Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Part 13





A
ku mendapat berita dari Bu Lingling, bahwa di antara rombongan ibu - ibu yang 7 orang itu, hanya Bu Lingling yang tidak punya teman di dalam rombongan tersebut. Sementara kamar nomor 2 ada sahabatnya yang menghuni kamar nomor 3, yakni Bu Shania dan Bu Muti. Demikian juga penghuni kamar nomor 5. 6 dan tujuh, adalah 3 serangkai. Mereka bersahabat di Indonesia, maka dengan sendirinya mereka ingin agar kamar mereka berdampingan, yaitu kamar nomor 5, 6 dan 7.

Aku sendiri sudah mengetahui nama mereka sejak tiba di bandara Changi. Penghuni kamar nomor 5 bernama Dhea, penghuni kamar nomor 6 Christina dan penghuni kamar nomor 7 bernama Maryati.

Lalu kalau mereka bersahabat, apakah aku harus meladeni mereka bertiga sekaligus ?

Entahlah. Aku akan tetap pada tugas utamaku, untuk memuaskan hasrat birahi mereka. Mau giliran 1 malam 1 wanita atau pun aku sekaligus dibooking untuk 3 hari 3 malam untuk mereka semua sekaligus seperti yang sudah terjadi dengan Bu Shania dan Muti, aku sudah siap mental, fisik mau pun stamina.

Ya ... pada malam yang sudah ditentukan, setelah menyantap makan malam aku menuju kamar nomor 5. Karena malam ini adalah jatah penghuni kamar nomor 5, Bu Ghea itu.

Setelah mengetuk pintu kamar nomor 5 itu, pintu pun dibuka oleh seorang wanita 35 tahun berperawakan tinggi berisi. Dialah Bu Ghea, wanita yang harus kusetubuhi malam ini. Ia mengenakan housecoat panjang, ujungnya sampai menyentuh lantai. Ia tersenyum ceria setelah melihatku datang. Dan langsung menarik pergelangan tanganku. Membawaku masuk ke ruang tamu.

“Tempo hari kamu dibooking sama Bu Shania dan Bu Muti sekaligus selama dua malam ya ?” tanyanya ketika aku sudah duduk berdampingan dengan Bu Ghea di sofa ruang tamu.

“Iya Bu, “ sahutku jujur.

“Bu Muti dan Bu Shania memang sahabatan di Indonesia juga. Kalau sahabatku Bu Christina dan Bu Maryati. Apakah kamu siap untuk dibooking di kamar ini selama tiga malam bersama aku dan kedua sahabatku itu ?”

“Siap Bu. “

“Hihiiihiii ... kamu masih sangat muda sih. Tentu mampu menghadapi kami bertiga nanti. “

“Mudah - mudahan tidak mengecewakan Bu Ghea dan dua orang sahabatnya itu. “

“Tapi biar bagaimana, malam ini sebenarnya jatahku. Jadi sebelum aku puas, aku takkan memanggil mereka, “ kata Bu Ghea sambil memegang tanganku dengan tangan kanannya, sementara tangan kirinya digunakan untuk menyingkapkan housecoatnya yang biru muda dan panjangnya mencapai lantai itu. Sepasang paha putih mulus pun terpamerkan di depan mataku. Pada saat itu pula diam - diam kontolku langsung ngaceng di balik celana pendek dan baju kaus serba hitamku. Terlebih ketika tanganku ditarik oleh tangan Bu Ghea, lalu mendaratkan telapak tanganku di bagian tengah paha putih mulusnya.

“Selidik sendiri ... untuk bukti bahwa aku sudah siap untuk dipuasi olehmu Sef, “ kata Bu Ghea sambil tersenyum dengan tatapan menggoda.

Aku pun mengerti apa yang dimaksudkan “untuk bukti” itu. Maka paha yang sedang ditempeli telapak tanganku ini kupijat - pijat sedikit. Lalu merayapkan tanganku ke arah pangkal pahanya yang terasa makin hangat. Tepat seperti dugaanku, ternyata Bu Ghea tidak mengenakan celana dalam, seperti ibu - ibu lainnya. Sehingga aku bisa langsung merayapi permukaan kemaluan Bu Ghea.

“Baru diwaxing Bu ?” tanyaku setelah merasakan betapa licinnya permukaan memek Bu Ghea ini.

“Iya. sebelum terbang ke Singapura aku waxing dulu. Padahal biasanya memekku gondrong sekali. Hihihihiii ... !”

“Kalau gundul gini enak jilatinnya Bu, “ ucapku.

“Jilatin deh sesukamu. Diremas - remas juga boleh. Yang penting aku harus dipuasi sebelum kedua sahabatku datang ke sini. “

“Diremas gini ?” tanyaku sambil menggenggam memek Bu Ghea yang agak tembem.

“Iya remas aja ... kayak lagi meremas toket, “ sahutnya.

Ini permintaan yang masih baru buatku. Karena aku belum pernah meremas memek. Ternyata aku bisa melakukannya. Meremas memek Bu Ghea seperti sedang meremas toket.

Bu Ghea terlongong seperti sedang menikmati sesuatu. Kemudian ia menyergap bibirku ke dalam ciuman lengketnya yang berkepanjangan. Dengan lumatan hangatnya di bibirku, yang lalu kubalas dengan lumatan pula. Tak cuma saling lumat, namun juga melakukan french kissing, dengan menyedot lidah yang kujulurkan, lalu aku pun melakukan yang sama dengan menyedot lidahnya yang terjulur.

Pada saat yang sama, Bu Ghea membuka kancing housecoat biru mudanya satu persatu. Lalu dengan hanya sedikit gerakan, house coat itu terjatuh kelantai. Sehingga ia langsung telanjang bulat, karena di balik housecoat itu ia tidak ada benda lain kecuali sekujur tubuhnya yang putih mulus dan terawat. Selain daripada itu, Bu Ghea itu cantik dan ... sangat seksi ! Karena selain kulitnya yang putih mulus, sepasang toketnya lumayan gede. Pinggangnya kecil tapi bokongnya gede. Sehingga bentuk tubuhnya bisa disebut proporsional. Tidak kurus tapi juga tidak gemuk, kecuali toket dan bokongnya itu.

“Biar adil, kamu juga harus telanjang dong, “ kata Bu Ghea sambil tersenyum “memancing”, karena bibirnya memang sensual.

Aku menanggapinya dengan tindakan, bukan dengan kata - kata. Hanya dibutuhkan waktu beberapa detik saja untuk menelanjangi diriku sendiri, lalu berdiri di depan Bu Ghea dalam keadaan sudah sama - sama telanjang.

Pandangan Bu Ghea terpusat ke arah kontolku yang sudah ngaceng dan seolah sedang menunjuk ke arah wanita cantik sekaligus seksi itu. “Yoseeef ... penismu panjang sekali wuiiiih .... !” serunya sambil menggenggam kontolku yang tengah menunjuk ke arah dadanya.

Dengan binal Bu Ghea menciumi kepala dan leher kontolku. Lalu berucap perlahan, “Kontolmu luar biasa panjangnya Sef. Membuatku penasaran ... karena kebayang enaknya dientot sama kontolmu ini ... !”

Lalu Bu Ghea memintaku untuk celentang di atas sofa ruang tamu. Aku menurut saja. Begitu juga ketika ia berjongkok dengan kedua kakinya berada di kanan kiri pinggulku.

Waktu ia memegang kontolku, sementara memeknya berada di atas puncak kontolku, tampak jelas mulut memeknya ternganga kemerahan.

Mungkin dia sudah melupakan acara cunnilingus (jilat memek), karena sudah tak sabaran, ingin segera merasakan seperti apa kalau kontolku dimasukkan ke dalam liang memeknya.

Sambil berlutut dan menghadap ke arahku, Bu Ghea menurunkan memeknya yang sudah ternganga kemerahan itu. Sleppppppp ... kontolku membenam ke dalam liang memeknya. Tapi tidak bisa masuk semuanya, karena moncong kontolku mentok di dasar liang memek Bu Ghea. Berarti liang memek wanita cantik ini dangkal, sehingga kontolku tak bisa masuk semuanya, menyisakan sekitar 3 sentimeter yang tak bisa ikut masuk.

“Uuuuh ... sampai mentok gini, gak bisa masuk semua, “ ucap Bu Ghea sambil meringis. Namun sesaat kemudian ia mulai mengayun bokongnya, naik turun dan naik turun terus. Sehingga dengan sendirinya liang memeknya pun mulai membesot - besot kontolku.

Bu Ghea mulai mendesah - desah ketika ayunan bokongnya mulai dipercepat. Matanya pun kadang terpejam, kadang melotot. “Aaaaaaaaaa .... aaaaahhhhh ... Yoseeeef ... gak nyangka kontolmu sepanjang ini ... aaaaaah ... kayaknya aku bakal ketagihan nanti Seeef ... setelah pulang ke tanah air, kayaknya aku bakal sering ngajak ketemuan sama kamu nanti .... ooooohhhhh ... terasa sekali nyundul dasar memekku Seeef ... aaaaa ... aaaaaaah .... panjang sekali ... kontolmuuuu .... aaaaaah .... aaaaaah .... “

Aku pun tidak berdiam pasif.

Kedua tanganku mulai beraksi, untuk memegang dan meremas sepasang toket yang agak gede, yang bergelantungan di atas perutku.

Maka Bu Ghea pun semakin ah eh oh dibuatnya. Ah eh oh yang berbaur dengan rintihan - rintihan histerisnya.

Bahkan pada suatu saat Bu Ghea menghempaskan dadanya ke atas dadaku. Lalu sepasang kakinya mengelojot dan mengejang tegang. Nafasnya pun tertahan beberapa detik. Dan .... hhhhhaaaaaahhhhhhhhhh ..... ia menghembuskan nafasnya yang barusan tertahan. Disusul dengan kedat kedutnya liang memek Bu Ghea.

Namun Bu Ghea berbeda dengan kebiasaan wanita - wanita lain pada saat habis orgasme. Bu Ghea mengangkat bokongnya sampai kontolku terlepas dari liang memeknya.

“Jangan bilang - bilang kita abis begituan ya. Gak enak sama Bu Christina dan Bu Maryati, “ kata Bu Ghea sambil mengenakan kembali housecoatnya.

“Iya Bu, “ sahutku sambil tersenyum. Lalu mengambil celana pendek dan baju kausku. Dan bergegas menuju kamar mandi, untuk bersih - bersih dan mengenakan kembali celana pendek serta baju kausku.

Ketika aku keluar dari kamar mandi, kulihat pintu depan terbuka. Bu Ghea pun tidak ada. Kemana wanita cantik bertubuh ideal itu ?

Seaat kemudian terdengar suara wanita cekikikan di luar. O, mungkin Bu Ghea sudah mengajak kedua temannya yang bernama Christina dan Maryati itu.

Memang benar. Sesaat kemudian Bu Ghea muncul di ambang pintu bersama kedua temannya. Yang bernama Christina berkulit gelap, mungkin lebih gelap daripada warna sawo matang. Sementara Bu Maryati berkulit putih bersih, tapi bentuk badannya berbeda dengan Bu Ghea.

Bu Maryati itu bertubuh tinggi dengan bokong semok dan sepasang toketnya kelihatan gede - gede, meski aku belum melihatnya telanjang. Sementara Bu Christina berperawakan tinggi langsing, tapi tidak kurus. Dan perbedaan yang mencolok antara Bu Christina dengan kedua temannya itu, adalah warna kulitnya itu. Sangat gelap, Tapi hitam seperti wanita Afrika pun tidak.

Bu Ghea menutup dan menguncikan pintu depan, lalu berkata kepada Bu Christina dan Bu Maryati, “Ayo ... jangan buang - buang waktu. Kita mulai aja acaranya. “

Ketiga wanita itu pun masuk ke dalam. Ke ruang cengkerama yang bersatu dengan bedroom dan bathroom.

Di situlah mereka melepaskan pakaiannya masing - masing. Bu Ghea melepaskan housecoatnya, Bu Christina dan Bu Maryati melepaskan kimononya yang sama - sama putih besih.

Sehingga mereka bertiga jadi telanjang semua. Membuatku terlongong sejenak. Tapi atas isyarat dari Bu Ghea, aku pun menelanjangi diriku sendiri, lalu naik ke atas bed, di mana ketiga wanita itu sudah celentang dan berderet di atas bed. Bu Ghea paling pinggir, Bu Christina berada di tengah sedangkan Bu Maryati celentang di dekat dinding.

Aku yang sudah telanjang pun naik ke atas bed. Bu Maryati yang bohai itu langsung terduduk. Hanya untuk memegang kontolku yang masih ngaceng berat ini (karena belum ngecrot waktu bersetubuh dengan Bu Ghea tadi).

“Woooow ... kontolmu ini panjang sekali Sef .... !” seru Bu Maryati.

Bu Christina pun bangun dan memegang kontolku. “Bisa tembus ke ulu hati sepanjang ini sih, “ katanya.

Bu Ghea yang sudah tau bentuk kontolku sejak tadi, berkata, “Oke Sef. Sekarang kamu boleh pilih, siapa yang pertama kali akan kamu tidurin ?”

Kebetulan saat itu Bu Christina sedang memegang kontolku. Maka spontan aku menjawab, “Bu Christina aja dulu. “

Bu Christina menyahut, “Panggil aku Bu Tina aja. Biar jangan simple. “

“Aku juga panggil Bu Yati aja, “ sambung Bu Maryati.

Bu Christina yang ingin dipanggil Bu Tina itu pun langsung menarikku sambil menelentangkan diri, sehingga dadaku terhempas ke permukaan sepasang toket kecilnya. Ya ... Bu Tina yang hitam manis itu punya sepasang toket yang bisa “habis” kalau kugenggam dengan satu tangan. Tapi biasanya toket kecil begini awet mengkalnya. Maka ketika aku sudah menghimpit Bu Tina, aku pun langsung meremas toket kecil itu. Memang masih sangat kencang toket si hitam manis itu. Tak ubahnya toket gadis remaja.

Namun tadi ada yang dibatalkan ketika aku bersetubuh dengan Bu Ghea. Yakni batal menjilati memek Bu Ghea, karena Bu Ghea keburu dilanda penasaran, ingin secepatnya merasakan kontolku di dalam liang memeknya. Sedangkan aku hobby jilatin memek dan isep - isep clitoris alias kelentit alias itil.

Maka kini akan kulakukan kepada Bu Tina yang item manis itu. Setelah puas meremas toket kecil Bu Tina, aku langsung melorot turun. Sehingga wajahku berhadapan dengan memek Bu Tina yang gundul plontos juga. Mungkin mereka bertiga kompak untuk melakukan waxing pada memeknya. Memek Bu Yati Maryati pun kelihatan gundul dan mengkilap juga.

Tapi aku sudah fokus ke arah memek berwarna lebih gelap daripada warna sawo matang ini. Bu Tina pun merenggangkan sepasang paha berwarna gelapnya ketika wajahku sudah berhadapan dengan memeknya.

Awalnya kutepuk - tepuk permukaan memek menghitam dan bersih dari jembut itu. Lalu kungangakan kedua bibir luarnya (labia mayora). Sehingga mulut memek Bu Tina menganga dan tampak bagian dalamnya merah membara. Membuatku semakin bergairah untuk menjilatinya, karena jarang aku menemukan wanita berkulit hitam seperti ini.

Lalu mulailah kujilati bagian dalam yang berwarna merah seperti darah itu, dengan nafsu semakin bergejolak di dalam jiwaku. Bu Tina mulai mengejut - ngejut, sementara tangannya meremas - remas kain seprai.

Terlebih ketika aku mulai menjilati kelentitnya yang merah mengkilap itu, disertai dengan isapan - isapan kuat, semakin menggeliat - geliat juga Bu Tina dibuatnya. Nafasnya pun tertahan - tahan jadinya. Sementara mulut memeknya mulai dibasahi air liurku. Sehingga aku merasa sudah waktunya untuk menjebloskan kontolku ke dalam liang memeknya. Karena masih ada Bu Yati Maryati yang sudah menunggu giliran dan Bu Ghea yang tampaknya sudah mulai bergairah lagi.

Maka tanpa menunggu perintah, kuletakkan moncong kontolku di ambang mulut memek Bu Tina. Lalu kudesakkan kontolku sekuat tenaga .... blesssssss ... melesak amblas sampai mentok di dasar liang memek Bu Tina.

“Aaaaauuuu ... sampai nabrak dasar liang vaginakuuuu ... “ pekik Bu Tina tertahan.

Aku tidak mempedulikannya. Aku malah mulai mengayun kontol ngacengku perlahan - lahan dulu ... makin lama makin cepat, sampai batas kecepatan normal.

Meski tengah mengentot Bu Tina, aku masih sempat melihat ke samping kananku, di mana Bu Yati Maryati sedang menyaksikan persetubuhan ini dengan sorot tergiur, sambil mengusap - usap memeknya.

Sementara di samping kiriku, Bu Ghea pun tengah meremas - remas toketnya dengan tangan kanan, sambil memainkan kelentitnya dengan jari tangan kiri.

Hmmm ... mereka berdua tampak sudah siap untuk kuentot. Tapi aku harus “menyelesaikan” Bu Tina dulu. Baru akan pindah ke Bu Yati Maryati, kemudian giliran Bu Ghea yang aku sudah merasakan kelegitan liang memeknya.

Walau pun begitu, ketika aku sedang asyik mengentot Bu Tina, tangan kananku masih bisa meraba - raba dan menggerayangi memek Bu Yati Maryati.

Tampaknya Bu Maryati senang memeknya digerayangi oleh jemariku. Bahkan sempat juga jemariku menyelusup ke dalam celah memeknya yang mulai membasah licin dan hangat, tanpa harus menghentikan entotan kontolku di liang memek Bu Tina.

Tapi sesaat kemudian aku merasa harus secepatnya memuasi Bu Tina Christina, agar aku bisa merasakan memek tembem Bu Maryati.

Maka aku konsen untuk mengentot Bu Tina sambil menjilati leher jenjangnya yang mulai keringatan, sambil meremas - remas toket kirinya yang bisa tergenggam oleh sebelah tanganku.

Bahkan terkadang kujilati juga ketiaknya yang gundul dan harum deodorant mahal.

Belakangan aku tahu bahwa Bu Christina itu berdarah campuran. Ayahnya orang Indonesia, ibunya orang Afrika (negaranya gak usah disebut). Makanya kulit Bu Christina mungkin menurun dari ibunya, namun tidak terlalu hitam seperti asli orang Afrika, karena ada campuran darah ayahnya yang berasal dari daerah berkulit kuning langsat orang - orangnya.

Tampaknya Bu Tina sangat bersemangat dientot olehku. Aku tidak tahu latar belakang kehidupannya. Yang jelas, ibu - ibu yang bergabung dengan Bu Suzan itu, semuanya istri orang tajir. Orang terhormat dalam kesehariannya.

Tapi yang jelas Bu Tina bukan sosok yang tangguh di atas ranjang. Baru 20 menitan kuentot, ia mulai berkelojotan. Dengan mata merem melek. Bahkan lalu mengejang tegang dengan nafas tertahan. Aku pun menancapkan kontolku sedalam mung kin, sampai terasa bertabrakan dengan dasar liang memek Bu Christina. Lalu ... liang memek yang masih sempit menjepit itu mengedut - ngedut.

Seharusnya aku melepaskan lendir kenikmatanku berbarengan dengan kedat - kedut liang memek Bu Tina. Tapi aku punya target, bahwa paling banyak aku hanya dua kali ejakulasi dalam sehari semalam. Karena itu kupertahankan segala kemampuanku, agar jangan dulu ngecrot di dalam liang memek Bu Christina.

Bu Christina melepaskan nafasnya yang tertahan beberapa detik barusan. Kemudian ia terkapar lunglai. Pada saat berikutnya, kucabut kontolku dari dalam liang memek Bu Christina. Lalu memberi isyarat kepada Bu Ghea, bahwa aku mau “numpak” Bu Maryati.

Bu Ghea mengangguk tanda setuju. Maka aku pun siap untuk mengentot Bu Maryati. Tapi wanita bohai itu langsung merangkak sambil menepuk - nepuk bokong gedenya sendiri. Aku pun mengerti bahwa Bu Maryati ingin diewe dalam posisi doggy.

Aku berlutut di depan bokong Bu Maryati. Lalu mencolek - colek memeknya yang tampak full ketika Bu Maryati menungging itu.

Ternyata celah memek Bu Maryati sudah cukup basah. Lubang memeknya pun terasa lebar kalau dibandingkan dengan liang memek Bu Christina. Maka tanpa harus foreplay lagi, kuarahkan moncong kontolku ke mulut memek Bu Yati Maryati.

Lalu dengan sekali dorong, kontolku langsung amblas ke dalam liang memek yang agak lebar dan sudah basah ini .... blessssssssekkkkk ... !

Mungkin tadi Bu Yati sudah horny berat ketika menyaksikan aku mengentot Bu Tina. Sehingga liang memeknya terasa becek begini. Tapi sambil berlutut kuayun kontolku, keluar masuk liang memek Bu Yati. Sambil berpegangan ke sepasang buah pantat wanita bohai ini.

“Sambil kemplangin pantatku Sef. Biar lebih enak, “ kata Bu Yati tanpa mnenoleh padaku. Bahkan kulihat dia sedang memeluk mbantal guling sambil menungging ini.

Untuk kesekian kalinya aku mendapat permintaan dari pasangan seksualku, agar pantatnya dikemplangin pada waktu bersetubuh dalam posisi doggy ini.

Tapi aku tak mau membuat Bu Yati kecewa. Karena itu kuikuti permintaannya, pada saat kontolku maju mundur di dalam liang memek becek ini, telapak tanganku menampar - nampar buah pantat yang gede dan putih mulus ini ... sekuat tenaga.

Tapi Bu Yati malah senang. “Ya ya yaaaa ... yang keras kemplanginnya, biar kerasa, “ ucapnya tanpa menengok padaku.

Kuikuti saja keinginan Bu Yati itu, untuk menampari buah pantatnya yang gede itu. Sehingga menimbulkan bunyi di dalam kamar yang bersatu dengan ruang cengkerama ini.

Plaaaakkkk ... plooooooookkkkk .... plaaaaaaaakkkkk .... plooooookkkk ... plaaaaakkkkk ... plooooooookkkkk ... plaaaaaaaakkkk ... plooookkkkkkk ... plaaaaaaaakkkkkk ... !

Bu Ghea dan Bu Tina cuma terlongong menyaksikan semuanya ini. Bahwa kedua buah pantat Bu Yati sudah merah sekali. Bahkan mulai tampak kebiru - biruan.

Tapi Bu Yati malah tampak enjoy dengan pengemplanganku ini. Bu Yati malah merintih - rintih histeris, “Oooohhh ... Seeeef ... ini enak sekali Seeef ... kemplangin terus Seeef .... enaaaaaaaak Seeeef .... “

Kedua telapak tanganku sudah pada panas. Tapi aku tetap berusaha agar Bu Yati puas. Aku tetap mengentotnya sambil mengemplangi kedua buah pantat semoknya.

Sampai pada suatu saat ... Bu Yati merengek manja ... lalu mengelojot dan ambruk. Sehingga kontolku terlepas dari liang memeknya.

Lalu terdengar suara Bu Yati lirih, “Aku sudah orgasme. Silakan yang lain dulu. “
Aku menoleh ke arah Bu Ghea yang sedang tersernyum padaku. Mungkin karena dia tahu kalau aku akan menyetubuhinya sekarang.

Dan aku memang bergerak ke arah Bu Ghea. “Mau main di atas lagi ?” bisikku di dekat telinga.

“Nggak. Kamu aja yang di atas, “ sahutnya dalam bisikan juga. Sementara Bu Christina dan Bu Maryati masih pada terkapar.

Lalu kulihat Bu Ghea sudah mengangkangkan kedua kakinya. Aku pun berlutut dan meletakkan moncong kontolku di mulut memek Bu Ghea.

Lalu kudesakkan kontolku sekuat tenaga. Masih terasa sempit sekali liang memek Bu Ghea ini. Mungkin aku harus mengentotnya dalam jarak pendek - pendek dulu. Setelah lendir libidonya muncul, pasti nanti kontolku bakal lancar mengentotnya.

“Kamu belum ngecrot sama sekali ?” tanya Bu Ghea yang sedang merapatkan pipinya ke pipiku.

“Belum, “ sahutku yang sedang mengentotnya sedikit demi sedikit.

“Hebat sekali, “ ucap Bu Ghea perlahan, “Pakai obat kuat apa sih ?”

“Aku gak pernah minum obat begituan Bu. Kata orang, obat begituan sih buat yang sudah berumur. Kalau vitamin dan suplemen, memang aku suka minum. Hanya untuk menjaga stamina agar tetap powerfull, “ sahutku.

“Itu bagus Sef ... oooooooh .... kontolmu memang lain dari yang lain Seeef .... Seeef ... “ Bu Ghea mulai merengek - rengek, karena aku mulai lancar mengentotnya. Mulai lancar kontolku menonjok - nonjok dasar liang memeknya.

Bu Ghea pun memamerkan kelincahannya dalam bergoyang pantat. Ia bisa memutar dan meliuk - liukkannya. Membuat kontolku dimanjakan oleh nikmatnya liang memeknya yang membesot - besot dan memilin - milin kontolku. Sehingga aku tak mau mempertahankan diri lagi.

Setelah cukup lama aku menyetubuhi Bu Ghea, akhirnya kurasakan gejala - gejala akan berejakulasi, tepat pada saat Bu Ghea sedang mengejang tegang sambil memejamkan matanya. Maka pada saat itulah aku mempercepat entotanku, laksana pelari yang sedang sprint di depan garis finish.

Akhirnya aku bisa merasakan sesuatu yang terindah dan ternikmat di dunia ini. Bahwa ketika liang memek Bu Ghea sedang mengedut - ngedut, kontolku pun sedang mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.

Crettt ... croooooooottttt ... cretcretttt ... croooooooootttttt ... crooooooooootttttt .... !



Meski aku harus memuasi 3 wanita selama 3 hari 3 malam, namun mereka cukup tertib dan tidak berlebihan. Sehingga aku pun tak merasa “dikuras”. Aku bisa menahan diri untuk ejakulasi 2 kali saja dalam sehari. Dan hal itu tidak membuatku loyo. Bahkan membuat gairah birahiku tetap berkobar dengan hebatnya. Betapa tidak. Bagaimana pun juga ibu - ibu itu di atas rata - rata semua. Dan aku merasa beruntung dimanjakan oleh 3 memek dalam 3 hari 3 malam.



Ketika rombongan sudah siap - siap mau pulang ke Indonesia, aku menghampiri Bu Suzan.

“Bu, aku takkan bisa terbang bersama rombongan. Jadi silakan aja tinggalkan aku di sini. Karena aku masih ada acara keluarga yang kebetulan tinggal di Singapura ini, “ kataku.

“Tapi kalau kami sudah check out, kamu tidak bisa tinggal di wisma ini Sef. “

“Gak apa Bu. Aku akan tinggal di hotel atau di rumah saudaraku. “

“Kebetulan kami belum beli tiket, “ ucap Bu Suzan, “ Jadi tiket pulang ke Jakarta mau diambil uangnya aja ?”

“Hehehee ... terserah Ibu. Silakan atur gimana baiknya aja. “

Kemudian Bu Suzan mengeluarkan kalkulatornya. Untuk menghitung jatah untukku. Setelah menghitung lewat kalkulator, ia memperlihatkan layar kalkulator itu sambil berkata, “Ini jatah untukmu dalam hitungan dollar Singapura Sef. “

Aku kaget juga melihat deretan angka yang tertera di kalkulator Bu Sofia. Karena menurut hitunganku tidak sebanyak itu.

Tapi siapa sih yang gak suka duit ? Maka aku pun mengangguk - angguk. Kemudian menerima uang dollar Singapura dalam jumlah yang sangat banyak, yang sudah dimasukkan ke dalam amplop besar berwarna cokelat.

Sebenarnya aku pun membekal dollar Singapura yang cukup banyak, hasil penukaran uang di money changer di Indonesia. Dan kini ditambah lagi dengan uang dari rombongan ibu - ibu itu, sebagai “upah kebaikanku” memuasi gejolak birahi mereka di wisma itu.

Maka setelah mereka berangkat dengan menggunakan minibus yang menjemput dari bandara tempo hari, aku pun sudah menjinjing tasku sambil berdiri di tepi jalan, menunggu taxi lewat.

Kebetulan ada taxi yang mau lewat. Kucegat dan naik ke dalam taxi itu. Lalu kuperlihatkan layar handphoneku sambil bertanya dalam bahasa Inggeris, karena sopirnya kelihatan chinese, “Can you take me to this address?”

Sopir bermata sipit itu mengamati layar handphoneku, lalu mengangguk, “Yes I know that address, “ sahutnya.

Kemudian sopir taxi itu membawaku keluar dari Lavender Street, menuju alamat yang dituju. Alamat yang kudapat dari Mama Lanny sebvelum meninggalkan rumah tempo hari.

Ternyata kakak kandung Mama Lanny itu tinggal di daerah pemukiman chinese. Jadi sejauh - jauh mata memandang, yang kulihat orang - orang bermata sipit semua.

Rumah kakak Mama Lanny itu berada di dalam gang kecil. Sehingga tentu saja taxi tak bisa masuk ke dalamnya. Di sepanjang gang kecil itu pun yang terdengar hanya orang - orang berbahasa mandarin, yang aku tak mengerti sepatah kata pun.

Untungnya aku cepat menemukan nomor yang kucari. Nomor 88.

Seorang cewek chinese tampak sedang menjemur pakaian di depan sebuah rumah kecil yang membuatku prihatin. Tapi setelah pandanganku tertuju ke wajah amoy itu, wow ... dia sangat - sangat cantik. Lalu aku mengingat - ingat satu nama yang pernah diberikan oleh Mama Lanny.

“Selamat pagi .... kamu Hui Ying ya ?” sapaku.

Cewek cantik itu terkejut dan memandang padaku dengan sorot serius. Lalu bertanya, “Anak Tante Lanny ?”

“Betul, “ aku mengangguk. Karena Mama Lanny adalah ibu sambungku.

Hui Ying menjabat tanganku sambil mengajak masuk ke dalam rumahnya yang benar - benar kecil. Tapi aku bersikap sopan saja. Karena aku teringat ketika masih tinggal di kampung, rumahku jauh lebih jelek dari rumah kakak Mama Lanny ini.

Kursi di ruang tamu yang sempit ini pun hanya terbuat dari kerangka besi dan ditilami oleh anyaman plastik. Memang kurang nyaman mendudukinya, karena belakangan ini aku sudah terbiasa duduk di sofa empuk. Tapi ... sekali lagi aku membandingkannya dengan rumah di kampungku ... rumah yang hampir roboh itu. Dan aku dengar Ceu Imas sedang merenovasi rumah tua itu. Maklum Ceu Imas sudah punya suami horang thajirrr ... !

Setelah aku duduk di ruang tamu yang hanya bisa muat 3 buah kursi anyaman plastik, Hui Ying duduk di depanku sambil tersenyum - senyum. “Sekarang Tante Lanny gak di Kalbar lagi ya. “

“Betul, “ sahutku, “Mama sekarang punya kegiatan di rumahku. “

“Iya. Waktu nelepon Tante Lanny bilang, sekarang disuruh memimpin factory outlet punya Asep yang gede sekali katanya ya. “

“Ah, gak gede - gede amat. Tapi lumayanlah, “ sahutku merendah.

“Kalau masih kekurangan tenaga, aku juga mau kerja di FOmu Sep. “

“Boleh. Mmm ... tapi Hui Ying sudah warganegara Singapura ?”

“Nggak. Papa, Mama dan aku masih warganegara Indonesia, “ sahut amoy cantik itu, “Kami hanya mendapat permanent residence dari pemerintah Singapura. Kalau Papa gak kerja lagi di sini, dengan sendirinya kami harus pulang ke Indoinesia. “

“Oom kerja di bagian apa ?” tanyaku.

“Aaah ... cuma jadi buruh pabrik. “

Tiba - tiba muncul seorang wanita yang wajahnya mirip dengan Mama Lanny. “Aiih ... ada tamu ?” sapanya.

“Ini anak Tante Lanny yang diceritain di teleponnya tempo hari itu Ma, “ sahut Hui Ying.

Aku pun berdiri. Menjabat tangan kakak Mama Lanny dengan sopan, sambil berkata, “Wajah Tante sangat mirip Mama. “

“Ya iyalah, “ sahutnya, “Aku kan kakak kandung Lanny. “

“Aku harus manggil apa ya sama Tante ?” tanyaku.

“Panggil Tante Fang aja. Kalau nama Indonesia ayahnya Hui Ying, Kartono. Sayang dia sedang bekerja, gak bisa lihat Asep. “

“Mama, “ Hui Ying menyela, “Aku mau kerja di tokonya Asep. Boleh kan ?”

“Boleh, “ Tante Fang mengangguk dengan senyum di bibirnya. Gila ... sampai senyumnya pun mirip senyum ibu tiriku. “Tapi harus minta izin dulu sama Papa. Sejam lagi juga Papa pulang. “

Memang benar. Kurang lebih sejam kemudian, seorang lelaki yang sebaya dengan Ayah, muncul di ambang pintu depan.

“Koko ... ini anaknya Lanny, “ ucap Tante Fang menyambut kedatangan suaminya.

Ayah Hui Ying yang katanya sudah ganti nama jadi Kartono, menjabat tanganku dengan ramah, “Kapan tiba di Singapura ?” tanyanya.

“Sudah sepuluh hari Oom. Tapi aku ngurus bisnis dulu. Baru sekarang sempat datang ke sini. “

Hui Ying pun langsung berkata sambil memeluk ayahnya dari belakang. “Papa ... aku mau kerja di factory outlet punya Asep yang sekarang dipimpin oleh Tante Lanny. Boleh gak ?”

Oom Kartono mengangguk, “Boleh. Biar kamu jangan nganggur lagi, “ jawabnya.

“Hihihihiiii ... Papa baik hati deh ... “ ucap Hui Ying dengan nada ceria.

“Memangnya kapan Asep mau pulang ke Indonesia ?” tanya Tante Fang.

“Rencananya mau belanja oleh - oleh dulu, lalu langsung pulang, “ sahutku, “Mungkin Hui Ying bisa mengantarku ke pusat perbelanjaan di Singapura ini. “

“Bisa ... bisa, “ jawab Hui Ying.

“Tapi setelah belanja, kita langsung terbang ke Indonesia. Gimana ?” tanyaku kepada Hui Ying.

“Iya, “ sahut Hui Ying, “Berarti aku harus packing pakaianku dulu sekarang ya. “

“Gak usah bawa pakaian segala. Nanti aku kan mau beli pakaian untuk Mama juga. Pakaian untuk di Indonesia, nanti sekalian beli aja di ... di mana ya ? Di Orchard Road ?”

“Hihihiiii ... berarti aku mau dibelikan pakaian baru Boss ?” tanya Hui Ying yang tiba - tiba memanggilku Boss.

Aku mengangguk perlahan.

“Pusat perbelanjaan di Singapura sih banyak sekali. Ada Paragon, ada Vivo City, ada Ngee Ann City, ada Ion Orchard, ada Knightsbridge Mall, ada Mandarin Gallery, ada Mustafa Centre, ada Far East Plaza dan banyak lagi. Nanti kuantarkan ke semua mall yang Boss mau. “

“Iiiih ... kita kan family. Jangan manggil Boss dong. “

“Asep kan calon bossku. Hihihiiii .... “



Beberapa saat kemudian, aku dan Hui Ying sudah berada di dalam sebuah taxi untuk membeli oleh - oleh buat Mama dan pakaian buat Hui Ying. Di dalam tasku banyak sekali dollar Singapura. Pemberian dari ibu - ibu yang dibimbing oleh Bu Suzan, ditambah dengan yang kubekal dari Indonesia. Jumlahnya sangat banyak menurutku. Buat beli mobil baru pun cukup.

Karena itu, aku pun membeli 2 buah koper. Yang satu berwarna biru tua, yang satu lagi berwarna pink. Koper yang berwarna pink untuk Hui Ying dan koper berwarna biru tua untukku sendiri.

Kusuruh Hui Ying memilih sendiri pakaian yang diinginkannya, dengan target sampai memenuhi tas berwarna pink itu. Sementara aku memilih pakaian untukku sendiri, juga sampai diperkirakan memenuhi tas biru tuaku. Beberapa helai gaun cantik untuk Mama Lanny, juga kumasukkan ke dalam koper berwarna biru tua itu.

Setelah kedua koper penuh dengan pakaian, aku berkata kepada Hui Ying, “Sekarang sudah mulai malam. Bagaimana kalau kita nginap di hotel yang dekat - dekat Orchard Road ini saja ? Besok pagi baru kita terbang ke Indonesia. “

“ It's up to the boss, “ sahut Hui Ying sambil tersenyum manis.

Berkat petunjuk Hui Ying, aku menemukan hotel five star di dekat Orchard Road. Kami mendapatkan sebuah kamar di lantai 7.

Setelah berada di dalam kamar hotel yang tarifnya selangit (kalau dibandingkan dengan hotel five star di Indonesia) itu, aku langsung melepaskan sepatu dan kaus kakiku. Lalu melompat ke atas bed lebar sekali ini. Dan menelungkup sambil berkata, “Aku memang harus istirahat dulu Ying. Capek sekali.”

“Aku malah ingin nyobain pakaian baruku satu persatu, “ sahut Hui Ying.

“Cobainlah semuanya. Nanti pilih salah satu pakaian untuk makan malam di resto hotel ini. “

“Siap Boss. “

“Jangan manggil Boss padaku dong. Panggil Asep aja, “ ucapku yang masih menelungkup di atas bed.

“Tante Lanny kan adik mamaku. Jadi harusnya aku manggil Dik Asep padamu ya ?”

“Emang umurmu berapa ?” tanyaku.

“Delapanbelas tahun, “ sahutnya.

“Haaaa ?! Kamu seusia benar denganku Ying, “ sahutku sambil melirik ke arah Hui Ying, yang cuma mengenakan celana dalam dan beha serba putih. Lalu mengenakan gaun barunya. Gaun terusan berbentuk span ke bawahnya, berwarna orange polos dengan bahan seperti sutera yang mengkilap.

Aku pun spontan terduduk. Dan berkomentar, “Kamu cantik sekali pakai gaun itu Ying. “

“Masa sih ?!” Hui Ying berdiri menghadap padaku, sambil mengusap - usap gaun barunya.

“Serius, “ sahutku, “Pacarmu pasti tambah mencintaimu kalau melihatmu mengenakan gaun itu. ”

“Pacar apa ? Aku gak pernah punya pacar, “ ucapnya.

“Masa ? “

“Sungguh. Orang - orang chinese di Singapura pada berbahasa mandarin semua. Sedangkan aku gak bisa bahasa mandarin. Jadi ... aku gak punya teman di Singapura. Apalagi pacar. Makanya aku pengen ikut sama kamu, karena di Singapura aku malah merasa terpencil. “

“Ogitu ya. “

“Iya, begitulah keadaannya. Ohya ... bednya cuma satu. Berarti kita harus ... “

“Tidur setempat tidur. Gak apa - apa kan ?” tanyaku sambil memegang pergelangan tangan Hui Ying.

“Takut terjadi sesuatu yang ... “

“Takut diperkosa sama aku ? Gak mungkinlah. Aku gak pernah memperkosa cewek. Kecuali kalau kamunya mau ... ya boleh juga ... hehehee ... “

“Kita kan saudara sepupu Sep. “

“Saudara sepupu, tapi sama sekali tidak punya hubungan darah. Aku kan anak tiri Mama Lanny. Bukan anak kandungnya. “

“Iya juga ya, “ gumamnya seperti sedang berpikir, “Ya udah. Aku akan pasrah aja sama kamu. Apa pun yang akan kamu lakukan, aku takkan menolak. “

Aku yang duduk di pinggiran bed, dengan kaki terjuntai ke karpet lantai, lalu menarik Hui Ying sampai terduduk di atas kedua pahaku. “Kamu ada perasaan suka gak padaku ?”

“Ya sukalah. Kamu tampan sekali di mataku. Tapi ... kamu anak Tante Lanny. “

“Anak tiri ... bukan anak kandung. “

“Mmmm ... kamu sendiri punya perasaan suka padaku gak ?”

“Makanya kududukkan kamu di atas pangkuanku ini ... karena aku suka padamu. Sejak awal melihatmu tadi di rumahmu, aku sudah punya perasaan suka sama kamu Ying. “

“Kalau gitu, jadikan aku calon istrimu aja Sep. “

“Memangnya kamu masih perawan ?”

“Masihlah. Aku dibawa ke Singapura waktu masih kecil. Waktu umurku baru duabelas tahun. Selama enam tahun aku tinggal di Singapura, aku gak punya teman sama sekali. Sedangkan pada waktu masih tinggal di Kalimantan, aku masih anak ingusan. Boro - boro dekat sama cowok ... “

“Ya udah. Sekarang kita makan malam dulu yok. Perutku udah lapar. Pakai gaun itu aja, gak usah diganti. “

Hui Ying mengangguk. Lalu turun dari pangkuanku.

Kulihat ada sandal hotel dua pasang. Maka sandal itu saja yang kupakai, karena malas pakai sepatu. Begitu juga Hui Ying, mengenakan sandal putih yang disediakan oleh hotel itu.

Lalu kami keluar dari kamar, menuju pintu lift.
Mksh suhu utk updatex
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd