Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Seorang silent reader mulai buka suara. Thread ini luar biasa hu. Akan memantau terus sampai tamat.
 
Istimewa baru 2 klien aja update nya udah mantap pol begini. Apalagi sampe tuntas semua klien 4 bln berturut turut. Ganas si yosef. Btw yosef bisa panjang gitu hasil mak eros kah?
 
Part 27



Biasanya jam segini aku baru mulai menemui wanita yang telah membookingku. Tapi malam ini lain dari biasanya, karena Bu Mae membutuhkanku di siang hari sampai menjelang malam. Karena ia harus pulang ke kotanya malam ini juga.

Aku pun tidak pulang ke rumah kontrakan yang kubuat tempat untuk menyepi dan memulihkan staminaku. Melainkan ke rumah megahku yang hadiah dari Tante Sharon itu. Karena besok aku bisa istirahat sehari, untuk menyiapkan fisik dan staminaku pada hari berikutnya.

Mama baru pulang dari FO ketika aku sudah memasukkan mobilku ke dalam garasi.

Mama memang sudah kuberitahu bahwa aku akan “menghilang” selama 4 bulan, untuk mengurus “bisnis” yang selalu membutuhkan kehadiranku.

Begitu tiba di rumahku, aku langsung masuk ke dalam kamarku. Dan langsung mandi sebersih mungkin, karena takut ada aroma yang “lain” tercium oleh Mama.

Selesai mandi dan mengenakan piyama, barulah aku menghampiri Mama di ruang keluarga.

“Ayah ke mana Mam ?” tanyaku sambil duduk di samping Mama.

“Ayah ?! Dia kan sejak dikasih tanah itu gak pernah datang ke sini. Waktu minta duit untuk beli bibit pun mama antarkan duitnya ke sana. “

“Mau ditanami apa kebunnya ?” tanyaku.

“Katanya sih mau ditanami durian hybrid. “

“Pilihan yang bagus. Durian itu buah termahal di negara kita. Kalau Ayah menanamnya dengan tepat, hasilnya pasti menyenangkan. Sedikitnya bisa mencukupi kebutuhan Ayah sendiri. Kalau Mama kan sudah punya penghasilan sendiri di sini. “

Mama cuma mengangguk angguk, lalu merapatkan pipinya ke pipiku. Dan berbisik di dekat telingaku, “Anakmu kangen sama kamu Sayang. “

“Anakku apa mamanya yang kangen ?”

“Dua duanya, “ sahut Mama yang disusul dengan ciuman mesra di bibirku, “Emwuahh. “

Sebenarnya malam ini masih ada “jatah” sperma untuk Bu Mae. Tapi karena Bu Mae harus pulang ke kotanya, jatah ini bisa kuberikan kepada Mama Lanny. Mama yang tampak kangen padaku.

Maka biarlah kupuasi Mama, sekaligus untuk menguatkan anakku yang berada di dalam perut Mama. Tapi malam ini aku tidak terlalu habis - habisan. Karena aku harus menyimpan tenagaku untuk lusa. Untuk seorang wanita bernama Rena.

Yang penting aku bisa memuasi Mama saja.



Setelah kusetubuhi, Mama berkata padaku, “Ada yang lupa. Kemaren ada tantemu yang datang ke sini. “

“Tanteku ? Tante yang mana ?”

“Istri almarhum adik Ayah yang bernama Engkos. “

“Ooo, istri almarhum Mang Engkos ?”

“Iya. Kalau gak salah namanya Marsha. “

“Mau apa dia datang ke sini ? Lagian dari mana dia tau alamat rumahku ?”

“Dia ingin bekerja. Tahu alamat di sini dari Ayah. “

“Jadi awalnya dia datang ke rumah Ayah ? Lalu Ayah menyuruhnya ke sini, mungkin. “

“Iya begitu, “ kata Mama.

“Dahulu waktu Mang Engkos masih ada, sombongnya bukan main itu Tante Marsha. Disebut bibi juga gak mau. Harus manggil Tante. Padahal di keluarga Ayah, istri paman itu biasa dipanggil Bibi. Dan sekarang dia mencariku untuk mendapatkan pekerjaan. Huuuh ... “

“Tapi kasihan juga dia Sep. Dia harus menghidupi anaknya yang masih kecil. Dia membutuhkan pekerjaan. Apakah dia harus ditempatkan di FO kita atau gimana ? Mama kan gak berani memutuskan kalau belum ada persetujuan darimu. “

“Nggak. Kalau Mama butuh wakil di FO, mendingan rekrut Tante Fang. AKu kan ingin menimbulkan kesan kalau FO kita itu punya chinese. Karena kelihatannya orang chinese lebih meyakinkan konsumen, “ sahutku.

“Cici Fang sudah mau pulang ke Singapura. Dia kan punya suami, gak bisa terlalu lama ditinggalkan. “

“Kapan Tante Fang mau pulang ke Singapura ?”

“Sekitar semingguan lagi. Kenapa ?”

“Paling tidak, aku kan harus membelikan tiket dan mengantarkannya ke bandara. “

“Ya iyalah. Masa sama calon mertua mau abai. Hihihihiii ... “

“Belum tentu Hui Ying bisa jadi istriku Mam. Sampai saat ini dia belum bersedia jadi mualaf. Sedangkan di negara kita, perkawinan berbeda agama itu tidak dibenarkan oleh negara. “

“Nanti mama rayu dia supaya mau jadi mualaf. “

“Gak usah Mam. Jadi mualaf itu harus datang dari kesadarannya sendiri. Jangan ada yang memaksa. “



Esok paginya aku meninggalkan rumahku. Bukan untuk acara bisnis. Bukan pula untuk menyaksikan pembangunan hotel baru di belakang hotel lamaku. Aku hanya ingin menyiapkan fisik dan staminaku untuk acara besok malam bersama seorang wanita bernama Rena. Jadi, sekitar 36 jam aku istirahat total di rumah kontrakanku yang sepi tapi memberikan ketenangan pada jiwaku.

Dalam masa menyepi itulah aku mendapat call dari nomor yang tidak kukenal. Aku malas mengangkatnya, karena di zaman sekarang sering terjadi macem - macem dari pemilik nomor tidak dikenal. Banyak macamnya, tapi pada intinya cuma mau menipu.

Kubiarkan saja handphoneku tetap tergeletak di atas meja tulis. Tapi nomor tak dikenal itu memanggilku lagi untuk kedua kalinya. Sehingga akhirnya kuterima juga dengan niat akan memutuskan hubungannya kalau call itu datang dari orang yang tidak kukenal sama sekali.

Lalu :

“Hallo ... “

“Ini dengan Asep ya ?”

“Iya. Anda siapa ?”

“Sama Marsha mantan isteri almarhum Engkos. “

“Oh iya. Ada apa Tante ?”

“Sep ... tolongin tante dong. “

“Tolongin dalam hal apa Tante ?”

“Tante ingin bekerja nih. Soalnya tante punya anak yang masih kecil. Sedangkan tempat tante bekerja sudah bangkrut. Jadi tante nganggur, mana gak punya suami pula. Asep bisa bantu kan ?”

Aku memang gampang luluh kalau mendengar suara sendu seperti suara Tante Marsha itu. Kedengaran benar betapa ia membutuhkan pertolongan.

Maka meski masih ingat kesombongannya pada waktu Mang Engkos masih hidup, aku bertanya, “Tempat Tante bekerja dahulu di bidang apa ?”

“Megang restoran. Tapi pemiliknya kalah judi di Macao. Bangkrut deh restorannya. “

Aku memang mau membuka rumah makan (gak mau pakai istilah restoran, supaya tidak membuat masyarakat enggan masuk) di depan hotelku. Tapi benarkah Tante Marsha bisa memegang restoran nanti ?

“Terus ... kalau ada rumah makan baru yang belum dibuka, Tante sanggup memegangnya ?” tanyaku.

“Sanggup. Tante kan alumnus akademi perhotelan, jurusan food and beverage. “

Kaget juga aku mendengar pendidikan mantan istri almarhum Mang Engkos itu.

“Bagaimana Sep ? Bisa kan nempatkan tante ? Jangan tega sama tante Sep. Kan biar bagaimana tante masih tetap menganggap Asep keponakan tante. “

Hatiku semakin luluh mendengar suara Tante Marsha yang bernada memohon belas kasihanku itu. Tapi aku belum mau menjanjikan apa - apa. aku hanya berkata, “Sekarang aku sedang berada di luar kota Tante. Jadi hari Minggu mendatang, Tante datangi aja hotelku. Nanti di sana kita rundingkan, apakah Tante bisa atau tidak memegang rumah makan yang sedang dibangun di depan hotelku itu. “

“Asep sudah punya hotel segala ? Astagaaaa ... masih sangat muda bisa punya hotel segala Aseeep ... Aseeep ... tolongin tante ya Seeeep ... “

Aku sedang mengembangkan pribadiku untuk tetap profesional dalam setiap sudut kegiatanku. Aku berprinsip, business is business. Tak boleh dicampur - baurkan dengan masalah pribadi dan sebagainya. Karena itu aku menjawab, “Aku pikirkan setelah wawancara dengan Tante nanti. “

“Tolong kirimkan lewat WA aja nama dan alamat hotel punya Asep itu ya. “

“Ya, akan kukirimkan alamatnya. “

“Terus jam berapa tante harus menghadap pada Asep ?”

Aku tersenyum sendiri mendengar kata “menghadap” itu. Tapi kujawab juga, “Jam sepuluh pagi Tante. “

“Sekarang kan Jumat. Berarti hari Minggu mendatang ini kan ?”

“Iya ... hari Minggu lusa Tante. “

“Siap Sep. Terima kasih ya. “

“Sama - sama Tante. “

Setelah hubungan seluler ditutup, aku tercenung sendiri. Memikirkan Tante Marsha yang dahulu seperti tidak suka berdekatan dengan anak - anak Ayah. Tapi sekarang menghubungiku dengan suara memohon - mohon.

Namun tak apalah, aku takkan menaruh dendam kepada mantan istri Mang Engkos itu. Bahkan seharusnya aku bersyukur, karena kini tanganku sedang di atas. Tiada lagi pihak yang merasa takut diminta olehku dan oleh ayahku. Dan hal ini merupakan bukti, bahwa bumi selalu berputar. Terkadang berada di bawah, namun ada masanya juga berada di atas.









3. Bu Rena




Keesokan sorenya, ketika jam tanganku menunjukkan pukul 6 sore, aku sudah berada di dalam sedan hitamku. Untuk menuju nama dan alamat yang sudah diberikan oleh Mamih.

Namanya singkat juga. Rena. Mungkin ibu - ibu itu hanya memberikan nama kecil, bukan nama lengkap. Mungkin juga nama samaran, seperti nama samaranku, Yosef.

Gak masalah. Apa sih arti sebuah nama ? Yang penting bentuknya. Ya ... semoga wanita yang akan kupanggil Bu Rena itu tidak mengecewakan. Dan memang sejauh kakiku melangkah sebagai gigolo ini, belum pernah menemui wanita yang mengecewakan bentuknya. Maklum mereka istri - istri para pemilik harta berlimpah ruah. Kalau ada yang kurang di wajahnya, bisa saja mereka melakukan make over sehingga jadi cantik dan menarik.

Ketika aku tiba di depan pintu kamar yang terletak di lantai 5 sebuah hotel bintang 5, pintu bernomor 501 itu terbuka setalah aku mengetuknya.

Seorang wanita setengah baya bertubuh tinggi semampai berkulit hitam manis dan mengenakan kimono putih, tersenyum manis dan bertanya singkat, “Yosef ?”

“Betul Bu Rena, “ sahutku yang langsung yakin kalau wanita hitam manis itu calon mangsa birahiku.

Lalu ia memberikan tanda dengan telapak tangannya, mempersilakanku masuk ke dalam kamar 501 itu.

Setelah berada di dalam kamar itu, Bu Rena memegang bahuku sambil menatapku. Lalu berkata, “Ternyata yang namanya Yosef masih sangat muda ya. Jangan - jangan masih di bawah umur. “

“Umurku sudah menuju sembilanbelas tahun Bu,” sahutku dengan sikap tetap sopan. My User is My Queen. Pemakai jasaku adalah ratuku. Karena itu aku harus tetap santun dan jangan pernah mengecewakan pemakai jasaku (pemakai kontolku ... hahahaaa ...)

Bu Rena menatapku lagi dengan senyum manis di bibirnya.

Kelihatannya wanita hitam manis yang usianya kutaksir sekitar 35 tahunan itu pendiam. Hanya senyum yang sering diperlihatkannya, tanpa kata - kata.

Dan justru hal itu membuat Bu Rena tampak anggun di mataku. Mungkin dia keturunan ningrat, yang perilakunya sudah diatur sejak masih kecil hingga dewasa.

Pada waktu duduk berdampingan di atas sofa pun, Bu Rena tampak anggun. Duduj dengan menumpang kaki, sehingga sebagian dari pahanya yang berwarna gelap tampak kontras dibandingkan dengan kimononya yang putih bersih.

Lalu ia mengeluarkan sebungkus rokok yang disimpan dalam kotak kulit seperti kulit buaya dan pipa rokok yang tampaknya seperti terbuat dari gading gajah. Lalu ia menyalakan rokok yang sudah diselusupkan ke pipa gading, sementara korek apinya pun bukan korek biasa, melainkan korek Dupont yang aku tahu harganya selangit. Terlebih korek Dupont Bu Rena itu terbuat dari emas, pasti mahal sekali harganya.

“SUka merokok ?” tanyanya dengan sikap anggun memegang pipa gading dengan rokok yang sudah mengepul begitu.

“Sesekali suka juga Bu, “ sahutku, “tapi ... apa di dalam kamar ini boleh merokok ?”

“Boleh. Aku sengaja memilih kamar yang boleh merokok. Yang ada exhauster di atas itu tuh, “ sahutnya sambil menunjuk ke kipas ekhaust di plafon.

Melihat Bu Rena tampak menikmati rokoknya, aku pun mengeluarkan bungkus rokokku, mencabutnya sebatang dan Bu Rena menyalakan korek Dupont-nya untuk rokokku.

Diam - diam aku mengamati terus gerak - gerik Bu Rena ini. Aku mengagumi gerak - geriknya yang kalem dan berwibawa. Sementara harum parfum yang tersiar ke penciumanku, terasa elit dan lembut. Tidak tajam dan mencolok.

Bahkan pada waktu memegang pipa rokok yang seolah sedang bertopang dagu pun, ia memang kelihatan berwibawa.

“Aku berbeda dengan ibu - ibu dalam grupku. Mereka semua punya suami. Hanya aku yang tidak punya suami. Jadi aku ini orang bebas, “ ucapnya pada suatu saat.

“Bu Rena belum pernah menikah ?” tanyaku.

“Pernah. Tapi hanya berjalan beberapa bulan, lalu bercerai, “ sahutnya.

Aku hanya mengisap rokokku 3 - 4 isap, lalu meletakkannya di asbak. Bu Rena menarik tanganku. Lalu meletakkan telapak tanganku di lututnya. Mungkin ia ingin agar aku menggerayangi pahanya yang berwarna sawomatang namun kelihatan mengkilap licin. Mungkin pahanya sering digosok oleh body lotion, atau saking padatnya, entahlah. Yang jelas aku memang merayapkan tanganku dari lutut ke pahanya yang licin dan hangat.

Bu Rena meletakkan rokoknya yang hampir habis di asbak. lalu merengkuh tengkukku, sehingga bibirku mendekat ke bibirnya. Dan ia memagut bibirku ke dalam ciumannya sambil memejamkan matanya. Aku pun menyambutnya dengan lumatan lembut, sementara tanganku sudah tiba di pangkal pahanya. Bahkan sudah merayapi kemaluannya yang berjembut pendek - pendek dan tidak bercelana dalam, sehingga dengan mudah aku bisa menemukan celahnya. Celah yang belum basah, tapi mulai membasah setelah jemariku mulai menyelinapkan jari tengahku ke dalam celah memeknya.

Kepala Bu Rena pun tersandar ke sandaran sofa. Dengan mata terpejam, seolah sedang menikmati apa yang sedang kulakukan padanya. “Lepasin pakaianmu, “ ucapnya perlahan.

Aku pun menanggalkan jaket kulitku, baju kausku, celana jeansku dan celana dalamku. Sementara Bu Rena melepaskan kimono putihnya, sehingga langsung telanjang. Mungkin dia sengaja tidak mengenakan pakaian dalam, karena ingin memudahkanku menyentuh sekujur tubuhnya, tanpa harus “berputar - putar arah” dulu.

Bentuk tubuh Bu Rena sangat ideal. Serba proporsional. Tidak ada yang kelebihan. Barangkali ia cocok untuk menjadi seorang model. Sepasang toket berukuran sedang, bokong berukuran sedang, memek berjembut tapi tergunting rapi, berkulit sawomatang menimbulkan kesan kokoh dan kuat. Pantaslah banyak wanita bule yang ingin kulitnya berwarna kecoklatan lalu sering berjemur di pantai pada musim panas. Karena di kulit berwarna gelap itu seolah memancarkan aura ketangguhan, tidak terkesan lemah.

Ketika Bu Rena memandang ke arah batang kejantananku yang sudah ngaceng sebelum disentuh olehnya, ia pun memegang kontolku sambil bergumam, “Panjang sekali ... “

Ucapannya singkat - singkat, tidak bertele - tele. Dan ia mendorong dadaku agar celentang di atas sofa. Kuikuti saja kehendaknya. Dan membiarkan wanita hitam manis itu memegang zakar ngacengku sambil mendekatkan mulutnya ke kepala kontolku.

Lalu ... hap .... kontolku langsung dikulum dan dijilatinya, sambil dipegang pangkalnya. Aku diam saja. Sambil ingin tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya.

Belasan menit Bu Rena menyelomoti kontolku. Sampai akhirnya ia meletakkan lutut kanan di samping sandaran sofa, sementara kaki kirinya menginjak lantai. Sambil memegang kontolku yang sedang diarahkan ke mulut memeknya.

Kemudian ia menurunkan memeknya, sehingga kontolku mulai membenam ke dalam liang memeknya yang ternyata sudah lumayan basah dan licin. Lutut kirinya pun dinaikkan, jadi berada di atas sofa. Lalu sambil meletakkan kedua tangannya di permukaan dadaku, ia mulai mengayun memeknya. Sehingga kontolku mulai dibesot - besot dan dipilin - pilin oleh liang memeknya yang sempit, licin tapi legit.

Sepasang toket Bu Rena yang bergoyang - goyang seksi di atas perutku, membuat sepasasng tanganku ingin menjamahnya. dan memang mulai memegangnya, lalu meremasnya dengan lembut. Sepasang toket berukuran sedang yang masih sangat enak buat diremas. Karena toket Bu Rena belum kendor, masih layak remas.

Bu Rena terkadang menatapku sambil mengusap - usap perutku yang sixpack, terkadang juga memainkan pentil toketku yang cuma sebesar biji kacang hijau ini. Terkadang juga matanya terpejam, seperti sedang menghayati nikmatnya gesekan antara liang memeknya dengan batang kontolku yang tidak bisa masuk semuanya, karena sudah mentok di dasar liang memeknya.

Namun semuanya itu hanya berlangsung belasan menit. Akhirnya ia menghempaskan dadanya ke atas dadaku. Lalu terasa liang memeknya berkedut - kedut. Disusul dengan suara lirihnya, “Aku udah orgasme ... “

Ia terkulai beberapa detik di atas perut dan dadaku.

Kemudian ia menarik memeknya, sehingga batang kejantananku terlepas dari liang kenikmatannya.

“Lanjutkan di atas bed aja yok, “ ajaknya sambil melangkah ke atas bed. Aku pun bangkit, lalu mengikuti langkahnya menuju bed.

Di atas bed yang ditilami kain seprai putih bersih itu Bu Rena menelentang sambil merenggangkan kedua belah pahanya yang tampak mengkilap seperti sudah dibasahi keringat itu.

Tanpa basa basi lagi, kuletakkan moncong kontolku di ambang mulut memeknya yang bibir luarnya sangat tebal itu.

Dengan sekali dorong kontolku langsung membenam dan amblas sampai mentok di dasar liang memek Bu Rena yang ternyata agak dangkal ini.

“Panjang sekali punyamu Yos ... sampai mentok di dasarnya, “ ucap Bu Rena sambil menatap wajahku yang sudah berada di atas wajah manis dan anggunnya.

“Enak mana yang panjang sama yang pendek Bu ?”

“Gak tau. Punya mantan suamiku udah lupa lagi rasanya. Dan Yosef adalah yang kedua bagiku. “

Ketika aku mulai mengayun kontolku di dalam liang memek yang masih basah dan licin, Bu Rena pun memagut bibirku ke dalam ciuman hangatnya.

Entotanku langsung lancar jaya. Karena liang memek Bu Rena cukup basah, tapi tidak becek. Bahkan 1-2 menit kemudian terasa ling memek Bu Rena ini sudah mrepet alias sempit dan legit kembali. Mungkin inilah salah satu bukti bahwa perempuan berkulit sawomatang itu legit memeknya.

Aku pun jadi semakin bersemangat untuk mengentot wanita hitam manis dan anggun itu secara all out. Ketika kontolku sudah dalam kecepatan standar, kujilati leher wanita hitam manis itu disertai gigitan - gigitan kecil. Sementara tangan kiriku mulai meremas - remas toket kanan Bu Rena.

Bu Rena tidak meraung - raung histeris. Mungkin ia sudah terdidik sejak kecil, untuk membatasi suaranya jangan terlalu keras. Karena itu ia hanya mendesah - desah, tidak membuatku kuatir terdengar ke luar.

Bahkan ia mulai menggoyang pinggulnya dengan gerakan yang efektif. Ia hanya menggerakkan memeknya untuk mendongak lalu menukik, mendongak lagi, menukik lagi dan begitu seteruasnya. Ini yang kumaksud efektif. Karena dengan gerakan mendongak dan menukik ini kelentitnya bisa bergesekan terus dengan badan kontolku. Dengan sendirinya hal ini menimbulkan nikmat tersendiri baginya. karena bagian yang paling sensitif di daerah kemaluannya (clitoris), bisa bergesekan terus dengan kontolku.

Namun aku punya dugaan kuat, hal ini akan menyebabkannya cepat orgasme.

Memang benar. Setelah aku mengalihkan sasaran mulutku, dari leher menuju ketiak tak berbulu dan harum itu. Dengan lahap kujilati dan kusedot - sedot ketiaknya, sementara kontolku tetap bergerak maju mundur dengan gencarnya. Sehingga nafas Bu Rena makin sering tertahan - tahan.

Bahkan pada suatu saat ia klepek - klepek seperti ayam disembelih.

Lalu sekujur tubuh Bu Rena mengejang tegang. Seperti biasa, kalau sudah seperti ini kutancapkan kontolku sedalam mungkin. Tanpa menggerakkannya lagi. Sambil menunggu detuik - detik terindah buat perempuan, buat diriku juga.

Ya ... liang memek Bu Rena terasa berkedut - kedut reflex. Ini sangat indah buatku. Karena aku merasa sukses, telah berhasil membuat pasangan seksualku orgasme untuk yang kedua kalinya. Itulah yang membuatku bisa ikut menikmati indahnya perempuan di detik - detik orgasmenya.

“Oooooh ... “ Bu Rena melepaskan nafasnya yang tertahan selama beberapa detik barusan, “Terimakasih Yos. Ini sesuatu yang paling indah dalam hidupku ... “

Aku menjawabnya dengan menggerakkan kembali kontolku yang masih sangat ngaceng ini. Perlahan - lahan dulu, karena Bu Rena tampak masih lemas.

Namun sesaat kemudian terdengar suaranya lirih, “Aku sudah dua kali orgasme. Mungkinkah bisa mengalami orgasme lagi ?”

“Kenapa tidak Bu ?! Kan ada yang disebut multi orgasme. “

“Ayolah kalau gitu ... entot aku sepuasmu Yos. Kamu benar - benar luar biasa ... “

Mendengar tantangan itu, aku pun langsung menanggapinya. dengan menggencarkan entotanku. Yang dibalas dengan goyang pinggul Bu Rena lagi.

Kali ini goyangan pinggulnya bukan cuma mendongak dan menukik. Kini goyangan pinggul Bu Rena jadi memutar - mutar dan meliuk - liuk, seolah membentuk angka 8.

Tentu saja aku semakin bersemangat mengentot liang memek wanita hitam manis yang anggun itu.

Bu Rena tampaknya tetap mengontrol suaranya. Tidak mau merintih - rintih dan menceracau dengan melontarkan kata - kata urakan. Bu Rena hanya mendesah - desah perlahan. Padahal tubuhnya sudah bermandikan keringat, seperti aku juga.

Ketika kutawarkan posisi lain, Bu Rena setuju saja. Lalu ia menungging setelah menyepakati posisi doggy untuk aksi selanjutnya.

Aku sangat bergairah ketika berlutut sambil mengentot liang memek wanita hitam manis yang sedang menungging itu. Sambil berpegangan pada pantatnya yang tidak terlalu gede tapi indah sekali bentuknya ini. Tapi aku tak berani mengemplangi pantatnya, karena tidak semua wanita suka dikemplangi pantatnya. Namun aku bisa menggerayangi bagian luar memeknya, sampai menemukan kelentitnya. Lalu aku mulai mengelus - elus kelentitnya dengan ujung jariku, sementara kontolku tetap gencar memompa liang memek Bu Rena.

Desahan nafas Bu Rena semakin tak beraturan. Mungkin ia sedang menikmati entotan sekaligus elusan di kelentitnya. Akibatnya ... belasan menit kemudian dia orgasme lagi. Sementara aku masih mampu bertahan.

“Ooooh ... ini orgasme ketigaku Yos. Ini adalah pertama kalinya aku bisa tiga kali orgasme, sementara kamu belum ejakulasi juga ya, “ ucap wanita hitam manis itu.

“Nanti pada waktu Bu Rena orgasme yang keempat, akan kuusahakan untuk ejakulasi berbarengan dengan orgasme Ibu, “ sahutku.

“Jangan dilepaskan di dalam vaginaku, “ ucapnya, “Aku ingin kamu muntahkan spermamu di dalam mulutku. Akan kutelan habis spermamu, sebagai tanda sukanya aku padamu Yos. “

“Iya, “ aku mengangguk, “tapi mungkin kita harus bersihkan keringat dulu Bu. “

“Oke, aku juga mikir begitu. Malah mendingan kita mandi dulu biar badan kita bersih dan segar untuk melanjutkannya, “ sahut Bu Rena sambil turun dari bed. Kemudian melangkah duluan ke dalam kamar mandi.

Pada saat melangkah di belakang Bu Rena menuju kamar mandi, dalam keadaan sama - sama telanjang, aku memegang kedua sisi pantatnya sambil berkata, “Bokong Bu Rena ini ... indah sekali. “

“Kamu juga sangat mengesankan segalanya, “ sahut Bu Rena, “Nanti aku akan nngajak ketemuan lagi kalau kebetulan berada di kota ini. Karena kamu sosok istimewa bagiku Yos. “

“Siap Bu. Nanti kita tukaran nomor hape, biar Bu Rena bisa menghubungiku, tanpa harus lewat Mamih lagi. “

Bu Rena mengangguk dan memutar keran shower setelah mengarahkan ke red dot.

Air hangat pun memancar dari atas kepala kami.

Kemudian kami saling menyabuni dengan telaten. Namun pada saat Bu Rena menyabuni kontolku yang masih tegang ini, Bu Rena menarikku sambil berjalan mundur. Setelah punggungnya bertempelan dengan dinding, Bu Rena menempelkan moncong kontolku ke mulut memeknya yang masih penuh dengan busa sabun.

“Aku belum pernah merasakan bersetubuh di dalam kamar mandi. Kita coba main di sini ya. “

Dalam masalah seks, aku ini easy going orangnya. Gak terlalu pilih - pilih. Asal jangan ngajak ngewe di tempat umum saja.

Karena itu dengan senang hati kudorong kontolku yang belum ngecrot ini, sementara Bu Rena memegang sepasang bahuku. dan ... blessssss ... kontolku membenam lagi ke dalam liang memek Bu Rena yang legit ini.

Bu Rena spontan melingkarkan lengannya di leherku, sambil mencium bibirku dengan hangatnya.

Aku pun mulai mengentot liang memeknya yang mengesankan juga bagiku. Dan dalam tempo singkat aku sudah mulai menggencarkan entotanku, karena kelihatannya Bu Rena sangat enjoy dengan ewean sambil berdiri di kamar mandi ini.

Namun Bu Rena hanya mendesah - desah saja. Tidak merintih - rintih dan meraung - raung yang membuatku bisa panik, karena takut didengar oleh orang lain. Sekalinya mau mengucapkan sesuatu, Bu Rena hanya berbisik perlahan di dekat telingaku.

Kebiasaan Bu Rena itu sangat kukagumi. Dan membuat batinku tenang pada waktu sedang menyetubuhinya.

AKu pun tak sekadar mengentot liang memeknya, tapi juga menciumi bibirnya, menjilati lehernya, mengemut pentil toketnya dan menyerudukkan mulutku ke ketiaknya. Di ketiak harum itu aku menjilati sambil menyedot - nyedotnya. Dan tampaknya ketiak Bu Rena itu sangat peka. Sehingga ketika aku sedang asyik menjilati dan menyedot - nyedot ketiaknya, tiba - tiba saja Bu Rena mengejang sambil memelukku erat - erat.

“Oh Yooossss ... “ hanya itu yang terlontar dari mulutnya. Lalu ia menahan nafasnya. Dan aku tidak sempat menikmati indahnya liang memek berrkedut - kedut waktu orgasme. Karena aku pun tak kuasa menahan lagi puncak kenikmatanku.

“Uuuuughhhh ... aku ... aku juga mau ... ejakulasi ... ! “ lenguhku sambil mencabut kontolku dari liang memek Bu Rena.

Untungnya wanita hitam manis itu sangat sigap. Cepat ia berjongkok di depan kakiku, sambil mengulum kontolku yang sedang mengejut - ngejut sambil melepaskan lendir pejuhku .... crooootttt ... creeetttt ... crooooooooooootttttttttt ... croooooooooooootttttttttt ... cretttttt ... croooooooooooootttttttttttttttt ... !



Malam itu adalah malam yang penuh kehangatan bagi kami. Setelah ejakulasi di dalam kamar mandi, aku pun menyelesaikan mandiku sebersih mungkin. Begitu pula dengan Bu Rena membilas tubuhnya dari air dan busa sabun.

Kemudian kami makan malam di resto hotel itu. Dan kembali ke dalam kamar 501 yang terletak di lantai 5 itu.

Atas ajakan Bu Rena, aku pun tidur bersamanya, sambil saling peluk.

Keesokan paginya, Bu Rena mengajakku ewean lagi. Aku meladeninya. Dan berhasil membuatnya orgasme beberapa kali lagi.

Kemudian kami menikmati breakfast di resto hotel.

Di resto hotel itulah kami berpisah, setelah saling tukaran nomor hape. Dan berjanji untuk berjumpa lagi pada waktu yang belum ditentukan.



Setelah meninggalkan hotel bintang lima itu, aku tidak langsung pulang ke rumah kontrakan mau pun ke rumah megahku. Aku menuju ke alamat yang sudah kusimpan di handphoneku. Alamat sebuah pabrik garment yang akan dijual.

Lumayan besar pabrik garment itu. Aku belum tahu apa alasan owner mau menjual pabrik itu.

Di kantor pabrik itu aku diterima oleh seorang wanita setengah baya bermata sipit yang mengenalkan namanya sebagai Fina. Ternyata dia dirut pabrik yang mau dijual ini.

“Kenapa Ibu mau menjual pabrik ini ?” tanyaku menyelidik.

“Saya memang dirut pabrik ini. Tapi ownernya bukan saya. Ownernya sudah pindah ke luar negeri dan menguasakan sepenuhnya kepada saya untuk menjual pabrik ini. Kalau sudah ada kesepakatan, saya akan perlihatkan surat kuasa yang ditandatangani di notaris itu Boss, “ kata wanita bernama Fina itu.

“Bisa lihat pabrik ini secara keseluruhan ?” tanyaku.

“Bisa Boss. Saya siap mengantar Boss ke seluruh bagian pabrik ini, “ sahut Bu Fina dengan sikap ramah dan sopan.

“Oke, “ cetusku sambil berdiri. Kemudian mengikuti langkah Bu Fina, untuk meninjau pabrik ini dari setiap sudut.

Setelah memeriksa ke seluruh bagian pabrik garment ini, aku berunding lagi dengan Bu Fina di kantornya.

“Pabrik berikut tanahnya ini mau dilepas berapa Bu ?” tanyaku.

Bu Fina memperlihatkan secarik kertas yang ditandatangani oleh owner pabrik. Di kertas itu ada deretan angka, sebagai harga pabrik dan tanahnya. Ada juga tunggakan pajak yang harus dibayar oleh buyer.

Setelah dipikir - pikir, harga pabrik ini cukup murah. Padahal tadinya aku pikir akan dikasih harga yang selangit.

Lalu aku menghitung hasil ledakan penjualan sahamku beberapa hari yang lalu. Masih cukup untuk membeli pabrik ini, bahkan masih ada sisanya untuk dimainkan di bursa saham lagi kelak. .

“Kalau pabrik ini kubeli, Bu Fina mau ke mana nanti ? “ tanyaku.

“Kalau buyer berkenan mempekerjakan saya, ya saya siap untuk tetap mengelola pabrik ini. Tapi kalau buyer sudah punya orang lain untuk menggantikan saya, saya siap mundur Boss. “

Sebenarnya harga pabrik ini sudah murah sekali. Tapi aku masih saja berusaha nawar. Siapa tahu masih bisa diturunkan harganya.

“Kalau diturunkan sepuluh persen saja, aku akan membelinya Bu. “

“Sebenarnya itu sudah harga mati Boss. tapi sebentar ... saya akan menghubungi owner dulu ya, “ sahut Bu Fina.

“Silakan, “ kataku.

Bu Fina pun menggunakan handphonenya untuk menghubungi owner pabrik.

Tapi Bu Fina bicara dalam bahasa Mandarin yang aku gak ngerti sedikit pun.

Setelah selesai ngomong cang cing cong di dekat hapenya, Bu Fina menjabat tanganku dengan sikap sopan, “Selamat Boss. Owner setuju dengan penurunan harga sepuluh persen. Kapan kita akan transaksi di depan notaris ?”

Wah ... Bu Fina ini mungkin sarjana marketing. Pandai sekali dia mendesakku ke sudut yang tak bisa menghindar lagi. Tapi aku merasa beruntung juga, karena harga yang sudah murah itu akan menjadi lebih murah lagi.

“Sekarang kan hari Sabtu. Bagaimana kalau haru Senin lusa aja pelaksanaan transaksinya di depan notarisku ?”

“Boleh Boss. Notarisnya yang mana juga sama. “

“Oke, kalau begitu hari Senin pagi kita berjumpa di kantor notaris ya. Ini alamat notarisnya, “ kataku sambil mrenyerahkan kartu nama notaris yang biasa kupakai dalam setiap transaksi properti.

“Terimakasih, “ Bu Fina membaca kartu nama itu, lalu memasukkan ke dalam dompetnya. “Lalu mengenai saya gimana nanti Boss ? Apakah saya bisa tetap memimpin pabrik ini atau Boss sudah punya calon lain ?”

“Bu Fina bisa tetap bekerja di sini. Begitu juga buruh yang sedang dirumahkan, bisa bekerja lagi di sini. Tapi arahnya nanti lain. Karena aku mau memproduksi baju muslim dan muslimah, untuk diekspor ke Timur Tengah. “

“Siap Big Boss ... ! “ sikap Bu Fina jadi semakin hormat padaku. Panggilan Boss pun ditambah dengan Big.

Tapi aku bukan manusia yang gila hormat. Siapa pun yang bekerja padaku, akan kunilai prestasi kerjanya. Bukan dinilai dari sikap hormatnya.
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd