Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Gara Gara SPP

needlenbitch

Guru Semprot
Daftar
5 Nov 2014
Post
531
Like diterima
295
Bimabet
Saat kelulusan hampir tiba, beberapa
bulan ke depan mungkin aku sudah
menjadi mahasiswa, tapi itu tidak
begitu aku pikirkan, karena yang
penting adalah ujian kelulusan, atau
lebih dikenal dengan EBTA dan
EBTANAS. Karena jika belajar dengan
serius sekarang, nanti saat ujian
masuk perguruan tinggi, kita akan
lebih ringan belajarnya. Itu
prinsipku.
Dan aku punya pengalaman menarik
sebelumnya.
Seperti biasanya menjelang ujian,
seluruh murid diwajibkan untuk
melunasi semua tunggakan, karena
bukan hal aneh di sekolahku, jika
ada yang menunggak SPP atau uang
bangunan, bukan karena tidak
mampu membayar, karena rata-rata
yang bersekolah di sekolahku, orang
tuanya cukup mampu untuk
membiayai. Dan jika ada yang
menunggak itu mungkin dikarenakan
uang yang telah orang tua mereka
berikan untuk SPP dan lain-lain
mereka pakai untuk hura-hura.
Dan itu terjadi pada teman sekelas
Widi pacarku, namanya Lia, ia
menurut Widi punya tunggakan SPP
dan uang bangunan yang cukup
besar, dan dia tidak berani bilang
pada orang tuanya karena
sebenarnya uang itu sudah mereka
berikan beberapa bulan yang lalu,
katanya sih sampe 1 jutaan, aku
sendiri cukup terkejut, karena untuk
SMU, uang segitu bukan jumlah yang
sedikit.
 
Lia sebenarnya ingin pinjam pada
Widi pacarku, tapi karena dia sendiri
tidak punya uang, kemudian Widi
menceritakan hal itu padaku, dengan
maksud agar aku dapat memberikan
pinjaman pada Lia.
Awalnya aku bersedia meminjamkan
dengan sukarela, tapi entah kenapa
belakangan pikiranku jadi 'ngeres',
lagian biar jadi pelajaran untuk Lia,
bahwa tidak gampang cari duit.
Orang tuaku sendiri, walau bisa
dibilang cukup mampu, selalu
mengajarkan hal itu, walaupun
mereka telah mendepositokan
uangnya untukku, agar tiap bulan
bunga depositonya bisa aku tabung
atau aku gunakan bila perlu.
Entah berapa jumlah uang yang
ayahku depositokan, tetapi yang jelas
secara otomatis, setiap bulan saldo
di rekeningku bertambah, apalagi
beberapa bulan belakangan, setelah
kerusuhan Mei, (yang katanya bunga
bank naik tinggi) entah berapa, yang
jelas setiap bulan saldoku bertambah
sebanyak 300 ribuan. Saat itu
saldoku memang cukup banyak untuk
ukuran anak sekolah, karena untuk
sehari-harinya aku tetap diberi uang
jajan secara bulanan, jadi jika tidak
perlu-perlu sekali aku tidak perlu
ambil dari tabungan.
Maka setelah kupikir-pikir, akhirnya
aku telepon Widi, minta agar Lia
menemuiku langsung, agar semuanya
jelas kataku, jadi bukan Widi yang
pinjam, tapi Lia.
Lia memang dikenal cukup gaul,
modis karena badannya memang
bagus dan wajahnyapun cantik,
kulitnya putih. Tapi mungkin karena
pergaulanya yang salah, (karena
banyak selentingan kalo dia itu
pecun istilah sekarang, kalo dulu sih
sebutannya perek), dia jadi seperti
ini. Aku sendiri sih tidak pernah
ambil pusing sebelumnya, tapi
sekarang lain cerita.
Saat aku sedang berfikir, apa yang
akan aku lakukan padanya sebagai
pelajaran buatnya, sekaligus
memuaskan hobbyku yaitu senang
melihat cewek memamerkan
tubuhnya, dan melihat wanita yang
merasa dipermalukan di depan orang
banyak. (mungkin ini adalah trauma
masa kecilku yang pernah dipukul
oleh ibuku, begitu sih yang aku
dengar). Karena walaupun aku sadar
akan adanya perbedaan di dalam
diriku, tapi aku belum pernah ke
psikiater, karena itu kuanggap hanya
fantasiku semata. Dan lagi pula apa
yang salah dengan sekedar
berfantasi.
Tiba-tiba pintu kamarku diketuk.
 
"Ya.. Siapa!"
"Saya Mas.., Slamet". Oh..
Ternyata Slamet pembantu di
rumahku. Kami punya dua pembantu
laki-laki di rumah ini.
"Ada telepon buat Mas yudi!"
teriaknya dari balik pintu.
"Ya.. Aku turun" jawabku.
Kemudian aku turun ke ruang baca,
karena di sanalah telepon diletakan,
di sebelah kiri sofa besar. Ternyata.
Yang telepon adalah Lia.
"Hallo Yurie ya..?, ini Lia", katanya.
"Ya.. Ada apa ya..?!", jawabku.
"Nggak tadi Widi telepon, kasi tau
katanya kamu bisa pinjemin aku duit
buat bayar SPP?!" sambungnya.
"Oh.. Iya, tapi berapa?!, soanya kalo
banyak-banyak aku juga gak punya,
tapi terus aku dapet imbalan apa
nih..?!", pancingku.
"Terserah kamu deh, apa aja boleh!"
jawabnya setelah terdiam beberapa
saat. (mungkin dia mikir dulu)
"Soalnya kepepet nih, buat bayar
SPP, aku butuhnya sih 750 ribu, tapi
kamu adanya berapa?!, ntar kalo
kurang aku bisa pinjem ke temen
yang lain", sambungnya.
"Nggak kok, kalo segitu aku juga ada,
tapi aku minta imbalan dan jaminan
lho", jawabku memastikan.
"Ntar kalo kamu gak balikin duitku
gimana?! Aku rugi dong!", lanjutku.
"Jaminan apa. Aku kan gak punya
apa-apa?!", tanyanya kebingungan.
Sepertinya ia takut gak bisa dapet
pinjaman uang dariku.
 
"Terserah kamu aja deh, apa imbalan
dan jaminannya!" katanya lagi, dari
nada suaranya terdengar kalau dia
sudah putus asa.
Tiba-tiba aku dapat ide brilian.
"Gini.. Tapi itu kalo kamu mau, kalo
nggak juga gak apa-apa, tadi katamu
terserah aku, sebagai imbalanya, aku
minta nanti sore kamu ke sini, tapi
aku minta kamu hanya pake seragam
sekolah, jangan pake daleman lagi,
jangan pake bra ataupun CD dan
buka dua kancing atas bajumu, awas
kalo tidak, karena aku akan
memantaumu!!" jelasku.
"Dan sebagai jaminannya aku ingin
foto-foto kamu dengan pakaian
minim, sexy, pokoknya seadanyalah!".
Jawabku lagi.
Sekali lagi dia terdiam. Kali ini cukup
lama.
"OK.. Gini, kalo kamu masih ragu,
untuk 1 roll film aku kasih kamu 400
ribu, jadi 2 roll kamu dapet 800 ribu"
"Aku janji gak akan aku sebarin,
cuman untuk jaminan aja, tapi kalo
kamu gak mau bayar, ya terpaksa aku
sebarin ke temen-temen sekolah atau
aku jual aja itu foto-fotomu,
Gimana..?!" jawabku menjelaskan,
sambil meminta kepastian.
"Mmhhmm.. Gimana ya..?!"
"Tapi kamu janji gak akan kamu
sebarin kan..?!!" tanyanya
memastikan.
"Nah kena nih!" batinku.
"Iya aku janji, tapi kalo kamu gak
bayar, ya itu lain soal.
"Ok deh.. Ntar sore aku ke
rumahmu!" akhirnya dia
menyetujuinya.
Rumahku sore itu sepi, orang tuaku
sore hari itu sedang ke Surabaya naik
kereta api, itulah sebabnya mengapa
ia kusuruh datang sore itu, sedang
kedua pembantuku pasti tidaak
berani mengusikku, lagi pula sore
begini kalau kebetulan orang tuaku
tidak ada, mereka suka ke rumah
tetangga, pacaran dengan pembantu
tetangga. Dan aku sudah
mempersiapkan segalanya. Termasuk
handycam kecil milik kakakku yang
kuliah di Yogya (yang sebenarnya
diluar perjanjianku dengan Lia, tapi
who cares..?!!).
 
Aku kemudian menunggunya di ruang
tamu, sengaja gerbang depan aku
tutup dan aku kunci, agar Lia tidak
bisa langsung masuk ke halaman
rumahku, kebetulan rumahku ini ada
di pinggir jalan besar yang ramai
dilalui pejalan kaki dan kendaraan
yang lalu lalang dan ada toko kecil
tak jauh di seberang rumahku yang
cukup ramai pembelinya..
Tak lama kemudian tampak sebuah
taxi berhenti di depan rumahku, aku
ambil teropongku dan kulihat siapa
yang ada di dalam taxi, ternyata
benar yang ada di dalamnya adalah
Lia, tampak ia keluar akan membayar
ongkos taksi, kuarahkan teropongku
ke arah dadanya, tampak dadanya
sedikit terguncang karena tidak
memakai BH, melihat dua bukit
kembarnya tersamar di balik bajunya,
yang kuperkirakan berukuran 34D,
ada rasa tegang dan bergairah yang
menyebabkan adik kecilku berdiri,
kulihat dua kancing bagian atasnya
tidak dikancingkan, sehingga saat dia
membungkuk untuk membayar taksi,
kupastikan jika si supirnya melihat
ke arah si Lia bukan ke arah uang
yang Lia berikan, tentunya dia akan
dapat melihat bukit kembar si Lia
yang ranum itu.
Dan teryata benar, setelah menerima
uangnya si supir sekilas melihat ke
arah Lia, ada ekspresi terkejut di
wajahnya, tapi pura-pura tidak
melihatnya, karena kemudian dia
segera pergi.
Kemudian Lia berjalan menuju
gerbang rumahku, sayang saat itu
tidak banyak orang lewat, yang dapat
melihat goyangan indah payudaranya
yang bergerak saat ia melangkah, ia
kemudian menjangkau bel yang ada
di samping pagar bagian dalam,
karena ketinggian bell itu cukup
tinggi baginya yang kira kira hanya
165 cm (dulu sengaja letak bell itu di
tinggikan, karena banyak anak-anak
yang iseng) tampak ia jinjit untuk
menjangkaunya, dan saat ia kembali
menginjakkan kaki ke tanah tampak
goncangan dadanya makin kencang,
ia tak sadar banyak orang yang lewat
melihat hal itu. Karena aku kurang
puas, kubiarkan ia melakukanya
beberapa kali sampai akhirnya ia
sadar karena banyak yang lewat terus
memperhatikan dari jauh padahal ia
telah berjalan melewati Lia sedari
tadi, tapi Lia tampaknya pura-pura
tak sadar diperhatikan.
 
Tapi rasanya aku ingin lebih
mempermalukannya, langsung saja
kuambil HP dan menelepon ke HP-
nya, mudah-mudahan ia belum
menjual HP-nya lagi, ternyata benar,
dia mengangkat HP-nya.
"Lia, sebelum kamu masuk, tolong
beliin aku tali pramuka di toko
depan dong", kataku, aku tahu di
toko itu menjual tali pramuka, karena
aku sering belanja di toko itu,
letaknya tidak persis di depan tapi
agak ke samping kira-kira 15-20
meter.
"Oh ya.. Sekalian beliin rokok mild
ya, baru aku bukakan pagar, ntar aku
ganti" kataku lagi, lalu menutup HP-
ku.
Lia tampaknya, hendak mengutarakan
sesuatu, tapi sudah keburu aku
tutup, ia kemudian, kembali memijit
bel rumahku, tapi tidak aku gubris,
akhirnya ia pun berjalan ke arah toko
di seberang dengan perasan tak
karuan, karena malu ia melipat
tangannya di depan dadanya, agar
guncangan dadanya tidak terlalu
nampak. Akupun naik ke lantai atas
untuk bisa melihatnya lagi.
Tampak Lia dengan kikuk berbicara
dengan Mas Yus, begitu aku biasa
memanggil pemilik toko itu, karena
kebetulan di sana sedang ramai
pembelinya, itu memang biasa
terjadi karena walaupun tak seberapa
besar, tapi barang yang disediakan
cukup lengkap, dan tidak terlalu
beda jauh dengan di toko grosir.
Tampak Lia yang sedang berbincang
sering diamati dari atas ke bawah
oleh bapak-bapak dan mas-mas yang
kebetulan sedang berbelanja,
sepertinya mereka tahu kalau Lia
tidak memakai bra, karena aku yang
melihatnya memakai teropong dari
arah belakang tak sedikitpun melihat
ataupun tersamar tali BH, padahal
pakaian Lia cukup transparan karena
mungkin usianya yang cukup lama,
karena mungkin tanggung bagi Lia
untuk membeli baju seragam baru,
karena sekarang sudah mendekati
kelulusan.
Gerakan badannya saat mengambil
uang di saku roknya pun mendapat
perhatian dari semua laki-laki yang
ada di sana, payudaranya kembali
berguncang hebat, karena sepertinya
dia cukup sulit mengambil uang yang
ada di saku roknya, mungkin karena
roknya pun sepertinya dibuat pada
waktu dia masih baru kelas dua, jadi
dengan ukuran tubuhnya yang
sekarang rok itu terlihat mini dan
sangat pas di pantatnya. Akupun jadi
teringat bahwa akupun menyuruhnya
untuk tidak memakai CD di balik
roknya. Dan ternyata memang tidak
terlihat bentuk CD dibalik roknya
yang ketat itu, dan gerakan dua
belahan pantatnya terlihat cukup
menggairahkan. Bergoyang dengan
sangat natural saat ia bergerak.
Pantas saja laki laki yang melihatnya
di sana memandangnya seperti
hendak menelanjanginya,
memandangi dari atas ke bawah.
Ternyata Lia memang sangat sexy
dengan keadaan yang seperti itu.
Dengan tanpa memakai penutup
dada alias BH dengan pakaian
seragam yang transparan karena
termakan usia, dan roknya yang
sepertinya dua ukuran di bawah
ukurannya yang sekarang.
Kemudian tampak, ia kembali
merogoh seluruh sakunya, baik baju
dan roknya, gerakannya itu kembali
mengundang tatapan para lelaki di
sekitarnya, karena kali ini terlihat
jelas guncangan di payudaranya dan
jelas sekali kalo dia tidak memakai
BH, karena goyangan paudaranya
terlihat sangat jelas. Sepertinya dia
terlihat panik dan menunjuk ke arah
rumahku, mungkin uang yang
dimilikinya kurang untuk membayar
rokok dan tali yang kuminta, atau
dompetnya tertinggal barangkali. Itu
yang ada di benakku saat melihatnya
kebingungan.
 
Karena tak tega melihatnya
kebingungan dan jadi tontonan gratis
terlalu lama. Akhirnya kutelepon Mas
Yus dengan HP-ku, dan pura-pura
menanyakan apakah ada temanku
cewek yang beli tali pramuka dan
rokok, karena aku beralasan bahwa
aku khawatir kok lama banget, dan
ternyata benar, Mas Yus
menerangkan bahwa Lia memang
mengaku duitnya kurang karena
dompetnya tertinggal di rumahku,
dan tadinya Mas Yus curiga apa
betul Lia temanku dan disuruh beli
tali dan rokok olehku, karena ia baru
pertama kali ini melihat Lia, tidak
seperti temanku yang lain yang
sering membeli barang ke tokonya
kala main ke rumahku, begitu
katanya.
Akhirnya Lia bisa meninggalkan toko
itu, setelah aku bilang bahwa
kekuranganya nanti akan diantarkan,
dan bahwa benar Lia itu temanku. Di
akhir pembicaraan Mas Yus sempet
bilang bahwa Lia itu sexy banget
dengan keadaan seperti ini, suruhlah
sering sering ia belanja ke tokonya.
Dan aku yakin Lia mendengarnya,
karena tempat Mas Yus menerima
telepon hanya berjarak setengah
meter dari tempat Lia berdiri, sedang
saat ia mengucapkanya Mas Yus
berbicara biasa, tidak berbisik. Jadi
aku yakin Lia pasti mendengarnya.
Aku pun menyanggupi bahwa Lia
juga nanti yang akan mengantarkan
kekurangan pembayarannya.
Mereka tidak tahu kalau aku
mengamati semua yang terjadi sejak
tadi dari jauh.
Saat Lia berjalan ke arah rumahku,
para pembeli yang sedari tadi ada di
sana tampak ribut ada yang bertepuk
tangan, bersiul (terlihat dari bibirnya
yang monyong), ada juga yang
bersuit dengan "irama menggoda"
karena terdengar juga olehku.
Lia kini tambah kikuk dan malu,
karena kini dia sadar bahwa semua
orang yang ada di sana telah tahu
bahwa ia tidak memakai BH, karena
saat ia panik tadi ia tidak dapat lagi
menutup-nutupi lagi keadaannya
yang tanpa pakaian dalam, dan
gerakanya tadi membuat orang
semakin jelas melihat payudaranya
yang terguncang kesana kemari, saat
ia merogoh saku baju dan rok
pendeknya. Tapi Lia enggan berlari
karena takut akan lebih
memepertontonkan payudaranya
yang bergoyang jika ia berlari. Ia
hanya berjalan sedikit cepat untuk
mencapai rumahku.
Aku telah menunggunya di depan
pintu pagar yang telah aku buka, dan
menyambutnya dengan tersenyum.
Satu rencanaku telah tercapai.
Lia yang masih terlihat malu,
semakin malu, karena akulah yang
jelas tahu jika dibalik seragamnya ia
tidak memakai apa-apa lagi, karena
akulah yamg memintanya melakukan
semua ini. Tapi aku bersikap wajar
saja, dan itu membuat Lia tenang
berada di dekatku. Memang selama
ini aku dikenal sebagai cowok yang
baik, dan cenderung pemalu, karena
itu banyak cewek yang tertarik
padaku.
Setelah ngobrol ini-itu, akhirnya
meunuju ke pokok permasalahan,
bahwa ia butuh uang untuk
membayar tunggakan SPP dan uang
bangunan, yang sebenarnya telah
orang tuanya berikan, tapi telah ia
pergunakan untuk beli ini dan itu
serta "biaya kenakalannya" seperti
narkoba dan minuman keras. Dan
aku menyanggupi untuk
meminjaminya tapi semua itu ada
timbal baliknya kataku padanya.
 
"Seperti yang kubilang tadi, mau
nggak, sebagai jaminanya aku foto
kamu dengan pose yang sexi dan
dengan pakaian seadanya?!" tanyaku
padanya.
"Ya mau gimana lagi, toh aku sudah
datang ke sini sesuai dengan
keinginanmu, nggak pake BH dan
CD".
"Sudah kepalang basah, lagian hanya
kamu yang bisa menolong aku. So,
mo gimana lagi.. Ak.. Aku terima deh!
Tapi janji nggak akan menyebarkan
foto-fotoku khan?!", Ia bertanya
dengan sedikit terbata-bata.
Rupanya ia sudah terlalu sering
berbohong pada orang tuanya,
tentang ke mana saja barang barang
yang mereka berikan untuknya,
seperti HP, jam tangan (bermerk)
serta beberapa perhiasan emas kecil
seperti anting, yang sering ia katakan
hilang, tertinggal di rumah teman
dll. Padahal semua itu sudah ia jual.
Dan tampaknya orang tuanya sudah
mulai curiga dengan semua itu,
karena itu HP yang ia miliki sekarang
tidak berani ia jual, karena takut
akan menambah kecurigaan orang
tuanya, lagi pula kalau di jual paling
hanya laku sedikit karena itu adalah
HP keluaran lama. Itu ceritanya
kemudian, saat aku mulai
mempersiapkan peralatanku.
Saat kutanya kenapa dia mau
menerima syaratku untuk di foto
dengan pakaian minim dan sexy, ia
menjawab bahwa ia percaya
denganku, bahwa ia yakin, aku
adalah cowok yang bisa dipercaya,
dan tidak akan berbuat yang tidak-
tidak, karena ternyata selama ini
Widi sering bercerita padanya
mengenai apa saja yang telah ia
lakukan untukku, tentang foto sexy
Widi yang aku buat, tentang aku
yang mengajaknya jalan tanpa
memakai BH dan memutuskan
kancing bajunya, tentang aku yang
selama ini tidak pernah minta yang
macam-macam (ML) pada Widi,
sehingga Widi percaya padaku,
begitu ceritanya (tapi soal yang
tentang Widi hanya memakai celana
pendek saja selama menemani aku
yang berkunjung ke rumahnya,
sepertinya tidak Widi beritahukan),
itu pulalah yang membuat gLia
percaya padakku, bahwa aku senang
melihat cewek sexy dan mem-foto
mereka. Karena selama ini ternyata
Widi dan Lia berteman cukup dekat
sejak SD, hanya saja ia beda SMP
dengan Widi dan juga denganku, jadi
aku baru mengenalnya di SMA/SMU.
Selain alasan yang pasti dia butuh
duit juga tentunya.
Karena keadaan rumah sepi, lagi pula
pintu gerbang sudah aku kunci, rasa
isengku muncul, seberapa percayanya
Lia padaku. Lalu akupun mulai
melakukan aksiku.
"Lia, kamu kan aku suruh ke sini,
hanya boleh memakai seragam tanpa
BH dan CD, tapi aku belum liat
buktinya tuh!".
"Idih lu Yurie.. Masa sih dari tadi
kau gak liat toket gue yang terayun
ayun gini" katanya sambil memegang
toketnya denga dua tangannya.
 
Tampaknya dia sudah mulai rilex
denganku karena sudah memakai
bahasa lu-gue.
"Iya serius, aku belum bisa liat jelas
tuh!"
Kemudian ia menarik baju
seragamnya ke belakang, sehingga
toketnya yang tadinya tersamar di
balik seragamnya. Kini makin jelas
terlihat, putingnya yang kecil,
menonjol di seragamnya,
"Wah mana, tetep gak jelas" kataku.
"Mungkin kalo gini baru jelas"
lanjutku sambil menyambar satu
gelas air es yang memang sedari tadi
ada di meja depanku sebagai obat
kalau aku haus kala menunggu dia
datang tadi. Kemudian
menyiramkannya ke arah dada Lia
yang sedang memamerkan puting
payudaranya.
Kontan seragam di bagian depannya
basah kuyup, karena air es yang
tersisa masih cukup banyak, karena
aku memang tidak begitu lama
menunggu Lia datang.
Kini tampak jelas terlihat payudara
Lia yang berukkuran 34D itu, karena
seragamnya yang basah seperti
tercetak mengikuti bentuk tubuhnya.
Ia tampak terkejut dan hendak
berteriak, tapi ia tahan, sepertinya
takut penghuni rumahku curiga.
Mengetahui kekhawatirannya, aku
segera memberitahu bahwa saat itu
keadaan rumahkku sedang kosong,
orangtuaku ke luar kota, tapi
pembantuku aku bilang sedang tidak
ada, (padahal mereka mungkin
sedang pacaran) jadi aku bilang
tinggal kami berdua yang ada di
dalam rumah, kontan saja dia
langsung hendak memukulku, tapi
kuhindari dan berlari ke atas, ke
kamarku, dan seperti yang kuduga
dia mengejarku.
Aku segera masuk dan menghidupkan
handycam, membiarkan alat itu
merekam sendiri dengan menaruhnya
di tempat yang telah kupersiapkan,
yaitu di antara pakaianku yang
menggantung di dinding di sebelah
pintu, dan mengambil posisi di luar
jangkauan kamera. Dan biarkan
semuanya terekam dengan
sendirinya.
Dan setelah beberapa saat kemudian
baru dia masuk, aku tahu Lia pasti
tadi mencari-cari kamarku, karena dia
lantai dua ini ada 3 kamar, kamarku,
kamar kakakku dan kamar tamu.
Ia masih pasang tampang merajuk
kemudian aku dipukulnya dengan
manja. Kemudian aku kembali
menanyakan permintaanku yang
kedua, bahwa ia kuminta datang ke
rumahku dengan tanpa pakaian
dalam sama sekali, dan ia benar
datang tanpa mengenakan BH, tapi
bagian bawahnya belum terbukti,
kalo itu tak dapat dibuktikannya, aku
tidak akan mememinjamkan uangku
padanya.
"Ayo sekarang buktikan kalo, kamu
gak pake celana dalam!" perintahku
padanya, "Kalo gak, aku gak bakal
pinjemin duit buat kamu". Kataku
lagi.
Lia tampak keberatan.. Dan bingung.
"Ya udah. Kalo gak bisa buktikan,
pinjam duitnya juga batal dong!?"
kataku mendesak.
 
Aku tahu itulah senjataku yang tidak
bisa dia tolak. Aku terus memintanya
untuk memperlihatkan bahwa dia
memang benar tidak memakai CD.
"Kalo malu, ya udah gak usah dari
deket", kataku sambil berjalan
dengan maksud agar Lia menghadap
ke kamera yang ada di belakangku
tanpa aku menghalagi kamera.
Akhirnya ia pun menyerah, dengan
masih menghadap ke arahku dan ke
arah kamera tentunya, ia berjalan
mundur untuk menjauhiku, sampai di
depan lemari pakaian, sehingga ia
tidak bisa mundur lagi.
"Ayo tunjukin, nanti aku kasih duit",
kataku mengingatkan tujuannya
datang ke rumahku.
Kemudian dengan perlahan,
tangannya mulai menarik roknya ke
atas, tampaklah pahanya yang putih
mulus sampai ke atas pusarnya, dan
terlihatlah bagian vaginanya yang
bersih dan terawat rapi, hanya
tampak beberapa bulu halus di
sekitarnya.
Aku tadinya mengira akan melihat
bulu hitam lebat, seperti milik Widi,
tapi ternyata, vagina Lia, tampak
bersih, dan terawat, dan sejak saat
itulah aku menyukai vagina yang
terawat, tidak ditumbuhi bulu lebat.
Melihat aku terbengong alias
terkejut, Lia tidak langsung
menurunkan rok pendeknya. Dia
malah sepertinya bangga melihatku
terkagum-kagum akan keindahan
daerah v-nya.
"Kamu cantik sekali Lia", kataku
terlontar begitu saja dari mulutkku.
Memang harus diakui bahwa
sebenernya Lia itu cantik dan sexy,
dengan wajahnya yang cantik mirip
Dina Lorenza bagiku, dan kulitnya
yang putih, makin menambah
kecantikannya, ditambah lagi, buah
dadanya yang besar dan pantatnya
yang berisi, makin menimbulkan
kesan sexy.
Memang sebenarnya aku dulu waktu
kelas satu, sempat suka padanya,
tapi karena aku cenderung pemalu
dengan cewek, akhirnya aku hanya
sekedar suka, karena kemudian
banyak cowok yang jadi pacarnya,
dan beredarlah isu bahwa ia itu
pecun. Dan akhirnya akupun jadian
dengan Widi, itupan karena
dicomblangi oleh temanku yang
ceweknya adalah sobatnya Widi,
sampai sekarang. Kini perasan itu
hadir lagi, ada sedikit rasa suka di
hatiku. Tapi perasaan itu akhirnya
kubuang jauh-jauh, Lia kan terkenal
pecun, batinku dalam hati.
Setelah tersadar, aku lalu
mengelurkan dompetku dan
mengeluarkan uang Rp. 50 ribu, dan
memberikan kepadanya.
"Ini bonus buat pertunjukan yang
tadi" kataku.
Hatiku sebenarnya berharap Lia
menolaknya, tapi harapanku ternyata
salah, Lia malah mendekat dan
mengulurkan tangannya menerima
uang pemberianku. Lia pada awalnya
menunjukan sedikit perasaan malu,
tapi segera sirna digantikan oleh
senyumnya yang mengembang di
bibirnya yang mungil. Segera ia
memasukan uang itu ke dalam saku
roknya. Dan kembali pikiranku
berkata, "Dasar pecun!"
"OK sekarang kembali ke rencana
semula, yaitu sesi pemotretan"
kataku pada Lia.
"Sesuai kesepakatan kan? 1 rol
berarti 400 ribu, ya kan?!", tanya Lia
padaku memastikan.
"Iya, deal!" jawabku.
 
Kemudian berlangsunglah acara
pengambilan foto-foto sexy Lia, yang
dengan tanpa diketahuinya adegan
itu juga terekam oleh kamera
handycam yang tersembunyi di sela-
sela baju yang tergantung di dinding
dekat pintu yang tertutup.
Saat itu Lia kuminta melepaskan
beberapa kancing bajunya untuk
menambah kesan sexy, belahan
dadanya yang putih dan sexy
menimbulkan daya tarik sendiri,
kemudian berlajut kuminta Lia untuk
melepaskan seluruh kancing bajunya,
sehingga kini dari atas sampai
bagian perutnya yang rata terlihat
dengan jelas.
Lia tampaknya semakin asyik dan
tidak malu-malu lagi, jika ia malu
maka aku akan berkata, "Aku kan
sudah melihat bagian yang
terpenting yang kau miliki, kenapa
harus malu. Lagian ini hanya untuk
jaminan kok!"
Dan kata-kata itu mujarab sekali, Lia
pun kemudian tak malu lagi,
melakukan pose-pose yang aku
minta. Semua pose yang ada di
kepalaku sudah aku minta pada Lia
untuk melakukanya.
Kini tubuh indahnya benar-benar
terekspose secara lebih vulgar,
karena kini seragam Lia sudah
berganti dengan kaos dalam tipis
milikku, tadi sempat kuminta ia
melepaskan bajunya dan
menggantinya dengan kaos dalam
tipis milikku.
Setelah beberapa kali berfoto,
kuminta ia membuka kaosnya dan
membiarkan bagian atas tubuhnya
tidak tertutupi sehelai benang pun,
tadinya ia agak malu dan menutupi
kedua payudaranya dengan
tangannya, tapi setelah kudesak dan
kurayu ia mau berpose tanpa
menutupi kedua payudaranya.
Sedang roknya kini telah bertambah
pendek karena aku gunting 10 cm
lebih pendek. Sehingga kini rok itu
benar-benar tidak bisa menutupi
keindahan tubuh bagian bawahnya,
saat ia membungkuk, akan terlihat
bagian kewanitaannya menyembul di
sela-sela belahan pantatnya yang
indah.
Tadinya Lia menolak roknya aku
potong, karena takut dimarahi
ibunya saat pulang ke rumah nanti,
tapi karena aku desak, agar makin
sexy kataku, akhirnya dia merelakan
rok seragamnya aku potong.
Tak terasa, sudah satu roll film aku
habiskan untuk mem-fotonya.
"Wah udah satu roll nih," kataku
padanya, sambil mengeluarkan
dompetku lagi. Karena sesuai janjiku,
aku harus membayarnya 400 ribu
setiap roll-nya.
Lia pun menerima uang yang aku
berikan dan kembali memasukannya
ke dalam sakunya.
"Mau tambah lagi nggak?" tanyaku.
"Iya dong, kan belum cukup
uangnya!" balasnya sambil senyum.
"Tapi aku gak mau gini terus ah,
bosen, aku ingin gaya yang lain, dan
lokasi yang lain", kataku lagi.
"Gimana kalo di kolam renang
belakang?!" tanyaku.
"Boleh aja, asyik juga sepertinya"
jawabnya senang.
"Kalo gitu, mulai saat ini, kamu lepas
semua kain yang menempel di
badanmu, aku ingin kamu tidak
mengenakan seutas benangpun
selama berada di lingkungan
rumahku ini!!" aku mulai berkata
agak keras padanya.
"Dan sejak saat ini, aku yang
berkuasa terhadap dirimu, dan kamu
harus menuruti semua perkataanku
kamu mengerti?!!"
"Kalau kamu mau menuruti semua
kemauanku, kamu akan kukasih
bonus uang lagi!!"
"Tapi kalo tidak foto-foto ini akan aku
sebarkan Lia..!!" kataku lagi sambil
memperlihatkan satu roll film yang
ada di genggamanku.
"Ayo buka semua pakaianmu!!"
kataku sambil menepuk pantatnya
yang terbuka dengan agak keras,
kerena roknya yang kini sangat
pendek itu telah tersingkap.
Tampak ia agak terkejut, dan hampir
menangis, mungkin dia kaget melihat
perubahan sikapku, yang tadinya
lembut kini berubah sedikit kasar
padanya.
Kini Lia benar benar tidak punya
pilihan lagi, karena tentunya ia tak
ingin foto-fotonya tersebar luas, ia
akan malu sekali jika teman-temanya
melihat foto-foto itu, walau ia sama
sekali tidak telanjang dalam foto foto
itu, tapi secara keseluruhan
sepertinya tak ada bagian tubuhnya
yang tidak dapat dengan jelas
terlihat.
Lia terdiam sejenak..
"Ayolah Lia, buka semua pakaianmu,
aku tahu, di sekolah kamu terkenal
sebagai pecun, aku yakin bukan
sekali ini saja kamu bugil di depan
laki-laki, sudah pasti kamu sudah
seringkali telanjang di depan cowok!"
kataku padanya.
"Akui saja?! "Betul kan?!" desakku
padanya.
Lia hanya diam.. Dan kemudian
mengangguk kecil.
 
"Nah benar kan kataku, nah mulai
sekarang kamu adalah pecunku, dan
kamu sekarang harus menuruti
semua keinginanku".
"Kalo kamu kuminta datang, segera
datang!, pokoknya apapun
permintaanku, kamu harus turuti!!".
"Kalau tidak kamu tahu sendiri
akibatnya!, kamu mau kan jadi
pecunku..?!!" aku berkata padanya
dengan nada sedikit keras.
Lia mengangguk..
"Jawab dong, jangan diam aja"
kataku lagi.
"Iya, aku mau.." jawabnya kemudian.
Nah mulai saat itu resmilah Lia
menjadi pecunku, Tapi yang paling
sering adalah, Lia kujadikan objek
eksibisiku, seperti juga saat itu.
Kuminta ia menanggalkan roknya,
yang merupakan satu satunya
pakaian yang masih melekat di
tubuhnya. Kemudian kuminta ia
melanjutkan aksinya sebagai objek
fotoku, sampai malam hari, tapi
terlebih dulu, kuminta ia untuk
mengabari orang tuanya, bahwa ia
akan pulang agak larut malam, untuk
belajar di rumah Widi. Sehingga
orang tuanya tidak khawatir.
Orang tuanya malah menyarankan,
bila terlalu malam, lebih baik Lia
menginap saja. Karena memang
selama ini Lia sering menginap di
rumah temannya, terutama Widi yang
sudah ia mereka kenal sejak kecil.
Sehingga orang tuanya tidak curiga.
Setelah Lia benar-benar telanjang
bulat, kuminta ia turun untuk
mengambil tali dan rokok yang
tertinggal di meja ruang tamu,
dengan tanpa sehelai benangpun Lia
turun ke bawah menuju ruang tamu,
tapi tetap kupantau dari semacam
balkon di lantai atas setelah
mematikan handycamku terlebih dulu
setelah Lia keluar dari kamar. Aku
ingin ia melakukan semua aktifitas di
rumahku ini tanpa mengenakan
pakaian secuilpun.
Setelah ia kembali ke atas,
kuutarakan niatku padanya, bahwa
sampai ia pulang nanti malam atau
kalau perlu besok (karena hari ini
hari Sabtu) ia harus terus
bertelanjang bulat, apapun yang
terjadi. Lia pun menyanggupi karena
merasa sudah kepalang tanggung
bahwa aku sudah melihat keindahan
tubuhnya secara keseluruhan dan
takut akan ancamanku tadi jika tidak
menuruti permintaanku. Lagi pula ia
merasa hanya kami berdua saja yang
ada di rumah kala itu.
Aku hanya diam saja, kala ia berkata
begitu, karena memang benar bahwa
saat itu memang hanya kami berdua
saja yang ada di rumah, tapi aku
yakin menjelang maghrib nanti pasti
para pembantu di rumahku akan
pulang dari mengunjungi pacar
mereka yang juga bekerja sebagai
pembantu di sekitar rumahku ini.
Dan memang itu sudah ada dalam
pikiranku.
Mereka sebenarnya bukan seratus
persen pembantu, karena sebenarnya
mereka masih ada hubungan saudara
dengan ayah dan ibuku, tapi
tepatnya adalah saudara jauh, yang
hubunganya juga tidak aku fahami
benar, saking jauhnya, maka aku
memangil mereka dengan sebutan
Mas, karena sebetulnya usia mereka
paling-paling masih seumuran
dengan kakakku.
Mas Slamet ada hubungan saudara
dengan keluarga ayahku, sedang Mas
Muji ada pertalian saudara dari
keluarga ibuku. Mereka hanya
membantu kami untuk urusan yang
memerlukan tenaga kasar mereka,
sedang untuk masak dan bersih-
bersih rumah secara umum sudah
dikerjakan oleh pembantu
perempuan, yang kemudian pulang
siang harinya jika pekerjaannya
sudah beres. Biasanya mereka
menggunakan pintu kecil di halaman
belakang untuk keluar masuk rumah.
Maka kuminta Lia berpose di
samping kolam renang yang letaknya
di halaman belakang, dan
melanjutkan aktivitasku memotretnya
dan kali ini dengan kamera digitalku.
Tampaknya Lia tidak mengerti jika
kali ini aku menggunakan kamera
digital. Tapi itu tak penting bagiku,
karena aku hanya ingin membiasakan
Lia telanjang di depan orang yang
belum ia kenal.
 
Seperti yang sudah aku perkirakan,
setelah beberapa lama aku
mengambil gambar Lia dengan pose
bugilnya yang sexy, tiba-tiba
muncullah Mas Slamet dan Mas Muji
dari balik tembok. Lia pun berteriak
terkejut sambil secara refleks
menutupi bagian tubuhnya yang tak
tertutupi sama sekali, tampak ia
shock dan bingung antara menutupi
dadanya atau daerah di sekitar
lubang kewanitaannya.
Mas Muji dan Mas Slamet pun
tadinya juga terkejut, tapi kemudian
tampak bersikap biasa, karena tidak
mau mengganggu aktivitasku, tapi
aku tahu mereka juga pasti sangat
terangsang melihat tubuh indah dan
sintal milik Lia, yang kini dapat
mereka tonton dengan gratis
langsung di hadapan mereka tanpa
terhalang apapun. Tubuh mulus Lia
yang tanpa tertutup oleh apapun kini
menjadi santapan liar mata mereka.
Agar suasana kaku yang terjadi
diantara mereka mencair, akupun
segera memperkenalkan mereka pada
Lia.
"Oh.. Mas Slamet dan Mas Muji
sudah datang, Perkenalkan Mas.. Ini
Lia temanku, dia tadi ingin berenang,
tapi nggak bawa pakaian renang, jadi
kusuruh aja berenang tanpa pakaian
sekalian!" kataku sekenanya pada
Mas Slamet dan Mas Muji.
"Oh.. Lia namanya.., cantik ya! Mirip
Dina Lorenza", kata Mas Muji dengan
sangat wajar.
"Nama saya Wijianto, biasa di panggil
Muji" katanya lagi sambil
mengulurkan tangan mengajak
bersalaman.
Lia yang kikuk dan bingung menutupi
bagian tubuh tertentu. Kedua
tangannya masih menutupi dadanya
dan bagian selangkangannya. Lia
tidak segera mengulurkan tangannya
untuk menjabat tangan Mas Muji.
Maka akupun segera berkata..
"Ayo dong Lia, kenalin ini Mas Muji,
dia juga tinggal disini" ujarku pada
Lia.
Lia pun terpaksa melepaskan tangan
kanannya yang menutupi dadanya
dan mengulurkan tangannya,
menjabat tangan Mas Muji.
"Li.. Li.. Lia" ucapnya tersendat
karena malu.
"Lia, nama yang cantik dan indah,
secantik wajahmu dan seindah
tubuhmu" kata Mas Muji tanpa
melepaskan tangannya yang terus
menjabat tangan Lia dengan erat.
Sehingga kini Lia tidak bisa lagi
menutupi keindahan buah dadanya
yang mencuat menantang, dengan
puting susunya yang tampak
mengeras, mungkin karena gugup
dan malu.
"Kenalkan juga ini, Mas Slamet, ia
juga tinggal di sini seperti saya",
kata Mas Muji pada Lia, sambil
menuntun tangan Lia untuk
menjabat tangan Mas Slamet, yang
sudah terlebih dahulu, terjulur.
Dan kembali Lia tidak dapat
menutupi dua payudaranya yang
bergoyang ketika mendekatkan diri ke
arah Mas Slamet untuk berkenalan
dan berjabatan tangan. Tampak
sangat indah payudara Lia yang
bergoyang-goyang ketika Mas Slamet
berjabatan tangan dengan berkali
kali menggerakkan tangannya ke atas
dan ke bawah selama bersalaman.
Dalam hati aku berkata, cerdik juga
cara Mas Slamet bersalaman,
sehingga tampak Lia tambah malu
dibuatnya. Lama juga Mas Slamet
bersalaman, sehingga payudara Lia
makin bergoyang kencang.
Walaupun mereka statusnya seperti
pembantu, tapi sebenarnya lebih
tepat kalo dikatakan sebagai orang
kepercayaan keluarga kami, kadang
merangkap sebagai supir pribadi dan
di saat tertentu jika dibutuhkan bisa
dijadikan ajudan jika Papa keluar
kota untuk urusan yang lebih bersifat
pribadi.
Jadi tak heran jika aku cukup dekat
dengan mereka, dan akupun tahu
kesukaan mereka, yang suka nonton
film porno yang bersifat eksibisi dan
humiliated atau mempermalukan
pasangan sexnya. Demikian juga aku.
Sehingga makin akrab saja hubungan
antara kami, walaupun aku tetap
menunjukan bahwa aku yang lebih
berkuasa dibanding mereka, dan
mereka mengakuinya.
 
"Begini Mas Slamet dan Mas Muji,
malam ini Lia akan bermalam disini"
kataku memecahkan keheningan di
antara mereka.
"Dan selama di sini, Lia tadi telah
meminta padaku agar dia
diperbolehkan untuk tidak
mengenakan penutup tubuh
sedikitpun, Iya kan Lia..?!!", Tanyaku
pada Lia, sambil tersenyum dan
menggoyangkan kameraku sebagai
isyarat padanya.
Lia yang mengerti isyarat goyangan
kameraku, hanya bisa mengangguk.
"Jadi kalian harus menuruti
keinginannya dan kalian tidak boleh
menjamah tubuhnya, kecuali
kuijinkan!" kataku untuk menunjukan
siapa yang berkuasa di situ.
"Jadi kalian juga harus merelakan Lia
tidak berpakaian selama tinggal
disini. Kalian baru boleh menjamah
tubuhnya jika Lia melanggar apa
yang kuperintahkan padanya, kalian
mengerti!!", Tanyaku sedikit keras,
untuk kembali menunjukan pada
mereka siapa yang berkuasa di situ.
"Baik Mas". Kata mereka serempak
hampir berbarengan.
"Nah sekarang sepertinya Lia ingin
berfoto bareng dengan kalian!?"
kataku pada mereka
"Iya kan Lia..?!" tanyaku padanya.
Dan Lia pun hanya bisa mengangguk,
yang disambut sorak gembira Mas
Slamet dan Mas Muji.
"Nah selama pemotretan kalian boleh
menjamah tubuh Lia!" kataku pada
mereka. Yang kembali disambut
teriakan gembira para pembantuku,
Maka tampak kemudian mereka
berpose di kiri-kanan Lia yang
telanjang bulat, sambil sesekali
tangan mereka meremas, membelai,
tubuh Lia, terutama buah dada dan
pantat Lia, bahkan kadang sesekali
mereka menjambak rambut Lia yang
tergerai ke belakang, sehingga Lia
terdongak ke atas sambil meringis
kesakitan, sambil membungkukkan
badan Lia bagaikan menunggangi Lia
dari belakang. Itu pose yang aku
sukai dari Lia.
Sangatlah kontras kulit tubuh Lia
yang putih mulus, dengan warna
kulit mereka yang gelap, walaupun
Mas Muji dan Mas Slamet tidak
telanjang, tapi mereka membuka
seluruh kancing baju mereka,
sehingga tampaklah tubuh berisi dan
berotot mereka. Wajah keras mereka
makin menimbulkan kesan sangar.
Agar pose mereka menggambarkan
mereka sedang memperkosa Lia, aku
menyuruh mereka membuka resleting
celana mereka, atau membuka bagian
atas celana mereka, tanpa
menjatuhkannya ke tanah, sehingga
makin kontras saja, mereka yang
bertubuh gelap tapi masih
berpakaian lengkap, sedang Lia yang
berkulit putih mulus, bertelanjang
bulat.
Agar tampak seperti dua orang
pekerja kasar yang sedang
memperkosa Lia, sengaja aku
mengatur agar wajah Lia selalu
tampak jelas ke arah kamera, dengan
matanya yang seolah melirik Mas
Muji yang sedang memperkosanya
dari belakang, atau berekspresi
sedang melakukan oral pada Mas
Slamet yang ada di depannya.
Sedang wajah Mas Muji atau Mas
Slamet sengaja aku samarkan dengan
hanya menunjukkan siluet wajah
mereka dari samping, kala sedang
tertunduk, ataupun menengadah.
Sehingga bila orang melihat foto-foto
itu, maka hanya tampak jelas wajah
Lia dari segala arah, tapi wajah, Mas
Muji dan Mas Slamet hanya terlihat
dari arah samping atau belakang
saja.
Setelah bosan dengan adegan
memperkosa dan juga hari mulai
gelap, kuminta mereka berhenti.
Kemudian kuikat kedua tangan Lia ke
belakang, tertekuk sebatas siku ke
arah berlawanan sedang mulutnya
kusumpal dengan sapu tangan dan
kuikat lagi dengan tali ke belakang
kepalanya, dan kakinya satu sama
lain kuikat dengan tali yang
terhubung, dengan sisa jarak kira kira
25 cm, sehingga dia tidak akan bisa
berjalan dengan langkah lebar.
 
Kemudian kuminta Lia melakukan
exercise dengan berlari mengelilingi
kolam yang berukuran 12x5 m
sebanyak 60 kali lebih. Bila Lia
tampak berjalan kusuruh mereka
berdua mencambuk Lia dengan
ranting pepohonan yang ada di
taman sudut halaman. Lia yang
tampak kelelahan beberapa kali
berhenti untuk mengatur nafas, saat
itulah Mas Slamet dan Mas Muji akan
mencambuk Lia dengan dedaunan
yang mereka pegang, dan seiring
dengan itu maka akan terdengar
jeritan tertahan dari mulut Lia yang
terhalang saputangan. Dan setelah
itu maka Lia pun akan berlari kecil
kembali. Semua itu kurekam dengan
handycam yang kuambil dari kamar.
Setelah itu kuminta Lia masuk ke
dalam kolam dengan keadaan masih
terikat seperti semula. Kedalaman
kolam yang saat itu paling dangkal
kira-kira 150 cm, dengan tinggi
tubuhnya yang kala itu mungkin
hanya 160 cm, dan dengan tangan
terikat serta kaki terikat, Lia hanya
bisa berjalan di dalam kolam, dan
untuk bernapaspun Lia harus
menengadahkan kepalanya, karena
tinggi air bila ia berdiri saja, hampir
menutupi seluruh hidungnya.
Kemudian kami bertiga
meninggalkanya di dalam kolam
sendirian, dengan tangan dan kaki
terikat serta mulut terkunci dan
keadaan kolam yang hanya diterangi
lampu taman pasti akan membuatnya
histeris, aku mengawasinya dari
jendela teras belakang. Sambil
membaca majalah, sedang Mas Muji
dan Mas Slamet kuminta untuk
membuatkan minuman hangat dan
makan malam bagi kami berempat.
Tapi sebelum kami tinggal sendirian,
kami mengatakan pada Lia bahwa
kami akan mandi dan membeli
makan malam dulu di luar dan baru
akan mengangkatnya naik setelah
kami kembali lagi 2 jam kemudian,
itupun jika jalanan tidak macet. Saat
itu tampak Lia meronta di dalam air
dan dari mulutnya terdengar suara
yang tak jelas, mungkin tidak suka
dengan yang kami katakan, karena ia
tidak ingin ditinggal sendirian di
dalam kolam dengan keadan seperti
itu. Ia sudah barang tentu ia tidak
bisa naik ke permukaan tanah tanpa
bantuan orang lain, Handicam tetap
kubiarkan merekam keadaannya yang
tak berdaya, sulit bergerak dan sulit
bernafas.
Kami hanya berjaga-jaga dari
kejauhan, tapi sudah barang tentu,
Lia tidak mengetahui hal itu, aku
hanya mengawasinya dari jauh
dengan teropongku.
 
Malam itu kubiarkan Lia terendam di
kolam dengan keadaan yang sagat
tidak nyaman seperti itu, kira kira
selama dua jam lebih. Dengan hari
yang sudah makin malam dan air
kolam yang dingin, tentunya akan
membuat Lia menggigil kedinginan.
Dan benar memang saat kujemput
Lia untuk kunaikkan dari kolam yang
dingin, Lia tampak menggigil,
kedinginan, maka langsung
kukeringkan tubuhnya yang mungil
tapi indah, dengan handuk. Tampak
di beberapa bagian tubuhnya
mengeriput karena terlalu lama
terkena air, tapi ia tetap tampak
terlihat cantik.
Saat melihatku muncul saja, tampak
bahwa ia sangat gembira, karena itu
berarti ia akan diangkat dari air
kolam yang dingin itu.
Lia menurut saja ketika kubimbing
dia untuk naik, ke pinggir kolam,
nampak ia pasrah dengan apa yang
akan aku lakukan kepadanya, dan
kepasrahannya padaku makin tampak,
saat kukeringkan tubuhnya dengan
handuk yang kubawa. Kulepaskan
ikatan dan sumbatan di mulutnya,
sehingga kini ia bisa dengan leluasa
berbicara bila ia mau. Tapi ia hanya
tersenyum saja ketika aku
mengeringkan tubuhnya.
Dengan keadaan yang masih terikat,
kukeringkan tubuhnya, kemudian
mengajaknya berjalan masuk ke
dalam rumah. Dan ia pun menuruti
saja kemauanku, tanpa memprotes
keadaanya yang masih terikat.
Kepasrahannya itu membuatku jadi
merasa sayang padanya, kini hatiku
lebih berbicara ketimbang sore tadi
di mana otak dan pikiranku masih
memvonisnya sebagai pecun.
Memang jika mau jujur, rasa
tertarikku padanya sejak dulu masih
tetap ada. Dan kini saat melihatnya
pasrah dan menurut pada apa yang
aku katakan, membuatku makin
sayang padanya.
Dan akupun yakin bahwa sebenarnya
Lia selama ini juga punya rasa yang
sama padaku, karena sering kudapati
ia melirik dan mencuri pandang ke
arahku jika kami bertemu di sekolah.
Hanya saja tidak aku gubris, karena
predikat pecun yang sering temanku
bilang padaku atas dirinya, dan rasa
gengsiku tentunya.
 
Kini hal itu sepertinya menghilang
dari pikiranku, melihatnya berjalan di
sampingku dengan keadaan bugil
dan terikat seperi itu, ditambah lagi
dengan sikapnya itu. Makin
menimbulkan gejolak di hatiku.
Maka kurangkul dia dengan tangan
kiriku, kubelai rambutnya yang masih
sedikit basah.
"Lia.. terimakasih atas apa yang telah
kamu lakukan hari ini" kataku
padanya dengan lembut.
"Aku jadi makin sayang padamu.."
kataku lagi, sambil menarik tubuhnya
menghadapku, dan kemudian kucium
bibirnya dengan lembut.
Saat itu bibirnya masih terasa
dingin, tapi lambat laun makin
terasa hangat seiring makin
hangatnya kami berciuman, bibir
lembutnya bagiku rasanya seperti
agar-agar.
Kemudian kubimbing ia berjalan
menuju rumah dan kemudian
kusuruh Slamet mengambilkan
minuman susu coklat hangat
untuknya agar ia merasa hangat, dan
dengan lembut, pelan-pelan
kuminumkan segelas susu hangat itu
padanya dengan penuh rasa sayang
sambil kubelai rambutnya yang lebih
sebahu.
Lia pun menurut dan meminumnya
dengan lahap, sambil menyeruput
segelas susu coklat hangat itu,
matanya memandangku, tatapannya
bagaikan menusuk hatiku, bagaimana
tidak, tatapannya lembut sambil
bibirnya membuat sebuah senyuman
manis.
"Rie.. Sebenarnya aku juga sayang
sama kamu, tapi selama in
sepertinya kamu tidak menghiraukan
keberadaanku", ujarnya setelah ia
meminum lebih dari setengah gelas.
"Dulu aku sering mencoba untuk
menarik perhatianmu, tapi sepertinya
semua sia-sia".
"Tapi jika semua ini bisa
membuatmu senang, akupun dengan
senang hati akan melakukanya
untukmu", katanya lagi setelah
melihat aku hanya terdiam.
Dan ia pun melanjutkan perkataanya
lagi karena aku masih saja terdiam.
"Aku mengerti, mungkin aku nggak
akan bisa jadi pacarmu, karena aku
pun tahu siapa aku ini, tapi asalkan
kamu mau menyisakan sebagian
hatimu dan perhatianmu bagiku, aku
pun sudah merasa sangat senang".
Sejak saat itulah, aku makin
mengerti, bahwa ternyata Lia adalah
korban dari keluarga yang tidak
harmonis dan butuh kasih sayang,
karena orang tuanya jarang ada di
rumah, di tambah lagi kini orang
tuanya sering bertengkar bila berada
di rumah. Oleh karenanya Lia
mencari pelarian dengan pergaulanya
selama ini sekedar untuk mencari
hiburan dan melupakan kepedihan
hatinya.
 
Bukannya aku sok suci, karena
mungkin "perbedaan" yang aku
rasakan pada diriku ini, adalah
akibat perlakuan yang salah pula
dari orang tuaku, tapi aku sadar
akupun punya peranan besar dalam
memperburuk 'perbedaan' ini, karena
ternyata aku sangat menikmati
'perbedaan' yang kurasakan ini.
Begitulah, malam itu seperti
kesepakatan yang telah dibuat, Lia
bermalam di rumahku dengan tetap
dalam keadaan tanpa busana
sedikitpun dan tetap dalam keadaan
terikat tangan dan kakinya, saat
makan malam pun Lia kusuapi dari
piringku, dan malam itu Lia sudah
tidak malu lagi terhadap dua
pembantuku, karena apa lagi yang
akan membuat ia merasa malu,
karena sejak sore tadi ia sudah
berada dalam keadaan seperti itu.
Itulah yang membuatku makin
merasa sayang padanya, rasa sayang
yang berbeda, rasa sayang majikan
pada budaknya. Karena malam itu
Lia memang kuperlakukan lebih
sebagai budak nafsuku. Malam itu
kuminta Lia mengoralku beberapa
kali hingga aku menyemprotkan air
maniku di mulut dan wajahnya,
sebelum akhirnya kami pun tidur.
Aku tidur di kasur sedang Lia tidur
di lantai yang hanya beralaskan tikar
tetap dengan keadaan telanjang
bulat dan terikat. Aku tahu bahwa ia
merasa tersiksa dengan keadaan
seperti itu, tapi kelelahannya
membuat ia dapat tertidur pulas.
Lia tidur lebih dulu, mungkin karena
kelelahan, sedang aku hanya
tersenyum melihatnya seperti itu,
karena seperti yang telah ia katakan,
ia bersedia melakukan apapun yang
kuminta asalkan itu membuatku
senang. Dan iapun hanya tersenyum
dan mengangguk saat tadi kukatakan
bahwa kini dia adalah pecunku.
Kemudian akupun tertidur dengan
perasaan senang, bahwa kini aku
telah memiliki Lia sebagai pecunku.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd