tunggu sajaa... hehehehe.. ga pake gambar dlu ya kmrn pake gambar kok bs tb2 diban gt...
 
Terakhir diubah:
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Waduu bacanya bikin ngakak sendiri bener ya hahaha
Ini kayak khayalan basic dari seorang fans terhadap idolanya
Mantap gan
 
“Eh, Ve. Jangan hari ini. Itu kasian si Ayana sendirian minta ditemenin kan?” kata Kinal tiba-tiba.

“Ehh, oh ya ya. Boy, baca grup gak?” tanya Ayana lagi.
Yang ini typo ya mz ?
Kayanya ayana blom muncul deh..


Update nya seru, Naomi emg wajib masuk, mukanya songong wqwq
Trus jalan ke k3 kynya Nat bkln kbawa juga hehe

Nais hu, lancrotkan
 
Yang ini typo ya mz ?
Kayanya ayana blom muncul deh..


Update nya seru, Naomi emg wajib masuk, mukanya songong wqwq
Trus jalan ke k3 kynya Nat bkln kbawa juga hehe

Nais hu, lancrotkan
Waktu nginep bukannya udah ada
 
mantap juga imajinasi ente gan... ane mutusin DP sepetak lapak yak..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd