Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT G I G O L O

Status
Please reply by conversation.
Part 67




T
erasa sekali bagaimana kangennya Bunda padaku.

Setelah berpakaian kembali, kuambil kantong kertas tebal dari dalam bagasi, berisi pizza dan air mineral, kuajak Bunda ke telaga kecil yang terletak di hutan bambu sebelah utara itu.

Di pinggir telaga kecil berair bening yang punya mata air sendiri itu, Bunda benar - benar kerasan dan tak mau beranjak ke tempat lain. Duduk di atas batu bundar yang banyak bergeletakan di sekeliling telaga itu, sambil mendekap pinggangku. Terkadang Bunda mencium bibirku dengan hangat dan mesranya/ Bahkan pada suatu saat ia berkata perlahan, “Entah kenapa, rasanya bunda gak mau ditinggalkan lagi oleh Asep. Karena Asep sudah menjadi bagian dari hidup bunda. “

Aku hanya mengusap - usap paha Bunda yang muncul di bawah rok merahnya. Karena aku tahu bahwa keinginan Bunda itu sesuatu yang mustahil. Karena aku punya banyak perempuan yang harus secara adil kutengok dan kugauli. Bahkan sejak pulang dari Balikpapan aku belum pulang ke rumah istriku sendiri. Padahal aku harus melaporkan apa yang sudah kulaksanakan dalam mengemban “tugas utama”ku, tentang sudah selesainya transaksi bisnis dengan Bu Hajjah Sarlita.

Setelah hari mulai remang - remang menuju malam, barulah Bunda mengajakku pulang.

Setibanya di rumah Ayah, kulihat Ayah sedang asyik nonton televisi yang sedang menayangkan pertandingan sepak bola. Ayah memang keranjingan nonton sepakbola. Sehingga ketika melihat aku dan Bunda pulang, Ayah hanya tersenyum lalu matanya tertuju ke layar televisi lagi. Sementara Bunda langsung masuk ke kamarnya, lalu mengganti pakaiannya dengan kimono putih, lalu merebahkan diri di atas bed sambil berkata, “Ngantuk sekali ... bunda mau tidur ya Sayang. “

Lalu aku keluar dari kamar, menuju sofa yang diduduki oleh Ayah. Dan duduk di sampingnya sambil ikut - ikutan memandang layar televisi. Tapi aku bukan pecandu sepak bola. Dalam hal olah raga, aku lebih suka nonton basket ball, tinju dan moto gp. Karena itu aku berbisik ke telinga Ayah, “Ayah udah kawin lagi ?”

Ayah seperti kaget mendengar bisikanku. Lalu Ayah memandangku sambil mengangguk. Dan matanya tertuju ke layar televisi lagi. Namun kemudian Ayah membisiki telingaku, “Nanti kalau sepakbolanya udah selesai, ayah akan kenalkan kamu ke ibu barumu. “

“Lain kali aja Ayah. Sekarang aku sudah letih. Mau pulang dulu ya. “

“Lho ... kok gak nginep Sep ? Tidur aja sama bundamu gih. Ayah bisa tidur di kamar lain. “

“Nggak bisa Ayah. Besok pagi ada yang harus kukerjakan. “

“Kapan kamu bisa ke sini lagi ?” tanya Ayah dalam bisikan lagi.

“Paling bisa juga hari Rabu lusa. “

“Mmm ... sekarang kan Senin, malam Selasa. Ya udah. Kalau bisa Rabu pagi langsung aja ke rumahnya. Di seberang puskesmas, yang banyak pohon bunga matahari di pekarangannya. Setiap pagi ayah suka ke situ dulu. “

“Iya. Mudah - mudahan tidak ada acara mendadak. Kalau ada acara lain, pasti aku telepon besok sore. Kalau tidak ada telepon, aku akan datang ke rumah itu Rabu pagi. “

Ayah mengangguk - angguk.

Setelah mencium tangan Ayah, aku pun meninggalkan rumahnya.

Ketika aku sudah berada di belakang setir mobil, aku bertanya - tanya di dalam hati. Ayah begitu serius mau memperkenalkan istri barunya padaku. Apakah Ayah mau sharing istrinya lagi padaku ? Hahahaaaa ...

Biarlah Ayah kawin lagi. Dan aku akan mendukungnya lewat transfer dana secara teratur seperti yang sudah - sudah. Yang penting, aku bisa mencicipi istri - istrinya. Karena Ayah tak pernah salah memilih calon istri. Baik Mama mau pun Bunda, sama - sama di atas rata - rata kecantikannya.



Keesokan harinya, pagi - pagi sekali aku sudah berangkat menuju rumah Manti. Sengaja aku memakai sedan hitamku, karena takut dikritik oleh Manti. Aku berangkat sepagi mungkin, karena takut kalau Manti sudah pergi ke kantor perusahaannya.

Manti menyambut kedatanganku dengan ceria. Kemudian kuterangkan transaksi yang sudah kulakukan dengan menggunakan dana perusahaanku.

“Penurunan harganya limapuluhlima persen. Setelah lewat negosiasi yang cukup alot. Jadi bukan duapuluhlima persen penurunannya, “ kataku dengan nada bangga.

“Baguslah. Tapi aku tetap akan membayar dengan penurunan duapuluhlima persen. Kelebihan yang tigapuluh persen itu memang hak Papa. Dalam bisnis itu biasa kan ? Setiap orang yang terlibat dalam kegiatan bisnis, berhak mendapatkan keuntungan. “

“Tapi kita kan suami - istri. Keuntunganku berarti keuntunganmu juga Mam. “

“Tidak seperti itu Sayang. Business is business, Honey. Ayah dengan anak juga kalau dalam urusan bisnis, tetap harus mengikuti aturan bisnis, “ kata Manti.

“Lalu kebun sawit itu mau diapain ?” tanyaku.

“Tentu aja buat dijual lagi. Aku sudah punya calon buyer, rekanku sendiri yang akan diback up oleh pengusaha dari Australia. Dalam dua - tiga hari lagi juga akan dibayar. “

“Kirain Mama mau buka pabrik minyak goreng. “

“Aaah, bikin pabrik minyak goreng sih gak perlu kebun sampai ribuan hektar. Seratus hektar juga cukup. “

Lalu Manti mentransfer dana yang membuatku mendapatkan keuntungan sebesar 30 % dari harga penawaran awal Bu Hajjah Sarlita. Aku mentransfer dana sebesar 45 % dari harga penawaran awal Bu Hajjah, tapi Manti mentransfer dana sebesar 75 % dari harga penawaran awal Bu Hajjah Sarlita.

“Sekarang kalau mau istirahat, istirahatlah dulu. Aku mau ke kantor Pap, “ kata Manti.

“Wah ... aku sedang sibuk juga Mam. Kan hotel baruku sudah selesai. Hotel lama akan dirombak menjadi pujasera. Setelah perombakan itu selesai, hotel baruku akan grand opening. “

“Ogitu ya. Nanti aku harus siapkan karangan bunga yang besar untuk tanda selamat grand opening hotel baru Papa, “ kata Manti sambil tersenyum manis.



Setelah Manti berangkat ke kantor perusahaannya, aku pun meninggalkan rumah itu. Menuju rumah Ibu. Karena aku ingin tahu perkembangan FO yang sudah kuberikan kepada Ibu itu.

Ibu tampak senang sekali melihat kedatanganku. Bahkan ketika aku mau cipika - cipiki dengan Ibu, malah bibirku yang dicium dan dilumat oleh Ibu, Membuat darahku berdesir - desir lagi, Tapi aku berusaha menindas nafsuku. Dan langsung bertanya, “Bagaimana FOnya Bu ? Ramai ?”

“Ramai sekali Sep. Dari jam sembilan pagi sampai jam sembilan malam, penuh terus sama pembeli. “

“Syukurlah kalau ramai sih. Buku - buku yang kukasih tempo hari pelajari terus Bu. Biar Ibu menguasai ilmu marketing. Jangan kalah sama orang - orang yang sudah lama punya FO. “

“Ibu kan bisa nyetir mobil. Nanti kubelikan mobil, tapi yang harganya sedang - sedang aja ya. “

“Untuk apa mobil ?”

“Untuk Ibu. Kan tiap hari bolak - balik dari rumah ke FO. “

“Aaaaah ... ibu sih pake angkot juga bisa. “

“Jangan begitu. Masa owner FO pakai angkot ? Besok akan kubelikan mobil dan akan diantarkan ke sini. “

Ibu cuma terlongong. Lalu kataku, “Sekarang sebelumke FO, ibu ikut aku dulu ya. “

“Iya. Sebentar ... ibu mau dandan dulu.”



Beberapa saat kemudian, aku dan Ibu sudah berada di dalam kantor dealer mobil. Ibu tidak bisa menolak lagi setelah kubelikan mobil yang tidak terlalu murah tapi juga tidak terlalu mahal. Sebuah sedan Jepang yang sudah dirakit di Indonesia, berwarna orange (warna favorit Ibu).

Yah ... kapan lagi aku bisa membahagiakan ibu kandungku ? Keuntunganku dalam pembelian kebun kelapa sawit itu sangat banyak. Masa membelikan mobil untuk Ibu saja gak bisa ?

Setelah sedan orange itu dibayar, mata Ibu tampak berlinang - linang air mata. Ibu memegang kedua tanganku sambilk berkata sendu, “Terima kasih ya Sep. Semoga rejekimu makin berlimpah ruah. “

“Amiiin ... “ ucapku.



Keesokan harinya, urusanku lain lagi. Pagi - pagi aku sudah berada di dalam sedan baruku, menuju kampungku lagi. Tapi kali ini bukan mau ke rumah Ayah, melainkan mau ke rumah istri ketiga Ayah yang katanya di seberang puskesmas dan banyak pohon bunga matahari di pekarangannya.

Rumah itu tidak sulit kutemukan, karena rumah itu masih berada di wilayah kampungku sendiri. Hanya saja aku belum kenal dengan pemilik rumah megah yang di halaman depannya banyak pohon bunga matahari itu. Rumahnya cukup megah, berbentuk minimalis yang artistik.

Kubelokkan sedan deep brownku ke pintu pagar besi yang terbuka. Ada pintu garasi yang tertutup. Aku menghentikan mobilku di depan pintu garasi yang tertutup itu.

Ayah muncul di ambang pintu depan. Menyambutku dengan wajah ceria.

“Ini rumah baru ya ?” tanyaku, “Soalnya dahulu gak ada rumah sebagus ini. “

“Iya, “ Ayah mengangguk, “Rumah ini baru selesai tiga bulan yang lalu. Tadinya kan tanah kosong aja. Ayo masuk Sep. “

Aku pun masuk. Dan duduk di sofa ruang tamu. Kelihatannya semua perabotan di dalam rumah ini ngetrend semua. Tidak ada yang berbentuk jadul.

Ayah duduk di sampingku, “Dia lagi mandi, “ kata Ayah.

“Katanya istri baru Ayah usianya lebih tua dari Bunda ya ?”

“Hihihiiii ... Bunda kan hanya dengar kebohongan ayah. Maksud ayah, biar Bunda jangan cemburu dan sakit hati. Ibu barumu jauh lebih muda daripada Bunda. Dia bukan asli sini dan jarang sekali keluar rumah. Makanya penduduk di sini jarang yang kenal sama dia. Bunda juga belum pernah kenal dengannya. Lihat aja nanti ... setua apa ibu barumu itu. “

Tak lama kemudian muncul seorang wanita muda, yang usianya kutaksir di bawah 25 tahun. Cantik pula wajahnya. Gila ... Ayah bisa saja memilih istri semuda dan secantik itu ... ! Tapi aku ingat kata - kata Ayah tempo hari, bahwa Ayah hanya menuruni aura kinasihan dari Kakek Buyutku. Aura pesona untuk menundukkan hati perempuan semata. Karena Ayah terlalu banyak melanggar pantangan 7 turunan dari almarhum kakek buyutku.

Wanita cantik yang mengenakan housecoat putih bersih itu memandang ke arahku dan berkata, “Eeeehhh ... ada tamu ?”

“Ini Asep yang sering kubicarakan itu Sayang, “ kata Ayah sambil berdiri dan menyuruhku berkenalan dengan istri barunya itu.

Aku pun menjulurkan tanganku, untuk berjabatan tangan dengan istri baru Ayah.

Wanita itu menatapku dengan sorot ceria. Lalu menjabat tanganku dengan tangannya yang halus dan hangat. “Hasanah, “ ia menyebutkan namanya.

“Asep, “ aku pun menyebutkan namaku.

“Asep ... “ gumamnya sambil tetap menggenggam tanganku, “Tampan banget Asep ini Ayah .... “

“Iya dong. Siapa dulu ayahnya, “ sahut Ayah yang sudah duduk lagi di sofa.

“Jadi aku harus manggil apa pada ibu baruku ini Yah ?” tanyaku sambil menoleh pada Ayah, sementara tanganku tetap saja digenggam oleh wanita yang sudah menjadi ibu tiri ketigaku itu.

“Panggil Mamie aja, biar jangan ketukar - tukar sama ibumu yang l;ain, “ sahut Ayah.

“Iya, “: sahut ibu tiriku sambil melepaskan tanganku dari genggamannya, “Aku senang dipanggil mamie. Ayo duduk Sep. “

“Iya, terimakasih Mamie, “ sahutku sambil duduk di samping kiri Ayah lagi.

Tapi wanita yang harus kupanggil Mamie itu pun duduk di samping kiriku, karena sofanya cukup panjang. Jadi aku diapit oleh Ayah di samping kananku dan Mamie di samping kiriku.

“Sekarang kita bicara secara terbuka saja ya, “ kata Ayah.

Aku mengangguk. Mamie juga.

“Jadi begini Sep, “ Ayah melanjutkan, “Mamie ini ingin punya anak juga, seperti Mama Lanny. Sedangkan ayah ... memang masih mampu kalau sekadar untuk menggauli perempuan sih. Tapi untuk menghamilinya susah. Karena sperma ayah sudah kurang mampu membuahi. Nah ... bagaimana Yang ? Setuju kalau aku mewakilkannya pada Asep ? “ Ayah memajukan duduknya sambil menoleh ke arah istrinya.

Mamie mengangguk sambil menyahut, “Aku akan mengikuti petunjuk Ayah aja. “

“Nah ... kalau begitu clear sudah. Jadi aku bisa berangkat ke kebun dengan hati yang tenang. Pokoknya apa pun yang akan kalian lakukan nanti, aku merestuinya, “ kata Ayah sambil berdiri, “Aku mau ke kebun dulu ya Yang. “

“Iya, biarin Asep mah bersamaku. “

“Iya. Asep ... ayah ke kebun dulu ya. “

“Iya Ayah, “ sahutku.

Ayah pun keluar lewat pintu depan.

“Aeeeh ... Asep mau minum apa ?” tanya Mamie sambil menepuk lutut kiriku.

“Kalau ada sih kopi pahit aja Mamie. “

“Tanpa gula sama sekali ?” tanya Mamie sambil berdiri.

“Iya. “

“Espresso mau ?”

“Owh ... ada coffee makernya Mam ?”

“Ada dong. “

“Kalau bisa espresso double shoot aja Mamie. Tanpa gula. “

“Oke ... espresso double shoot, “ sahut Mamie sambil mencolek pipiku, “Asep kok tampan sekali sih ? Gemesss liatnya. “

Aku selalu mengimbangi kalau ada wanita memujiku. Tangan Mamie yang mencolek pipiku pun kutarik sehingga Mamie terjatuh ke atas pangkuanku. “Aku juga gemes punya ibu sambung secantik dan semuda ini, ” ucapku.

Sebagai jawaban, Mamie memagut bibirku ke dalam ciumannya, yang kusambut dengan lumatan lahap. Mamie pun balas melumat bibirku. Tanpa mempedulikan apa - apa lagi.

Inilah perjalanan birahiku. Selalu cepat terwujud. Tapi mungkin zamannya memang sudah berubah. Zaman yang sering bermotto : Kalau bisa cepat, kenapa harus diperlambat ?

“Asep harus sering ke sini ya, “ setelah bibirku terlepas dari ciumannya.

“Siap Mamie ... kan kalau Mamie ingin hamil, harus sering digaulin. “

“Iya. Ayahmu kan cuma ke sini di siang hari. Malamnya tetap tidur di istri keduanya. “

“Ogitu ya cara menggilirnya ?’”

“Iya. Ntar ... mamie kan mau bikinin espresso dulu buat Asep. “

“Iya Mamie ... hmmm ... terlalu muda untuk disebut Mamie. “

“Umurku sudah duapuluhdua tahun lho, “ sahutnya sambil berdiri lagi.

“Cuma beda sedikit sama usiaku Mam. “

“Tapi mamie akan istri ayahmu. Walau pun usia mamie tujuhbelas tahun, tetap aja Asep harus manggil Mamie. Masa mau manggil Teteh ?! Hihihiii ... “ Mamie melangkah ke belakang. Meninggalkanku sendirian di ruang tamu.

Kuakui Ayah jago dalam memilih calon istri. Tak satu pun yang “gagal tampil”. Seperti Mamie itu, yang tadinya kukira sudah tua, justru paling muda di antara kietiga istri Ayah. Paling cantik pula.

Ketika Mamie muncul lagi dengan secangkir kopi espresso double shoot pesananku.

“Mamie punya coffee maker segala. Pertanda bahwa Mamie sudah sangat maju wawasannya, “ pujiku ketika Mamie sudah duduk di samping kiriku lagi.

“Mamie kan punya beberapa café di kota Sep. Coffee maker yang sudah jadul modelnya, mamie bawa ke sini. “

“Oooo ... pantesan. Ternyata Mamie owner beberapa café di kota ya. “

“Iya. Warisan dari almarhum suami mamie. “

“Ada berapa banyak cafénya ?”

“Banyak Sep. Di setiap kota besar ada café punya mamie. “

“Terus siapa yang mengelola semua café itu ?”

“Kakak kandung mamie sendiri bersama suaminya. “

“Owh, kakak Mamienya perempuan ?”

“Iya. Dia dan suaminya pernah bekerja di café paling terkenal di dunia. Tau kan café yang mamie maksud paling terkenal itu ?”

“Tau. Gak usah disebut namanya pun aku tau. Padahal kopi yang dipakai oleh café terkenal itu biasa - biasa aja. Minta kopi arabica Aceh Gayo juga gak ada. Hanya kopi Sumatra aja yang disediakan. Gak tau Sumatra mana. Padahal Sumatra itu kan luas. Banyak daerah yang memproduksi kopi dengan rasa yang berlainan. “

“Iya. Kalau mau memilih kopi yang kita inginkan, mendingan di café - café kecil. “

“Betul, “ sahutku sambil meneguk kopi espresso yang disuguhkan oleh Mamie, yang menggunakan cangkir ukuran medium, bukan cangkir espresso, karena aku minta double shoot tadi.

“Wah ... streng juga kopinya Mam. Ini kopi dari daerah mana ?”

“Mandheling. “

“Mmm ... mantap ... semantap yang menyuguhkannya, “ ucapku mulai gombalria lagi.

“Kan yang disuguhinnya juga mantap abis, “ sahut Mamie sambil merapatkan pipi kanannya ke pipi kiriku.

“By the way ... Mamie beneran pengen hamil ?” tanyaku sambil mengelus paha putih mulusnya yang terbuka lewat belahan housecoat putihnya.

“Kalau sama Asep sih mau banget. Kalau jadi hamil sama Asep, mudah - mudahan setampan Asep bayinya, kalau bayinya cowok. “

“Dan kalau bayinya cewek, mudah - mudahan secantik Mamie. “

“Mamie sih kalau bisa ingin punya anak cowok. Supaya mamie punya pelindung di masa tua kelak. “

Kulingkarkan lengan kiriku di pinggang Mamie yang usianya cuma 3 tahun di atasku itu. “Mau sekarang bikin anaknya ?” tanyaku.

“Sekarang mah bikin enak aja dulu. Karena sekarang bukan masa subur Mamie, “ sahutnya sambil mencium pipiku.

“Iya bikin enak, hitung - hitung perkenalan aja dulu. “

“Abisin dulu kopinya. Atau bawa aja kopinya ke kamar mamie. “

“Kirain mau di sini. “

“Jangan dong. Nanti ketahuan pembokat gimana ? Atau bisa aja mendadak datang tamu. Yuk di kamar mamie aja. Biar tenang dan bebas. “

“Kalau Mamie mau, di villaku akan jauh lebih bebas. “

“Asep punya villa ?”

“Punya, “ aku mengangguk, “Mamie mau di villa ? Kan bisa nginep beberapa malam juga bisa. “

“Minta izin dulu sama Ayah, “ kata Mamie, “Asep yang telepon Ayah gih. “

“Oke, “ aku mengangguk. Lalu mengeluarkan hape dari saku celana denimku. Dan memijat nomor hape Ayah. Sengaja suaranya kukeluarkan biar Mamie ikut mendengar suara Ayah nanti.

Lalu :

“Hallo Sep. Ada apa ?”

“Mamie mau kubawa ke villaku aja Yah. Boleh nggak ?”

“Boleh. Hitung - hitung rekreasi Mamienya. Tapi tentu harus nginap kalau di villa sih. “

“Tentu aja. Boleh Mamie dibawa nginep ?”

“Boleh. Mau berapa malam nginepnya ?”

“Terserah diijinkannya sama Ayah. “

“Ya udah, ayah ijinkan nginep tiga malam. “

“Siap Ayah. Terima kasih. “

“Mamie jangan dibawa kebut - kebutan ya Sep. “

“Iiih ... aku sih gak pernah ngebut Yah. Tenang aja. Mamie aman bersamaku. “

“Ya udah. Ati - ati di jalan ya Sep. “

“Iya Ayah. Terimakasih. “

Begitu hubungan seluler dengan Ayah ditutup, Mamie tampak girang sekali. “Hihihihiiii ... asyiiiik ... tiga hari tiga malam ... pasti seru ya Sep, “ ucapnya.

“Iya Mamie. Ayah memang tak pernah menolak apa pun yang kuminta. “

“Kalau gitu mamie mau dandan dulu, sambil ngemasin baju untuk ganti nanti. “

“Silakan Mamie Cantik ... “

Mamie tersenyum manis, lalu meninggalkanku sendirian di ruang tamu.

Cukup lama aku menunggu Mamie berdandan di kamarnya.

Sampai akhirnya dia muncul juga, mengenakan gaun terusan berwarna hitam polos dengan pernak - pernik gemerlapan di bagian lehernya. Dia membawa tas kecil dan sebuah koper merah yang bisa diseret.

Aku menyambutnya dengan ucapan, “Wow ... Mamie semakin cantik mengenakan gaun hitam begitu ... kontras dengan kulit Mamie yang putih bersih. “

Mamie tersenyum manis, sehingga wajahnya semakin cantik lagi. “Mamie numpang ke mobil Asep kan ?” tanyanya.

“Ya iyalah. Pakai dua mobil cuma buang - buang duit buat pertamax aja, “ sahutku sambil menyeret koper merah Mamie ke arah bagasi sedanku. Jadi ada 2 koper di bagasiku. Koper Mamie dan koperku sendiri. Karena di dalam bagasiku selalu tersimpan koper berisi pakaianku, agar tidak kesulitan kalau ada acara mau menginap seperti sekarang ini.

Setelah menyimpan koper Mamie di bagasi, kubuka pintu kiri depan untuk Mamie masuk ke dalam mobilku. Kemudian aku masuk ke belakang setir mobilku.

“Ini sih mobil pejabat tinggi di seluruh dunia Sep, “ kata Mamie setelah aku memasang seat belt dan menghidupkan mesin serta AC mobilku.

“Kebetulan aja ada rejeki nomplok Mam. “

“Mamie mah cuma punya mobil jepang. “

“Aku juga kalau harus beli mobil sendiri sih pasti beli mobil jepang. Biar lebih murah harganya. Tapi mobil ini kan hadiah dari relasi bisnisku Mam. “

“Wow ... kalau relasi bisnis ngasih hadiah mobil yang sangat mahal, tentu bisnisnya besar - besaran Sep. “

“Aku cuma menghubungkan owner dengan buyer. Hadiahnya ya mobil ini. “

“Maksudnya Asep hanya jadi mediator gitu ?”

“Disebut mediator bisa, disebut arranger bisa. “

“Kata Ayah, Asep punya hotel dan pabrik garment segala ya. “

“Iya Mamie. “

“Hebat. Di usia sembilanbelas sudah punya segalanya. “

“Iya. Sejam lagi aku punya Mamie ... heheheee ... “

“Betul. Milikilah mamie sepuasmu Sep. Tapi kalau mamie kangen sama Asep nanti gimana ? Boleh mamie datang ke hotel Asep ?”

“Boleh. Tapi sekarang sedang banyak yang dirombak. Hotel bnaru sudah selesai. Hotel lama yang sedang dirombak, dijadikan pujasera. “

“Wow. Mamie bisa buka café dong di poujaseranya. “

“Bisa Mam. Pujaseranya dua minggu lagi juga selesai. “

“Kalau mamie buka café di pujasera Asep, mendingan mamie tungguin sendiri. Biar tiap hari bisa ketemu sama Asep. “

“Hahahaaaa .... bisa Mamie ... bisaaa ... “

Jarak dari kampungku ke villa hadiah dari Tante Sharon itu memang agak jauh. Sehingga dibutuhkan waktu lebih dari sejam untuk mencapainya.

Namun aku senang mengemudikan mobilku. Karena belahan gaun hitam Mamie di kanan kirinya, terus - terusan memamerkan paha putih mulusnya. Sehingga tangan kiriku bisa merayapi paha kanannya itu, sementara Mamie cuma tersenyum - senyum saja. Dan ... tentu saja diam - diam kontolku jadi ngaceng berat.

Bahkan pada suatu saat, tangan kanan Mamie meraba - raba ritsleting celana denimku. Sambil berkata, “Mamie ingin megang punya Asep ... munculin dong ... “

Tentu saja aku tak berkeberatan untuk memamerkan kontolku yang sedang ngaceng full ini. Maka kuturunkan kancing zipper celana denimku. Lalu membuka kancing logamnya dan ... kusembulkan kontol ngacengku dari celah celana dalamku.

“O maaaaaak ... ! Panjang sekali Seeep ... “ seru Mamie sambil memeghang kontolku dengan telapak tangan gemetaran.

“Nanti buat Mamie semua deh, “ sahutku, “Mudah - mudahan Mamie inget aku terus kelak. “

“Hihihihiiii ... tentu aja yang sepanjang ini sih takkan mamie lupakan, “ kata Mamie, “Pantesan Ayah ngajuin Asep untuk menghamili mamie. Ternyata senjatanya jangkung sekali ... !”

Setahuku, Ayah belum pernah lihat kontolku setelah aku dewasa. Tapi ... ohya ... pada waktu aku ngentot Bunda kemarin dulu, mungkin Ayah melihat kontolku. Sedangkan aku belum pernah melihat kontol Ayah.

Maka kataku, “Mungkin sama aja dengan punya Ayah Mam. “

“Nggak ah. Punya Ayah gak sepanjang ini. Besarnya sih kira - kira sama. Tapi panjangnya ... jauh lebih panjang punya Asep ini ... iiih ... mamie jadi gemesss ... pengen ngemut ... “

“Jangan Mamie ... aku kan lagi nyetir. Bisa nabrak mobil orang nanti kalau diemut. “

“Tapi mamie gemes banget ... pengen ngemut ... “

“Nanti di villa emut deh sepuas Mamie, “ kataku sambil merayapkan tangan kiriku ke paha kanan Mamie lagi.

Pada saat itulah Mamie menarik tangan kiriku, sampai langsung menyentuh memeknya yang ternyata bersih dari bulu.

“Mamie gak pake celana dalam dari tadi ?” tanyaku.

“Pake. Ini diturunkan sampai lutut, tuh lihat ... ! “

Memang lewat belahan gaun hitamnya terlihat celana dalam Mamie berada di lututnya.

“Oh iya .. iya ... kirain ... “ ucapku pada saat jari tangan kiriku sudah menyelinap ke dalam celah memek Mamie yang hangat. “Aku juga pengen jilatin punya Mamie ... “

“Kalau bisa sambil nyetir sih, jilatin aja sepuas Asep ... “ sahut Mamie yang masih menggenggam kontolku, “Masih jauh villanya ?”

“Sudah dekat Mam. Lima kilometer lagi. “

“Oooh udah dekat. Kalau masih jauh sih mau ngajak berenti dulu di rimbunan hutan itu. Asep punya villa segala ... pasti sering bawa cewek ke villanya ya. “

“Nggak, “ aku menggeleng, “Mamie adalah wanita pertama yang kuajak ke villaku. “

Tentu saja ucapanku itu suatu kebohongan. Karena ingin menghindari suasana yang tidak enak.

Tak lama kemudian mobilku sudah kubelokkan menuju pekarangan villaku. Dan kuhentikan tepat di dekat teras depan.

“Wooow ... villanya megah banget Sep, “ cetus Mamie yang sudah melepaskan kontolku dari genggamannya. Aku pun sudah duluan mengeluarkan jariku dari celah memek Mamie yang sudah membasah.

Setelah membetulkan kancing zipper celana denimku, kubuka pintu di sebelah kananku. Lalu bergegas menuju pintu mobil di sebelah kiri Mamie yang sedang menarik celana dalam dari lutut ke tempatnya yang benar.

Mamie pun turun dari mobilku. Memandang keadaan di sekitar villaku. Lalu berkata, “Suasananya romantis sekali Sep, “

Aku sedang mengeluarkan koper Mamie dan koperku sendiri dari bagasi mobil. Lalu menyeret keduanya ke teras depan. Tak lama kemudian Mang Harja datang. Membawa serangkai kunci - kunci villa. “Selamat pagi Den Boss, “ ucapnya sambil membungkuk sopan di depanku.

“Pagi. Gimana rumput di hutan pinusnya sudah dibersihkan lagi Mang ?”

“Sudah Den Boss. Sebulan tiga kali dikorednya juga, “ sahut Mang Harja sambil bergegas menuju pintu depan untuk membukanya, karena Mamie sudah berdiri di situ.

Mang Harja masuk duluan sambil menyeret koper Mamie dan koperku. Kemudian menjalan semua AC dan peralatan elektronik lainnya.

Kemudian Mang Harja pamitan setelah kuberi uang secukupnya.

Sementara Mamie masih kelihatan asyik memandang keindahan alam di sekitar villa ini. Ketika Mamie berdiri di dekat jendela rayban, sambil memandang panorama di luar sana, aku pun memeluknya dari belakang. “Gimana Mamie ? Senang tinggal di villa ini ? “ tanyaku sambil menyelinapkan kedua tanganku ke sepasang belahan gaun hitam Mamie.

“Senang sekali Sep, “sahutnya, “Indah sekali pemandangan di sekitarnya. Tinggal sebulan juga di sini mah mau. Tapi dududuuuh Seeep ... kalau memek Mamie udah dicolok - colok gini mah suka gak tahan. Pengen langsung disodok sama punya Asep yang panjangnya aduhai itu ... “

“Aku juga udah gak tahan Mam. Pengen langsung nyoblos memek Mamie ... “

“Ya ayo kalau gitu sih ... langsung wikwik aja sekarang. Gak usah main emut - emutan dan jilat - jilatan dulu ya ... memek mamie udah basah nih ... gemessss ... pengen ngerasain dientot oleh di panjang aduhai itu ... “ Mamie duduk di sofa ruang cengkerama sambil melepaskan celana dalamnya, lalu menyingkapkan gaunnya sampai ke perutnya. Sehingga memeknya yang bersih dari jembut itu tampak jelas di mataku.

Maka secepatnya aku pun melepaskan sepatu, kaus kaki, celana denim dan celana dalamku. Lalu berlutut di karpet tilam lantai, di antara kedua kaki Mamie yang direnggangkan. Sambil meletakkan moncong kontolku di mulut memek Mamie.

“Mamie gak usah telanjang dulu ya. Udah gak sabar ... ingin merasakan dientot oleh punya Asep, “ kata Mamie.

“Iya gampang ... telanjang mah nanti aja di ronde - ronde berikutnya, “ tanya Mamie.

“Memangnya Asep kuat berapa kali sehari ?” tanya Mamie sambil memegangi kontolku, untuk membetulkan letaknya.

“Lima kali juga kuat. Asal Mamie kuat aja ngeladeninya. “

“Ayah mah cuma kuat sehari sekali. “

“Emangnya Ayah masih kuat tiap hari wikwik sama Mamie ?” tanyaku.

“Masih ... kecuali kalau sedang ada kesibukan di kebun. Ayah itu masih kuat kok. Sama sekali belum loyo. “

“Kalau gitu, kapan - kapan kita ajak Ayah ke sini atau ke villaku yang satu lagi. Biar Mamie merasakan dithreesome sama Ayah dan aku. Mau ?”

“Nggak ah. Satu - satu aja. Eh ... emangnya Asep punya villa lain selain villa ini ?”

“Ada, tapi letaknya agak jauh. Kalau pakai mobil sekitar dua jam setengah baru nyuampe di villa itu. Villa terbuat dari kayu jati sekujurnya. Hanya lantainya yang ditembok, tapi dilapisi kayu jati lagi lantainya itu, “ kataku, yang lalu mendorong kontolku sekuat mungkin ... sampai melesak masuk ke dalam liang memek Mamie.

“Duduuuuuuhhhh ... Seeeeep ... udah masuuuuuk .... “
 
Terimakasih atas update ceritanya suhu @Otta ..
Itu Ayahnya Asep masih kuat, tapi koq spermanya dikit?
Saya pikir Harusnya masih bisa menghamili..
Tapi ya udah memang rezekinya Asep jg sebagai pejantan tangguh, hehe..
Itu Bunda lom hamil, udah ada Mammie siap dihamilin jg..
Ditunggu update cerita berikutnya suhu..
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd