Seorang wanita cantik berkulit putih dengan rambut pendeknya tengah duduk menyendiri di loby restaurant hotel. Dari wajahnya terlihat jelas ia tengah melamun. Gambaran peristiwa di masa lampau tengah mengalihkan perhatiannya dari kondisi sekelilingnya.
" Permisi Mbak boleh saya temani??", seorang pria berpenampilan metroseksual mencoba peruntungannya dengan mendekati si wanita.
" Silakan", dengan ramah si wanita berambut pendek menerima tawarannya.
" Ehemm Mbak kerja dimana??".
Si wanita hanya diam tak mendengar sapaan laki-laki tadi.
" Saya Toni, anak dari pemilik stasiun televisi terkenal", si pria melancarkan jerat andalannya.
" Hemm", si wanita hanya tersenyum ringan.
" Mbak siapa namanya??", diulangi pertanyaan.
" Tuttuitt..tuuttuuiitt", bunyi dering ponsel dari saku wanita rambut pendek menghentikan aksi Toni.
" Siap?", kata si wanita.
" Ijin sudah diberikan?? ", ponsel dipindahkan ke kuping kemudian disangga oleh leher wanita rambut pendek, sedangkan tangannya meraih bagian belakang rompinya. Dari balik rompi, dicabut sebuah senjata secara terang-terangan dihadapan laki-laki opurtunis. Melihat senjata dipermainkan dengan begitu fasih oleh wanita rambut pendek, laki-laki bernama Toni perlahan-lahan " mlipir" meninggalkannya. Si wanita tersenyum ringan melihat kelakuan laki-laki itu.
" Siap laksanakan!!".
" Ctak", dijentakkan jari sebagai tanda kepada beberapa orang pria yang sedari tadi duduk mengitarinya di sekeliling restoran. Seperti Komandan militer kumpulan pria tadi mengikutinya dengan patuh.
Meja resepsionis mewah tempat respsionis berwajah manis hotel tersebut menyambut para tamu segera didatang oleh sang wanita dengan langkah cepat dan tegas. Orang yang melihat dapat segera mengetahui latar belakang dari wanita nan cantik tapi menyimpan sejuta misteri.
" Tolong kunci kamar 415", katanya.
" Maaf ibu tamu hotel??", jawab resepsionis.
" Ya".
" Sebentar ya Bu saya cek dulu", resepsionis memeriksa daftar tamu di komputernya.
" Maaf Bu, penghuni kamar 415 telah berada di kamarnya dan beliau tidak mau diganggu", ucapnya ramah.
" Saya butuh kunci tersebut!", sang wanita menunjukkan sebuah surat tepat di depan wajah resepsionis agar dibaca baik-baik.
" Bbbaaiikk Buuu, sssebenntarr ssaaya ammbilkan", resepsionis gemetar melihat surat yang dibacanya.
" Mmmaaff iinnii Bbbuu kkunncinyaa 415".
" Terima kasih", wanita rambut pendek tanpa basa-basi mengambil kunci yang diserahkan.
Seorang laki-laki lain yang tampaknya merupakan anak buah dari wanita ini melangkah menghampirinya. " Bu Febi, senjata anda terlihat dari balik rompi".
" Lantas??".
" Tidak ada diantara kami yang membawa senjata bila sedang melakukan operasi".
" Biasakan!!".
Baru seminggu Perwira Polisi Wanita cantik bernama Febi itu bertugas di instansinya yang baru, tapi dia telah menunjukkan taringnya.
***
Miranti mematut dirinya di depan cermin. Dipegang dengan lembut kedua payudaranya untuk merasakan betapa aset terindah tubuhnya tersebut telah membawanya sampai disini. Pakaian ketat nan mengundang yang sebelumnya dikenakan sudah digantinya dengan pakaian transparan bermodel babydoll warna merah.
Lekuk sexy tubuhnya semakin jelas dalam balutan lingerie. Sengaja dia memilih warna merah untuk memproklamasikan keberaniannya menantang dunia. Dia rela kehilangan segalanya demi mendapatan kekayaan dunia. Untunglah pelanggannya sekarang terlihat higienis dan perlente.
" Mira, lama amat di dalamnya, ayo cepat kesini sayang!!".
" Iyaa Omm, Mira kesana", dipoles bibir sensualnya dengan lipstick merah semakin menambah kesexyan penampilannya.
Miranti telah siap melayani. Dilangkahkan kakinya dengan perlahan.
" Cklek", pintu kamar mandi dibuka. Dari arah berlawanan dengannya, Miranti melihat Samir begitu terpesona dengan tampilannya. Miranti merasa tersanjung dengan tatapan pria kepala empat tersebut.
" Mira", kata Samir.
" Kamu mau ini??", dikeluarkan dua tumpuk uang pecahan lima puluhan ribuan ke atas meja.
" Banyak banget Om".
" Iya, kamu mau??".
" Mauuu Om", kata Miranti manja.
" Kamu stripteas dulu depan Om!!".
" Tapii", Miranti terlihat gugup, " Mira belum pernah Om....", dia tampak bingung.
" Gampang", Samir menekan tombol pemutar music, " ikuti irama musiknya manis".
Miranti gugup tak dapat menggerakakkan satu pun anggota tubuhnya.
" Ayo mau gak?? kalo kamu gak mau Om ambil semua uangnya, kamu pulang ke rumah aja!! KITA SELESAI", Samir berkata tidak sabar.
" Iya Om, maaf, Mira coba deh!!", Miranti menguatkan tekadnya.
" Gak usah ngomong doank Mira!! buktikan!!", Samir merebahkan dirinya sambil melepas ikatan kimononya.
Miranti memejamkan mata memulai aksi perdananya melakukan tarian erotis di hadapan seorang pria. Belum pernah sebelumnya dia melakukan aksi serupa dihadapan kekasihnya. Tubuhnya masih canggung, berupaya meliuk-liuk ditengah kamar hotel.
Usaha keras telah dikerahkannya untuk memuaskan kliennya. Bagaimanapun dia mencoba professional sebagai wanita panggilan. Tubuhnya digoyang-goyangkan kiri kanan untuk merangsang gairah Samir. Pria yang ditatapnya ternyata tidak mengenakan apa pun dibalik kimononya. Miranti terkejut melihat batang kejantanan Samir telah ereksi sempurna.
" Cepat sekali si om naik", pikir Miranti. Berbalik badan kini wanita cantik nan sexy tersebut, untuk memamerkan keindahan bagian belakang tubuhnya.
" Uhhhh Omm", Miranti terkejut ketika dia tengah membalik badannya, Samir telah merapat dibalik tubuhnya. Batang kejantanan nan tegang sekarang menempel erat di pantat MIranti yang hanya berbalut kain tipis.
" Masih kaku kamu Mira", Samir mengambil leher Miranti dengan tangannya yang kokoh sehingga bisikannya dapat didengar jelas ke telinga si wanita.
" Mendesahlah yang keras biar Om makin ngaceng!!", Samir mengangkangkan paksa kedua kaki Miranti, kemudian mengarahkan senjatanya ke belahan hangat yang telah siap menyambutnya. Sebagai pria pengalaman yang telah bertahun tahun berkecimpung di dunia pelendiran, Samir tau posisi mana yang akan membuatnya merasa begitu nikmat. Ia ingin menikmati ekspresi Miranti saat senjatanya menyeruak masuk ke dalam tubuhnya. Dengan memegang leher wanita cantik berkulit sawo matang Samir mengunci lehernya. Dari samping Samir dapat memperoleh akses terbaik melihat wajah MIranti.
Samir cukup hapal dengan namanya lubrikasi kewanitaan. Miranti belum dirangsang apa pun, cairan kewanitaannya masih belum keluar. Wanita pasti akan mengernyit sedikit nyeri bila organnya langsung dimasuki tanpa fore play yang cukup. Itulah yang Samir inginkan, sebuah perubahan ekspresi wajah ; dari menahan sakit, menjadi merintih-rintih dalam kenikmatan. Melihat si wanita mengernyit nyeri cukup membuatnya horny.
" AAAAHH OOMMM SSAAKKITTTT", Miranti merintih saat daerah kewanitaannya dibobol oleh senjata laki-laki. Miranti tak dapat menolak, ujian profesionalitas telah dimulai.
" Slleeep....sslleeeeppp", perlahan tapi pasti senjata Samir menyeruak masuk dengan lancar.
" Ahhh...aahhh".
" MENDESAH YANG KERAS MIRA!!!".
" AAAAHH AAHHH OOOMMMM".
***
" Pak Ramlan, Febi sudah naik ke lantai empat".
" Apa??? cepat sekali dia, Sheila kamu lari cepat ke lantai empat!!. Tahan Febi! beri tahu dia agar menungguku!!", Pria kurus meminta Sheila bergerak cepat.
" Baik Pak!!".
" Ridwan dan Tomi kalian kawal Sheila!!. Zul telpon Dion ada dimana dia. O Ya Zul?".
" Siap Pak??".
" Regu tiga??".
" Stand by di loby sesuai perintah!".
" Bagus".
Sheila membuka cepat mobilnya ditemani dua orang rekannya berlari cepat menuju elevator. Dia tidak boleh kalah cepat dengan anak baru rekrutan dari Kepolisian yang susah sekali diatur.
***
Wartawan laki-laki dengan motornya telah tiba di hotel. Dengan cepat dia menuju titik temu yang telah diinformasikan oleh penghubungnya.
" Hosshh..hossshhh", nafas terengah menjadi bukti kesungguhannya memburu berita.
" Kemana aja kamu??", tanya pria kurus yang telah menunggunya di loby hotel.
" Mmaaaf Bos hosshh hosshh jalanan masih macet! Lho ramean Bos??", Dion kebingungan melihat rombongan pria berseragam serupa yang dikenanakan oleh penghubungnya tengah mengerumuni dua orang pria.
" Berita soal dua orang ini nanti saja! Siapkan kameramu kita naik!!".
***
" Bu Febi sebentar! Sheila meminta kita untuk menunggunya sebentar".
" Kenapa??".
" Kita hanya boleh menerobos masuk dengan pimpinan Pak Ramlan".
Febi tampak tak sabar ingin meringsek masuk membobol pintu kamar 415, tapi dia menjaga tempramennya. bagaimanapun usia kerjanya masih seumur jagung di instansi barunya sekarang. Dipegangnya perutnya. Setiap dia kehilangan kesabaran, disentuhnya perut untuk meningingat momen paling mengerikan dalam hidupnya, saat sebuah pisau menembus bagian tubuhnya akibat tindakan tergesa-gesa dalam sebuah huru hara di sebuah tahanan.
Segudang memori beserta para pelaku adegan horror tersebut, ditambah kenangan hubungan misteriusnya dengan seorang tahanan yang merupakan anggota Polisi, membuatnya dapat menahan diri.
"Sabar Febi, tak ada gunanya kamu asal terjang seperti yang sudah-sudah", Berusaha keras ia mengendalikan hasratnya.
" Ting", bunyi elevator terbuka. Seorang wanita cantik dengan dua orang kawannya berlari cepat.
" Kamu lambat sekali Sheila!".
" Hah..hahh.hahh maaf Febi, tapi anda harus menunggu Pak Ramlan..hah..hahh".
" Ok! kembalikan nafasmu! kamu harus berhenti makan donat dan mulai berolah raga!!", Febi menyarungkan kembali pistol yang telah dikeluarkannya sejak menginjakkan kaki di lantai empat.
***
" Om kenapa Mira diiket gini??", Miranti merasa risih kala kedua tangannya diikat ke sudut ranjang hotel. Persetubuhan sambil berdiri yang cukup menyakitkan tadi telah berlalu. Kliennya memintanya untuk berbaring terlentang, kemudian mengikat kedua pergelangan tangannya.
" Biar kamu gak ngelawan Mira cantik", laki-laki bernama Samir mengendus wangi rambutnya. Tangannya meremas kencang ke kedua payudara Miranti, membuatnya menjerit nyaring.
" AAAAAAAAHHHH", Miranti tak boleh menahan desahan oleh kliennya. Dengan perasaann lembutnya sebagai wanita, ia menduga lawan mainnya telah menggunakan sejenis obat kuat sehingga penisnya dapat tegak secara tak wajar.
" Ploopp...pplloopp..ppllooppp", rentetan pompaan cepat ala film porno menghujani vagina Miranti dengan keras. Perasaan nikmat sebenarnya tak sedikit pun dirasakan olehnya. Namun kebutuhan akan prestis membuatnya harus mengerahkan seluruh daya acting yang dimiliki untuk membuat puas pelanggan yang akan mengganjarnya dengan uang banyak.
" OOOOooooo", Miranti tercekik. Samir mencekik lehernya keras sambil terus menghujani organ kewanitannya. Rasa takut mulai menjalar dalam diri Miranti, karena mulai merasakan kelainan pada diri laki-laki bernama Samir.
Samir telah menenggak obat kuat. Otomatis penisnya tegak secara tidak wajar karena obat merangsang aliran derah di penisnya. Kelemahan dari obat kuat adalah menimbulkan rasa kebas, dimana nikmatnya sentuhan penis ketika bergesekan dengan dinding vagina tak lagi dapat dirasakan. Para laki-laki yang hobi menggunakan obat kuat tak mampu lagi merasakan kenikmatan alamiah berhubungan badan, sehingga mencari sensasi lain. Untuk Samir menyakiti wanita adalah sensasi yang dia cari.
" Plaaakk..plaaaakk...plaaaakkkk", Samir menampar pipi mulus Miranti berulang kali.
" Ampuuunnn Ommm....plaaakk....amppuunnnn..plaaakkk".
***