Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Gratifikasi donat

GRATIFIKASI DONAT

BAB 1 ; DONAT KENTANG



" Perbaiki frekuensinya Sheila, kita belum bisa mendapatkan jaringannya!!".

Laki-laki kurus berompi kulit warna cokelat duduk serius di mobilnya. Suasana malam di parkiran sebuah hotel berbintang semakin menambah kewaspadannya. Pada deret kursi belakang mobilnya tiga orang pria tampak tak kalah serius memperhatikan gerak-gerik setiap pengunjung.

Sheila, satu-satunya personil wanita dalam mobil, tengah sibuk mengutak-atik sebuah alat komunikasi. Usianya masih pertangahan dua puluhan tahun, tapi telah memiliki segudang prestasi. Idealismenya sebagai seorang manusia tengah begitu tinggi, sehingga membuatnya memilih untuk berprofesi seperti yang dia lakoni saat ini.

" Yak, dapat Pak Ramlan!", ujarnya pada bapak laki-laki kurus.

" Bagus tepat waktu!!! itu mobilnya telah tiba!!". Sheila beserta rekannya serempak mengarahkan pandangannya ke arah mobil dari yang baru saja sampai di parkiran. Dua orang pria mengapit seorang wanita berpenampilan menarik bergegas turun dari mobil bergerak masuk menuju lobi hotel.

" Kita ikuti Pak??", tanya Sheila.

Pria kurus menggeleng-gelengkan kepalanya. " Tahan sebentar Sheila!", dia menggoyang-goyangkan jari telunjuk, " Sampai ikan memakan umpan, kita baru masuk!! Semua kenakan ear phone!! dengarkan baik-baik apa yang mereka bicarakan dari radio!". Pria kurus membalik badannya menatap seorang dari tiga pria yang duduk di jok belakang, " hubungi Dion!".

***

" Hmm hmm hmmm", suara gumaman bernada merdu keluar dari bibir pria paruh baya di kamar hotel nomer 415. Dipandanginya lekat-lekat wajahnya di cermin, " Masih ganteng kamu Samir", ujarnya pada dirinya sendiri. Sisir hotel yang tersedia di dekat cermin kamar mandi diambilnya kemudian dibawanya ke atas kepala untuk menata rambutnya.

Dia akan kedatangan tamu malam ini. Bukan tamu sembarangan, tapi spesial karena tamu itu akan memuaskan segala fantasi terliar dalam dirinya. Sebagai pria berusia kepala empat, dia masih sangat bugar. Kesibukannya sebagai pria dengan banyak proyek beromset miliyaran, tidak melalaikannya dari menjaga aset kesehatan tubuhnya.

" Cklek", sisir telah melaksanakan tugasnya dengan baik kemudian diletakkannya kembali ke tempat semula. Tak jauh dari sana diambilnya sebuah botol obat kecil bertuliskan kata-kata dalam bahasa asing. " Obat ini diberikan oleh mitra bisnisku waktu kami kunjungan ke luar negeri, he he he wanita jaman sekarang hanya bisa dipuaskan dengan menggenjotnya berjam-jam tanpa henti", diambinya dua butir pil kemudian ditengaknya perlahan.

" Kriinngg....krrriiinngggg", nada dering handphone berbunyi. Samir malangkah menghampiri televisi tempat poselnya sedang di charge.

" Samir".

" Bos, barang sudah datang".

" Bawa naik!".

" Kamar berapa Bos??".

" 415".

" Ok Bos".

" Sebentar..".

" Ya Bos??".

" Paketnya apa aja??".

" Paket kering sama paket basah Bos ".

" Naik!!".

Samir mengelus bongkahan daging di balik celananya. Denyutan aliran darah terasa mengalir begitu deras di kaki menuju pahanya.

" Manjur nih obat!!".

***

" Ayo Neng kita naik ke lantai empat, itu liftnya", pria berkumis lebat dengan tubuh tinggi tegap itu berkata pada Miranti.

Sebenarnya ia merasa ngeri harus berjalan dengan dua laki-laki pengiringnya dengan tampang sangar, tapi dia tidak punya pilihan. Sebagai mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta, Miranti memerlukan prestis. Kawan-kawannya kebanyakan berasal dari keluarga kaya raya. Mereka memeliki semua kekayaan yang diperlukan agar dapat diterima dalam sebuah lingkaran pergaulan. Mobil mewah, ponsel mahal terbaru, anggaran buat liburan ke luar negeri, dan lain sebagainya mereka miliki. Lantas bagaimana dengan Miranti yang berasal dari keluarga kelas menengah??, bila tidak cerdik mencari uang dia tidak akan diterima dalam lingkaran pergaulan mereka.

" Aku masih wanita normal yang perlu bersenang-senang. Hidup Cuma sekali, kenapa tidak kita manfaatkan untuk memuaskan segala hasrat dan keinginan, mumpung masih muda", itulah kata hati Miranti ketika menunggu lift terbuka di lobby.

Sebagai wanita dia dikarunia tubuh nan indah. Rambut aslinya berwarna hitam lebat dan terurai hingga menyentuh punggungnya. Matanya indah, ditambah sebuah hidung mancung yang semakin memperelok keindahan wajahnya. Bibirnya adalah kelebihan. Seorang wanita pasti memiliki aset yang membuatnya sebagai objek seksual. Untuk Miranti itu adalah bibirnya. Bibir itu begitu sensual dan membangkitkan birahi setiap lawan jenis yang memandangnya.

Kulit tubuhnya sawo matang. Kadang dia merasa minder dengan warna kulitnya. Sudah beratus-ratus kosmetik dia coba untuk merubah warnanya sehingga menjadi berwarna putih seperti yang diidam-idamkannya, namun semuanya gagal. Bintik-bintik merah malahan menghujani wajahnya akibat efek samping dari gonta-ganti kosmetik. Setelah dia tobat serta belajar menerima warna asli tubuhnya rejeki justru menghampirinya.

Sebenarnya Miranti tidak ingin berkecimpung di dunia pelendiran milik para wanita-wanita nakal. Namun kebutuhan kehidupan memaksanya untuk melakukan apa yang dijalankannya malam ini. Sebagai wanita kampus dia hidup bebas dan telah melakukan sex bebas. Ketika dia belajar menerima warna kulit tubuhnya, kecantikannya justru semakin memancar. Apalagi ditambah tipe tubuhnya yang semok dan menggairahkan, hanya butuh waktu singkat sebelum sebuah tawaran datang menghampirinya. Tawaran itu datang bukan dari orang jauh, namun dari teman dekatnya sendiri yang menawarkan sebuah peluang emas kepadanya ; puluhan juta rupiah akan mengalir di tangan hanya dalam waktu beberapa jam saja, dengan syarat bersedia menemani seorang klien.

Ketika tawaran itu datang. Miranti yang sebelumnya hanya pernah tidur dengan pacarnya seorang, tanpa ragu-ragu menjawab ; Ya, saya bersedia. Kebutuhan untuk eksis dalam pergaulan mendorongnya bersedia mengambil keputusan seberani itu.

" Ting", pintu lift terbuka. Kedua pria itu, yang satunya menggenggam sebuah koper kecil, manuntun Miranti masuk.

" Huuff semoga lancar", harapan Miranti membumbung tinggi seiring naiknya elevator.

***

" Tek..tekk..tekk", bunyi keyboard ditekan cepat.

Seorang wartawan muda tengah duduk di lantai sebuah gedung megah. Deadline dari redaktur membuatnya melupakan waktu serta kelelahan di tubuhnya. Sudah tiga hari dia hanya tidur satu jam. Resiko pekerjaan katanya. Untunglah dia masih bujangan. Belum ada sosok istri yang menjadi momok menyuruhnya pulang ke rumah.

Belakangan berita memburu wartawan. Pria muda tertawa sendiri memikirkan hal tersebut, beberapa tahun lalu, seorang wartawan dituntut memburu nara sumber. Sekarang nara sumber dengan berbagai latar belakanglah yang memburu waratawan. Bahkan rela membayar berapapun agar kisahnya diberitakan.

Baru satu jam lalu seorang pengacara artis kondang memanggilnya untuk menaikkan berita perihal gugatan cerainya pada sang istri. Pengacara terkenal tersebut tanpa basa-basi menodongnya dengan satu amplop tebal berisi uang dan memintanya mempublish berita sesuai dengan yang didiktekannya.

Rangkaian kalimat dari pengacara kondang tersebutlah yang kini sedang diketik sehingga dapat segera tayang pada berita on line malam ini juga.

" Cari uang buat wartawan di jaman sekarang mudah", batin si wartawan, " hanya tinggal persoalan jam tayang aja", lanjutnya sambil tersenyum dan meneruskan mengetik.

" Brreeett...breeett", ponselnya bergetar keras.

" Halo ".

" Dion?".

" Betul".

" Ini Zul".

" Wah lama gak menghubungi Bos Zul, kemana aja nih?? ganti nomer ya??".

" Dimana kamu sekarang".

" Ada! lagi nongkrong di pelataran gedung XXX nih".

" Berapa lama kamu bisa nyampe ke hotel XXX".

" Hmm setengah jaman lah Bos, ada kasus lagi nih??".
" Ada".

" Siap Meluncur Bos".

" Tutt..tuutt..tuutt", sambungan diputus.

Dari semua orang di dunia, hanya kepada orang bernama Zul tadi, Dion akan tunduk. Panggilannya sama dengan pundi-pundi uang. Kalo dia memanggil hampir dipastikan kantor besar akan sumringah. Segera dikemasi laptopnya ke dalam tas jinjing. Tak lupa dicek kesiapan video recorder yang setia mendampinginya tiga tahun belakangan.

" Ikan apa lagi yang berhasil mereka tangkap sekarang??".

***

" Kamar nomer 415 Pak Ramlan", Sheila mengulang percakapan yang telah mereka sama-sama dengar. Digigitnya satu potong donat yang dibeli di pinggir jalan untuk mengusir lapar. Sebagai penggemar berat donat, Sheila harus membawanya sebagai bekal untuk menamani malam-malam panjang yang biasa dilalui.

" Mau Donat Pak??".

Si pria kurus menggeleng datar tanpa ekspresi sebagai jawaban penolakan. Dipegangnya handphone bututnya untuk mencari sebuah nomer orang penting.

" Zul, gimana Dion??".

" Setengah jam lagi tiba Komandan".

Dia mendekatkan telpon genggamnya ke telinga bersiap menghubungi seseorang.

" Mereka positif bertransaksi di hotel Pak", Ramlan berkata di telpon.

Jawaban datang dari lawan bicaranya. Serius, Ramlan mengangguk-anggukkan kepala mendengarkan respon di ponsel.

" Yakin sekali Pak, bagaimana selanjutnya??".

Didengarnya baik-baik arahan yang diberikan.

" Baiklah!!".

Dia menutup telpon selulernya. Mengalihkan matanya ke arah Sheila.

" Zul panggil regu dua agar bersiap naik!!, regu tiga agar menyiapkan penyergapan di lantai satu! ".

***

" Tok..took", pintu kamar diketuk.

" Ckleekk", Samir membukakan pintunya. Kini ia hanya mengenakan kimono hotel.

" kenapa aku harus repot-repot mengenakan baju banyak-banyak bila nanti harus dilepas lagi", batinnya.

" Malam Bos!".

Tidak dihiraukannya kedua pria pengantar. Matanya hanya menatap lekat ke arah wanita yang berdiri di tengah. Dengan kedua matanya diperiksa betul-betul figure wanita ini dari ujung rambut hingga ujung kaki. Rambutnya indah. Wajahnya cantik. Tubuhnya sexy dengan sepasang payudara yang seperti hendak meloncat dari dadanya akibat dia mengenakan pakaian ketat.

" Bagus! sesuai pesanan mereka mendandaninya dengan baik!", dalam hati senyum mesum tersungging dari bibir Samir. Dipegangnya tangan si wanita dengan lembut, kemudian dituntun memasuki kamar.

" Cantik, Masuklah ke kamar Om!", perintahnya.

" Iya Om", jawab si wanita malu-malu.

Sebagai praktisi dunia pelendiran, Samir bisa menilai perilaku seorang wanita panggilan hanya dari bahasa tubuhnya. Samir sadar mendapatkan anak baru yang kurang pengalaman. tapi wanita tipe begini sangat memuaskan bila diajak berpetualang. tanpa disadarinya senjatanya pelan-pelan bangkit hanya dengan membayangkan apa yang akan dilakukannya tidak lama lagi bersama Miranti.

" Bos, dia paket basahnya, ini paket keringnya", kata si pria pengantar sambil menunjukkan sebuah koper kecil".

" Ok taruh di sofa!", suruh Samir ogah-ogahan. Sudah di depan mata mangsa yang begitu menggiurkan hingga tak ada waktu baginya memperhatikan hal lain.

Satu orang pria masuk ke dalam kamar meletakkan kopernya di sofa.

" kami langsung ya Bos!".

" Ini buat kalian!", samir mengambil beberapa lembar uang dari dompetnya.

" Wah banyak banget Bos??".

" Barang yang kalian antar bagus! aku suka!!", katanya.

" Makasih banyak Bos!!".

Samir mengangguk, " Salam buat pak Dirjen!".

Ditutupnya pintu kamar cepat. Tak sabar Samir melangkah ke ruang tidur utama.

" Kok diem aja??", tanyanya kepada si wanita muda.

" Eh iya Om, toiletnya dimana ya Om?? aku mau ganti baju dulu".

" Namamu siapa cantik??", tanyanya pada si wanita.

" Miranti Om".

" Nama yang cantik, secantik orangnya! Om panggil Mira aja boleh??".

" Boleh Om".

" Disini toiletnya Mira", Samir membukakan pintu kamar mandi hotel.

Wanita itu beranjak cepat untuk memasukinya.

" Mira", tangan Samir menahan tubuh si wanita.

" Ya Om??".

" Ganti bajumu pake yang sexy ya!".

" Iya Om", jawab si wanita sambil mengangguk malu-malu dan memasuki kamar mandi.

***
 


Seorang wanita cantik berkulit putih dengan rambut pendeknya tengah duduk menyendiri di loby restaurant hotel. Dari wajahnya terlihat jelas ia tengah melamun. Gambaran peristiwa di masa lampau tengah mengalihkan perhatiannya dari kondisi sekelilingnya.

" Permisi Mbak boleh saya temani??", seorang pria berpenampilan metroseksual mencoba peruntungannya dengan mendekati si wanita.

" Silakan", dengan ramah si wanita berambut pendek menerima tawarannya.

" Ehemm Mbak kerja dimana??".

Si wanita hanya diam tak mendengar sapaan laki-laki tadi.

" Saya Toni, anak dari pemilik stasiun televisi terkenal", si pria melancarkan jerat andalannya.

" Hemm", si wanita hanya tersenyum ringan.

" Mbak siapa namanya??", diulangi pertanyaan.

" Tuttuitt..tuuttuuiitt", bunyi dering ponsel dari saku wanita rambut pendek menghentikan aksi Toni.

" Siap?", kata si wanita.

" Ijin sudah diberikan?? ", ponsel dipindahkan ke kuping kemudian disangga oleh leher wanita rambut pendek, sedangkan tangannya meraih bagian belakang rompinya. Dari balik rompi, dicabut sebuah senjata secara terang-terangan dihadapan laki-laki opurtunis. Melihat senjata dipermainkan dengan begitu fasih oleh wanita rambut pendek, laki-laki bernama Toni perlahan-lahan " mlipir" meninggalkannya. Si wanita tersenyum ringan melihat kelakuan laki-laki itu.

" Siap laksanakan!!".

" Ctak", dijentakkan jari sebagai tanda kepada beberapa orang pria yang sedari tadi duduk mengitarinya di sekeliling restoran. Seperti Komandan militer kumpulan pria tadi mengikutinya dengan patuh.

Meja resepsionis mewah tempat respsionis berwajah manis hotel tersebut menyambut para tamu segera didatang oleh sang wanita dengan langkah cepat dan tegas. Orang yang melihat dapat segera mengetahui latar belakang dari wanita nan cantik tapi menyimpan sejuta misteri.

" Tolong kunci kamar 415", katanya.

" Maaf ibu tamu hotel??", jawab resepsionis.

" Ya".

" Sebentar ya Bu saya cek dulu", resepsionis memeriksa daftar tamu di komputernya.

" Maaf Bu, penghuni kamar 415 telah berada di kamarnya dan beliau tidak mau diganggu", ucapnya ramah.

" Saya butuh kunci tersebut!", sang wanita menunjukkan sebuah surat tepat di depan wajah resepsionis agar dibaca baik-baik.

" Bbbaaiikk Buuu, sssebenntarr ssaaya ammbilkan", resepsionis gemetar melihat surat yang dibacanya.

" Mmmaaff iinnii Bbbuu kkunncinyaa 415".

" Terima kasih", wanita rambut pendek tanpa basa-basi mengambil kunci yang diserahkan.

Seorang laki-laki lain yang tampaknya merupakan anak buah dari wanita ini melangkah menghampirinya. " Bu Febi, senjata anda terlihat dari balik rompi".

" Lantas??".

" Tidak ada diantara kami yang membawa senjata bila sedang melakukan operasi".

" Biasakan!!".

Baru seminggu Perwira Polisi Wanita cantik bernama Febi itu bertugas di instansinya yang baru, tapi dia telah menunjukkan taringnya.

***

Miranti mematut dirinya di depan cermin. Dipegang dengan lembut kedua payudaranya untuk merasakan betapa aset terindah tubuhnya tersebut telah membawanya sampai disini. Pakaian ketat nan mengundang yang sebelumnya dikenakan sudah digantinya dengan pakaian transparan bermodel babydoll warna merah.

Lekuk sexy tubuhnya semakin jelas dalam balutan lingerie. Sengaja dia memilih warna merah untuk memproklamasikan keberaniannya menantang dunia. Dia rela kehilangan segalanya demi mendapatan kekayaan dunia. Untunglah pelanggannya sekarang terlihat higienis dan perlente.

" Mira, lama amat di dalamnya, ayo cepat kesini sayang!!".

" Iyaa Omm, Mira kesana", dipoles bibir sensualnya dengan lipstick merah semakin menambah kesexyan penampilannya.

Miranti telah siap melayani. Dilangkahkan kakinya dengan perlahan.

" Cklek", pintu kamar mandi dibuka. Dari arah berlawanan dengannya, Miranti melihat Samir begitu terpesona dengan tampilannya. Miranti merasa tersanjung dengan tatapan pria kepala empat tersebut.

" Mira", kata Samir.

" Kamu mau ini??", dikeluarkan dua tumpuk uang pecahan lima puluhan ribuan ke atas meja.

" Banyak banget Om".

" Iya, kamu mau??".

" Mauuu Om", kata Miranti manja.

" Kamu stripteas dulu depan Om!!".

" Tapii", Miranti terlihat gugup, " Mira belum pernah Om....", dia tampak bingung.

" Gampang", Samir menekan tombol pemutar music, " ikuti irama musiknya manis".

Miranti gugup tak dapat menggerakakkan satu pun anggota tubuhnya.

" Ayo mau gak?? kalo kamu gak mau Om ambil semua uangnya, kamu pulang ke rumah aja!! KITA SELESAI", Samir berkata tidak sabar.

" Iya Om, maaf, Mira coba deh!!", Miranti menguatkan tekadnya.

" Gak usah ngomong doank Mira!! buktikan!!", Samir merebahkan dirinya sambil melepas ikatan kimononya.

Miranti memejamkan mata memulai aksi perdananya melakukan tarian erotis di hadapan seorang pria. Belum pernah sebelumnya dia melakukan aksi serupa dihadapan kekasihnya. Tubuhnya masih canggung, berupaya meliuk-liuk ditengah kamar hotel.

Usaha keras telah dikerahkannya untuk memuaskan kliennya. Bagaimanapun dia mencoba professional sebagai wanita panggilan. Tubuhnya digoyang-goyangkan kiri kanan untuk merangsang gairah Samir. Pria yang ditatapnya ternyata tidak mengenakan apa pun dibalik kimononya. Miranti terkejut melihat batang kejantanan Samir telah ereksi sempurna.

" Cepat sekali si om naik", pikir Miranti. Berbalik badan kini wanita cantik nan sexy tersebut, untuk memamerkan keindahan bagian belakang tubuhnya.

" Uhhhh Omm", Miranti terkejut ketika dia tengah membalik badannya, Samir telah merapat dibalik tubuhnya. Batang kejantanan nan tegang sekarang menempel erat di pantat MIranti yang hanya berbalut kain tipis.

" Masih kaku kamu Mira", Samir mengambil leher Miranti dengan tangannya yang kokoh sehingga bisikannya dapat didengar jelas ke telinga si wanita.

" Mendesahlah yang keras biar Om makin ngaceng!!", Samir mengangkangkan paksa kedua kaki Miranti, kemudian mengarahkan senjatanya ke belahan hangat yang telah siap menyambutnya. Sebagai pria pengalaman yang telah bertahun tahun berkecimpung di dunia pelendiran, Samir tau posisi mana yang akan membuatnya merasa begitu nikmat. Ia ingin menikmati ekspresi Miranti saat senjatanya menyeruak masuk ke dalam tubuhnya. Dengan memegang leher wanita cantik berkulit sawo matang Samir mengunci lehernya. Dari samping Samir dapat memperoleh akses terbaik melihat wajah MIranti.

Samir cukup hapal dengan namanya lubrikasi kewanitaan. Miranti belum dirangsang apa pun, cairan kewanitaannya masih belum keluar. Wanita pasti akan mengernyit sedikit nyeri bila organnya langsung dimasuki tanpa fore play yang cukup. Itulah yang Samir inginkan, sebuah perubahan ekspresi wajah ; dari menahan sakit, menjadi merintih-rintih dalam kenikmatan. Melihat si wanita mengernyit nyeri cukup membuatnya horny.

" AAAAHH OOMMM SSAAKKITTTT", Miranti merintih saat daerah kewanitaannya dibobol oleh senjata laki-laki. Miranti tak dapat menolak, ujian profesionalitas telah dimulai.

" Slleeep....sslleeeeppp", perlahan tapi pasti senjata Samir menyeruak masuk dengan lancar.

" Ahhh...aahhh".

" MENDESAH YANG KERAS MIRA!!!".

" AAAAHH AAHHH OOOMMMM".

***

" Pak Ramlan, Febi sudah naik ke lantai empat".

" Apa??? cepat sekali dia, Sheila kamu lari cepat ke lantai empat!!. Tahan Febi! beri tahu dia agar menungguku!!", Pria kurus meminta Sheila bergerak cepat.

" Baik Pak!!".

" Ridwan dan Tomi kalian kawal Sheila!!. Zul telpon Dion ada dimana dia. O Ya Zul?".

" Siap Pak??".

" Regu tiga??".

" Stand by di loby sesuai perintah!".

" Bagus".

Sheila membuka cepat mobilnya ditemani dua orang rekannya berlari cepat menuju elevator. Dia tidak boleh kalah cepat dengan anak baru rekrutan dari Kepolisian yang susah sekali diatur.

***

Wartawan laki-laki dengan motornya telah tiba di hotel. Dengan cepat dia menuju titik temu yang telah diinformasikan oleh penghubungnya.

" Hosshh..hossshhh", nafas terengah menjadi bukti kesungguhannya memburu berita.

" Kemana aja kamu??", tanya pria kurus yang telah menunggunya di loby hotel.

" Mmaaaf Bos hosshh hosshh jalanan masih macet! Lho ramean Bos??", Dion kebingungan melihat rombongan pria berseragam serupa yang dikenanakan oleh penghubungnya tengah mengerumuni dua orang pria.

" Berita soal dua orang ini nanti saja! Siapkan kameramu kita naik!!".

***

" Bu Febi sebentar! Sheila meminta kita untuk menunggunya sebentar".

" Kenapa??".

" Kita hanya boleh menerobos masuk dengan pimpinan Pak Ramlan".

Febi tampak tak sabar ingin meringsek masuk membobol pintu kamar 415, tapi dia menjaga tempramennya. bagaimanapun usia kerjanya masih seumur jagung di instansi barunya sekarang. Dipegangnya perutnya. Setiap dia kehilangan kesabaran, disentuhnya perut untuk meningingat momen paling mengerikan dalam hidupnya, saat sebuah pisau menembus bagian tubuhnya akibat tindakan tergesa-gesa dalam sebuah huru hara di sebuah tahanan.

Segudang memori beserta para pelaku adegan horror tersebut, ditambah kenangan hubungan misteriusnya dengan seorang tahanan yang merupakan anggota Polisi, membuatnya dapat menahan diri.

"Sabar Febi, tak ada gunanya kamu asal terjang seperti yang sudah-sudah", Berusaha keras ia mengendalikan hasratnya.

" Ting", bunyi elevator terbuka. Seorang wanita cantik dengan dua orang kawannya berlari cepat.

" Kamu lambat sekali Sheila!".

" Hah..hahh.hahh maaf Febi, tapi anda harus menunggu Pak Ramlan..hah..hahh".

" Ok! kembalikan nafasmu! kamu harus berhenti makan donat dan mulai berolah raga!!", Febi menyarungkan kembali pistol yang telah dikeluarkannya sejak menginjakkan kaki di lantai empat.

***

" Om kenapa Mira diiket gini??", Miranti merasa risih kala kedua tangannya diikat ke sudut ranjang hotel. Persetubuhan sambil berdiri yang cukup menyakitkan tadi telah berlalu. Kliennya memintanya untuk berbaring terlentang, kemudian mengikat kedua pergelangan tangannya.

" Biar kamu gak ngelawan Mira cantik", laki-laki bernama Samir mengendus wangi rambutnya. Tangannya meremas kencang ke kedua payudara Miranti, membuatnya menjerit nyaring.

" AAAAAAAAHHHH", Miranti tak boleh menahan desahan oleh kliennya. Dengan perasaann lembutnya sebagai wanita, ia menduga lawan mainnya telah menggunakan sejenis obat kuat sehingga penisnya dapat tegak secara tak wajar.

" Ploopp...pplloopp..ppllooppp", rentetan pompaan cepat ala film porno menghujani vagina Miranti dengan keras. Perasaan nikmat sebenarnya tak sedikit pun dirasakan olehnya. Namun kebutuhan akan prestis membuatnya harus mengerahkan seluruh daya acting yang dimiliki untuk membuat puas pelanggan yang akan mengganjarnya dengan uang banyak.

" OOOOooooo", Miranti tercekik. Samir mencekik lehernya keras sambil terus menghujani organ kewanitannya. Rasa takut mulai menjalar dalam diri Miranti, karena mulai merasakan kelainan pada diri laki-laki bernama Samir.

Samir telah menenggak obat kuat. Otomatis penisnya tegak secara tidak wajar karena obat merangsang aliran derah di penisnya. Kelemahan dari obat kuat adalah menimbulkan rasa kebas, dimana nikmatnya sentuhan penis ketika bergesekan dengan dinding vagina tak lagi dapat dirasakan. Para laki-laki yang hobi menggunakan obat kuat tak mampu lagi merasakan kenikmatan alamiah berhubungan badan, sehingga mencari sensasi lain. Untuk Samir menyakiti wanita adalah sensasi yang dia cari.

" Plaaakk..plaaaakk...plaaaakkkk", Samir menampar pipi mulus Miranti berulang kali.

" Ampuuunnn Ommm....plaaakk....amppuunnnn..plaaakkk".

***
 
Sheila masih ngos-ngosan. Lebih dari tujuh orang yang sedang berdiri di dekatnya hanya wanita berambut pendek di depannya yang peling membuatnya gundah. Mereka semua mengenakan semacam ear phone di telinga. Reaksi Febi mendengar apa yang sedang terjadi dalam kamar 415 membuat Sheila was-was.



Kesabaran hilang dari wajahnya. Febi mencabut pistolnya kembali.

" Sheila ada atau tidak ada Pak Ramlan aku akan masuk!!".

" Febi jangan begitu, kita harus menunggu Pak Ramlan!", Sheila berkeras.

" Aku mau masuk!!", Febi tak mau kalah.

" JANGAN FEBI!!!", Sheila maju mencengkram bahu Febi.

" Coba hentikan aku Sheila!!", tatapan Febi membuat Sheila gentar.

" Kamu belum pernah mengalami bagaimana keterlambatan sepersekian detik untuk bertindak dapat melenyapkan nyawa orang yang kita sayangi!!", Febi mencengkram balik tangan Sheila kemudian melepaskan genggamannya di bahunya dengan mudah.

Sheila tak sanggup berkata apa-apa, Pak Ramlan belum juga tiba. Febi telah sampai di depan pintu dan menggunakan kunci duplikat untuk membukanya. Para laki-laki disekeliling mereka tampak terpaku tak sanggup berkata apa-apa.

" Ikuti Febi!", akhirnya Sheila memutuskan.

" Braagggg", dengan keras wanita berambut pendek di depannya menendang pintu kamar.

" Awwwwwww", dari dalam seorang wanita dalam keadaan terikat sedang terlentang pasrah dihadapan seorang laki-laki yang tengah menyetebuhinya. Tanpa ragu-ragu Febi menodongkan pistolnya ke kepala si laki-laki.

" CABUT PENISMU KEPARAT!!! ATAU PELURU PANAS INI BERSARANG DI OTAKMU!!!", Febi berteriak lantang.

Laki-laki berusia kira-kira kepala empat itu tampak begitu terkejut dan ketakutan.

" Sssiiaaapp kkalliaann?? mmaauu aapppaaaa??", tanyanya sambil gemetar. Tampilan bugilnya membuat Sheila yang pemalu membuang mukanya.

" RESIMEN ANTI KORUPSI! ANDA DITANGKAP!!".

" SHEILA CEPAT BACAKAN HAK BANCI INI!!!", Febi tampak tak bisa menyembunyikan perasaannya.

Sheila mengintruksikan kepada rekan kerjanya terlebih dahulu mengambilkan penutup pakaian untuk pria bugil di hadapannya. Dengan malu-malu dan serba salah, dia mulai membacakan hak dari pria yang sebentar lagi akan naik ke mobil tahanan.

" SHEILA BERANI-BERANINYA KALIAN MASUK DULUAN SEBELUM AKU DATANG??", dari pintu terbuka, Ramlan muncul bersama seorang kru media dengan lampu sorot kamera menyala terang.

".......".

" CEPAT JAWAB!! SIAPA YANG NYURUH KAMU BERINISIATIF!!!".

Sheila hanya bisa menunduk pasrah.

" Gak usah menghardik Sheila dihadapan tersangka pak Ramlan! SAYA YANG TANGGUNG JAWAB!", Febi yang tengah melepaskan si wanita panggilan dari ikatan tangannya menjawab tegas.

" KURANG AJAR KAMU FEBI!! KAMU GAK NGERTI PROSEDUR PENANGKAPAN??".

Sheila semakin salah tingkah melihat kedua orang itu saling melotot satu sama lain di hadapannya. tidak ada di antara mereka yang mau mengalah.

Febi masih merangkul si wanita panggilan yang nyaris telanjang ketika menghadapi semburan Ramlan. Sheila sangat risih karena selain melihat pertikaian tak diinginkan dalam intern unitnya kru media yang turut datang dengan sorot lampu kameranya mengarahkan fokusnya pada tubuh telanjang si wanita.

" Jangan sorot dia!!", Sheila berucap lirih menolak aksi kru media. Naluri kesetiakawanannya kepada sesama wanita membuatnya merasa terpanggil untuk membela.

Kru media enggan mendengarkan dan terus menyorot tubuh telanjang wanita malang.

" Ckleeekk", Sheila begitu terkejut, ditengah perdebatan dengan atasannya sendiri, Febi mencabut pistolnya dan mengarahkan ke awak media.

" JANGAN SOROT DIA!!! KAMU GAK TAU SOPAN SANTUN???".

Bersambung ( https://www.semprot.com/threads/1079564?-Gratifikasi-donat?p=1889884793#post1889884793 )

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ;

1. Karbohidrat ( kentang ) ; senyawa organic karbon, hydrogen dan oksigen , terdiri atas satu molekul gula sederhana atau lebih yang merupakan bahan makanan penting dan sumber tenaga.
2. Kenikmatan ; keadaan yang nikmat ; keenakan ; kesedapan ; kesenangan
3. Donat ; Kue terbuat dari tepung terigu, gula, mentega, dan sebagainya, berbentuk bundaran yang berlubang di tengahnya.

UNDANGAN

HARI : KAMIS / 2 OKTOBER 2014
JAM : 20.00
TEMPAT : SITUS DEWASA NUMERO UNO
ACARA : NONTON BARENG LANJUTAN " Gratifikasi Donat".
episode : GRATIFIKASI TAWA

BESAR HARAPAN KAMI PARA AGAN SUDI MENGHADIRINYA. HORMAT NUBIE,

J R
 
Terakhir diubah oleh moderator:
Seruuu!! :jempol:

Dion termasuk tokoh utama juga, kan?

Melipir ah, bikin warung kopi dulu. :ngeteh:
 
:jempol: :jempol: :jempol: :jempol: mantaaaaaff....
.
serasa nonton film action ini, bang... episode pertama sudah dalam suasana tegang...
dan itu juga ada


:kangen: feby.... :kk:
.
.
emang bener ya :donat: donat bisa bikin ngos-ngosan???

:ngiler:
 
wah malam ini tim anti korupsi lagi grebek gubernur ruia.... jangan2 orang yang sama
 
aah.. akhirnya FEBI 'hidup' lagi.... thanks om..
ane tempah tiket untuk kamis depan yee.. :beer:
 
:jempol: bang J.R emg spesialis cerita polwan...
Hmmm btw ntu febi yg jd komandan'y shinta :huh:
wah brti shinta tewas donk di tembak tanto :galau:
 
wah malam ini tim anti korupsi lagi grebek gubernur ruia.... jangan2 orang yang sama

bukan bang, ini kek'y pas yg kasus sapi...
Kalo gk salah nama cewe'y miranti jg...
 
Bimabet
ceritanya berkarakter, ini nih yang kita cari, TS dengan faktor X.... aku YES untuk bang Robert :mantap:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd