Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Part 31



A
ku bicara sejujurnya bahwa di antara sekian banyak wanita yang pernah dan akan kugauli, Bu Dhea inilah yang tercantik. Memang seperti pepatah tiongkok, “Di atas gunung tinggi pasti ada gunung yang lebih tinggi lagi”. Bagiku pepatahnya cuma berubah pada kata gunung, “Di atas wanita cantik pasti ada wanita yang lebih cantik lagi.”

Dan wanita yang lebih cantik lagi itu, adalah Bu Dhea.

Bu Dhea seolah sudah merupakan paket lengkap bagiku. Karena dari sekujur tubuhnya sudah mengandung unsur yang kudambakan selama ini, termasuk masalah usianya. Aku memang mendambakan seorang wanita yang lebih tua dariku, tapi perbedaannya jangan terlalu banyak. Itu ada pada diri Bu Dhea, karena usianya hanya 3 tahun lebih tua dariku.

Aku mendambakan wanita yang tinggi langsing tapi tidak kurus. Itu pun ada pada Bu Dhea.

Ya, tubuh Bu Dhea yang putih mulus itu, segalanya proporsional. Sepasang toket berukuran sedang dan masih mancung lurus ke depan. Bokong yang tidak tepos, tapi juga tidak terlalu gede. Lalu kalau dipandang wajah cantiknya, Bu Dhea memiliki mata bening, alis tebal tanpa polesan pensil alis, bulu mata lentik tanpa mengenakan bulu mata palsu, bibir yang agak tebal tapi sensual bentuknya. Dan hidung yang mancung meruncing, rambut yang hitam asli tanpa sentuhan cat pewarna rambut dan dua lesung pipit di sepasang pipinya .... lengkap sudah. Semuanya ada pada diri Bu Dhea.

Karena itu aku harus berhati - hati memperlakuannya. Aku seperti membawa kuning telur yang sudah dipisahkan dari putihnya, harus hati - hati membawanya, agarjangan pecah di jalan.

Aku sudah menciumi dari ujung kakinya sampai pangkal pahanya, dari bibirnya turun ke bawah, sampai pusar perutnya. Lalu kuturunkan celana dalamnya dengan hati - hati.

Sedikit demi sedikit kemaluannya pun mulai tampak di mataku. Kemaluan yang agak tembem dan bersih dari bulu/ Sangat bersih, sampai kelihatan agak mengkilap.

“Ini diwaxing Bu ?” tanyaku sambil mengusap - usap memek Bu Dhea yang sudah bebas dari celana dalam.

“Pakai laser, “ sahutnya, “Sekarang udah gak musim waxing lagi. “

Aku sudah siap untuk menjilati memek Bu Dhea. Tapi Bu Dhea bangkit dan memeluk leherku sambil menelentang kembali. “Jangan dijilatin dulu. Aku ingin berpuas - puas ciuman sambil bersetubuh. Kalau mulut kita sudah main oral, tentu gak nyaman lagi ciumannya nanti. Main finger aja ya. Biar mulut kita tetap bersih. “

“Oke, “ sahutku sambil mengalihkan mulutku ke puting payudaranya. Kuemut puting mancung dan terasa sudah menegang ini, sementara tanganku sudah kurayapkan ke bawah. Ke belahan memeknya yang tadi kulihat imut - imut.

Aku dengan hati - hati melakukannya. Mencelupkan jari tengahku ke celah memeknya, lalu menggeser - geserkannya secara pelan - pelan, sementara bibirku sudah dipagut dan dilumat oleh Bu Dhea.

Perlahan tapi pasti, celah memek Bu Dhea mulai basah, berkat permainan jari tengahku. Lalu kulepaskan celana dalamku dan kuletakkan moncong kontolku di belahan memek Bu Dhea.

Wanita cantik itu pun merenggangkan kedua belah paha putih mulusnya. Seolah mempersilakan agar kontolku melakukan penetrasi.

Lalu kudorong kontolku yang sudah ngaceng berat ini. Dan melesak masuk sedikit demi sedikit. Aku pun mulai mengentotnya pelan - pelan, sambil berusaha memasukkannya lebih dalam keika aku sedang mendorongnya. Sampai akhirnya terasa sudah maksimal, karena moncong kontolku sudah menyundul dasar liang memeknya.

Hal ini membuat Bu Dhea ternganga dengan mata terbeliak. “Duuuh ... penismu panjang sekali Yos ... ini sampai gak bisa masuk semuanya ... mentok di dasar sumurku ... ! ” cetusnya sambil mendekap pinggangku.

“Kalau sama penis pendek kan cuma bisa melambaikan tangan dari kejauhan. Tapi kalau panjang kan bisa cipokan di dalam ... “ sahutku berusaha bercanda.

“Hihihiiii ... iyaaaa ... aku suka ini ... bisa cipokan di dasar sumurku ... “ sahut Bu Dhea dengan sepasang lesung pipit terpamerkan, “ ayo lanjutkan Yos ... “

Aku pun mulai menggencarkan entotanku, sampai batas kecepatan normal. Sambil menjilati leher jenjang Bu Dhea, disertai gigitan - gigitan kecil seperti biasa kulakukan.

Bu Dhea pun mulai bereaksi. Terkadang ia meremas bahuku, rambutku, punggungku dan bokongku. Terkadang ia cuma mendesah dan merintih, sambil mengepak - ngepakkan kedua tangannya di kain seprai.

“Yooosss .... oooooo .... oooooohhhhh ... Yooooossss ... ini luar biasa rasanya Yosss ... jauh beda dengan suamiku dahulu ... ooooh ... indah sekali Yoooosssss ... oooooh ... dua tahun aku tak merasakannya .... sekalinya merasakan kembali ... lain sekali rasanya Yoooossss ... mungkin karena aku merasakannya bersama cinta di hatiku ... iya Yossss ... rasanya aku mulai cinta sama kamuuuu .... Yooooossssss .... ini cinta pertamaku Yoooossss ... benar - benar cinta pertamakuuu .... “

Aku berusaha menanggapinya di antara dengus - dengus nafasku, “Ughhhhh .... hhhh ... lantas dengan almarhum suami Bu Dhea cinta keberapa ? ”

“Aku hanya merasa sayang padanya ... karena dia sangat memanjakanku ... tapi itu bukan cinta ... aku tak pernah merasakan getaran di batin sehebat ini ... oooohhhh ... Yoooosss ... rasanya aku tak mau berjauhan lagi denganmu ... karena aku sudah menemukan orang yang tepat untuk pendampingku ... Yoooossss .... “

“Iiii ... iyaaa Buuuu .... ”

“Jangan panggil Bu lagi ... panggil aku Mams atau Mamie aja ... dan aku akan memanggilmu Paps atau Papie ... oke ?”

“Oke Mams ... “ sahutku tanpa menghentikan entotanku.

Lalu kujilati telinga Bu Dhea yang harus kupanggil Mams itu. Di saat berikutnya, aku habis - habisan menjilati ketiaknya yang harum, terkadang aku menyedot ketiaknya kuat - kuat, membuatnya semakin edan eling. Dengan mulut semakin menceracau, “Paaaapssss ... ini luar biasa indah dan nikmatnya Paaaaps ... hatiku sudah menjadi milikmu Papie Sayaaaang ... jangan sia - siakan cintaku ya Paaaps ... “

“Iya Mamie Sayaaang ... iyaaaa .... “

“Tapi Paps ... sekarang aku kan sedang ingin hamil. Jadi usahakan pada waktu aku orgasme, usahakan agar Papie juga ejakulasi. Kalau bisa bareng lebih perfect lagi. Supaya kalau pas ada telur di rahimku, bisa dibuahi oleh sperma Papie ... “ ucapnya mendadak serius.

“Oke Mams. Akan kuusahakan, “ sahutku tanpa menghentikan entotanku.

Lalu kugencarkan lagi genjotan kontolku, yang membuat Bu Dhea terpejam - pejam sambil memelukku erat - erat.

Keringatku pun mulai menetes - netes di kain seprai, di dada dan wajah Mamie alias Bu Dhea, bercampur aduk dengan keringatnya sendiri. Sampai pada suatu saat, ia berkata terengah, “Paps ... aku udah mau orgasme ... ayo barengin Paaaps ...”

Sebenarnya aku sendiri sudah berada di detik - detik gawat. Spermaku seperti sudah nyaris meluap ke saluran kencing sekaligus spermaku. Maka dengan sigap kugencarkan entotanku. Pada saat yang sama Bu Dhea pun sudah terkejang - kejang sambil menahan nafasnya. Maka kusambut dengan menancapkan kontolku sedalam mungkin, sampai menyeruduk dasar liang memek wanita yang ingin dipanggil Mamie itu. Kubiarkan kontolku menancap, tak kugerakkan lagi.

Pada saat itulah liang memek Mamie berkedut- kedut lembut, kusambut dengan ciuman mesra yang tak kulepaskan lagi pada saat kontolku sedang mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir pejuhku. Cretttt ... croooooooottttt ... cretttt ... croooooooooooootttt ... cretttt ... crooooooooooooooooottttt ... crooooooooooooootttt ..... !

Aku ingin melepaskan ciumanku. Tapi justru ia yang menahan bibirku dengan menyedot lidahku ke dalam mulutnya.

Lalu kami sama - sama terkulai lemas. Ciuman Mamie pun terlepas. Dan terdengar suaranya lirih, “Terima kasih Cinta ... dirimu telah melakukan yang terbaik bagiku. Melakukan hal yang paling indah di dalam kehidupanku selama ini. “

Aku menatap wajah wanita yang baru mengalami orgasmenya itu. Memang benar kata orang, wanita sehabis orgasme itu akan memancarkan aura kecantikannya. Dan Bu Dhea yang memang cantik itu, jadi lebih cantik lagi. Karena wajahnya seolah diselimuti cahaya cemerlang.

Bagiku juga sama. Bahwa apa yang barusan terjadi, adalah sesuatu yang terindah di dalam hidupku selama ini. Karena aku melakukannya dengan sepenuh hati, dengan segenap perasaan.

Kubiarkan kontolku tetap berada di dalam liang memek Bu Dhea, karena ia sendiri yang menginginkannya. Mungkin agar spermaku berebut untuk membuahi telurnya, kalau pas telurnya hadir di mulut rahimnya.

Setelah kontolku menciut dan lemas, akhirnya bisa lepas sendiri dari liang memek Bu Dhea. Tapi ia malah menengadahkan memeknya ke atas, mungkin agar jangan ada air maniku yang tertumpah ke luar memeknya.

Pada saat itulah ia berkata, “Aku tidak ingin disetubuhi sampai habis - habisan. Yang penting sehari sekali Papie harus menyetubuhiku selama sepuluh hari berturut - turut. Semoga usaha kita menghasilkan anak yang sangat kurindukan. ”

Aku cuma mengangguk sambil tersenyum. Kurasa takkan terlalu sulit menghamili Bu Dhea. Karena usianya masih sangat muda. Masih dalam masa produktif.

Lalu terdengar lagi suaranya, “Aku bahkan siap dihamili oleh Papie sampai lahir anak pertama, kedua dan ketiga. Setelah itu baru aku akan ikut program KB. Tiga anak cukup kan ? Atau Papie ingin lebih banyak lagi ?”

“Tiga sudah cukup. Aku gak tega melihat Mamie melahirkan dan melahirkan lagi, “ sahutku.

“Hmm ... kebayang kalau anakku cowok, mudah - mudahan dia setampan Papie, “ ucap Bu Dhea sambil mencubit pipiku perlahan.

“Dan kalau dia cewek, semoga cantik jelita seperti mamienya, “ sahutku sambil meremas tangannya yang sedang kugenggam.

Besok malamnya, Sabtu malam, aku menyetubuhinya lagi. Tetap batas - batas yang diinginkannya. Tak mau berlebihan, tak mau habis - habisan. Cukup satu kali tapi harus diusahakan agar ejakulasiku harus berbarengan dengan orgasmenya.

Minggu malam pun kami melakukannya lagi. Juga tetap mengikuti cara yang diinginkan oleh Mamie Dhea.

Senin paginya, aku bersiap - siap untuk berangkat ke kota. Untuk membayar rumah Bu Lia yang selama ini jadi rumah kontrakanku. Pada saat itulah Mamie Dhea meminta tolong padaku, untuk menggeserkan tempat tidurnya yang super lebar itu. Tidak sulit melakukannya, karena kaki bed itu ada rodanya semua. Sehingga tanpa mengeluarkan tenaga, aku bisa menggeserkannya agak jauh, sampai ke dinding satunya lagi. Ternyata di lantai yang tadi tertutup oleh bed, ada pintu kecil yang langsung dibuka oleh Mamie Dhea. “Tolong ambil bungkusan itu satu aja. “

Ternyata setelah pintunya dibuka, ada bunker berisi bungkusan - bungkusan berbentuk kotak. Lalu kuambil salah satu bungkusan itu yang ada tulisan US $ 1.000.000,-

“Mau disimpan di mana ini ?” tanyaku sambil tetap mengangkat bungkusan itu.

Mamie Dhea menutupkan lagi pintu kecil yang berada di lantai itu, kemudian berkata, “Itu berisi sejuta dollar amerika. Untuk membeli rumah yang Papie mau bayar hari ini. “

Aku terkaget - kaget dibuatnya. Sejuta dollar berarti sekian belas milyar rupiah. Tapi aku menolaknya secara halus, “Terima kasih Mam. Tapi aku sudah menyiapkan dana untuk membayar lunas rumah itu. Lagian harga rumah itu hanya ratusan juta saja. “

“Kalau begitu pakai untuk membeli sedan sport seperti punyaku yang di depan itu, “ desaknya.

“No, no no ... ! “ kataku sambil meletakkan bungkusan berisi dollar itu di atas pintu bunker, “Aku tidak berminat punya mobil mewah seperti itu. Lagian mengendarainya juga ribet. Apalagi kalau jalanan sedang macet. Mana suaranya berisik pula ... bikin heboh kendaraan di sekelilingnya. “

Mamie Dhea memelukku dari belakang sambil berkata, “Papie harus menerima uang itu. Sebagai tanda cintaku padamu Paps. Mau dibelikan apa nanti, terserah Papie. “

Aku pun memutar badanku jadi berhadapan dengan Mamie Dhea. Lalu kupegang kedua tangannya sambil berkata, “Aku bukan lelaki pemorotan Mam. Dengan mendapatkan cinta Mamie saja hatiku sudah bahagia. Jangan manjakan aku dengan harta. Manjakan aja aku dengan cinta Mamie. Itu sudah cukup bagiku Mams.”

Mamie Dhea menatapku dengan mata berlinang - linang. Bahkan ada 1-2 tetes air mata mengalir ke pipinya. “Salahkah aku ingin membahagiakanmu yang telah membuatku sangat bahagia ini ? Papie jangan salah faham. Aku yakin Papie bukan lelaki matre dan pemorotan. Tapi aku ingin membahagiakan Papie. Jadi ... kalau Papie menolak tanda cintaku kepada Papie, sama aja dengan men=mbunuh cintaku, “ ucapnya sendu. Lalu membenamkan wajahnya di dadaku sambil menangis terisak - isak.

Sambil membelai rambutnya dengan lembut, aku berkata, “Jangan menangis dong Mams. Aku paling tidak tahan melihat wanita menangis. Karena aku pun terlahir dari rahim wanita. Kalau tidak ada wanita, aku takkan pernah ada di dunia ini. “

Mamie Dhea menatapku dengan mata basah. Lalu bertanya dengan suara sendu, “Papie ingin membuatku bahagia ?”

“Tentu saja, karena Mamie adalah wanita yang telah memiliki hatiku. “

“Kalau Papie benar - benar ingin membahagiakanku, terimalah tanda cintaku itu. Papie lihat sendiri, dollar di bunker itu masih sangat banyak. Takkan habis dimakan oleh tujuh turunan. Aku memberikan tanda cinta itu dengan ikhlas Paps. Dan aku akan bahagia sekali kalau Papie menerimanya. Tapi sebaliknya, aku akan sangat bersedih kalau Papie menolaknya. “

Aku terdiam beberapa saat, sambil mengusap - usap rambut Mamie Dhea yang masih terisak - isak. Sudah semikian angkuhnyakah diriku ini ? Bukankah aku sedang membutuhkan uang untuk pengembangan pabrik garment itu ? Untuk membangun hotel bintang 4 itu aku sudah menyiapkan dananya, ditambah dengan dukungan dari Mbak Mona. Tapi untuk mengembangkan pabrik garment itu, aku masih harus berjuang untuk mendapatkan dananya. Lalu kenapa aku begini angkuhnya dengan menolak uang yang jumlahnya tidak sedikit itu ?

Setelah mempertimbangkan dari segala aspek,akhirnya aku berkataperlahan, “Ya sudah ... uang itu aku terima. Untuk pengembangan pabrik garment yang baru kubeli. “

Wajah Mamie Dhea jadi ceria lagi. “Ya silakan, mau dipakai apa terserah Papie. Karena aku yakin Papie tentu tau mana yang terbaik untuk dilakukan, ” sahutnya sambil menghapus air matanya dengan kertas tissue.

AKhirnya kami berciuman dengan mesranya. Lalu bungkusan berbentuk kotak berisi dollar itu pun kupindahkan ke atas meja. Tem[at tidur super lebar itu pun kudorong lagi ke tempat semula.Sehingga pintu bunker itu pun tertutup kembali.

Lalu kubawa bungkusan dollar itu ke depan, ke bagasi sedan hitamku. Setelah menyimpan bungkusan itu di dalam bagasi sedan hitamku, aku pun pamitan kepada Mamie Dhea.

Seorang satpam dan dua orang berseragam security membantuku untuk menyeberangkan mobilku untuk menuju ke kotaku kembali. Ya ... aku harus secepatnya pulang ke rumah kontrakanku, karena akan membayar rumah itu kepada Bu Lia.

Dalam perjalanan menuju kotaku inilah Mamih menghubungiku lewat hape.

Mamih hanya berkata, “Tadi Bu Dhea menghubungiku. Dia ingin agar kamu tetap bersamanya selama sepuluh hari. Ikuti aja kemauannya Sef. Karena aku sudah menyaring, siapa saja yang layak kamu ladeni. Dan Bu Dhea itu paling tajir di antara wanita - wanita yang sudah memesan dan yang masih dalam waiting list. “

Sahutku, “Iya Mamih. Aku tetap ikut petunjuk Mamih aja. Tapi kalau ada wanita yang terlalu gendut seperti Bu Fenti tempo hari, tolak aja. Atau kasihkan aja ke gigolo yang lain. Yang gendut begitu capek ngerjainnya Mamih. “

“Hihihihiiii ... iya, iyaaa. Tapi yang gendut hanya Bu Fenti aja seorang. Yang lain sih bagus - bagus bentuknya, karena aku sudah mnyaringnya. Yang kurang menarik, kuberikan pada gigolo lain, “ kata Mamih di speaker hapeku.

Lalu hubungan seluler dengan Mamih ditutup. Aku pun melarikan lagi sedan hitamku dalam kecepatan yang lumayan tinggi.

Sebelum menuju rumah yang akan kubeli itu, aku mampir dulu di bank, di mana aku punya safety box. Di bank itulah aku menyimpan bungkusan berisi dollar itu, sekaligus mengeluarkan uang cash untuk membayar rumah Bu Lia, dipotong oleh DP yang sudah kuberikan tempo hari.

Hari baru jam 10 pagi ketika aku tiba di depan rumah kontrakan yang akan kubeli itu.

Ternyata Bu Lia sudh menunggu di teras depan, duduk di kursi rotan tua itu.

“Udah lama nunggu ?” tanyaku.

“Udah sejak delapan tadi nunggunya. “

“Wow kasiaaan ... dua jam ya menunggunya, ayo masuk dulu Bu. “

Di ruang tamu yang sempit ini kukeluarkan uang 80 juta rupiah untuk Bu Lia, “Ini untuk bayar bank dulu. Yang seratus juta nanti kuserahkan setelah sertifikatnya kuterima. “

“Iya, iyaa ... “ sahut Bu Lia sambil memasukkan 8 ikat uang merah ke dalam tas kecilnya. “Kalau gitu, ibu mau ke bank dulu ya, “ katanya.

“Iya. Jauh banknya ?” tanyaku.

“Nggak. Jalan kaki juga paling seperempat jam udah nyampe. “

“Owh, tadinya kalau jauh mau kuanterin. “

“Gak usah. Mudah - mudahan aja gak ngantri di banknya. “

“Ya udah aku nunggu di sini aja ya. “

“Iya, iyaaa... “

“Sebentar dulu. Udah bersih belum ?”

“Udah. Hihihiii ... masih ingat aja. Kirain udah lupa. “

“Ya inget dong. Kalau gak inget, aku takkan jadi beli rumah Ibu. “

“Iiiih .... emangnya beli rumah ini hanya karena ingin nyobain punya ibu doang ?”

“Iya. Emangnya ibu gak kepengen nyobain dicolok sama punya anak muda ?”

“Iiiiih ... sampe merinding gini. Udah ya ibu mau ke bank dulu. Nanti mau semalam suntuk juga ibu kasih deh. “

“Nggak ... pengen cium bibir Bu Lia dulu, “ sahutku sambil menarik pergelangan tangannya.

Tangan Bu Lia terasa gemataran. Tapi justru dia yang duluan mencium bibirku, sambil melingkarkan lengannya di leherku. Dengan tubuh menghangat pula.

“Udah ya. Paling lama juga nunggu sejam. Harus sabar dong. Ibu juga jadi kepengen sekarang mah. ““

“Iya, “ sahutku sambil menepuk pantat yang masih tertutupi baju jubah coelat tuanya. Tapi terasa bokongnya semok juga tuh.

Bu Lia pun berlalu. Meninggalkanku dengan bayangan tentang apa yang akan kulakukan nanti.

Baru saja Bu Lia berangkat, tiba - tiba handphoneku berdenting .... tiiiiing ... !

Ternyata dari Bu Fina.

“Hallo ... apa kabar beib ?”

“Sehat. Ini ada arsitek yang katanya kenalan Big Boss. Dia mau menggambar bangunan baru yang Big Boss rencanakan itu. “

“Ya tunjukkan aja titik - titik yang mau dibangun itu. Terangkan dari mana ke mana sejelas mungkin. Bu Fina kan lebih tau di mananya spot yang harus dibangun. Pokoknya aku serahkan semuanya kepada Ibu, “ ucapku bergaya formal, karena Bu Fina sedang menghadapi Mbak Mariani, arsitek andalanku itu.

“Siap Big Boss, “ sahut Bu Fina.

“Ada masalah lain ?”

“Gak ada Big Boss. “

“Oke, “ sahutku sambil menutup hubungan seluler dengan dirutku.

Baru saja selesai menerima call Bu Fina, handphoneku berdenting lagi .... tiiiing ... !

Wow, ternyata dari Mamie Dhea, si cantik yang penuh pesona itu.

“Hallo Mams ... “

“Sekarang lagi di mana ?”

“Lagi nungguin pemilik rumah yang sedang melunasi hutangnya ke bank. Kenapa ?”

“Gak kenapa - kenapa. Cuman aku kok merasa kehilangan setelah Papie pergi tadi. “

“Cuman semalam aku ninggalin Mamie. Besok pagi juga aku sudah datang lagi. “

“Iya, iya. Aku cuma ingin dengar suaramu aja Paps. Saking kangennya. Semoga transaksinya sukses ya. Emwuaaaaah ... “

“Emwuaaaah ... I love you Mams. “

“Love you too ... “

Gawat. Rasanya Mamie Dhea sudah benar - benar mencintaiku. Sehingga baru ditinggalin sebentar aja sudah merasa kehilangan.

Lalu, kalau aku mengikuti irama cintanya, apakah kebebasanku akan hilang ? Bukankah aku masih membutuhkan waktu berbulan - bulan untuk menyelesaikan program Mamih dengan klien - kliennya ?

Entahlah. Mungkin dibutuhkan waktu untuk memikirkan baik - buruknya. Memikirkan langkah selanjutnya jika Mamie Dhea terlalu dalam mencintaiku. Mungkin aku bisa tetap aktif dalam program Mamih, mungkin juga aku harus berhenti di tengah jalan. Karena mencintai Mamie Dhea lebih banyak faktor menguntungkannya daripada sisi kerugiannya.

Kerugiannya juga paling hanya faktor kebebasanku yang pasti harus dikurangi. Takkan bisa sebebas seperti sekjarang ini. Sementara faktor keuntungannya jauh ... jauh lebih banyak. Bahkan mungkin saja aku bisa ikut campur pada perusahaannya yang di beberapa negara lain. Lalu aku bisa leluasa mengurus dan mengasuh anak - anakku kelak.

Tapi biarlah. Aku tak usah berpikir sejauh itu. Aku akan melakukan kegiatanku seperti biasa saja, terkecuali kalau ada warning dari Mamie Dhea kelak. Terpaksa aku harus mengikuti keinginannya, asalkan masih positif bagi diriku.

Lalu aku ketiduran di sofa murahan ini.

Entah berapa lama aku ketiduran. Sampai terasa lututku ditepuk - tepuk. Dan ketika kubuka mataku, ternyata Bu Lia sudah pulang dari bank. Sambil membawa sertifikat asli rumah ini.

“Udah selesai ?” tanyaku sambil duduk berhadapan.

“Udah, “ sahutnya sambil duduk di sofa yang kosong, “Tadinya sih harus besok mengambil sertifikatnya. Tapi ibu terang - terangan bilang ditunggu oleh pembeli rumah ini. Kalau tidak bisa dibawa hari ini sertifikatnya, ibu mau batalkan pelunasannya ke bank. “

“Memang benar. Kalau kita melaksanakan pelunasan, surat agunan biasanya tak bisa dibawa pada hari itu juga. Untunglah Bu Lia bisa memaksanya, “ kataku sambil membuka - buka sertifikat rumah ini. Aku tidak tertarik pada keterangan pada rumahnya, karena kalau kubangun rumah baru kelak, pasti rumah lama ini akan kuratakan dengan tanah dulu. Supaya tidak menjadi gangguan bagi bangunan baru kelak. Yang ingin kuketahui secara pasti adalah luas tanahnya, yang ternyata 720 meter persegi. Lumayan mantap. Kalau dibangun rumah bertingkat, bisa jadi rumah besar dan megah kelak. Semoga saja ada rejekinya.

Lalu kukeluarkan uang yang 100 juta lagi dan kuserahkan kepada Bu Lia sambil berkata, “Seharusnya pelunasan ini dilakukan di depan notaris besok. Tapi biar hati Bu Lia tenang, ini kubayar sisanya. Seratus juta lagi kan ?”

“Iya. Uang kontrakan harus dikembalikan nggak ? Kan Dek Asep belum sampai empat bulan mengisi rumah ini. Sebulan pun belum. “

“Gak usah. Uang kontrakan sih anggap aja bantuan dariku untuk menutupi kekurangan Bu Lia. Yang penting semalam suntuk Bu Lia harus bercinta denganku sampai sama - sama puas yaaa... “

“Iya lah. Tapi ... pil anti hamilnya mana ?”

“Ada, “ sahutku sambil mengeluarkan 1 strip pil kontrasepsi, “kalau sudah minum pil ini, wikwik seratus kali pun takkan bikin hamil Bu. “

“Hihihiiii ... masa seratus kali ? “

“Itu kan seandainya ... ayo dong. Si dede udah celingukan nih ... udah gak sabaran ... pengen segera nyobain punya Bu Lia.”

“Udah tegang ?” tanyanya sambil bangkit dari sofa dan melangkah mendekatiku.

“Iya. Udah ngaceng berat, “ sahutku.

“Kalau gitu sebentar ya. Ibu pengen pipis dulu, “ ucapnya sambil bergegas masuk ke dalam kamar mandi.

Aku pun bangkit dari sofa, untuk menutupkan tirai agar jendela kaca tertutup sepenuhnya. Lalu kukuncikan juga pintu depan.

Bu Lia pun muncul dari kamar mandi dalam keadaan cuma berbalut handuk di badannya yang menutupi sepasang toket sampaike pertengahan pahanya.

Tentu saja aku tergiur melihat Bu Lia yang tidak mengenakan gaun jubah dan hijab lagi. Tubuhnya hanya berbalut handuk pula. Sehingga tampaklah betapa putih mulusnya bagian yang sudah terlihat di mataku itu.

Aku pun menghampirinya. Lalu meraih tangannya, untuk duduk di atas sepasang pahaku setelah aku duduk di atas sofa murahan ini.

“Masa di sini ? Nanti kalau tiba - tiba ada tamu gimana ?” tanyanya yang sudah duduk di atas pangkuanku.

“Pemanasannya di sini aja, “ sahutku, “Nanti kalau udah mau main, baru pindah ke kamar. “

“Tuh lihat ... lengan ibu sih gini. Banyak bulunya, kayak laki - laki, “ kata Bu Lia sambil memperlihatkan lengannya yang memang berbulu.

“Wow ... justru aku suka melihat lengan perempuan yang ada bulunya gini. Betis dan pahanya gimana ?” tanyaku sambil mengusap - usap lengan Bu Lia yang berbulu itu.

“Betisnya berbulu tuh. Tapi paha sih nggak. “

“Wow ... di lengan dan betis aja banyak bulunya. Apalagi di sumbernya, “ kataku sambil menyelinapkan tanganku ke balik handuk yang membelit tubuh Bu Lia.

“Hihihiiii ... memek sih lebih lebat lagi bulunya. Tapi kemaren udah diguntingin, dirapikan. Malu sih kalau dilihat sama Dek Asep kelihatan gondrong dan berantakan... “

“Coba lihat ... seperti apa setelah bulunya dirapikan, “ ucapku sekalian menarik handuk yang membelit badan Bu Lia, sampai terlepas. Sehingga tubuh yang tadi pagi masih berbaju jubah dan hijab yang sangat menutupi body dan anggota badannya, kini sudah 100% telanjang. Alias telanjang bulat.

Tubuh yang tergolong putih mulus, sepasang toket yang lumayan gede tapi tidak tobrut seperti Bu Fenti, bokong yang semok yang juga tidak segede bokong Bu Fenti, kini sudah berdiri didepan mataku. Dan memeknya itu, memang berjembut, tapi sudah dirapikan dan di bentuk seperti kumis Hitler. Jembut itu hanya ditinggalkan sedikit di atas kelentitnya. Ya itu tadi ...kayak kumis Hitler ... !

“Waw, waw, waaaaaw .... berarti aku gak salah pilih. Bu Lia ini tak cuma cantik tapi juga super seksi ... !” kataku sambil menggandeng lengan Bu Lia, mengajaknya masuk ke dalam kamar. Dan setibanya di dalam kamar, kucium bibir Bu Lia sambil meremas - remas sepasang buah pantatnya yang semok tapi masih bisa kuremas.

Lalu kulepaskan segala yang melekat di tubuhku, sampai telanjang bulat seperti Bu Lia.

“Sebenarnya ibu mah degdegan banget sekarang ini Dek. Karena dalam hidup ibu, baru sekarang mau melakukan dengan yang bukan suami ibu. Dan ... waaaaauuu .... ini kok panjang sekali Deeek ?!” Bu Lia langsung menangkap kontolku setelah melihatnya, dengan tangan gemetaran.

Kubiarkan Bu Lia memegang kontolku yang sudah siap nyoblos ini. Meski ia melontarkan komentar sambil berjongkok di depanku, “Waah ... ini sih gak bakalan bisa masuk semua Dek. Memek ibu kan de’et. “ (de’et = dangkal)

“Kalau gak bisa masuk semua, masuk setengahnya juga bolehlah ... “ sahutku pada saat Bu Lia menciumi kepala kontolku.

Aku pun duduk di pinggiran bed murahanku. Tapi Bu Lia tetap memegang kontolku, seperti anak kecil yang menemukan mainan baru.

Lalu ... tanpa keraguan sedikit pun ia mulai menyepong kontolku dengan binalnya.

Aku tak menyangka kalau Bu Lia yang tadinya kelihatan sangat alim itu, ternyata bisa berubah jadi sebinal ini. Setelah kontolku berlumuran air liurnya, tanpa basa basi lagi ia “menduduki” kontolku yang masih berada dalam genggamannya. Ia membelakangiku, tapi ia sudah memasukkan kontolku ke dalam liang memeknya. Aku pun memeluk dadanya sambil memegang sepasang toket gedenya yang sudah agak lembek, tapi masih enak buat diremas - remas. Sementara Bu Lia sudah mulai mengayun bokongnya. Naik turun dan naik turun dengan gesitnya. Sehingga kontolku terasa dibesot - besot oleh dinding liang memeknya yang licin dan hangat. Aku pun semakin asyik untuk meremas - remas sepasang toket yang lumayan gede ini.

Memang benar, liang memek Bu Lia ini dangkal. Sehingga tiap kali bokongnya diturunkan, moncong kontolku mentok di dasar liang memeknya. Lalu secepatnya ia mengangkat memeknya, tak mau memaksakan agar kontolku masuk semuanya.

Tapi semuanya ini hanya berlangsung belasan menit. Pada suatu saat Bu Lia mengangkat bokongnya tinggi - tinggi, sehingga kontolku terlepas dari liang memeknya.

Lalu ia memutar badan dan naik ke atas bed. Dan langsung menelentang sambil mengusap - usap memeknya. Tanpa kata - kata.

Tanpa kata - kata pula aku merayap ke atas perutnya, sambil memegang kontolku. Dan dengan sekali dorong, kontolku sudah membenam amblas sampai ke dasar liang memek Bu Lia yang dangkal itu.

Bu Lia meringis sambil merangkul leherku. “Kenapa meringis ? Sakit ?” tanyaku.

“Sakit si nggak. Cuma ini ... kok ada ya kontol yang sepanjang ini ... sampai mendorong dasar lubang ibu ... “ sahutnya.

Aku tersenyum mendengar ucapannya itu. Lalu aku mulai mengentotnya dengan gencar dan lancar. Karena liang memek Bu Lia sudah becek. Mungkin waktu dalam posisi duduk tadi Bu Lia sudah orgasme. Karena banyak juga wanita yang diam - diam saja manakala dirinya sedang menikmati orgasme.

“Su ... sudah becek ya memek ibu ... ooooh ... oooh ...“ cetusnya ketika kontolku semakin lancar memompa liang memeknya.

Kusahut, “Iya ... tadi waktu sambil duduk Bu Lia udah meletus ya ?”

“Iii ... iiyaaa ... abisnya kontol Dek Asep panjang bener. Jadi aja memek ibu becek gini. “

“Gak apa - apa. Aku malah seneng memek becek sehabis orgasme. Beceknya becek syur. “

Suasana birahi kami makin lama makin bergairah. Keringatku pun mulai bercucuran dari badanku. Bercampur aduk dengan keringat Bu Lia.

Mulutku pun ikut beraksi di sana sini. Terkadang menyeruduk ke leher Bu Lia yang sudah dibasahi keringatnya. Di situ aku menyapu - nyapukan ujung lidahku. Di situ aku menggigit - gigit lembut. Namun ketika mau menjilati ketiaknya, baru aku sadar, bahwa ketiaknya berbulu lebat dan hitam. Sehingga aku tak berani menjilatinya. Hanya mengusap - usapnya saja sambil melotot.

Bagusnya, Bu Lia tidak menceracau mulutnya. Ia hanya mendesah - desah saja pada saat entotanku semakin gencar di dalam liang memeknya yang mulai tidak becek lagi ini.
Fokus pada pemilihan kata ganti "gunung" jadi "wanita"
Itu pemilihan kata ganti yg sangat tepat.
Karena wanita adalah makhluk yang kuat💪. Mampu membawa 2 gunung kemana mana 😁
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd