Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Golden Palace of Indulgence

Chapter II: Training Days
Hanya dalam beberapa menit setelah Syifa dan Mira memasuki Balai Pelatihan ini, mereka sudah harus menjalani pelatihan, karena konon ada permintaan mendadak dari seorang klien penting Balai tersebut. Sebelumnya, tentu saja, mereka menandatangani kontrak untuk bekerja dan disalurkan oleh Balai itu.

Hari pertama, pelatihan yang mereka dapatkan masih biasa2 saja, seperti pelatihan Bahasa Inggris, pengenalan barang2 dan bahan2 tertentu disertai pembersih yang cocok, etiket jamuan khas Arab, dan memasak beberapa menu khas Arab, yang bahkan amat berbeda dengan masakan Arab yang ada di Indonesia.

"Eh, Syif, koq yang ikut pelatihan cuman kita berdua ya?" tanya Mira pada pagi hari ketiga, "coba deh perhatiin, yang lain kayaknya selalu masuk ke ruangan lain, kamarnya juga beda dengan kita, koq aku ngerasa kayak lagi dipingit"

Syifa hanya mengangkat bahunya saja.

"Nggak tahu, Mir, mungkin ada hubungannya ama pemesanan khusus dari Abu Dhabi itu kali?"
"Aku agak takut nih, Syif, kan aku nggak bisa bahasa Arab, dan kayaknya kita juga nggak diajarin bahasa Arab"
"Mungkin ntar kali, Mir"

Mira lalu bercermin dan memantaskan diri. Saat itu mereka memang baru saja mandi, sehingga baru memakai celana dalam saja, dengan berbalut handuk.

"Susuku gede juga ya, Syif" kata Mira sambil meremas payudaranya sendiri.
"Lha, gimana sih, koq yang punya malah nggak nyadar?"
"Dulu nggak gitu pede aku, Syif, punya susu gede gini?"
"Kenapa, Mir?"
"Soalnya jadi kayak diliatin orang terus gitu, dari bapak2 ampe kakek2, berasa kayak pengen menerkam"

Syifa tersenyum, lalu mendekat di belakang Mira. Tiba2, dari belakang, Syifa memegang payudara Mira, lebih tepatnya setengah meremasnya.

"Iya, gede, empuk pula, enak diremesnya"
"Isssh... Kamu ngeremes susu nggak bilang2"
"Ukurannya berapa, Mir?"
"36D... AAAHH!"

Mira memekik pelan saat Syifa memainkan payudaranya, bahkan melepas handuk yang saat itu dikenakannya. Kini Mira sudah nyaris telanjang, dengan payudaranya diremas oleh Syifa dari belakang. Syifa tampak memainkan pentil Mira yang besar dan berwarna menghitam.

"Jangan dimainin ah, malu..."
"Bagus gini koq malu, Mir?, gede ini, enak dicubit2"
"Aaaah... Issshh... Jelek, Syif... Ahh... Item gini"
"Hihihi, banyak dikenyot ya?"
"I-Iya, entah kenapa dari dulu tiap punya pacar pada sukanya ngenyot... Aaaah..."

Syifa terkekeh saat meremas puting hitam Mira dengan agak keras, lalu ditariknya puting itu ke depan, sebelum akhirnya dilepaskan. Mira memegangi putingnya yang masih panas akibat perlakuan Syifa itu.

"Nakal kamu, sama2 punya juga"
"Beda lah, punyaku kan nggak segede punyamu"

Syifa membuka handuknya, dan kini kedua2nya sama2 nyaris telanjang dengan hanya memakai CD tipis saja.

"Aku ngiri ama susumu, pentilnya bisa bagus gini," kata Mira sambil memencet puting Syifa, "nggak kayak punyaku, item"
"Tapi punyamu putingnya gede, Mir, enak buat dikenyot"
"Apaan, lha punyamu bisa kenceng gini" Mira ganti meremas payudara Syifa, "putingnya mungil tapi mancung"

Mira langsung mencucup payudara Syifa, membuatnya mendesah. Suasana menjadi agak panas sejenak, hingga Syifa mendorong pelan kepala Mira sehingga terlepas dari payudaranya. Mereka saling berpandangan, sebelum kemudian sama2 tertawa.

"Kita ngapain sih ya?"
"Nggak tahu, jarang ngentot kali, makanya jadi jablay"
"Eh, udah hampir jam 8 nih, kita ada pelatihan kan?"
"Oh iya, ayuk, pakai baju, jangan sampai telat"

Buru2 mereka pun memakai beha dan pakaian seragam mereka, dengan jilbab instan yang bisa dipakai dengan cepat. Mereka kemudian buru2 menuju ke ruang pelatihan mereka yang biasa, di sudut jauh balai itu, berbeda dengan calon2 TKI yang lain.

Hari ini tampaknya akan berlalu seperti kemarin saja. Bahasa Inggris di awal, lalu etiket, dan disusul istirahat selama 1 jam. Walau begitu, setelah istirahat, bukannya akan ikut pelatihan memasak, petugas yang masuk malah memanggil mereka.

"Mbak2 kalau sudah siap ikut saya ya" kata si petugas.
"Lho, nggak di sini, Mas, pelatihannya?" tanya Syifa.
"Nggak, soalnya kudu pakai peraga, Mbak"

Syifa dan Mira segera mengikuti petugas itu, yang bernama Anwar, menyusuri koridor kecil yang belum pernah dilihat sama sekali oleh mereka. Keduanya heran bahwa Balai ini seolah menyimpan banyak sekali rahasia.

Anwar kemudian membuka sebuah pintu, lalu menyuruh mereka berdua untuk masuk. Mira, yang masuk terlebih dahulu tampak kaget, karena ruangan itu ditata sebagaimana sebuah istana Arab, tapi dengan sebuah ranjang terbuka berlapis satin, dan sebuah bak mandi besar mirip kolam yang terbenam di lantai.

"Ini ruangan apa ya, Mas?"
"Ruangan ini dipesan khusus klien kami, soalnya mereka meminta nggak sembarangan pekerja, Mbak"
"Yang di Abu Dhabi itu ya, Mas?"
"Iya, makanya kalian penting banget buat latihan di sini"
"Omong-omong, latihan apa ya?"
"Dilihat saja nanti ya, Mbak"

Begitu ketiganya sudah masuk, Anwar segera menutup dan mengunci pintu masuk. Setelah itu dia memberikan isyarat pada interkom, dan dari pintu lain, masuklah dua orang Arab ke dalam ruangan itu, mereka tampak menggunakan jubah mandi saja. Syifa dan Mira jelas terkejut dengan kehadiran mereka.

"Mbak, ini Khaleed dan Suhail, mereka bakal menjadi peraga kalian buat pelatihan ini" kata Hendra, "and, Gentlemen, this are Ms. Syifa and Mira, they will be sent to Abu Dhabi by the end of this week"
"Oh, hi, nice to meet you all"

Syifa dan Mira agak terpaku saat kedua orang ini mengajak mereka bersalaman. Khaleed tampak berusia setengah baya dengan tubuh agak tambun, kepala agak botak dan kumis yang lebat. Sementara Suhail terlihat lebih muda, tinggi, kekar, dengan rambut kriwil dan kumis serta jenggot yang terpotong rapi. Walau begitu, satu yang diperhatikan oleh Syifa dan Mira adalah rambut di badan mereka yang lebat.

"Pelatihan kali ini adalah memberi pelayanan kepada mereka berdua. Nanti salah satu akan memijat, sementara yang satunya memandikan." kata Anwar
"Hah? Memandikan? Yang bener?" Mira tak percaya pendengarannya.
"Iya, itu masuk dalam kontrak kami, mereka maunya full service, maklum, klien besar"
"Ih, nggak mau ah, masa mandiin?" kata Mira.
"Inget lho, kalau nggak mau ikut pelatihan, ada konsekuensinya"

Mira mendengus. Sesuai kontrak yang telah mereka tanda tangani, bila mereka menolak mengikuti pelatihan wajib, maka mereka akan didenda sebesar 75 juta karena melanggar klausul. Apalagi ini adalah klien khusus, yang sepertinya benar2 dimanjakan oleh Balai ini.

Suhail yang pertama membuka baju mandinya, dan Mira serta Syifa memekik, karena ternyata di balik baju mandi itu, Suhail sudah tidak memakai apa2 lagi, sehingga penisnya yang berukuran besar terlihat menggantung. Dia kemudian masuk ke dalam kolam mandi, disusul oleh Khaleed yang juga langsung bertelanjang dan duduk di meja pijat berlapis satin. Penis Khaleed terlihat tak sebesar Suhail, namun tetap saja lebih besar daripada ukuran penis standar orang Indonesia.

"Syif, kamu yang pijat saja ya, aku yang mandiin"
"Ah, kamu itu, milihnya koq yang mudaan"
"Aku nggak bisa mijet, Syif" Mira memohon, "mau ya, please?"
"Ya udah, sana ke kolam"
"Makasih, Syifa cantik"

Mira dan Syifa pun mulai ke posisinya masing2. Pada saat itu juga, Anwar pun pamit meninggalkan ruangan, "supaya lebih enak", begitu katanya.

"Don't worry, I'm going to be easy on you" kata Khaleed kepada Syifa, "I've done this a lot of time"
"Yes, Sir"
"Now grab that oil, please, then smear it on all my body"

Syifa mengangguk, kemudian mengambil minyak dari kendi yang telah disiapkan, sementara Khaleed sudah berbaring tengkurap, menunjukkan punggung lebarnya yang penuh rambut hitam, kelabu, dan putih.

"Rub it on me, be gentle"
"Yes, Sir"

Pelan-pelan, minyak itu dituangkan ke telapak tangan Syifa terlebih dahulu sebelum akhirnya dengan lembut namun bertenaga diurapkan ke punggung Khaleed.

"You are very good, I'll give you best score"
"Thank you, Sir" kata Syifa malu2
"Okay, carry on, I'll tell you the next step when you've done"

Syifa mengangguk sambil tersenyum. Walau tak begitu tampan, tapi Khaleed ini cukup ramah. Dia kemudian melihat ke arah Mira yang sedang bersiap2 untuk memandikan Suhail.

Di kolam, Suhail bersandar pada sandaran khusus untuk duduk di kolam mandi ini, kemudian Mira berjengkit di belakangnya, perlahan-lahan mengusap tubuh Suhaeel dengan handuk halus. Karena air di kolam ini bening, maka Mira pun bisa melihat penis Suhaeel yang agak naik, mengambang di air. Pemandangan itu membuatnya tidak fokus.

"Ouch! It hurts!"

Mira terkejut dan buru2 menarik tangannya meminta maaf. Rupanya karena tidak berkonsentrasi, dia tak sengaja mencabut beberapa rambut pada dada Suhail.

"Be careful, okay?"
"Yes, Sir, I'm sorry"

Suhail tampak agak kesal. Dia kemudian memberi isyarat supaya Mira ganti menggosok punggungnya. Karena masih agak syok, Mira melakukannya terlalu pelan dengan tangan yang masih agak gemetaran.

"Can you go faster?? I can't feel anything from your rub!"
"Yes, I'm sorry"

Mira dengan gemetaran mempercepat gosokannya, tapi akibatnya malah mencabut beberapa bulu di punggungnya. Suhail berteriak kesakitan, dan Mira pun mundur beberapa langkah. Melihat Mira yang mundur, Suhaeel pun memberi isyarat untuk maju.

"Come here"

Dengan takut2 Mira maju, tiba2 Suhail berdiri, sehingga kini tubuh telanjangnya terpampang di hadapan Mira. Saking takjubnya, Mira sampai melongo melihat ukuran penis Suhail yang jumbo.

"I think we need another arrangement here"

Suhail kemudian memanggil Khaleed dan berbicara dalam bahasa Arab, yang tak dimengerti oleh Mira. Namun Khaleed tampak tak tertarik dengan apa yang dikatakan oleh Suhail. Sejenak mereka berdiskusi dalam bahasa Arab, sehingga Syifa pun turut berhenti sejenak. Kemudian setelah beberapa kali bertukar kata, Suhail akhirnya mengangkat tangannya tanda setuju.

"What's the matter?" tanya Syifa pada Khaleed.
"Nothing, please continue"
"Yes, Sir"
"Alright, now rub my back of the body gently, from the heels, then going up to the back. Your pressure is good, keep it up"
"Yes"

Syifa mulai memijat mulai dari tumit Khaleed, menekan sambil diputar2. Karena otot Khaleed agak keras, dia pun menggunakan sikunya, dan itu membuat lengan seragamnya kotor oleh minyak.

"Your clothes bother you?"
"I can lift..." Syifa memeragakan menyingsingkan lengan bajunya.
"Or you can just took it off"
"So, naked?"
"Only if you're comfortable with it"

Awalnya Syifa hanya menyingsingkan lengan bajunya saja, tapi kemudian jilbabnya pun juga jatuh2 dan terkena minyak, begitu pula minyak pun terciprat hingga mengotori seragam dan juga roknya.

"You okay I take clothes off?"
"If you don't mind, I don't mind"

Syifa mendengus, kemudian meloloskan gamis seragam dan roknya, sehingga hanya menggunakan beha dan CD saja. Kemudian dia mulai kembali memijat Khaleed. Dalam hati dia berpikir, apa mungkin memang disengaja seperti ini ya, supaya dia harus membuka baju saat memijat.

Di kolam, Mira dengan takut2 berdiri menunduk sementara Suhail tampak memandangi Mira dari kepala hingga kaki. Walau sudah berusaha menutupi, namun Suhail bisa melihat bahwa Mira berusaha curi2 pandang pada penisnya yang berukuran jumbo.

"You have to be more focused, understand?"
"Y-Yes, Sir"
"Now, do you lose your focus on this?"

Suhail menunjuk ke arah penisnya. Mira terkejut tiba2 ditodong seperti itu, tapi pelan2 dia pun mengangguk. Dengan isyarat matanya, Suhail menyuruh Mira agak mendekat.

"You may do what you like with it, so that you're no longer disturbed" Suhail memegang penisnya dan mengarahkannya ke Mira.
"R-Realy, Sir?"
"Yes, go ahead"

Pelan2, dan dengan jantung berdegup kencang Mira pun mendekati Suhail, lalu dengan tangan gemetaran, dia memegang penis Suhail. Penis itu agak berjengkit saat disentuh, membuat Mira agak gemas. Belum tegang saja sudah sebesar ini bagaimana kalau sudah tegang?

Dia kemudian duduk bersimpuh di depan penis Suhail, sambil memegangnya dengan kedua tangan. Kepalanya kemudian diangkat, menatap ke wajah Suhail, yang tanpa bicara mengangguk, seolah sudah tahu apa yang diinginkan oleh Mira.

Mira agak ragu2 membuka mulutnya, kemudian mengarahkan kepala penis jumbo itu ke bibirnya. Pertama dia kecup2 kecil, kemudian lidah mungilnya dijulurkan untuk menggelitik lubang kencing Suhail, sebelum kepala jamur raksasa itu dia tempelkan di bibir untuk dikulum2. Mira bisa merasakan penis itu membesar, mendesak genggamannya hingga jari2nya merenggang. Tapi Suhail tampak tak bergeming, padahal sepengetahuan Mira, cowok paling tidak tahan kalau lubang kencingnya digelitik dengan lidah.

Tiba2 Mira merasakan dua tangan perkasa Suhail mencengkeram kepalanya, lalu mendorongnya maju, sehingga penis jumbo itu bergerak merayao masuk ke tenggorokan. Mira berusaha memundurkan kepalanya, tapi tangan Suhail terlalu kuat. Dia pun memukul2 perut six-pack Suhail, namun pria Arab ini seolah tak bergeming.

Dengan perlahan, dia mengendalikan gerakan kepala Mira hingga penis itu masuk, dan menggelitik pangkal tenggorokannya, membuat Mira melotot, berupaya menarik napas, tapi gagal. Matanya menjadi merah berair, dan ingus encer pun keluar pula dari hidungnya. Setelah dirasa mentok, Suhail mengeluarkannya, juga pelan2. Mira berusaha membuka mulutnya lebar2, tapi ukuran penis yang kini sudah tegang sempurna itu amat pas dengan lubang mulut Mira yang mungil. Baru saat kepala penisnya keluar dari tenggorokan, Mira bisa menarik napas panjang, hingga menimbulkan suara menyeruput karena cairan yang keluar dari hidungnya turut pula tersedot.

Sementara itu, selagi ditarik keluar, penis itu juga merangsang reaksi alami dalam tubuh Mira untuk muntah, namun sebelum itu terjadi, Suhail kembali memasukkan penisnya hingga menyumbat tenggorokan, membuat cairan muntahannya tertahan dan Mira pun merasa tenggorokannya bagai terbakar, kemudian jalur napasnya kembali tertutup. Hal itu dilakukan oleh Suhail beberapa kali hingga tubuh Mira berasa kaku, dan matanya memutih, barulah Suhail dengan cepat menarik penisnya dari mulut Mira.

HUEEEEKKK!!!!

Materi lambung berhamburan keluar, sebagian dari mulut, sebagian dari hidung, dan asamnya membuat mulut, leher, serta hidung Mira berasa terbakar. Matanya berlingang air, mengalir nyaris tanpa henti, sementara muka Mira sudah berubah menjadi merah padam.

"You still curious?" ejek Suhail.
"N-Noo...."
"Alright then, now stand up"

Mira berusaha mencari pijakan untuk berdiri, dan tiba2 tangan kekar si Suhail menariknya dan menahannya supaya tetap berdiri. Kali ini tangan itu tak bertindak sekasar tadi.

"Now, I will teach you a lesson, but you must take your clothes off"

Mira hanya mengangguk saja. Toh baju, jilbab, dan roknya juga kini sudah kotor karena muntahannya tadi. Pelan2 dia pun membuka bajunya hingga kini dengan hanya memakai pakaian dalam, dia berdiri di hadapan Suhail.

"Take off all"

Agak ragu Mira untuk menurutinya, tapi kemudian dia membuka beha-nya, membuat payudaranya yang berukuran 38D terpapar, lengkap dengan puting besarnya yang hitam. Suhail tampak tersenyum sambil manggut2, membuat Mira agak tenang, dan akhirnya meloloskan celana dalamnya, sehingga dia pun bugil total di hadapan Suhail.

"You have a nice body" kata Suhail.

Belum sempat Mira menjawab, Suhail dengan lembut merangkulnya, kemudian membawanya masuk ke dalam kolam. Dia lalu mendudukkan Mira ke tempat tadi Suhail duduk. Mira agak bingung dengan apa yang terjadi, apalagi saat Suhail tiba2 mengambil handuk basah dan mengelap badannya.

"Watch the force I use to rub the body"

Suhail menggosok badan Mira dengan mantap, tidak terlalu halus, dan juga tidak terlalu kasar, dan dia juga melakukannya membuat gerakan2 melingkar, sehingga Mira pun merasa rileks dibuatnya.

"Don't sleep okay, you have to pay attention"

Mira mengangguk. Suhail mengangkat tangan Mira, kemudian menggosok ketiaknya dari belakang, terasa geli, namun sekaligus nikmat. Kemudian Suhail tampaknya melihat2 tubuh Mira sejenak sebelum akhirnya dia duduk menempel di belakang Mira, dan tangannya yang memegang handuk diletakkan pada vagina Mira yang berbulu lebat. Pada posisi ini, Mira bisa merasakan penis Suhail ditekan di punggungnya, dari tulang ekor hingga hampir mencapai punggung atas.

"On a hairy part, do like this"

Tangan Suhail pun bergerak pada vagina Mira secara melingkar, kemudian digosokkannya dengan kekuatan yang pas sehingga Mira merasakan gosokannya, tapi rambut kemaluannya tak ikut tertarik. Jantungnya pun berdetak semakin kencang, karena gosokan itu merangsang klitorisnya. Belum sempat bergerak, Suhail langsung menahan dada Mira, sehingga tangan kirinya mencengkeram payudara kanan Mira, memainkannya.

"Aaaahh... Isssh... N-no... P-Please... Aaaaahhh"
"Pssst! Relax, just enjoy"

Mira pun tak punya pilihan lain selain menikmati saat vagina dan putingnya dimainkan bersamaan. Dia menyandarkan punggungnya pada dada Suhail, sehingga penis Suhail tertekan dan Mira merasakan penis itu berdenyut2 seolah hidup.

Saat melemparkan pandangan ke sisi lain ruangan, Mira melihat Syifa kali ini tengah melayani Khaleed yang kini sudah dalam posisi telentang. Penis Khaleed menegak bagaikan menara, mengkilap karena minyak, dengan Syifa yang telanjang mengurutnya pelan dan telaten, dari pangkal ke ujung, dari pangkal ke ujung, dengan jari2nya yang lentik. Badan Syifa pun telah ikut terlumuri oleh minyak, sehingga tubuhnya yang putih mengkilap disinari oleh cahaya lampu jingga.

Mira menelan ludah melihat pemandangan itu, dan dia pun beberapa menggigit bibir bawahnya. Penis yang tegak bagai menara mercu suar itu tampak memanggil untuk dimasukkan ke dalam vaginanya, tapi dia agak aneh karena jantungnya semakin kencang berdetak melihat Syifa yang berlumuran minyak. Syifa tampak begitu ahli, begitu piawai, dan tubuhnya sempurna, dengan minyak pijat yang melumurinya seolah memancarkan keindahan tubuh yang bagaikan dewi.

Namun Mira segera tersentak saat klitorisnya kembali tergosok oleh handuk Suhail. Dia menggerakkan handuknya memutar dengan sesekali menekan ke vagina Mira yang bibirnya terasa semakin membuka. Gerakan handuk itu pun semakin lama semakin cepat hingga...

"Aaaah... Aaaahh... Noo..."

Di saat Mira hampir mencapai puncak, Suhail tiba2 saja menghentikan gerakannya, kemudian menarik tangannya dan berdiri. Mira terkejut. Rasanya bagaikan orang yang terbang tinggi melayang tapi tiba2 dihempaskan jatuh ke tanah. Napasnya tersengal2, dan detak jantungnya kini bergerak tidak karuan. Dia hanya menatap Suhail saja, tidak mengerti apa yang terjadi.

"You've learned your lesson, now do it on me"
"W-Wha... But I..."
"Come on, break is over, now it's time to practice what you've learned"

Suhail pun memaksa Mira untuk berdiri, kemudian meletakkan handuk di tangannya, dan menyuruhnya melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Suhail tadi. Di tengah birahinya yang terputus, Mira tentu saja masih agak mendongkol. Bayangkan saja rasanya seperti orang yang tidak jadi bersin, atau sudah mulas tapi tidak bisa buang air besar, mungkin hampir seperti itulah rasanya. Dengan agak menggerutu, Mira pun langsung mengusap punggung Suhail.

"Good, now that's more like it"

Mira menggosok dengan tetap merengut. Sementara itu dia melirik pada Syifa, ingin tahu yang dilakukan. Mira langsung tertegun karena kini posisi Syifa tengah duduk di dada Khaleed, dengan menghadap pada penis Khaleed yang masih berdiri dengan perkasanya. Tubuhnya agak menjuntai sehingga seolah vagina dan anusnya dihidangkan pada Khaleed. Syifa masih mengurut penis Khaleed dengan kedua tangan, dari pangkal ke ujung, pangkal ke ujung, bergantian namun dengan tempo yang semakin cepat, seperti orang yang sedang menimba, tapi dalam posisi terbalik.

Khaleed tampak mulai mengerang, tapi entah kenapa dia menahannya. Ini justru membuat Syifa semakin bersemangat untuk membuat penis ini meledakkan isinya. Genggamannya kini dipererat, dan gerakannya dipercepat, ini membuat Khaleed sampai menggepalkan tangannya amat erat.

"E-Enough, please, enough!" Khaleed berteriak sambil menepuk pantat atas Syifa.
"But you not cum?"
"No need, please, stop, enough..."

Syifa langsung melepaskan genggamannya, dan penis itu langsung berputar berkedut2 seperti ulat pisang, namun tak mengeluarkan isinya, hanya pelan2 berhenti sembari melemas. Syifa pun langsung turun, masih belum mengerti apa yang terjadi. Dia jelas tahu bahwa orgasme tertahan adalah sesuatu yang paling tidak enak, tapi entah kenapa Khaleed menolak saat Syifa hendak membuatnya orgasme.

"But why?" tanya Syifa.
"Not yet the time, I'll tell you later. For now, we strict on training"

Khaleed segera turun dari ranjang pijat itu, entah apa yang dia rasakan menahan orgasme seperti itu, Syifa tidak habis pikir. Dia kemudian berbicara pada Suhail dengan bahasa Arab, yang kali ini Suhail tampak protes, tapi kemudian dia menyuruh Mira berhenti menggosoknya, dan bersama Khaleed, dia pun keluar dari ruangan itu.

Mira berjalan mendekati Syifa. Tubuh Mira masih basah, sementara Syifa masih berkilat oleh minyak, dan keduanya diliputi kebingungan luar biasa.

"Koq mereka pergi, Syif?"
"Nggak tahu, Mir, padahal si Khaleed itu udah mau keluar, malah nyuruh berhenti"
"Heh? Masa? Bisa gitu ya?"
"Nggak tahu"
"Malah aku yang kentang ini, si Suhail nggosok memekku ampe mau keluar, tiba2 berhenti... Duh, mana masih gatel lagi ini"

Pintu tiba2 terbuka, dan mereka berdua pun terkejut karena yang masuk bukanlah Khaleed atau Suhail, melainkan Anwar. Syifa dan Mira buru2 menggunakan tangan mereka untuk menutupi dada dan kemaluan. Anwar tampak amat terkejut, dan sejenak dia terpaku melihat kedua wanita ini telanjang di hadapannya.

Tiba2 saja Mira langsung menubruk Anwar yang terpaku, dan langsung membuka retsleting celananya dengan Anwar tak bisa berbuat apa2 untuk menghentikan.

"Mbak.. Jangan, Mbak..."
"Please, Mas, saya sudah nggak tahan..."

Sekali tarik, celana panjang dan celana dalam Anwar pun melorot, dan kali ini tampaklah penisnya yang berukuran tak ada seperlimanya dari penis dua orang Arab tadi, masih belum tegang sepenuhnya. Mira segera mengoral penis itu, sehingga lama2 mengeras sempurna, lalu setelah dirasa keras, dia berbalik, dan dalam ketepatan sempurna, penis itu dimasukkan ke dalam vaginanya, masih dalam posisi kedua orang ini berdiri.

"Aaaah... Mbaaakk..."
"Mas diem aja, biar saya aja yang gerak. Syif, pegangin dia, dong"

Syifa langsung bergerak dan memegangi Anwar, sementara Mira membungkuk, dan menggerakkan pantatnya maju mundur sambil mendesah. Lucu sebenarnya kalau melihat Anwar yang dicabuli oleh kedua wanita ini, apalagi posisi mereka tidak memungkinkan, namun karena Mira tengah dilanda birahi, semua seolah tak penting, dan...

"Aaaaaaaaaaaaaaaahhhhhhhhhhhh...."

Mira langsung ambruk menungging setelah melepaskan lenguhan yang keras dan panjang. Karena ulah dari Suhail tadi, birahinya sudah terburu naik, sehingga sebentar saja dia sudah bisa mencapai klimaks.

Anwar melihat dengan takut2, dengan penisnya masih mengacung tegak, bergerak naik turun sambil menetes2kan cairan pelumas, tidak tahu apa yang harus dilakukan, hingga Syifa berlutut dan memegang penis itu.

"Mas belum keluar kan ya? Saya bantuin ya"
"Eh, tapi..."
"Sudah Mas, anggap aja ini rezeki"

Syifa mengocok penis Anwar dengan kecepatan yang stabil, dan karena masih ada sisa minyak pijat pada tangannya, penis itu bergerak dengan mulus keluar masuk genggamannya. Anwar agak takjub melihat penisnya seolah membesar melebihi ukuran normal, sampai kemudian terasa kedutan bagai gelombang kejut yang bergerak dari pangkal ke ujung, menghimpun kekuatan. Syifa, yang tahu apa artinya, langsung mempercepat gerakannya, dan...

CROOT! CROOT! CROOT! CROOT! CROOT!

Penis Anwar menembakkan sperma yang putih, kental dan lengket ke wajah Syifa, yang masih terus mengocok hingga kedutannya melemah, kemudian dilepaskan. Anwar pun langsung jatuh tersimpuh, merasakan seolah tiada tenaga yang menahan kakinya untuk tetap berdiri. Syifa sendiri hanya mengusap sperma yang ada di mukanya dengan tangan, kemudian sedikit menjilatnya.

"Mas, lama nggak dikeluarin ya?" kata Syifa
"I-Itu tadi yang pertama, Mbak..."
"Heh?? Masa?? Jadi kamu masih perjaka!?" teriak Mira.

Muka Anwar tampak memerah, mungkin agak menahan malu, sementara Mira dan Syifa malah tertawa cekikikan melihatnya, karena tingkah Anwar sekarang mirip anak perawan yang baru saja kehilangan kegadisannya. Mira kemudian merangkak mendekati Anwar, lalu menangkap penisnya yang terkulai lemas. Diremasnya perlahan, lalu dipukul2 kecil dengan telunjuk seperti ibu yang akan memarahi anaknya.

"Sekarang kamu udah gede ya, udah bisa bikin anak, jangan suka ngaceng sembarangan ya"

Syifa dan Mira lalu tertawa terbahak2 sementara muka Anwar bagaikan kepiting rebus, dan untuk saat ini dia berharap bisa menghilang pergi dari sini.
 
Malamnya...

Syifa berbaring di ranjang sebelah atas, sementara Mira di ranjang bagian bawah pada kamar mereka. Lampu bohlam mereka hanya memberi penerangan seadanya saja. Mereka berusaha untuk tidur, tapi entah kenapa mata mereka tak mau diajak untuk dipejamkan. Karena Balai hanya memberikan jatah baju untuk seragam saja, maka mereka pun hanya menggunakan beha dan CD untuk tidur, yang memang stoknya lebih banyak daripada baju seragam.

"Syif, kamu udah tidur?"
"Belum, Mir, belum bisa tidur"
"Sama kalau gitu"
"Kamu belum bisa tidur juga?"
"Aku lagi mikir, Syif"
"Mikir apa, Mir?"
"Kira2, buat apa ya pelatihannya bisa ampe kayak gitu"
"Nggak tahu lah, Mir, kali aja kita mau disalurkan ke panti pijat di Arab sana"
"Hus, ngawur kamu. Arab itu orangnya kan alim2, gak bakal ada panti pijat"
"Ah, kan kitanya aja yang ngeliatnya alim, Mir, buktinya Arab yang tadi ngaceng juga"
"Tapi kan nggak ampe ngentot, Syif"
"Tetep aja, Mir"

Syifa tiba2 berteriak kaget karena Mira berdiri dan langsung muncul di dekatnya. Dia langsung duduk menempel pada tembok.

"Kamu itu ngagetin aja!"
"Ih, maaf, Syif. Aku kepikiran soal besok"
"Emangnya kenapa?"
"Tadi kan Mas Anwar bilang, sampai selesai ntar pelatihannya sama mereka terus"
"Ya, terus kenapa?"
"Kan tadi Mas Anwar juga bilang kalau besok masih sama, tapi perannya dituker, jadi kamu yang mandiin, aku yang pijet"
"Terus?"
"Aku kan nggak bisa mijet, Syif, dulu aja suamiku nggak pernah mau kupijetin, sakit katanya, nggak enak"

Syifa pun menghela napas, sepertinya dia sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan oleh Mira.

"Jadi kamu mau aku ngajarin pijet?"
"Hehehe, iya. Tadi aku lihat kamu kayaknya jago banget, Syif"
"Ya sudah, sini, aku ajarin, mau di mana?"
"Di lantai aja kali ya, kalau di kasur takutnya kotor. Ntar alasin pakai seragam bekas kita tadi aja"
"Ya udah, gelarin, deh"

Mira tersenyum, kemudian dia mengambil seragam mereka yang tadi dari keranjang cucian, dan menggelarnya di lantai. Dia juga mengambil bantalnya, lalu dibungkus dengan jilbab kotor tadi. Syifa sendiri mencari2 sesuatu untuk memijat, dan menemukan sebotol kecil body lotion yang memang disediakan oleh Balai. Dia lalu melihat Mira sudah tiduran tengkurap di atas alas.

"Udah siap nih"
"Ya buka lah, beha ama CD-nya"
"Telanjang?"
"Iya, biar nggak kotor"
"Ih, nggak mau ah"
"Sama ceweknya juga, Mir"
"Nggak ah, malu"
"Idih, ama orang Arab atau Mas Anwar nggak malu"
"Ya kan mereka cowok, Syif"
"Lha?? Bukannya kebalik?? Udah deh, telanjang sono, keburu makin malem nih"
"Iya-iya, tapi kamu ikut dong, biar aku ada temennya"
"Hhh.. Ada2 aja"

Syifa segera membuka beha dan CD-nya, diikuti oleh Mira, sehingga kini di ruangan itu, mereka berdua sudah telanjang bulat. Mira kembali terlentang, dan Syifa pun mulai menjelaskan.

"Kamu mau mulai dari kaki apa punggung dulu?"
"Kemarin kamu dari mana?"
"Dari kaki"
"Ya udah, samain aja"

Lotion pun dituang ke tangan, kemudian Syifa mulai mengoleskannya di betis Mira, diusap hingga ke tumit, kemudian dikembalikan ke atas lagi hingga mencapai lekukan lutut, sembari diberi tekanan.

"Wah, pijetanmu enak, Syif"
"Eh, awas, jangan tidur, kamu kudu perhatikan ini, tekanannya nggak boleh salah"
"Iya, ajakin ngobrol deh, biar nggak ngantuk"
"Ya sudah, ngobrol aja"

Mira mendesah saat pijatan Syifa mencapai ke bagian belakang pahanya. Syifa mengurut dari lekukan lutut hingga ke pangkal pantat, kemudian turun pada lekukan pantat dan ditarik kembali ke lutut. Gerakan ini secara otomatis membuat Mira agak mengangkang, memperlihatkan vaginanya yang sudah agak berjengger.

"Duh, memekku jadi cenat-cenut"
"Halah, baru diginiin lho"

Syifa menggenggam paha Mira dengan jempolnya berada di sisi sebelah dalam, lalu ditekan sedikit dan ditarik ke atas, ke pantat, diputar hingga jempol itu melalui sisi bibir vagina, sisi perineum, lalu mengurut pantat Mira yang sekal, membuat Mira kembali mendesah kencang.

"Ribut amat sih, Mir, belum diapa2in ini"
"Ih, geli, jadi cenat-cenut ini..."
"Kamunya aja yang sangean, disentuh cewek koq bisa cenat-cenut"
"Kamu koq pinter banget mijetnya gini sih, Syif? Belajar di mana?"
"Ya, aku dulu kan pernah kerja di panti pijet esek2, Mir"
"Hah?? Masa?? AAAAH..."

Mira kembali menjerit karena jempol Syifa kembali mengusap sisi vagina, namun kini menyempit hingga lewat di bibir anusnya sebelum memutari pantat.

"Ya, dulu aku kan lulus SMA nggak bisa lanjutin kuliah, jadi ya aku iseng aja coba2 kerja, dapet deh di panti pijet, dari situ diajarin cara pijet buat ngenakin orang"
"Plus2 gitu ya?"
"Awalnya ya pijet beneran, Mir, soal plus2 itu tergantung permintaan yang dipijet"
"Populer dong dulu kamu di sono? Masih muda, cantik lagi"
"Justru enggak, soalnya pada nyarinya yang pijetannya udah terbukti. Aku malah seringan dapetnya yang pelanggan baru yang kadang nggak tahu kalau itu panti pijet buat esek2"
"Lah? Terus gimana?"
"Ya dapetnya dikit lah, kalah ama yang nawarin plus2"
"Jadi gak pernah diajakin macem2 dong kamunya?"
"Ya pernah lah, soalnya ada aja pelanggan yang emang cari2 baru, kan, nah dari situ abis pijet sering diajakin langsung ngamar"

Syifa kali ini beralih pada punggung Mira, mengurutnya dengan gerakan berputar, dari punggung bawah, menuju ke punggung atas, kemudian turun ke bahu dan lengan atas.

"Terus bisa keluar gimana?"
"Kabur aku. Pas lagi ngelayanin orang tiba2 ada yang teriak gerebekan, itu tuh, yang laskar pakai baju putih. Langsung aja aku ambil kain terus lari, kebetulan pas itu aku pakai kamarnya yang deket ama pintu belakang. Yang kasihan itu pelangganku, lagi asyik nggenjot aku cabut aja terus ditinggal lari, tauk deh nasibnya gimana.
Udah bisa keluar dari situ aku nggak langsung kabur jauh, takutnya dikejar, jadi aku ngumpet aja di semak2, pas kebetulan ada gorong2 buat saluran air sawah. Pada ribut2, teriak2, aku pokoknya diem aja, nggak berani keluar. Baru setelah malem, aku berani keluar diem2, pas yakin udah sepi. Pas aku lihat ternyata pantiku udah dihancurin ama mereka, nggak tahu deh nasib orang2nya gimana. Padahal di situ ada simpenan duitku juga semuanya. Aku jalan aja nggak tahu ke mana, pokoknya malem2, dingin2, gelap2, nggak tahu deh udah sampai mana, pas tiba2 subuh2 ada ibu2 ngedeketin aku, nanyain kenapa koq subuh2 jalan cuman pake kain doang. Aku bilang aja ama dia kalau aku lari, mau diperkosa, terus dia nyuruh aku ikut pulang ama dia, terus tinggal bentar ama dia, soalnya dia tinggal sendirian"
"Baik ya dia"
"Iya, cuman aku kan nggak enak ngerepotin, jadi ya aku bilang aja mau balik ke kampung, dibekalin ama dia. Tapi bukannya balik ke kampung malah aku ke sini, ya akhirnya setelah cari2 kerja serabutan berkali2 dapet deh di sini"
"Kenapa kamu nggak pulang kampung aja, Syif?"
"Mau pulang ke siapa? Nggak ada siapa2 di kampung, malahan rumah ama tanah aja udah dijual buat ngelunasin utangnya almarhum bapak"
"Gak ada keluarga sama sekali?"
"Gak ada"
"Sama dong, kita, aku juga nggak ada keluarga sama sekali"

Syifa menyatukan tangannya, kemudian ujung2 jarinya dijalankan pada bagian tengah punggung Mira, dari pangkal leher sampai ke belahan pantat, membuat Mira menggelinjang.

"Hih, tak tusuk beneran lho pantatmu, kalau nggak bisa diam"
"Geli, Syif!"
"Geli apa enak?"
"Geli2 enak gitu"
"Diperhatikan tapi, jangan meleng kamu keenakan"
"Iya, ini diperhatikan"

Kembali Syifa memijat punggung Mira seperti tadi. Saat sampai ke punggung bagian atas, Mira menekuk lengannya ke atas, sehingga payudaranya yang tertekan lantai meluber dari sisi dadanya.

"Tetek bisa ampe luber gitu"
"Biarin napa, aset ini"

Kali ini pijatan Syifa digerakkan sedemikian rupa sehingga mengenai bagian sisi payudara yang melebar itu. Dari sini Syifa bisa merasakan jantung Mira berdetak lebih kencang.

"Kamu pertama kali ngentot kapan?"
"Pas SMP, Syif, ama pakdheku sendiri"
"Lho? Koq bisa?"
"Ya gitu deh, kan biasa itu desa tinggalnya barengan, nah pas aku mandi, tiba2 pakdheku masuk. Aku kan belum tahu apa2 ya, dia lalu minta tolong tititnya disabunin, soalnya tangannya lagi sakit katanya, pas itu sih emang aku tahu tangannya pakdhe keseleo karena jatuh dari pohon. Terus jadi keras, aku panik, tak kira kenapa, lalu pakdhe bilang kalau tititnya dia bengkak, jadi aku disuruh ngemut, biar kempes, ya namanya masih polos ya, aku emut lah, eh malah makin keras di mulut"
"Trus?"
"Ya dia bilang, kalau pakdhe tititnya sakit tambah parah, jadi buat nyembuhin kudu dimasukin ke memek, jadi ya aku disuruh nunduk, pegangan ke bak mandi, terus, ya gitu deh... Aduuh... Enaaak..."

Tangan Syifa saat itu memang sedang menyusup ke bawah Mira, dan menggosok sekaligus meremas payudaranya, dengan remasannya dijalankan dari pangkal ke ujung puting, seperti orang yang memerah susu sapi, namun dilakukan dengan perlahan, dan selama beberapa kali.

"Aduh, Syif, bocor beneran ini di bawah, aduuh..."

Syifa berhenti dan mengecek di vagina Mira, yang ternyata cairannya sudah mengalir membasahi alas.

"Ih, banjir gini kamu"
"Kamu sih, mijetnya erotis banget, aku kan jadi panas dingin"

Sejenak Syifa memperhatikan bagian bawah tubuh Mira, terutama kedua lubang yang kini tersaji. Mira melenguh saat ternyata Syifa menowel lubang anusnya dengan jari telunjuknya, kemudian digerakkan memutari kerutan cincin anusnya, membuat anus itu membuka dan menutup bagai bernapas.

"Syif! Kamu koq iseng banget sih?? Silitku kenapa dimainin gitu?"
"Lucu bentuknya"
"Lucu gimana sih?"
"Agak kayak corong gini, kembang kempis, tapi koq bisa nggak rapet ya? Imut banget"
"Udah ah, Syif, malu aku"
"Beda lho, Mir"
"Beda gimana??"

Syifa langsung mundur dan menunjukkan anusnya ke arah Mira. Ini membuat Mira menarik napas panjang, namun sekaligus juga terhipnotis melihat kerutan yang rapat pada lubang berukuran seperti mata jarum itu.

"Nih, kalau punyaku rapet kan? Tak coba masukin jari agak susah, kecuali dipaksa, tapi kalau punyamu..."
"KYAAAA!!! Jangan dimasukin juga, Syif!!"

Dengan menyeringai, Syifa menarik telunjuknya yang baru saja dia masukkan hingga ke ruas pertama.

"Nih, gampang masuk nih ampe segini"
"Udah, nggak usah dilihatin! Aku malu!"

Tiba2 Syifa memasukkan ujung telunjuk itu ke mulutnya, membuat Mira terkesima. Mata Syifa lalu melirik ke atas seolah tengah berpikir entah apa, tapi dia tak berkata apa2.

"Pertama kali kamu anal kapan sih, Mir?"
"Pas pacaran lah, SMA, sesudah yang ama pakdhe itu"
"Gimana ceritanya?"
"Aku kan udah punya pacar pas kelas 2 SMA, Syif. Pas itu lagi jalan2 ke kebon, sepi, ya udah, sayang2an deh. Awalnya cium2an, terus lama2 buka baju, abis itu dia keluarin tititnya, nyuruh aku ngocokin ama ngemutin tititnya. Aku jadi inget pas ama pakdhe, cuman pas dia mau masukin ke memek, aku nolak, soalnya inget dulu pas ama pakdhe sakit, akhirnya dia minta ditusuk di silit aku, ya udah aku kirain kan silit karena sering dilewatin tai ya, bisa lebih gak sakit, tapi sama aja ternyata sakitnya. Cuman abis digoyang lama2 enak juga, Syif"
"Pacar kamu itu nggak tahu kalau kamu udah nggak perawan, Mir?"
"Enggak, dia ngiranya aku masih perawan, makanya aku minta tusuk belakang terus... Isssh..."

Syifa menggosok bagian vagina sekaligus anus Mira beberapa kali, membuat Mira lebih melebarkan pahanya, dan pantatnya diangkat agak menungging. Cairan vagina pun semakin membanjir, bahkan meleleh keluar hingga membasahi paha Mira dan menetes ke alas di lantai.

"Mir, aku mau coba ya, penasaran"
"Coba apaan?? ADUUUHHH... Syifa! Syifa! JANGAAAAN!!!"

Syifa menusuk vagina Mira dengan telunjuk dan jari tengah kanannya yang lentik, sementara jari telunjuk kirinya menusuk anus Mira, dan digerakkannya secara bergantian. Mira semakin kelojotan ketika Syifa memainkan kedua jari di vaginanya, menggosok2 dinding yang menyambung ke klitoris.

"Syif... Udah, Syif, udaaaah..."

Gerakan permainan jari Syifa semakin intens, dan pada saat bersamaan gerakan pada jari di anus Mira semakin keras, tubuh Mira yang awalnya berkelejotan mulai diam dan menegang dengan punggungnya menekuk, dan Syifa merasakan ada semacam gelombang yang merambat dari sebelah dalam rahim Mira menuju ke luar ke bibir vagina. Dengan cepat dia mencabut kedua jarinya dari vagina Mira, dan...

"SERRRRRTTTT!!!!! OOOOOOOOOOHHHHHHHHHHH!!!!!!"

Semburan kencang squirt Mira menyembur membasahi wajah dan tubuh Syifa, sampai2 Syifa terpaksa menutup mata dan mulutnya. Mira langsung tumbang, sementara Syifa melihat tubuh, rambut, dan wajahnya yang basah oleh cairan lengket itu.

"Gila, Syif! Kamu apain aku???"
"Kamu nyembur banyak banget, kayak pompa air"
"Lagian kamu juga..."

Mira bernapas tersengal2. Segera saja Syifa mengambil salah satu jilbab kotor dan membersihkan rambut, wajah, serta tubuhnya yang terkena semburan cairan cinta Mira itu. Mira sendiri tertegun saat melihat Syifa melakukannya. Ini persis seperti ketika dia melihat Syifa tengah duduk di atas Khaleed tadi siang. Setiap gerakan Syifa yang mengusap tubuhnya terasa amat sensual baginya, dan waktu seolah bergerak melambat.

"Ngapain kamu ngelihatin gitu? Nafsu ya?" kata Syifa
"Ih, nggak lah ya, masih doyan cowok aku"
"Tapi gitu banget matanya"
"Masih efek nyembur tadi, gila, belum pernah aku nyembur ampe kayak gitu, Syif"
"Beneran belum pernah?"

Mira menggeleng saja. Syifa mendengus, kemudian menyuruh Mira berganti posisi untuk telentang. Kali ini agak tidak nyaman bagi Mira karena alasnya sudah basah dan lengket, tapi tidak ada cara lain lagi.

"Kalau kaki posisi begini diperhatikan, soalnya kan di betis ada tulang kering nih, menonjol, jadi kamu agak ambilnya yang di betis daging yang di bawah nih"

Syifa menyelipkan tangannya ke bawah betis Mira dan diusap dari lutut ke telapak kaki, memanfaatkan berat betis itu sendiri. Tak lupa Syifa pun memberi pijatan pada tiap2 telapak kaki hingga menjentikkan masing2 jari pada kaki Mira.

"Omong2, kamu nikahnya dulu kapan, Mir?"
"Pas SMA kelas 3, umur 17 tahun, Syif"
"Lho, nggak nunggu lulus?"

Mira menggeleng saja.

"Aku udah pacaran ama berapa cowok waktu itu, dan tiap kali pacaran ya gitu, ada aja kejadian ngentot, cuman selalu aku minta di belakang. Nah, pas kelas 3 itu aku pacaran ama cowok lebih tua, supir mobil sayur, terus pas gituan, ketahuan ama hansip, ditangkep terus orang tuaku didatengin. Ya udah, disuruh nikah lah aku ama dia"
"Jadi itu pertama kalinya memekmu dibobol lagi?"
"Iya, kan biasanya di belakang. Pas malem pertama, aku takut, soalnya dia kalau main kan kasar, tapi lama2 ya udah dinikmatin aja. Cuman dia kesel, karena ternyata aku udah nggak perawan lagi. Masalahnya karena kita nikah aja gara2 ketangkep mesum, dia nggak bisa lah nuduh macem2, jadi mulai sering pergi2 dia, jarang di rumah, ampe akhirnya pas udah 6 bulan dia pergi, katanya mau nganter pesenan sayur ke kota, tapi nggak balik2 lagi ampe sekarang"
"Otomatis talak dong?"
"Katanya sih gitu. Jadi jablay akhirnya aku nungguin dia nggak pulang, akhirnya digodain tetangga, digodain preman situ, digodain santri ama Pak Kyai, terlena deh"
"Wah, jadi janda gatel dong?"
"Gak dianggep janda aku, Syif. Cerai enggak, ditinggal mati juga enggak, makanya diomongin terus ama ibu2 kampung, aku sih nggak peduli, orang punya kebutuhan"
"Terus?"
"Lama2 aku kayak nggak bisa liat cowok gitu, kalau pas ada kesempatan ya udah, ajakin ke rumah, ngentot. Paling parah ya pernah, ada anak2 SMP lagi lewat pas aku nyapu di depan rumah cuman pakai tanktop ama nggak pakai beha. Digodain aku ama anak SMP, karena kesel kubales godain sekalian, eh malah pada nimbrung, ya udah, tak ajak masuk"
"Heh??? Anak SMP???"
"Iya, dan itu pertama kalinya aku maen bareng 3 orang, Syif. Ya emang, titit mereka kecil sih, tapi cukup lah buat ngegaruk. Penuh aku, Syif, ya mulut, ya memek, ya silit, disumpel semua"
"Ih, nakal banget kamu ya, pantes memeknya ampe item gitu"
"Ya, karena butuh, Syif, emangnya kamu enggak?"

Syifa menggeleng pelan. Kini pijatannya sudah sampai ke paha, diurut pelan memanfaatkan licinnya body lotion dari lutut hingga ke bibir vagina, lalu kembali ke lutut lagi. Saat melewati bibir vagina, Syifa agak iseng dengan menekan ke dalam, sehingga Mira kembali mendesah.

"Jangan diusap terus, Syif, ngilu aku"
"Ya emang pijetannya kayak gini koq, tahan aja, ntar aku colok lagi malahan"

Mira mendengus, menahan tubuhnya yang ingin berkelojotan. Setelah beberapa kali putaran, Syifa beralih mengusap perut, dari bawah, naik ke dada, lalu tangannya meremas pangkal payudara, dijalankan hingga menyempit mencapai puting sebelum dilepas. Ini sukses membuat Mira kembali menggelinjang.

"Lalu kamu bisa ke sini gimana ceritanya, Mir?"
"Ya gitu lah, gara2 main ama anak SMP itu, pada ember cerita2, warga pada pengen ngelabrak gitu. Bapak ama Ibu terus nyuruh aku pergi dari kampung, soalnya bahaya kalau tetep di sini, ya udah pergi lah aku ke kota, kerja serabutan di sana"
"Sambil nyari cowok buat dientotin"
"Hehehe, situasional aja itu sih. Gak lama aku dapet kabar kalau Bapak meninggal karena sakit, aku mau pulang tapi Ibu bilangnya nggak usah, soalnya bahaya buat aku kalau balik ke kampung. Ibu juga bilang kalau selama sakit Bapak emang udah wanti2, jangan dulu aku pulang selama keadaannya masih panas di kampung, lebih baik dia nggak ketemu dulu daripada ntar ngelihat aku diapa2in ama orang2 kampung. Katanya Bapak emang rencana, kalau udah sembuh mau ngejenguk aku di kota, tapi ya..."

Syifa berhenti sejenak karena melihat air mata Mira mengalir. Dia lalu menepuk dan mengelus pundak Mira.

"Beberapa bulan kemudian Ibu pun nyusul aku ke kota, ya udah ngelepas kangen sekalian ngobrol lama, nginep ampe 2 bulan di tempatku, pas itu aku kerja di warung, jadi ada pemasukan lah dikit2. Terus pas Ibu pulang... Bus yang dinaikin Ibu kecelakaan, Syif..."

Kali ini tangis Mira pun meledak. Syifa segera membangunkannya, kemudian memeluknya. Air mata Mira pun meleleh, terasa hangat di punggung Syifa.

"Aku coba buat pulang ke kampung, tapi malah diusir ama orang2, bahkan ada saudara yang datang udah nggak mau kenal lagi ama aku. Ya udah, aku langsung pergi saat itu juga dan nggak pernah lagi balik ke kampung itu. Kalau dipikir sebenernya sedih, tapi mau gimana lagi? Bapak ama Ibu juga pasti nggak pengen aku mati konyol di kampung. Aku ampe ngerasa bersalah banget udah nakal sampai bikin masalah macam gitu"
"Udah lah Mir, yang udah berlalu biarin aja. Kalau yang kutangkep sih Bapak ama Ibu kamu nggak masalahin soal itu, malah mereka justru lebih khawatir kalau kamu tiba2 konyol di kampung"
"Ya tetep aja, Syif... Kadang pengen ya, berhenti gitu, terus jadi alim, tapi nggak bisa, selalu aja ada godaan buat terus gituan"

Syifa tidak menjawab, hanya kembali memeluk Mira. Pelan2 isakan Mira pun berhenti, dan Mira balas memeluk Syifa lebih erat sehingga terasa kedua pasang payudara mereka beradu.

"Mir, udah yuk, kamu paling enggak udah tahu kan ya tekniknya"
"Bentar, masih pengen sandaran ama tetek"
"Ish, kamu ini..."

Mira hanya mengusel2 payudara Syifa seperti anak kecil. Ini membuat puting Syifa beberapa kali terkena rambut Mira, dan Syifa pun merasa seperti sengatan listrik.

"Ih, Syifa pentilnya ngaceng... Nyusu ah"
"AAAAHHH... Adduuuuh..."

Syifa berteriak menggelinjang karena Mira dengan cepat mencucup dan memainkan puting Syifa menggunakan lidahnya. Sesekali bahkan Mira menggigit kecil puting Syifa.

"Udaaah...." Syifa mendorong kepala Mira menjauh, dan Mira hanya tersenyum saja.

"Udah malem ah, mending tidur" kata Syifa.

Syifa mengambil bantal yang ada di bawah lantai, ditepuk sebentar, kemudian dia letakkan di ranjang tempat Mira. Namun saat meletakkan bantal itu, tiba2 dia didorong oleh Mira hingga wajahnya jatuh menimpa bantal dan pantatnya menungging.

"Wah, udah basah juga nih punya kamu, Syif"
"Eh! Kamu mau ngapain???!"
"Pembalasan!"

Belum sempat Syifa bergerak, Mira langsung menusukkan dua jari tangannya ke vagina Syifa, namun dia tak bisa merangsang lubang anus Syifa, karena tangan satunya harus dipakai untuk menahan punggung Syifa. Akhirnya...

"KYAAAA!!! Jangan dijilat!! Jorok!!!"

Bukannya berhenti, Mira malah semakin ganas menjilat dan menusukkan lidahnya ke anus Syifa, sambil jarinya yang ada di vagina menirukan apa yang Syifa lakukan tadi kepadanya. Napas Syifa kini mulai memburu, pandangannya mulai kabur, dan pikirannya pun melayang ke mana2 akibat serangan ganda ini. Otot2nya pun menegang dan dia merasakan sesuatu yang tak asing, seperti gelombang yang bergerak dari kepala dan berujung ke vagina, yang datang terus menerus dan semakin lama semakin cepat hingga.

"SEEERRRR!!!"

Syifa ambruk dengan vaginanya memancarkan air seperti pipis membasahi Mira yang tepat di belakangnya. Semburannya kali ini tak sehebat Mira, namun tetap saja membuatnya merasa melayang di awan. Mira pun ikut ambruk di atas Syifa, kemudian dia memeluknya dari belakang.

"Kamu beneran jadi lesbi kayaknya nih..." kata Syifa.
"Siapa dulu yang mulai coba"
"Dasar kamu, lemes nih aku"
"Jiaah, baru nyembur segitu aja lemes, gimana aku tadi"
"Kamu sih semburan bertahun2 dikumpulin jadi satu, makanya gede... Duh, masih gatel nih silit kamu jilat ama isep2 gitu, jorok banget"
"Enak kan, tapi? Kamu juga tadi silitku dicolok terus jarimu kamu jilat"
"Iya, tapi kalau kamu kan langsung, emang gak bau apa?"
"Enggak tuh, rasanya amis2 gimana, seger koq silit kamu"
"Ihh, kelainan emang kamu, jorok, udah ah, bobo yuk"

Mereka tertawa sejenak, sebelum akhirnya terdiam, lalu setelah kelelahan mengambil alih tubuh, mereka pun akhirnya mulai terpejam di satu ranjang dalam posisi masih berpelukan.

"Eh, Syif?"
"Hmmm... Kenapa lagi, aku udah mau bobo nih"
"Tadi Mas Anwar bilang besok ada anak baru lagi ya? Kira2 anaknya kayak gimana ya?"
"Ya besok aja dilihat. Udah yuk, bobo, udah malam"
 
Wah mira bakal tambah longgar nich klo jadi brangkat tiap hari mungkin tiap waktu bakal makan terong arab wkwkwkw apa lg shifa, pasti wow
Tinggal nunggu cerita shifa awal mulanya nich hejejej
 
Chapter III: A New Girl

Hari ini tidak berlangsung dengan keseruan pagi seperti kemarin. Mungkin Syifa sudah terbiasa dengan rutinitas Mira yang selalu macak di depan cermin sambil telanjang, tapi bisa jadi dia was2 kalau Mira membalas keisengannya. Setelah mandi, sarapan, keduanya pun segera bergerak ke ruangan pelatihan yang, seperti biasa, untuk pelajaran pertama adalah Bahasa Inggris.

Namun yang tak biasa pada hari itu adalah adanya satu kursi tambahan di ruangan. Tak beberapa lama setelah mereka berdua masuk, Anwar pun masuk sambil membawa seorang gadis. Mira dan Syifa agak takjub karena gadis ini punya kulit yang amat putih cerah, bahkan lebih cerah daripada Syifa, namun dengan muka bulat yang manis dan imut.

"Ini teman baru buat kalian, jadi mulai hari ini dia akan ikut pelatihan, dan kalian bakal berangkat bareng2" kata Anwar.
"Lho? Berangkatnya bareng kita, Mas? Tak kirain dia bakal berangkat belakangan" kata Mira.
"Klien kita ini maunya saklek banget, Mir, mereka minta diberangkatin bareng2. Jadi nanti tolong kalian bantuin dia ya"
"Oke, Mas!" Mira membuat tanda "O" dengan jarinya.
"Ya udah, Tika, kenalin dulu ini ama temen2nya"

Gadis bernama Tika itu masih nampak takut2, tapi Syifa dan Mira segera berdiri dan menyambutnya.

"Syifa..."
"Hai, saya Mira..."
"Iya, Mbak2, saya Tika, Nastika Purnamasari"
"Duduk, Tik, panggilannya Tika, kan?" kata Syifa.
"Iya, Mbak"

Tika duduk tepat di antara Syifa dan Mira. Dia masih agak canggung dengan situasi ini.

"Tik, kamu udah pernah gini?" Syifa kembali menunjukkan isyarat jari jempol yang diselipkan di antara telunjuk dan jari tengah. Tika agak terkejut melihat tiba2 dia sudah ditodong pertanyaan semacam itu, tapi dia malu2 menganggukkan kepalanya.

Syifa hanya menepuk pelan tangan Tika, mengisyaratkan supaya tak perlu dipikirkan pertanyaan tadi. Karena pelatih Bahasa Inggris sudah tiba, mereka pun tak berbicara lebih lanjut.

Beberapa jam kemudian...

Ketiga gadis ini pun akhirnya istirahat untuk makan. Walau begitu, mereka tidak diizinkan untuk keluar dari sayap bangunan mereka. Karena itulah mereka hanya bisa makan di ruangan latihan itu, sebelum nanti akan berpindah ke ruang latihan rahasia.

Mereka duduk agak melingkar dengan Tika berada di sebelah Mira, sementara Syifa duduk di depan mereka. Tika sendiri masih agak2 canggung, dia tampak mengamati Syifa dan Mira yang sedang makan sambil malu2 menyendok makanannya.

"Makan yang banyak, Tik, abis ini bakal berat" kata Syifa.
"Iya, Mbak, masa sih?"
"Iya, kamu nggak tahu aja" timpal Mira.

Mira kemudian membuka jilbabnya dan mengipas2nya.

"Panas banget..."
"Iya, Mbak, panas"
"Buka aja jilbabnya, Tik, kalau panas" kata Mira, "Syifa aja kalau kepanasan juga buka jilbab"

Mira melirik ke arah Syifa, yang dengan enggan lalu ikut membuka jilbabnya. Melihat itu, Tika pun akhirnya ikut membuka jilbabnya, sehingga terlihatlah rambutnya yang pendek bondol.

"Mukamu bulet ya, Tik, kalau gak pakai jilbab?" goda Mira.
"Eh, masa iya sih, Mbak?" Tika memegang pipinya malu2.
"Iya, mana kulitnya putih lagi, manis banget, bibir mungil..."

Muka Tika semakin memerah saat Mira memujinya.

"Ih, mukanya merah tuh, kepanasan banget tuh kamu, mending dibuka dikit deh kancingnya"
"Enggak ah, Mbak, malu" Tika tampak beringsut.
"Malu ama siapa? Sama2 cewe juga di sini, nih aku juga kepanasan, makanya dibuka"

Syifa hanya melihat sini saja saat Mira membuka kancing bajunya, memperlihatkan bagian depan tubuhnya, termasuk belahan dadanya yang agak mengkal. Tika takjub melihat bahwa ternyata Mira tak mengenakan beha sama sekali.

"Mbak Mira nggak pake beha?" tanya Tika.
"Enggak, Syifa aja nggak pake. Tunjukkin, Syif"
"Ih, iseng aja kamu" kata Syifa sambil membuka kancingnya, memperlihatkan bahwa dia juga tidak memakai beha.

Tika semakin takjub melihat hal ini, bahkan tanpa sadar matanya membelalak serta mulutnya terbuka.

"Udah, buka aja kalau panas" kata Mira.
"Enggak ah, malu aku, Mbak"
"Malu kenapa lagi?"
"Tetekku kalah gede"
"Lha? Koq bisa?"

Mira lalu meraih ke kancing baju Tika, namun Tika menyilangkan tangannya.

"Jangan, Mbak, aku nggak punya tetek, pentil aja gak ada"
"Ah, nggak percaya aku..."

Tanpa menghiraukan keengganan dari Tika, Mira langsung membuka kancing baju Tika, yang entah kenapa seolah terpaku, tak bisa menolak langkah Tika ini.

"Woo, kamu masih pakai kaos dalam ya? Pantes aja kegerahan, dicopot aja"
"Ah, masa sih, Mbak, dicopot aja?"
"Lho, ntar tempat latihannya abis ini lebih gerah lagi, daripada ntar kamu pingsan kepanasan, mending copot aja"
"Gitu ya, Mbak?"

Syifa hanya mengangguk saja.

"Saya ke kamar mandi dulu deh"
"Eh, nggak usah, di sini aja"
"Hah? Masa di sini sih, Mbak?"
"Kamar mandinya jauh, Tika, lagian nggak ada orang di sini juga kan selain kita"
"Tapi aku takut, Mbak"

Mira langsung melepas bajunya, sehingga kini dia langsung topless, sekali lagi membuat Tika kaget.

"Nih, aku temenin, gak ada apa2, kan?, gak usah takut makanya"
"I-Iya, Mbak"

Masih malu2 dan takut2, Tika pun melepas semua bajunya, hingga terlihat kaus kutang yang dia pakai di atas sebuah miniset warna kelabu. Walau masih agak ragu, dia pun akhirnya melepas kaus kutangnya. Kali ini Syifa dan Mira berganti takjub melihat tubuh bagian atas Tika yang hanya memakai miniset saja.

Tika memiliki bahu yang bidang dengan tubuh yang berisi, dan lebih kencang daripada Mira, apalagi ditunjang dengan tinggi badannya yang hampir setara Syifa. Semua itu dibalut dengan kulit yang putih cemerlang, yang bahkan membuat kedua gadis ini iri. Satu2nya kelemahannya hanyalah dadanya yang cenderung rata, bahkan dalam posisi seperti inipun, belahannya nyaris tidak tampak.

"Kamu suka olahraga ya, Tik?" tanya Syifa.
"Iya, Mbak, Tika aktif pas di sekolah, maen voli ama karate"
"Pantes badanmu mbodi gini ya?" Syifa pun meremas2 lengan atas Tika yang terasa kencang.
"Ih, jadi kayak cowok ya, Mbak?" Tika terdengar khawatir.
"Gak lah, gak nyampe kayak gt, cuman ya, mbodi aja. Mbodinya cewek"
"Bo'ong ah, dulu aja mantan Tika pernah bilang kalau bodi Tika kayak cowok, gak ada yang buat pegangan kalau ngentot"
"Wah, kejem banget tuh ngomongnya" celetuk Mira.
"Soalnya kan tetekku nggak ada, Mbak"

Tika tiba2 menjerit karena Mira sudah menempelkan tangannya pada dadanya dan bahkan sedikit meremasnya dari balik miniset.

"Ada teteknya?" tanya Syifa.
"Ada lah, tapi ya kecil, tanganku aja kelebihan mau megang"
"Ih, Mbak Mira ini, megang tetekku nggak bilang2"

Tika merengek dengan nada manja, namun tak menyingkirkan tangan Mira pada dadanya.

"Tik, aku penasaran deh, mau lihat ya"

Sebelum Tika sempat menjawab, Mira sudah menaikkan miniset itu sehingga dada Tika kini terpampang dengan jelas, dengan areola berwarna pink imut dan puting yang melesak ke dalam, atau biasa disebut inverted-nipple. Alih2 menyingkirkan tangan Mira, Tika malah hanya menutupi mukanya karena malu.

"Ini sih bukan nggak ada pentil, Tik, tapi pentilmu malu2, nggak mau keluar kalau nggak disedotin dulu" kata Syifa.
"Eh? Masa iya sih, Mbak? Aku nggak tahu lho"

Tiba2 Mira langsung menyosor dan melahap dada mungil Tika yang sebelah kanan, kemudian lidahnya dimainkan pada area putingnya yang masih melesak sambil disedot2 kecil. Serangan Mira ini membuat Tika hanya bisa mengerang kecil2an.

"Nah, udah nih, keluar juga anaknya" kata Mira berbangga.

Tika mengintip dan terlihatlah puting yang sebelumnya melesak itu kini malu2 menunjukkan kepala mungilnya.

"Eh, iya lho, Mbak, bisa keluar, aku malah baru ini bisa lihat pentilku sendiri"
"Emang ama mantanmu nggak pernah disedot teteknya, Tik?"

Tika hanya menggeleng saja.

"Tapi udah dijebol virginnya?"

Tika mengangguk pelan.

"Lha? Koq bisa? Gimana ceritanya"
"Nggak tahu, kan Tika dulu pas SMP cuman kayak pacar2an gitu, terus pas kelas 3 aku diajakin mbolos ama pacarku. Ya udah, kita pergi aja jalan2, terus diajakin deh itu ke gubug di pinggir sawah. Awalnya cium2 doang kan ya, terus lama2 eh, dia buka baju, terus baju Tika juga dibuka, buat alas, bugil, langsung lah itu tititnya dimasukin ke memek Tika"
"Heh? Nggak pakai diapain dl gitu? Disayang2, dicium2, dijilat2, langsung dimasukin aja"

Tika mengangguk.

"Tika waktu itu kan nggak tahu ya, Mbak, orang dianya udah ngaceng gitu, ya udah langsung masuk aja. Sakit lah rasanya, sampai udah berapa kali goyang baru kerasa agak enak, tapi gak lama malah dianya keluar. Terus udah, Tika disuruh pakai baju, lalu kita buru2 pergi, takut ketahuan katanya, ya udah Tika ngikut aja, padahal rasanya udah kayak kepuyuh2 gt akunya"
"Ih, keterlaluan itu cowok. Kalau ada aku, udah kuhajar ampe tititnya nggak bisa berdiri lagi" kata Mira gemas.
"Bukan itu sih yang paling keterlaluan"
"Lho? Masih ada lagi?"

Tika mengangguk.

"Jadi waktu itu kan abis tes, Tika masih pacaran ama dia kan. Dia itu kan kayak ketuanya geng gitu, Tika diajakin deh ke tempat ngumpulnya mereka."

Tika berhenti, tampak matanya agak berkaca2.

"Di situ, udah pada nunggu anggota2nya mereka, ada 5 orang gitu. Awalnya sih kita ngobrol2 biasa, tapi pas minum, tiba2 Tika ngerasa pusing gitu, terus pengen tiduran, ada bale di situ, Tika nggak inget apa2 deh. Tahu2 Tika bangun udah telanjang, dan diiket di bale, jadi tangan ama kaki udah kayak merentang gitu.

Tika lalu minta tolong ama pacar Tika, tolong dilepasin. Eh malah pacarnya Tika nyuruh temen2nya ngentotin Tika. Katanya mereka itu geng senasib sepenanggungan, jadi apa pun milik satu orang kudu dibagi2 ke yang lainnya, ya udah, karena Tika pacar ketua mereka, ya Tika lah kudu dibagi2 ama mereka."

Air mata pun menetes ke lantai.

"Astaga... Terus kamu diapain, Tik?"
"Nggak tahu deh, Mbak... Tika udah gak inget berapa kali Tika dientotin ama mereka. Yang Tika inget cuman Tika nggak menikmati sama sekali, memang sih Tika ampe mendesah ampun2, tapi Tika lebih ngerasa takut daripada enak. Tika waktu itu berasa takut jangan2 ntar Tika disekap di situ, Tika nggak bisa pulang. Pas udah maghrib baru deh Tika dilepasin. Sakit semua, Mbak, dan itu Tika kayak dilepas gitu aja, nggak dianterin pulang atau apa, jadi Tika kuat2in buat jalan sampe rumah. Sakit Tika kalau inget2 itu lagi"

Mira langsung memeluk Tika, sementara Syifa mengelus2 pundaknya. Tak disangka gadis imut ini mengalami cobaan begitu berat.

"Berengsek ya itu cowok, udah perkosa kamu, mbagi2 kamu, ngejelek2in pula, ngebilangin bodi kamu kayak cowok pula" kata Mira gemas.
"Oh, yang ngebilangin kayak cowok bukan dia, Mbak"
"Lha? Siapa?"
"Kalau dia sih emang bilang kalau Tika gak ada pegangannya, tapi yang bilangin kayak cowok itu Senior Tika pas karate di SMA"
"Hah??? Kamu diperkosa ama senior Karate?"
"Sebenernya suka ama suka sih, Mbak, awalnya, wong kita pacaran koq. Pas itu abis latihan kan pulangnya masih agak sore ya, mampirlah kami di kosannya dia, kebetulan pas sepi. Awalnya biasa, ngobrol2, terus lama2 dia rangkul2an kayak megang pundak ama lengan Tika terus, katanya, bodinya Tika keker, bisa jadi karateka tangguh ini. Lama2 ya udah, cium2 gt, terus telanjang lah kami, pertama yang tak pikir ya bodinya dia keren banget. Sumpah, Mbak, six-pack gitu, dan ototnya pada kenceng. Dia juga bilang suka ama bodinya Tika, kenceng, keker gitu, kayak cowok.

Dari situ sebenernya Tika udah agak gimana gitu, koq ngomongnya gitu, bodi Tika kayak cowok, cuman karena pas lagi nafsu gitu ya nggak Tika pikirin, ah paling dia lagi muji Tika. Terus udah deh, ciuman, lama2 makin hot, tapi dia ciumannya selalu cuman ke bibir, wajah, ama leher Tika. Dadanya Tika juga dijilat, dicium bagian sekitar pentilnya, tapi nggak dikenyot, dia langsung aja jilatin ama ciumin ketek Tika. Katanya dia suka badannya Tika, keker, apalagi aroma keteknya Tika pas abis olahraga, seger katanya. Semua keringat Tika berasa kayak dijilatin ama dia.

Nah, pas itu ya udah, Tika kan nikmatin ya, Mbak, diperlakuin gitu, langsung lah, Tika buka paha, ngelihatin memek Tika ke dia. Cuman entah kenapa ama dia awalnya cuman dilihatin aja. Dia juga udah bugil itu, dan Tika lihat tititnya udah kayak setengah tegang, dia bilang bentar ya, negangin titit dulu. Digesek2 gitu tititnya di memek Tika, ampe Tika merinding, pas digesek terus. Entah ya kayaknya juga Tika keluar. Tapi lama digesek koq Tika ngerasanya masih agak empuk juga tititnya, langsung Tika suruh masukin aja, ntar keras sendiri. Eh, dia malah ngebalikin Tika, jadi Tika-nya nungging gitu, terus lagi dia gesekin tititnya, tapi di silitnya Tika, diuyeng2 gitu, lama2 Tika ngerasa, lho koq tititnya malah mengeras diuyengin ke situ? Tika lalu bilang, jangan dimasukin ke situ, sakit, eh, dia malah langsung ngeludahin silitnya Tika, terus dimasukin aja ke silit.

Sumpah, sakit banget waktu itu, tapi Tika coba tahan, mungkin dia emang sukanya gini, cuman lama2 pas digenjot ya sakit juga, Mbak, jadi nangis lah Tika, eh malah bokong Tika ditampar kenceng banget, dibilang, 'jadi cowok itu kudu kuat! Jangan nangis! Sakit itu ditahan, gini aja nangis, cowok apaan itu!' Kaget bener Tika pas dia ngomong gitu, mau Tika tarik berontak, tapi dia nahan Tika, dan emang dia lebih kuat, jadi ya Tika nggak bisa apa2, Tika tahan2 aja ampe dia udah keluar, baru deh Tika langsung ambil pakaian terus pergi langsung dari kosannya dia.

Besoknya dia kan datengin Tika, minta maaf, langsung aja Tika tampar dia terus Tika bilang putus. Temen2 pada nanyain kenapa, tapi Tika awalnya nggak mau ngejawab, Tika bilang aja ada masalah. Ternyata ada satu temen, cowok, ngedeketin Tika pas yang lain udah pada pergi, lalu dia bilanglah kalau dia itu sebenarnya udah disodomi ama pacar Tika."

"Hah??? Jadi cowokmu itu homo???" Mira terperanjat.

Tika mengangguk.

"Iya, jadi ternyata, si cowok Tika itu udah lama kalau lihat ada anak Karate cowok yang cakep, selalu diajakin ama dia, terus disodomi. Ternyata dia itu pacaran ama Tika karena dia suka ngelihat bodinya Tika keker kayak cowok, selain itu biar dia juga nggak dicurigain kalau suka sodomi anak Karate. Pas kejadian itu, kayaknya dia udah mulai dijauhin anak2, jadi nggak tahu, mungkin lagi sange, terus dilampiasin deh ke Tika, tapi karena dia kebiasa nyodomi cowok, jadinya..."

Semuanya pun menghela napas panjang.

"Nasib banget ya kamu, sekalinya dapet cowok baik ternyata homo" kata Mira.
"Iya, Mbak, makanya, apa bodinya Tika yang salah ya"
"Mana bisa bodi kamu salah, itu otaknya cowok aja yang kudu dibenerin" kata Syifa.
"Coba deh, lihat bodi kamu full kayak gimana" kata Mira.
"Ah, nggak ah, Mbak, malu" kata Tika.
"Malu tapi dari tadi udah telanjang dada gitu kamu"
"Hah?? Oh iya ya, Tika lupa nggak make baju dari tadi"
"Ya udah, berdiri dulu sono, mumpung masih gini"
"Tapi, Mbak..."
"Ayo cepetan, ntar keburu istirahatnya kelar"

Mira menarik Tika hingga berdiri, kemudian dia menurunkan rok Tika hingga jatuh di telapak kakinya. Anehnya, kini seolah Tika merasa nyaman dan tak lagi berontak saat ditelanjangi oleh Mira, walau belum telanjang betul, karena masih memakai CD tebal warna biru muda, sementara miniset-nya masih naik sehingga dadanya yang mungil nyaris rata itu masih terpampang.

"Eh, Mbak Mira, jarinya bagus banget deh, Mbak Syifa juga"
"Bagus gimana, Tik?" tanya Syifa.
"Iya, itu kan jari tangannya bisa panjang lentik gitu. Nggak kayak jari Tika, bantet gini"

Tika menunjukkan jari2 tangannya, dan memang cenderung agak pendek dan stubby, kalau dibandingkan dengan jari Syifa dan Mira yang memanjang dan lentik.

"Kakinya Mbak Mira ama Mbak Syifa juga bagus tuh, meramping gitu, kalau punya Tika kan gede, kayak talas bogor"

Tika mengangkat sedikit betisnya menunjukkan betisnya yang berukuran besar.

"Yee, gitu doang. Kamu kan bongsor, Tik, jadi nggak gede2 amat" kata Syifa.
"Coba kalau kamu tingginya kayak aku, pasti udah melembung itu kelihatannya" kata Mira.
"Tapi kelihatan cowok gt kali ya, Mbak?" tanya Tika.
"Enggak ah, masih keliatan ceweknya" kata Syifa.

KYAAAA!

Tika berteriak karena tiba2 Mira menarik celana dalamnya ke samping hingga terlihatlah kewanitaannya yang hanya dihiasi sedikit bulu.

"Gak lah, masih lubang gini, belum ada batangnya, malahan jembutmu bagus koq, rapi gini. Kalau punyaku lebat kalau nggak dicukur. Rajin kamu cukur ya?"
"Enggak tuh, Mbak, ya gini aja dari dulu"
"Kayak punya Syifa berarti, jembutnya cuman dikit, terus rapi juga, nggak keluar2 kalau dipakaiin CD"

Syifa berdehem.

"Udah ya, pakai tuh baju ama jilbab, udah mau selesai istirahatnya. Lagian kamu juga mau aja dibugilin ama Mira, padahal kan dari tadi ada yang ngelihatin dari luar" kata Syifa.
"HEEEH??? Ada yang ngelihatin???" Tika langsung saja berjongkok untuk menutupi auratnya.
"Udah dua hari ini ada aja yang ngintipin kita, paling dari orang pelatihan bagian lain, naik ke pohon buat ngintipin. Dia sih nggak tahu kalau kita tahu, makanya sering kita biarin aja"
"J-Jadi, tadi itu orang ngelihat Tika lagi telanjang, dong, Mbak??" Tika tampak ketakutan.
"Iyalah, dari awal ampe akhir. Mana kamu bisa nurut gitu lagi. Kalau Mira kan emang agak miring otaknya, tahu ada yang ngintip bukannya ditutupin malah dipamerin ama dia. Kemaren aja tak kasih tahu kalau ada yang ngintipin malah dia duduknya ngangkang rok diangkat, sekarang kamunya dibugilin"

Mira hanya menjulurkan lidahnya.

"Biar puas dia, kitanya juga di sini gak bakal lama. Eh, Syif, udah pergi orangnya?" kata Mira.
"Udah, 5 menitan kayaknya"
"Yah, gak lihat berarti dia pas aku buka CD-nya Tika"
"MBAAAAKK!! Jangan dibahas, Tika tuh malu!"
"Entar juga kebiasa, Tik. Oh ya, Syif, jujur aku nggak tahu deh, kamu koq bisa tahu ada yang ngintipin gitu ya, padahal noleh ke belakang juga enggak"

Syifa hanya mengangkat bahunya.

"Bakat kali, dari dulu udah gini. Udah ah, si Tika suruh pakai baju lagi tuh, udah mau selesai istirahatnya"
"Ngapain, biarin bugil aja, ntar juga dibuka lagi"
"HAAH??!! Emang abis ini pelatihannya ngapain, Mbak????"

Syifa dan Mira hanya tersenyum simpul saja.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd