EMPAT. DIMI MAJNUN
Seorang penulis cerita religi mem-
follow maestro cerita porno, apa kata dunia? Lekas-lekas Dimi menekan tombol
unfollow. Tapi terlambat, notifikasi yang sudah kadung tersebar di lini masa membuatnya para pengikutnya penasaran, siapakah sosok istimewa yang di-
follow oleh pemilik akun
ElizaMayarani ini?
Selama berkarir di dunia oranye, Dimi memang dikenal pelit dalam melakukan folbek. Dari duapuluhribuan pengikut, yang balik di-
follow bisa dihitung jari, itupun hanya teman-teman dekat dari kelompok kepenulisannya saja. Dan ketika sang penulis mem-
follow makhluk tidak dikenal dari kerajaan lendir, maka yang terjadi adalah kehebohan yang lebih greget dari serangan negara api.
@Rashad Teriyaki cieee akhirnya kesengsem juga sama tulisannya Oom Vijay nih ceritanya...
Si Dimi majnun cuma bisa nepok jidat. Sudah menjadi postulat tak tertulis jika seorang penulis ber-
follower puluhan ribu melakukan folbek atau memberi
vote pada sebuah cerita gurem, kemungkinan besar pengikut-pengikutnya juga akan ikut membaca cerita tersebut. Benar saja, tidak sampai sehari, akun
@ajayvijayhotahai mulai ramai disebut-sebut dalam lini masa. Dan nggak cuma itu,
follower si penulis semvak juga bertambah 1.000 orang dalam semalam, kebanyakan ukhti-ukhti manis berjilbab. Masya Allah!
Wajar saja si Dimi sebel, dalam hitungan menit
follower si penulis kampret terus bertambah dalam deret eksponensial, hampir mirip dengan fenomena
@sairaakira tempo hari. Dan bukan tidak mungkin jumlah
follower-nya disalip oleh sang penulis porno, padahal buat mendapatkan 20.000 pengikut saja, Dimi harus koprol-koprol promo di sana-sini. Huft!
@Dimi: Sumpah ini nyebelin banget, kak!
@zenith: kenapa lagi, wahai adik... mwahaha....
@Dimi: Pernah nggak Pernah nggak sih, kak Zenith ngerasa kakak udah berjuang keras banget buat ngedapetin sesuatu, tapi justru orang lain yang ngedapetin itu?
@zenith: Pernah lah! Dulu ane pernah pedekate lama banget ampe koprol-koprol, eh tapi ternyata dia dilamar sama orang lain. Semvak, lah.
Dimi terpaksa terkikik-kikik membaca balasan chat dari pemuda itu. Cuma Zenith yang tidak ragu-ragu menggunakan kata-kata semacam 'semvak', 'kamfret' ketimbang jaim dan sok alim seperti pemuda lain.
@Dimi: bener tuh. Kadang ngerasa keberhasilan justru diperoleh sama orang yang nggak layak.
@zenith: Siapa yang menentukan layak atau enggak layak?
@Dimi: Allah?
@zenith: Nah. Bukan kah tanah liat tidak akan pernah berhak memprotes pembuat tembikar yang menjadikan wadah satu lebih mulia sedang dari yang lain lebih nista?
@Dimi: hihihihi... kak Zenith makan apaan sih, sampe bisa nulis kaya gitu.
@zenith: benernya otak ane tuh pinter Dim, cuma gara-gara kebanyakan makan micin jadinya kaya sekarang...
Dimi senyum-senyum melihat balasan chat Zenith, sebelum kembali manyun melihat follower si
@ajayvijayhotahai yang makin bertambah. Senyum lagi. Manyun lagi. Senyum lagi. Manyun lagi. Tanpa menyadari dirinya sudah dibikin
majnun oleh orang sama...
Husna cuma bisa geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak yang belum ada setahun lulus SMA itu. Ternyata bukan cuma
khamr yang bisa memabukkan, cinta pun bisa memberikan efek yang sama... ahay...
°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°
Suasana ba'da dzuhur di kampus itu tampak tak jauh berbeda dari biasa. Beberapa mahasiswa mengisi perut di kantin, beberapa menunaikan sholat dzuhur di mushola meski harus berdesak-desakan dan menunggu giliran.
Kalau jodoh sudah di tangan, semesta selalu memberi jalan, Dimi selalu meyakini itu. Tak ada satupun kejadian di semesta termasuk pergerakan angin dan daun selain yang telah ditetapkan Allah SWT di Lauh Al-Mahfudz, termasuk ketika keduanya berpapasan di pintu keluar mushola.
"
Wa alaikum salam," jawab Dimi gelagapan tak menyangka Zenith akan menyapa lebih dahulu. Lekas-lekas ia memalingkan wajah untuk menghindari kontak mata dengan lelaki yang bukan muhrim.
"Lho, kok? Ane malah yang belum bilang salam.
Assalamualaikum, hehe.."
"Oh, i-iya, ya... hehehe... btw, T-tumben nih, sholat berjamaah... hehehe..." salah tingkah, Dimi segera mengalihkan topik pembicaraan.
"Iya nih, bosen sholat sendiri... pengennya sih... uhuk..
sholat berjamaah sama istri..."
"Eh? Kak Zenith bilang apa?"
"Enggak... nggak apa-apa..." sahut Zen cepat lalu mengenakan sepatunya sambil cengegesan. "Kamu ambil kuliah siang, Dim?
Dimi cepat mengangguk.
"Bareng, yuk. Tar quiz aku nyontek kamu, yah..."
Dimi mengangguk lagi, tapi kali ini diikuti senyum lebar yang seolah tak bisa berhenti melengkung dari bibirnya.
°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°●°
Syahdan, keduanya berjalan beriringan di jalan setapak yang dinaungi pohon akasia menuju ruang kelas sambil bertukar cerita. Di sekitar mereka masih sarat mahasiswa, sehingga syaitan merasa tak perlu menghadirkan diri sebagai orang ketiga.
Sebenarnya pemuda itu cukup tampan, tapi sayang kebanyakan makan micin batin Dimi menganalisis. Rambut ikalnya dibiarkan memanjang sedagu dan brewok tebalnya menyembunyikan raut peranakan arab yang berdagu lancip dan berhidung bangir. Dimi membatin, jika saja sang pemuda mau lebih waras ketimbang berkeliaran dengan celana jins butut dan kemeja flanel yang tak pernah dicuci, insyaallah akan banyak gadis-gadis yang bersedia diajak membina mahligai rumah tangga.
Zenith adalah golongan yang biasa disebut sekuler, tidak pernah alpa beribadah, tapi sekali-kali juga berbuat dosa. Amar Ma'ruf nyambi Munkar, begitulah menurut pengakuannya.
Waktu temen-temen kost-nya pada asyik kumpul kebo sama pacar masing-masing, Zen cuma bisa coli. Bukan karena takut dosa, tapi karena tak ada satupun lawan jenis yang bersedia diajaknya berzina.
"Gimana mau minum
khamr, minum air tape saja ane teler," pungkas Zen pasti.
"Hehehe... Dari awal aku tahu kok, kalau sebenarnya Kak Zenith itu sholeh..."
"Sholeh apaan. Dosa aku banyak, Dim," sahut Zen sungguh-sungguh. "Aku sholat bukan karena aku orang sholeh, tapi justru karena ngerasa dosa-dosa aku banyak. Banget."
"Sama..." desah Dimi putus asa.
Zen langsung mengernyit. "Eh? Kamu barusan bilang apa?"
"Eng-enggak. Enggak apa-apa. Hehehe..." Dimi langsung berkelit. "Oh, iya.... G-gimana cerita religinya?"
"Ah-oh! Ya... iya gitu... deh," giliran Zen yang gelagapan. Karena sudah kadung bilang mau menulis cerita religi untuk buletin, mau nggak mau Zen harus menyiapkan plot kedua agar cerita religinya tidak terlalu sama dengan yang di wattpad.
"Premisnya simpel aja: ada abah-abah penjaga warung, suatu hari kedatengan pemuda yang ngaku berzinah dengan puterinya. 'Maafkan
ana, bah...
ana telah berzinah dengan puteri
antum', kata si pemuda. 'ASTAGHFIRULLAH! Kapan? Di mana?' si abah langsung stress. 'Kemarin bah, di warung ini, waktu nggak ada orang. Tapi ana bersedia menikahi puteri
antum, bah...' Jawab si pemuda... dan si abah cuma bisa komat-kamit astaghfirullah..."
Dimi terkikik-kikik. "Cerita religi apaan, tuh?"
"Dengerin dulu. Gini
twist-nya: setelah si abah nanya-nanya kronologisnya, ternyata waktu nerima kembalian tangan si pemuda nggak sengaja megang tangan anaknya si abah. Karena si pemuda tuh ngerasa kalau sentuhan kulit bukan muhrim tuh udah termasuk berzina."
"Horeeee..." Dimi bertepuk tangan. "Keren-keren-keren..."
"Hehehehe...." Zen langsung garuk-garuk kepala.
"Beneran, lho. Keren. Ringan. Lucu.
Twist-nya juga dapet. Dan yang paling penting ada muatan dakwahnya. Kayanya Kak Zenith nih udah biasa nulis cerita, ya? Hayo ngaku..." Sepasang mata Dimi bergerak menyelidik.
Sering. Banget. Jawab Zenith dalam hati. Tinggal kamu mau cerita yang mana? Rintihan Malam Pertama. Terjebak dalam Birahi. Kondom di Atas Bantal. Bikini Hitam Tante Cathy. Anak Bandel. Penyamun di Sarang Perawan. Dan yang paling fenomenal: PARADISKO, kisah seorang koreografer yang berguru pada penari Bali yang malah jatuh cinta pada anak sang seniman.
"Aku tahu kok, Kak Zenith pasti udah sering banget nulis cerpen," desak Dimi lagi. "Kelihatan banget dari cara ngebangun adegan dan
twist-nya."
"Eng-enggak, lah... kamu tahu sendiri, tulisan-tulisan aku mah politik semua," kelit Zen mati-matian.
"Bohong...."
"K-kamu sendiri? Hayoh. Kok kayanya ngerti banget soal nulis cerpen? Hayoh ngaku... pasti juga sudah sering nulis..."
Ditodong seperti itu, giliran Dimi yang menunduk. Pipinya yang tadinya berwarna putih mendadak merona merah muda seperti warna jilbabnya. Sebenarnya dari awal Dimi ingin menunjukkan cerita-cerita religi yang ditulisnya di Wattpad, tapi tak ingin citranya sebagai gadis baik-baik rusak karena disangka rajin membaca cerita bersampul seronok yang memang bertebaran di dunia oranye.
"Tapi jangan bilang siapa-siapa, yah..."
Zen mengangguk pasti.
"A-aku... nulis di wattpad, loh..."
"Hah? Wattpad?"
"I-iya, t-t-tapi cuma cerita religi, bener!" sahut Dimi. Panik, tanpa sadar lawan bicaranya dilanda kepanikan yang sama.
Mamfus ana! Dunia memang sempit, Zen langsung membatin panik. Gimana kalau Dimi pernah ngebaca cerita-cerita ane?! Tapi nggak mungkin lah, si Dimi mampir ke lapak ane, batin Zen menghibur diri. Nggak mungkin cewe soleha kaya Dimi ngebaca cerita-cerita bokep ane...
"Kak Zen kenapa? Ilfil yah gara-gara aku nulis di Wattpad?"
"W-wetped teh apaan yah, Dim...?" Zen pura-pura amnesia.
"Wattpad itu semacam aplikasi berbagi cerita, kak," papar Dimi polos. "Di Wattpad banyak cerita-cerita bagus, lagi. Cuma cara-gara orang yang suka nulis cerita porno, reputasi wattpad jadi rusak kaya gini. Makanya aku tuh paling benci sama penulis-penulis yang ngandelin adegan-adegan erotis buat narik pembaca, terutama si
@ajayvijayhotahai!" ucap Dimi penuh kebencian.
Mendadak Zen jadi kepengin lari ke hutan dan nyebur ke sumur.