Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Luar biasa yousef dengan bu hajjah!! Mantap! Jadi pingin tau lanjutannya segera..!
 
Part 64







K
ubuktikan lagi bahwa wanita berkulit gelap (bukan hitam) itu powerfull. Memeknya pun terasa legit dan pulen. Bahkan ada yang bilang wanita berkulit sawo matang itu rasanya seperti dodol Garut. Di luar kering, di dalamnya legit.

Ketika aku menggencarkan entotanku, rasanya legit sekali. Kontolku seperti disedot - sedot oleh liang memeknya. Sulit melukiskan semua itu dengan kata - kata. Aku hanya bisa menyebut memek Tiara itu super sempit, legit dan pulen.

Dan Tiara itu tabahnya bukan main. Lebih dari setengah jam aku mengentot liang memek super sempit, legit dan pulennya, tapi dia masih belum orgasme juga. Padahal tubuhku dan tubuhnya sudah bersimbah keringat. Aku pun sudah melengkapi aksiku dengan menjilati lehernya, mencelucupi pentil toket kirinya sambil meremas toket kanannya, bahkan sudah menjilati ketiaknya segala ... tapi Tiara belum juga orgasme.

Namun pada suatu saat, ketika aku menjilati telinganya sambil tetap menggencarkan entotanku ... kelihatan Tiara jadi berubah. Rintihan histerisnya pun jadi meraung - raung, laksana singa betina yang sedang naik birahi. “Booooooooosssss ... aaaaaaaaa ... aaaaaaaaaaaaahhhhhh .... Booooooossssssssss ... aaaaaaaaaahhhh ... uuuuuuuuu .... uuuuuuuuuuuuuuhhhhhhhh ... Booooossssssssss ... ini serperti melayang jauh tinggi di atas langit Boooooooooosssss ... saya takut jatuuuuuuuuh ..... Booooooosssss ... “

Lalu nafasnya tertahan. Sekujur tubuhnya pun mengejang. Pada saat itu pula kutancapkan kontolku sedalam mungkin, karena sejak tadi aku berusaha menahan letusan pejuhku. Tapi kini aku tak bisa menahannya lagi.

Ketika liang memek Tiara berkedut - kedut kencang, kontolku pun menghentak - hentak, laksana pistol yang sedang ditembak - tembakkan.

Dan memang moncong kontolku tengah menembak - nembakkan peluru lendir maniku yang terasa banyak sekali muncratnya.

Creeeeeeeeetttttt ... craaaaaaaaaaaaatttttt ... crooooooooooooooooottttttt ... crettttttttt ... croooooooooooooooooootttttt ... crooooooooooooootttttttttttttttt ... !

Lalu kami sama - sama terkapar. Lemah lunglai. Serasa tulang - tulangku dilolosi. Tiada tenaga lagi. Mata kami pun sama - sama terpejam beberapa saat.

Ketika aku menarik kontolku sampai terlepas dari memek Tiara, gadis hitam manis itu menatapku dengan sorot pasrah. Tanpa melontarkan kata - kata sepatah pun. Cuma senyum manis yang tersungging di bibirnya.

“Tiara memang masih perawan sebelum kusetubuhi tadi, “ bisikku sambil mengusap rambutnya yang basah oleh keringat, “Bagaimana rasanya ?”

“Luar biasa Boss. Sampai lupa segalanya ... “ sahut Tiara sambil bangkit, duduk dan memperhatikan darah yang sudah mengering di kain seprai, persis di bawah kemaluannya.

“Sekarang Tiara gak perawan lagi, “ ucapku sambil mengusap - usap memeknya, “Tiara menyesal ?”

Tiara menggeleng, “Tidak. Karena Bu Manti akan semakin menyayangi saya. “

“Mulai saat ini aku juga akan menyayangimu Ra, “ ucapku lembut.

“Terimakasih Boss, “ Tiara tersenyum manis.

“Kita harus mandi Ra. Badan kita penuh keringat gini. “

Tiara mengangguk. Lalu turun dari bed dan mengikuti langkahku ke kamar mandi.

Di dalam kamar mandi aku menengok keadaan di sekeliling kamar mandi itu. Ternyata tiada kamera cctv satu pun.

Aku sadar bahwa apa pun yang kulakukan bersama Tiara tadi, mungkin sedang dipantau oleh istriku. Karena ada beberapa kamera cctv di bedroom tadi.

Tapi di dalam kamar mandi tidak kutemukan kamera cctv sebuah pun. Sehingga aku bebas menyabuni Tiara yang sudah dibasahi oleh air hangat shower. Tiara pun bebas menyabuniku dengan sikap ceria.

Bahkan ketika dia berdiri dengan punggung dekat sekali ke dinding kamar mandi, dia tidak menolak ketika aku membenamkan lagi kontolku ke dalam liang memeknya yang masih mekar, tidak sesempit serbelum orgasme tadi. Lalu kebiasaan lamaku terjadi lagi. Mengentot Tiara dalam keadaan sama - sama berdiri.

Tak cuma itu. Setelah badan kami bersih dan kering, kulanjutkan lagi petualanganku. Menyetubuhi Tiara di atas bed, dalam posisi doggy di atas bed. Dalam posisi inilah air maniku bermuncratan lagi di dalam liang memek gadis hitam manis itu.

Sesaat kemudian, aku turun untuk memutar kunci pintu. Memberikan kesempatan kepada istriku, untuk masuk ke dalam kamar ini. Sementara Tiara masih terkapar lemas di atas bed.

Aku tahu bahwa Manti pun memantau semuanya ini lewat monitor cctv di kamar utama. Memang benar. Tak lama kemudian pintu dibuka dari luar. Istriku masuk sambil tersenyum padaku. Lalu ia melepaskan kimono putihnya, sehingga ia langsung telanjang, karena tidak ada bra mau pun celana dalam di balik kimono putih itu.

Tiara yang masih telanjang juga, menyadari kehadiran majikannya di daslam kamar ini. Lalu ia duduk sambil memperhatikan istriku yang sudah celentang sambil mengusap - usap memeknya sendiri.

“Sekarang giliranku, “ ucap Manti dengan sikap seorang wanita yang sudah horny. Sambil meremas - remas kontolku yang masih lemas. Bahkan lalu Manti mengoral kontolku dengan lahapnya. Sehingga dalam waktu singkat saja kontolku ngaceng kembali.

Ketika aku mulai mengentot istriku, Tiara cuma duduk bengong di atas sofa yang tak jauh dari bed. Entah apa yang sedang dipikirkannya saat itu. Mungkin masih bingung mengalami semuanya ini. Atau mungkin juga sudah mengerti apa yang harus dilakukannya setelah semua ini terjadi. Karena setelah Manti orgasme, sementara aku masih belum ejakulasi, Tiara rebah celentang di samping istriku. Lalu Manti memberi isyarat padaku, agar aku melanjutkannya bersama sekretarisnya.

Aku menurut saja. Lalu kubenamkan lagi kontol ngacengku ke dalam liang memek Tiara, sementara Manti menyaksikannya dengan sorot bergairah.

Apakah Manti seperti lelaki yang nafsunya langsung timbul ketika melihat istrinya digauli lelaki lain ?

Entahlah. Yang jelas, setelah Tiara orgasme lagi, aku pun pindah ke atas tubuh Manti. Untuk menyetubuhinya lagi, sampai mencapai puncak kenikmatan secara berbarengan denganku.

Kemudian aku mandi lagi bersama Manti dan sekretarisnya.

Kali ini benar - benar selesai.

Setelah kami mengenakan pakaian lagi, Manti berkata kepada Tiara, “Mulai besok kamu harus pindah ke rumah ini. Dan kamar ini akan menjadi kamarmu, supaya aku tidak kesulitan mencarimu kalau ada perlu. “

”Siap Bu Boss, “ sahut Tiara.

“Kamu juga harus meladeni kebutuhan biologis suamiku. Karena suamiku ini terlalu perkasa. Sehingga aku harus punya teman untuk melayaninya sampai benar - benar puas, “ kata Manti lagi, yang kemudian menoleh padaku, “Tiara sudah dikasih pil kontrasepsi Pap ?”

“Udah, “ sahutku.

“Sekarang kamu boleh pulang dulu. Besok pagi, sebelum ke kantor, kamu harus sudah pindah ke sini ... ke kamar ini. “

“Siap Bu Boss, “ sahut Tiara.

“Semua janjiku akan kutepati. Yang penting kamu tetap setia pada perusahaanku. Tetap siap untuk meladeni kebutuhan biologis suamiku. “

“Siap, “ Tiara tersipu - sipu lalu menunduk.



Setelah Tiara pulang, aku dan Manti duduk di chattingroom.

“Sebenarnya aku masih bingung menghadapi semuanya ini Mam, “ kataku.

“Apanya yang bikin Papa bingung ?” tanya Manti sambil merebahkan kepalanya di atas pahaku.

“Mama kok seperti gak punya perasaan cemburu sedikit pun. Pertama, waktu aku harus menghamili Mbak Ayu, yang sampai sekarang belum hamil juga. Kedua... dengan Tiara itu. Padahal kalau istri lain, pasti sudah ngamuk setelah tau suaminya wikwik dengan perempuan lain, “ ucapku sambil membelai rambut istriku.

“Panjang ceritanya, “ sahut istriku, “Yang jelas, almarhum suami pertamaku menikah denganku pada saat usianya sudah lanjut. Sehingga untuk membangkitkan powernya harus dibantu oleh wanita lain yang sudah berpengalaman meladeni lelaki. Tapi dia sangat menyayangiku, mungkin lebih sayang daripada terhadap anak bungsunya sendiri. Sejak saat itu aku terbiasa mengusir perasaan cemburuku. “

“Tapi aku kan masih kuat. Tanpa bantuan wanita lain, aku masih mampu menggauli Mama. “

“Justru Papa kebalikannya. Papa sangat perkasa, sehingga aku yang bakal kepayahan kalau meladeni Papa sendirian. Memang ada perasaan cemburu waktu Papa menggauli Mbak Ayu. Tapi aku bisa mengembangkan cemburuku jadi gairah ... jadi nafsu birahi ... sehingga aku semakin enjoy meladeni keperkasaan Papa. Pokoknya aku bisa mengembangkan perasaan cemburuku menjadi semangat hidup dan gairah birahi. Makanya cepatlah nikahi calon istri kedua Papa. Mmm ... siapa namanya ?”

“Dhea. “

“Apakah dia wanita karier juga seperti aku ?”

“Iya. Dia pengusaha properti juga seperti Mama. “

“Hai ... tunggu ... kalau pengusaha properti bernama Dhea ... pasti aku kenal. Papa punya fotonya ?”

“Ada, “ sahutku sambil mengeluarkan handphoneku. Lalu memperlihatkan foto Dhea ke istriku.

Manti terbelalak dan berseru tertahan. “Aku kenal Dhea ini. Dia senasib denganku. Sama - sama ditinggal mati suami. Aku bahkan kenal sama ibunya yang bernama Rosanna kan ?”

“Iya ... betul. “

“Oke. Kalau calon istri keduamu Dhea itu, aku senang hati mengijinkan Papa menikahi dia. Kapan - kapan ajak dia ke sini ya. “

“Baik, “ aku mengangguk dengan perasaan plong.

“Lalu calon istri ketiga siapa ?” tanyanya.

“Dia wanita Spanyol. Namanya Gabby Gabriela, “ sahutku sambil memperlihatkan foto Gabby di hapeku.

“Cantik sekali cewek bule ini, “ tanggap Manti, “Lagian kelihatannya masih muda banget. “

“Dia sebaya denganku. Sekarang dia sedang berada di negaranya, mengurus surat - surat yang diperlukan untuk menikah nanti. “

“Pernikahan dua agama tidak diijinkan di negara kita. “

“Dia sudah mualaf Mam. “

“O baguslah. Kegiatan dia apa ?”

“Pengusaha juga. Dia mendapat warisan dari orang tuanya, sekaligus asuransi juga. Karena kedua orang tuanya meninggal dalam suatu kecelakaan pesawat terbang. “

“Oh, kasihan juga ya. Masih belasan tahun sudah yatim piatu. Terus calon istrimu yang keempat siapa ?”

“Ini, “ sahutku sambil memperlihatkan foto Anggraeni di layar hapeku, “Namanya Anggraeni. “

“Cantik juga. Dan kelihatannya masih muda sekali, “ kata Manti.

“Dia seangkatan denganku. Usianya juga cuma beda beberapa bulan denganku. “

“Kegiatan sehari - harinya apa ?”

“Belum punya kerja. Tapi aku sedang mempersiapkannya untuk menjadi asisten manager di hotel baruku nanti. “

“Kok cuma dijadikan asisten manager ? Kenapa gak dijadikan manager atau dirut sekalian ?”

“Harus cari pengalaman dulu dari managernya nanti. Aku tetap berpedoman untuk menempatkan siapa pun secara the right man on the right place, “ sahutku.

“Hmm ... ini yang aku suka sama Papa. Memang dalam bisnis, kita harus tetap profesional. Jangan mandang bulu. Tapi Anggraeni ini kelihatannya penurut ya ?”

“Nah ... Mama bisa jadi supranatural juga nih. Apa mau sekalian buka praktek sebagai paranormal ? “ tanyaku bercanda.

“Kulihat dari matanya itu Pap. Kelihatannya seperti menunggu titah baginda Yosef. “

Aku tersenyum mendengar istilah baginda itu. Tapi lalu berkata serius, “Memang benar, Anggraeni itu tenang, jujur, cerdas dan penurut. Makanya akan kujadikan istri keempat nanti. “

“Cepatlah kawini semuanya. Supaya aku banyak teman untuk meladeni Papa. “

“Aku sedang memikirkannya. Untuk menentukan kapan saat yang tepat untuk menikahi mereka. “

“Mereka sudah digauli semua sama Papa kan ?”

“Iya, “ sahutku jujur.

“Yang bule Spanyol itu juga ?”

“Iya. “

“Bagaimana sih rasanya memek bule ? “ tanya istriku.

“Sama aja. Cuma kesannya yang berbeda - beda, “ sahutku.

“Kalau memek aku gimana rasanya ?”

“Begini ... aku mengenal Mama kan paling belakangan. Sebelum mengenal Mama, aku sudah menjanjikan pada ketiga perempuan itu untuk menikahinya. Tapi ternyata aku menikahi Mama paling duluan. Berarti Mama akan tetap menjadi istri pertama. Kalau aku ini seorang raja, Mamalah permaisurinya. So ... Mama sangat istimewa bagiku. Itulah sebabnya aku mendahulukan Mama untuk dijadikan istriku. “

Manti tersenyum manis. Lalu mencium bibirku dengan mesranya.

“Terimakasih Pap. Rasanya bangga sekali menjadi permaisuri Papa, “ kata istriku setelah ciumannya lepas

“Tapi ... , “ ucapnya lagi, “aku masih membutuhkan bantuan Papa. Itu pun kalau Papa bersedia. Kalau tidak bersedia ya gak apa - apa, “ kata istriku.

“Bantuan apa ?” tanyaku.

“Aku punya rekanan bisnis. Nama aslinya lupa lagi. Dia suka dipanggil Bu Hajjah aja. Dia mau jual kebun kelapa sawit seluas tujuhribudelapanratus hektar. “

“Wow ... harganya pasti trilyunan tuh. “

Manti masuk ke kamar utama, lalu kembali lagi sambil membawa laptopnya. Lalu mengaktifkan laptop itu di atas pangkuannya.

“Ini harga penawarannya, “ ucapnya sambil memperlihatkan layar laptopnya, “ Tapi Papa harus bisa menawarnya sampai turun duapuluhlima persen. “

Aku mengangguk - angguk sambil memperhatikan monitor laptop istriku, yang menampilkan harga penawaran dari pemilik kebun sawit itu, karena berbeda - beda harganya. Tergantung muda atau dewasanya pohon sawit yang berada di lahan yang sama. Yang sudah bisa dipanen buahnya, tentu harganya lebih mahal.

“Bu Hajjahnya mau datang ke sini ?”

“Nggak. Papa yang harus ke Balikpapan. Karena kebun sawitnya ada yang di Kalimantan Timur, sebagian lagi di Kalimantan Selatan. “

“Aku harus mensurvey lahan seluas itu Mam ?”

“Sudah disurvey oleh teamku Sayang. Papa cuma tinggal negosiasi masalah harga saja dengan Bu Hajjah itu. Aku kan lagi mual - mual terus. Boro - boro ke Kalimantan. Ke Jakarta aja bisa muntah - muntah sepanjang jalan. Hari ini saja aku belum muntah - muntah, mungkin karena ada Papa. “

“Iya, iyaaa ... kapan aku harus terbang ke Balikpapan ?”

“Kapan pun Papa bisa, silakan terbang ke Balikpapan. Nanti alamat lengkap Bu Hajjah akan kuberikan via WA aja. Owh ... ini dia nama Bu Hajjah itu. Sarlita namanya. Kalau Bu Hajjah sendiri sudah tau namaku. Bahkan awalnya dia datang sendiri ke kantorku, untuk menawarkan kebun sawit itu. Penghubungnya adik sepupuku yang tinggal di Samarinda. Lalu team surveyku mengukur semua lahan Bu Hajjah, baik yang di Kaltim mau pun yang di Kalsel. “

“Senin mendatang aja ke Balikpapannya ya ? “

“Iya. Sekarang kan hari Selasa. Berarti 6 hari lagi ya. “

“Betul Mama Sayang. “

“Nanti aku belikan tiket pesawatnya ya. “

“Aaaah, gak usahlah. Masa cuma buat pesawat aja harus dibelikan tiket segala. “

“Kan itu untuk urusan binisku Pap. Duh ... mulai mual lagi nih ...“ Manti meletakkan laptopnya di sofa, lalu setengah berlari menuju kamar utama, mungkin akan masuk ke kamar mandi.

Kemudian kudengar suara yang sedang muntah. Aku pun meninggalkan chatting room dan masuk ke dalam kamar utama, langsung masuk ke kamar mandi. Di situ Manti sedang menundukkan kepala di atas washtafel. Dan uoook ... uooook ... uaaaakkk ... ! Dia muntah di atas di atas washtafel. Tapi muntahnya hanya cairan bening. Muntahnya wanita ngidam.

“Gimana ? Masih pengen muntah ? ” tanyaku sambil memijat - mijat tengkuk istriku.

Manti menggeleng. Lalu berkata, “Beginilah rasanya jadi wanita ngidam. “

“Sabar Mama Sayang ... semuanya demi anak kita kan, “ sahutku sambil mengusap - usap punggung istriku.



Pada hari Senin yang dijanjikan, aku sudah berada di dalam pesawat yang sedang terbang menuju Balikpapan.

Setibanya di Bandara SAMS (Sultan Aji Muhammad Sulaiman) Sepinggan Balikpapan, aku melihat seorang wanita muda mengenakan celana jeans ketat dan fullover berwarna hitam yang membawa kertas bertuliskan YOSEF.

Aku pun menghampirinya dan bertanya, “Apakah Anda disuruh Bu Hajjah Sarlita untuk menjemputku ?”

Wanita bohai itu menyahut, “Aku sendiri Hajjah Sarlita. Anda suami Bu Manti ?”

“Betul, “ sahutku dalam kekagetanku. Karena aku membayangkan yang disebut Bu Hajjah itu seorang wanita berhijab dan berjubah panjang yang bisa menyapu lantai. Tapi ternyata Bu Hajjah itu malah mengenakan celana jeans yang demikian ketatnya, sehingga kelihatan bentuk bokongnya yang gede. Rambut pendeknya pun tergerai lepas, tanpa kerudung, tanpa jilbab.

Lalu aku dipersilakan masuk ke dalam sebuah sedan yang teramat mahal di seat belakang kanan, sementara Bu Hajjah duduk di sebelah kiriku.

Ketika driver tua sudah menjalankan sedan teramat mahal ini, Bu Hajjah berkata, “Suami Bu Manti kok masih muda sekali ya ?! Paling juga baru tujuhbelas tahun umurnya. “

“Umurku udah sembilanbelas tahun Bu. “

“Ya tetap aja jauh lebih muda daripada Bu Manti, “ ucapnya sambil menatapku dengan bola mata bening yang bergoyang perlahan. “Sekarang kebalikannya dari almarhum suami pertamanya yang jauh lebih tua. Sekarang jauh lebih muda. Pasti seger terus deh Bu Manti karena dapat suami masih sangat muda begini. “

“Yang seger kan mudah didapat Bu Hajjah, “ sahutku.

Tiba - tiba Bu Hajjah Sarlita mendekatkan mulutnya ke telingaku, untuk berbisik, “AKu gak bisa sembarangan di Balikpapan. Kalau sama Dek Yosef sih mau. “

Aku terkejut. Menatap wajah cantik Bu Hajjah. Lalu menyahut, “Bisa diatur soal itu sih Bu. Yang penting bisnis kita tuntaskan dulu. “

“Harganya kan sudah diemailkan sama Bu Manti. Lalu Bu Manti ingin diturunkan harganya. Minta diturunkan berapa - berapanya diserahkan pada Dek Yosef katanya. “

“Iya Bu. Karena nanti yang menandatangani AJB di notaris juga aku. Yang akan membelinya pun perusahaanku. Bukan perusahaan istriku. Lagian istriku lagi hamil muda. Mual - mual dan muntah melulu. Makanya aku yang akan bernegosiasi dengan Bu Hajjah. Mudah - mudahan nyambung ya Bu. “

“Amiin ... “ sahutnya, “Tapi hari sudah sore menjelang malam gini. Mungkin baru bisa besok ke notarisnya. “

“Gak apa - apa Bu. Kalau perlu, nginap seminggu juga di sini gak apa - apa. “

“Kalau mau. nginap di rumahku juga bisa, “ tawarnya.

Aku menjawab dengan bisikan, karena takut terdengar oleh sopir tua itu, “Suami Ibu mau dikemanain ? “

Bu Hajjah menyahut setengah berbisik, “Suamiku sudah meninggal setahun yang lalu. “

“Tapi tetap kurang nyaman kalau nginep di rumah Bu Hajjah. “

“Ya udah, kita negosiasinya di hotel aja ya, “ tawarnya.

“Boleh, “ aku mengangguk.

Lalu Bu Hajjah Sarlita menyebutkan nama sebuah hotel kepada sopirnya.

Maka sedang mahal ini pun berbelok arah, entah mau ke mana. Karena aku baru sekali ini menginjak Balikpapan yang hawanya panas menyengat ini. Tapi pembangunannya memang keren. Mungkin Balikpapan ini kota termaju di Kalimantan. Mungkin, karena aku baru bisa membandingkannya dengan Banjarmasin. Kota - kota lain di Kalimantan belum pernah kukunjungi.

Lucunya di sepanjang jalan menuju tujuan, tangan kiriku digenggam dan diremas - remas terus oleh Bu Hajjah Sarlita. Bahkan pipi kanannya pun merapat terus ke pipi kiriku. Apakah ini suatu “undangan” ?

Entahlah. Tapi prinsipku bisnis adalah bisnis, yang selalu harus ditangani secara profesional.

Dia memang bening. Boleh saja dia menggunakan kebeningannya untuk bertualang denganku. Tapi jangan harap aku gampang menerima harga yang ditawarkannya itu. Bahkan sebaliknya, kalau dia membutuhkan diriku untuk memuasi birahinya yang sudah setahun tidak terlampiaskan, dia harus memberi harga kebun sawit itu semurah mungkin. Bukan lebih mahal dari harga pasaran.





Ternyata sopir tua Bu Hajjah menujukan sedan teramat mahal ini ke sebuah hotel megah di dekat pantai. Meski hotel itu cuma 4 lantai, tapi lumayanlah, bisa menyaksikan view pantainya nanti. Maklum aku berasal dari daerah pegunungan dan perbukitan, maka pantai itu sesuatu yang eksklusif buatku.

Bu Hajjah sendiri yang memesan kamar di front office. Sementara aku menyaksikannya saja dari belakang, sambil memegang tangkai koper biru tuaku.

“Mau berapa hari nginep di sini ? “ tanya Bu Hajjah sambil menoleh ke arahku.

“Terserah Bu Hajjah. “

“Gak usah seminggu. Tiga malam aja ya. “

“Oke. Jangan dibayarin, biar aku yang bayar Bu. “

“Gak apa. Dek Yosef kan tamu. Jadi nyonya rumah yang harus bayar. “

Berarti aku ditraktir. Tapi jangan sampai kebaikannya itu membuat bisnisku tidak beruntung nanti.

“Kebagian di lantai empat, “ kata Bu Hajjah sambil memasukkan tanda terima dari hotel ke dalam tas kecilnya.

Di dalam lift, menuju lantai 4 yang hanya ada kami berdua dan seorang bellboy, aku bertanya, “Negosiasinya di dalam kamar Bu ?”

“Iya. Biar tenang negosiasinya, “ sahut Bu Hajjah sambil memijit tanganku. Mungkin maksudnya jangan ngomong apa - apa di depan bellboy. Maka aku pun tak bicara lagi.

Setibanya di lantai 4, bellboy melangkah duluan sambil menyeret koper biruku. Menuju kamar yang jendela kaca lebarnya menghadap ke pantai.

Setelah meletakkan koperku, bellboy itu kuhampiri dan kukasih uang merah sebagai tip.

“Ooooh ... terimakasih Boss. Terima kasih, “ bellboy itu membungkuk sopan.

Setelah bellboy itu berlalu, Bu Hajjah berkata, “Ngasih tip jangan gede - gede. Paling gede duapuluhribu. “

“Gak apa - apa Bu, “ sahutku, “Biar dia doakan kita yang baik - baik. Lagian harapan bellboy kan hanya uang tip dari tamu. Karena gajinya gak seberapa. “

“Ternyata Dek Yosef baik hati ya, “ ucap Bu Hajjah sambil mencolek perutku. Lalu mengajak duduk berdampingan denganku, untuk melakukan negosiasi harga kebun sawit seluas 7800 hektar itu.

Lalu ia memperlihatkan keterangan mendetail tentang kebun sawit itu lewat layar tabnya.

“Itu sih sudah tau dari istriku, “ kataku, “Kita kan mau negosiasi harga yang serendah mungkin. Malah harus lebih murah dari harga pasaran Bu. “

“Dek Yosef maunya berapa ?” tanyanya.

“Aku kan selalu memantau harga tanah di seluruh Indonesia, lewat buletin yang menyajikan berita properti. Menurutku harga yang ditawarkan oleh Bu Hajjah itu terlalu mahal. “

“Kalau Dek Yosef serius mau membeli kebun sawit itu, tentu mengajukan penawaran sekarang. “

“Maaf ya Bu Hajjah, aku hanya berani empatpuluh persen dari harga yang Ibu tawarkan. Jadi Bu Hajjah harus menurunkannya enampuluh persen. “

“Aduuuuuh ... kok jauh bener sih nawarnya ?”

“Itu penawaran yang normal Bu, “ sahutku yang langsung teringat pesan istriku, agar harga yang ditawarkan oleh Bu Hajjah itu diturunkan 25 %. Sedangkan aku meminta Bu Hajjah menurunkannya 60%. Biar saja. Karena istriku sudah memasrahkan semuanya pada kebijaksanaanku, aku beraninya segitu.

Memang alot juga Bu Hajjah itu. Dia hanya bersedia menurunkan harganya 20 % saja. Lalu turun lagi harganya, dipotong 30 %. Lalu 40 %. Itu seperti sudah harga mati. Tapi aku masih bertahan. Padahal menurutku diturunkan 40 % itu sudah sangat murah.

Namun aku tetap berkeras, minta diturunkan 60 %.

Sampai akhirnya Bu Hajjah Sarlita berkata, “Kalau ini sudah harga mati ya Dek. Aku akan menurunkannya limapuluh persen. Sudah tidak bisa turun lagi satu persen pun. Itu sudah sangat - sangat murah Dek Yosef. “

“Kasih bonus lah sedikit lagi Bu Hajjah Cantik ... “ rayuku sambil memijat - mijat pahanya yang masih terselimuti celana jeans ketat.

“Berarti Dek Yosef sudah sepakat dengan penurunan limapuluh persen tapi minta bonus ?” tanyanya sambil merapatkan duduknya ke samping kiriku.

Aku mengangguk.

“Terus terang, diturunkan limapuluh persen itu sudah jual rugi Dek. Tapi karena aku sedang butuh modal bisnis, aku mau ngasih bonus lima persen deh. Senang hati Dek Yosef gak ? ” tanya Bu Hajjah Sarlita dengan sikap semakin mengundang.

“Deal ... !” sahutku sambil membiarkan lengannya melingkar di leherku.

Kubiarkan pula ia memagut bibirku ke dalam ciuman lengketnya yang bernafaskan nafsu seorang wanita cantik yang jablay. Aku menyambutgnya dengan lumatan nafsu pula. Sementara tanganku sudah menyelinap ke balik fullovernya. Mengusap - usap perutnya yang kempis tapi berotot, pertanda sering ngejim.

Kelihatannya Bu Hajjah sudah ngebet berat. Dengan sigap ia membuka kancing logam celana jeansnya. Lalu menurunkan ritsletingnya. Dan aku membantunya untuk menarik celana jeans itu sampai terlepas dari kedua kakinya. Wow ... betapa putih mulusnya sepasang betis dan paha Bu Hajjah itu ... ! Mulus dan cemerlang nian kaki Bu Hajjah itu. Membuatku gregetan. Tapi aku masih menunggu Bu Hajjah melepaskan fullovernya. Kuat juga Bu Hajjah mengenakan fullover setebal itu di kota yang buatku sangat panas ini.

Lalu tinggal beha dan celana dalam serba putih yang masih melekat di tubuh seksi wanita itu. Aku pun menanggalkan baju kaus tipisku yang berwarna cokelat muda ini. Disusul dengan pelepasan sepatu dan kaus kakiku. Lalu celana panjang katunku yang berwarna cokelat tua ini pun kulepaskan. Tinggal celana dalam yang masih kubiarkan melekat di badanku.

Bu Hajjah Sarlita sudah duduk di pinggiran bed, sambil melepaskan beha putihnya. Dan ... wow ... sepasang toket lumayan gede tampak sudah menantang untuk kuremas. Sepasang toket yang masih menonjol ke depan, tidak menggantung ke bawah. Mungkin ada sesuatu yang rajin dilakukannya untuk merawat toket segede itu, sehingga bentuknya tetap indah di mataku. Padahal usia Bu Hajjah Sarlita kutaksir sudah 35 tahunan.

Aku pun naik ke atas bed, diikuti oleh Bu Hajjah yang merayap ke atas perutku. Lalu menghimpit dadaku dengan sepasang toket gede yang mengganjal syur ini.

Aku tidak pasif lagi. Kupagut bibir sensualnya dengan nafsu yang semakin menggila. Lalu kulumat bibirnya dengan lahap. Kujilati leher jenjangnya yang harum. Dan kugulingkan badannya ke samping. Sehingga kini aku yang berada di atas, telungkup di atas tubuh bohai itu.

Terasa benar kalau Bu Hajjah sudah terpikat olehku. Dan ingin segera kueksekusi. Diam - diam ia sudah melepaskan celana dalamnya. Sehingga tubuh bohai itu telanjang bulat, sementara aku masih mengenakan celana dalam.

Wow ... sebentuk kemaluan tembem dan bersih dari bulu telah menunggu kelelakianku. Tampaknya Bu Hajjah mengikuti trend masa kini. Tak mau kalah sama anak muda, memeknya pun dibikin bersih dari bulu. Seperti wanita Eropa, yang sudah terbiasa membersihkan segala bulu yang tumbuh di tubuh mereka. Bahkan waxing sudah ditinggalkan. Untuk membersihkan bulu itu sudah menggunakan teknologi sinar laser.

Ketika melihat Bu Hajjah sudah telanjang bulat, aku pun mengimbanginya. Dengan melepaskan celana dalamku. Sehingga kontolku yang sudah ngaceng sejak tadi ini terpamerkan. Membuat Bu Hajjah tersentak kaget. Dan spontan memegang kontolku sambil bersuara, “Oi maaaak ... butuh Dek Yosef sepanjang ini ... “

“Butuh ?!” tanyaku heran.

“Iya. Di sini penis disebut butuh. “

AKu tersenyum. Lalu mengusap - usap memek tembem Bu Hajjah sambil bertanya, “Kalau ini disebut apa ?”

“Puki, “ sahutnya.

“Puki ... “ gumamku seolah menghafalkan istilah itu, “Kalau wikwik disebut apa ?”

“Basakian, “ sahutnya, “Hihihihiiiii ... kalau di daerah Dek Yosef apa istilahnya ?”

“Ewean, “ sahutku sambil mendorong Bu Hajjah agar celentang lagi. Lalu aku menghimpitnya lagi dengan nafsu yang semakin menggelora.

Aku memang penasaran, ingin segera menggeluti sepasang toket gede itu.
Makasih apdetnya bro @Otta ....
 
Aku hanya mengikuti buku harian Asep al Yosef.
Memang demikianlah jalan ceritanya. Satu hal
yang patut dicatat, part 64 ini belum 25% dari
perjalanan Asep. Tidak ada yang hilang tapi nanti
baru akan dimunculkan lagi. Terimakasih buat atensinya
Astaga. Masih banyak toh. Gw penasaran jadinya.
 
Makin lama makin seru dan mengasyikkan mengikutinya
Kalau diibaratkan masakan, lengkap sekali bumbunya
 
Mengikuti thread ini dari awal sampai part 64,
komentarku singkat saja W O W !
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd