Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Hanya Cerita

Part 9.


Adakah diantara kalian yang pernah dikhianati atau justru jadi pengkhianat?

Ah.. Kau pernah dikhianati? Tenanglah, janganlah dulu emosi. Minumlah teh manismu dulu...

Bagus. . . Sekarang pertanyaanku kepadamu, pengkhianatan yang kau alami itu, apakah itu sebab atau apakah itu akibat? Pahami dahulu pertanyaanku itu kawan, lalu aku akan kembali padamu.

________________________


Kawan.. kita akan kembali ke bawah pohon Ceremai yang terletak di samping warung Mang Ujang. Bukankah sudah kuceritakan sebagian tentang Umay mantan kekasihku semasa sekolah dulu? Umay yang saat ini sedang kupandangi sebagai pengalih rasa malu di hati. Wajahnya tetap cantik seiring bertambahnya usia.

Aku bergegas menjauhi para pegawai Farmasi dimana ada Umay juga disitu yang sedang beristirahat bersama teman sekerjanya. Entah kemana perginya Cholis, karena tak kulihat lagi dirinya di warung Mang Ujang. Kulangkahkan kakiku menuju rumah Bangaji, ingin rasanya bertemu dengan beliau dan kembali mencium tangannya, beliau ibarat bapak kedua untukku. Tapi sekali lagi kuingatkan diriku sendiri bahwa ini adalah bentuk napak tilasku. Keinginanku untuk menemui orang orang disini tak mungkin kulakukan sekarang. Semua akan bertemu pada akhirnya.

Semoga saja....

Tepat di depan rumah Bangaji kupandangi gerbang tralis setinggi pinggang berwarna hijau dan tertutup oleh hiasan fiber dan juga beberapa tanaman rambat namun tidaklah lebat. Kuarahkan pandanganku ke kiri, kebun kecil yang terletak di samping rumah milik Bangaji masih sama seperti yang dulu. Hanya ada beberapa tanaman kembang dan sebuah pohon jamblang yang terlihat sudah tua. Dibawah pohon itu ada semacam bale kecil yang biasa digunakan oleh Bangaji untuk sekedar istirahat di siang hari yang terik. Kulangkahkan kakiku menuju bale itu dan duduk sambil melihat ke arah kiri dan kanan. Hanya ada beberapa orang dan beberapa anak kecil yang sedang bermain tak jauh dari sini. Kuperhatikan dari jauh wajah mereka, untunglah tak ada yang ku kenal jadi aku merasa aman duduk disini tanpa adanya gangguan.

Kutarik dadaku layaknya kalian menarik nafas dalam dalam, kututup kembali mataku dan kuserahkan diriku untuk kembali disedot oleh lorong waktu yang berliku dan berjalan mundur. Ketika kubuka mataku, aku kembali di masa aku dan Umay sudah menjadi pegawai Farmasi seperti yang sudah dijanjikan oleh Bangaji kepadaku.

Aku ingat dimana hari itu aku dan Umay sedang istirahat siang di bale ini. . . .

____________________________



"Mal, lu gak kepengen cari cewe lagi apa?" Tanya Umay kepadaku yang sedang lahap memakan gado gado.

"Mmmm... belom kepikiran sii, masih sibuk nyari duit. Ntar kalo gw ud punya rumah, baru dah mikir cewe. Emangapa lu nanya nanya gitu?" Tanyaku pada Umay bernada curiga.

Jangan jangan dia mau ngajak CLBK lagi nih..

Bukan apa apa sii, tapi kalau melihat dia sebagai putrinya Bangaji, rasanya tak pantas seorang Kemal menjadi kekasihnya. Kemal hanyalah seorang biasa, akan seperti tak tahu diri rasanya jika kujadikan anak wanita dari panutanku ini sebagai kekasih, lagian Umay sudah kuanggap sebagai saudara perempuanku sendiri meskipun usia kami hanya bertaut bulan saja. Pertimbanganku yang lain adalah Umay adalah type wanita nakal, sulit rasanya untuk biaa mempercayai dia dalam hubungan yang serius.

Tapi itu hanya perkiraanku saja sih.

"Mo ngajak gw balikan lagi ya lu?" Tanyaku langsung kepadanya.

"Ihh.. sorry yee.. bukan level.." Balas Umay sambil mengibas ngibaskan telapak tangannya di depan wajahku.

"Halah.. bukan level katanya.. inget gak lu dulu pernah ngocokin titit gw? Kalo gak level mah ngapain lu bela belain ngocok titit gw di kamar mandi rumahlu hahaha..." Sengaja kupancing dia untuk mengingat ingat masa masa pacaran kami dulu semasa sekolah. Umay hanya tertawa dan menyibak rambutnya ke belakang. Terlihat lehernya yang putih dan sedikit basah oleh keringat.

"Beda Mal.. laen dulu laen sekarang. Emang lu sekarang udah berani buat gini?" Kata Umay sambil menunjukkan kepalan tangan dihadapanku dimana jempolnya diselipkan diantara telunjuk dan jari tengah sebagai simbol bersetubuh.

"Ngeledek amat lu.. yaudah ayo dah kapan lu mau gw ewe.." kataku sedikit tersinggung namun tetap merasa lucu.

"Songong lu.. kaya berani aja.. hahaha.." Balas Umay sambil menempeleng pipiku pelan.

Seperti itulah kami kalau sedang di luar rumah atau kalau sedang tidak ada ayahnya Umay alias Bangaji. Dekat dan saling bercanda jorok adalah hal lumrah bagi kami. Kedekatan kami ini lumayan terkenal di tempat kami bekerja saat ini. Bahkan sampai ada yang bilang bahwa kami ini adalah sepasang kekasih, padahal bukan.
Umay selalu bersikap manja kepadaku, sering kali pipi atau bibir ku dikecup olehnya setiap kali dia merasa gemas kepadaku. Malahan Umay tak pernah marah setiap kali payudaranya yang aduh aduh itu ku towel towel sembarangan.

Seperti saat ini...

"May ada laler ada laler... bentar.." Kataku sambil mengusap usap payudaranya dari luar kemeja seragam kerjanya dengan pura pura mengusir lalat di situ.

"Kemal Ish.. elu ya.. ada orang yang liat ntar luu.." Kata Umay seraya menyingkirkan tanganku dari payudaranya yang aduh aduh itu, aku hanya cengengesan mupeng.

"Lu masih sering nongkrong di pos simpang Mal?" Tanya Umay sambil nyomot lontong dari gado gado yang sedang kusantap.

"Masihlah, emangapa? Lu mau ikut nongkrong juga?" Tanyaku pada Umay yang sebenarnya tak perlu kutunggu jawaban darinya. Umay adalah type wanita menengah keatas, rokoknya bukanlah rokok mild pada umumnya, dia lebih memilih mild menthol yang mana menurutku sama saja tapi beda kata dia.
Mild menthol itu kelasnya beda, begitulah menurut dia kira kira.

"Iihh.. kaya ga ada tongkrongan laen aja gueee.. lagian heran deh gw sama elu Mal, kok mau maunya nongkrong disitu? Mana minumannya amer lagi." Cibir Umay kepadaku.

"Nih dengerin, justru ditempat tempat macem tongkrongan simpang tiga itulah solidaritas seseorang itu di tes." Kataku sedikit tersinggung.

"Kalo soal minuman sih tergantung kantong May, kadang Amer kadang Intisari." Kataku memancing cibirannya.

"Iih.. Intisari? Lu kaga mencret minum gituan?"

"Mencret sii kalo kebanyakan.. haha." Jawabku asal asalan.

Melly menggidikkan tubuhnya beberapa saat setelah mengetahui bahwa minuman yang sering ku minum adalah minuman kasta terendah menurut nya.

"Kapan kapan gw traktir minum deh lu Mal. Biar tau minuman mahal lu.." Kata Umay bernada mengejek.

"Lu minum juga emangnya May?" Jujur saja aku tak tahu kalau Umay juga minum minuman keras.

"Minum.. dulu waktu gw masih gawe di radio dalam mah sering, sekarang pas gw balik kesini gawe deket ama rumah, tidur di rumah, jadi ga ada kesempetan buat minum lagi, jangankan minum, mau ngeroko aja kudu nunggu ayah pergi dulu. Mana roko gw sering diembat sama si Ade" Jelasnya kepadaku.

Aku lumayan terkejut mendengar penjelasan dari Umay bahwa ternyata Ziah pun merokok.

"Badung juga lu ngehe.. hahaha.." Kutoyor kepala Umay sambil tertawa tak menyangka bahwa dia juga termasuk peminum minuman keras dan tak menyangka bahwa Ziah yang biasa dipanggil Ade adalah wanita perokok juga.

Umay ngedumel tak jelas dan kembali menempeleng pipiku.

"Eiya Mal, kemaren gw ketemu sama Cholis." Kata Umay sambil menyisir nyisir rambut panjangnya dengan jari jari lentiknya.

Sedikit kaget aku mendengar nama Cholis, tapi kututupi dengan pura pura cuek.

"Terus?" Kataku sambil melempar bungkus gado gado yang belum habis kusantap itu. Tiba tiba saja aku jadi kehilangan selera makan.

"Ya gapapa.. lu ga pengen temenan lagi ama dia emangnya?" Tanya Umay yang memang sudah tahu perkara ku dengan Cholis.

"Kalo dia duluan yang nyamperin gw terus dia ngajak bae'an lagi sih oke oke aja gw mah.." Kukatakan seperti itu pada Umay meskipun aku tahu itu sangatlah tak mungkin, karena aku dan Cholis sudah sama sama paham siapa yang sebenarnya berkhianat diantara kami berdua.

"Udahlah ngapain si lu ngomongin dia.." Kataku mencoba mengalihkan obrolan dengan Umay.

Perutku mual setiap mengingat Cholis.

"Yaudah sii.. masuk aja yuu Mal, dikit lagi jam satu, pengennya mah sebat dulu nih."

"Yaudah hayu, ntar aja kalo mo ngeroko mah di simpang ajaa.. Gw temenin deh. Eiya, lu yang bawa motor ya May." Kuserahkan kunci motorku padanya dan kubakar rokok mild ku untuk kunikmati sambil dibonceng oleh Umay.

Umay hanya manyun tanda iri melihatku membakar rokok.
Kamipun langsung menuju tempat kami bekerja.


Hari hariku kini selain bekerja bersama Umay di Farmasi dan nongkrong di simpang tiga bersama teman temanku, aku sering pula nongkrong di rumah Bangaji untuk membantu Bangaji menagih uang iuran sampah atau iuran ronda bulanan kepada warga. Kalau RT RT yang lain menagih iuran sampah atau ronda di siang hari, maka berbeda dengan RT Sadeli alias Bangaji. Beliau selalu memintaku menagih iuran kepada warga justru selepas maghrib dengan alasan Kepala Keluarga rata rata sudah pulang bekerja di jam itu. Bangaji tak mau menagih iuran kepada para istri yang bukan pencari nafkah. Menurut beliau, tagihan hanya pantas ditujukan kepada para suami atau Kepala Keluarga.

Seperti malam ini, aku sedang di rumah Bangaji untuk setor uang iuran bulanan warga. Bangaji menanyakan kepadaku siapa siapa saja yang belum memberi iuran dan apa alasannya, kujelaskan kepada beliau hanya ada dua warga yang belum membayar dengan alasan sedang tak punya uang. Bangaji hanya manggut manggut dan memaklumi warga yang belum bisa bayar iuran bulanan tersebut. Mungkin itu sebabnya warga dikampungku selalu memilih beliau sebagai Ketua RT. Tegas tapi tak memaksa, kegiatan kegiatan yang diselenggarakan Bangaji untuk warganya pun selalu diikuti oleh mereka, seperti kegiatan kerja bakti setiap dua minggu sekali, pengajian mingguan yang wajib dihadiri oleh warga, kegiatan lomba di setiap hari kemerdekaan dan kegiatan kegiatan lainnya. Begitu juga dengan kejujuran beliau, tak pernah seperakpun beliau ambil dari dana kas warga, bahkan kalau ada warga yang kesulitan keuangan, beliau tak segan segan membantu dengan uang pribadinya sendiri. Hanya satu kekurangan Bangaji, beliau adalah duda. Istri beliau meninggalkan beliau begitu saja tanpa sebab disaat Umay dan Ziah masih sekolah SMP. Mungkin karena pengalaman pahit itulah yang membuat beliau ogah untuk menikah lagi.

"Mal.. Bangaji mo minta tolong ni ame elu.." Kata Bangaji setelah memasukkan uang iuran ke dalam sebuah tas kecil.

"Siap Bangaji.." Kataku menyiapkan diri.

"Entar, bukan sekarang. Buru buru gidah lu.." Katanya sambil berkelakar.

"Yah, kirain sekarang Bangaji.." Jawabku sambil garuk garuk kepala.

"Bukan sekarang Mal, ntar malem minggu. Lu nongkrongnya jan ampe malem ya, jam sepuluan lu balik dah kemari."

"Lah, emang ada apaan Bangaji?" Tanyaku heran.

"Dulloh ngebesan.. mana besannya jauh bener lagi di Cikampek, gw kata emang anak lu kaga bise nyari cewe nyang deket deket Pamulang Dul? Kaga ngarti dah itu si Dulloh anaknya.." Sungguh lucu mendengar Bangaji cerita soal obrolan antara beliau dan Cing Dulloh adik beliau yang tinggal di daerah Pamulang.

"Hehehe.. ya namanya jodoh Bangaji." Kataku merespon cerita beliau.

"Ya emang iye siih, tapi kan jauh bangat itu dia besannye.. ebuseh Cikampek, kaya kaga ade wadon bae di Pamulang.."

Aku hanya senyum senyum mendengar gerutuan beliau.

"Nah Bangaji ke Pamulangnye sabtu siang nih Mal, bebantu dulu Bangaji di rumahnye Dulloh. Lu malem minggu tidur di mari ya, jagain Umay ame Ade." Lanjut beliau kepadaku.

"Lah emang pada kaga ikut kesono Bangaji, Umay ama Ziah?" Tanyaku heran.

"Kaga mao, au dah punya anak cewe pade suseh bener kalo diajak ke rume encingnye" Sungut Bangaji seperti kesal kepada kedua anak perempuannya.

Tiba tiba saja Umay keluar dari kamarnya, dia duduk disamping Bangaji dan berkata,

"Bukannya gak mau Ayaahh, Umay lagi ada kerjaan yang Umay bawa pulang ke rumah, kaga kelar kelar ntar kerjaan Umay kalo Umay ngikut ke rumah Cing Dul.. tanya aja ni sama Kemal kalo Ayah ga percaya." Umay mengedipkan sebelah matanya sebagai tanda 'iyain aja' kepadaku.

Wah.. kongkalikong gajelas nih kataku dalam hati.

"Bener gitu Mal?" Tanya Bangaji kepadaku.

"Ya ga tau Bangaji, emang sii dari kemaren lagi banyak kerjaan, tapi Kemal mah ga pernah bawa kerjaan ke rumah. Ga tau dah kalo Umay... iya kali.." Kataku kepada Bangaji.

"Yaudah seterah dah. Jadi gimana Mal? Mau kaga Bangaji minta tolong lu tidur di mari jagain Umay ame Ade?" Tanya Bangaji meminta kepastian kepadaku.

Bukannya aku gak mau, tapi yang jadi fikiranku malem minggu kan waktunya mabok, masa iya jam sepuluh udah balik dari tongkrongan demi ngejagain dua cewe?

"Ngapa lu diem aja? Gak mau lu jagain gw sama ade gw?" Tanya Umay seperti menantangku.

"Yee bukannya ga mau May, gw cuma bingung tidur dimana ntar gw disini. Kan ga mungkin gw tidur di kamar Ayah lu.." Kataku beralasan.

"Lu tidur di depan tipi gapapa kan? Ntar Bangaji beliin kasur lipet kusus buat lu, ame bantalnye kalo perlu.. gimane?" Tanya Bangaji penuh harap.

Karena merasa tak enak hati akhirnya ku iyakan permintaan Bangaji.

"Nah ennih baru andelan gw nih.." Kata Bangaji senang.

Perkara minum mah gampang deh, bawa aja kesini minumannya.. kataku dalam hati sambil merespon omongan Bangaji dengan senyuman.


Malam minggu tepat jam delapan aku sudah ada di pos ronda, duduk sendirian sambil memetik senar gitar yang entah dari kapan selalu kubawa pulang ini. Sedang asyiknya aku memetik gitar, Melly datang dibonceng oleh seseorang menggunakan sepeda motor. Bukan Nya'ung sepertinya, ketika seseorang itu membuka helmnya barulah jelas dengan siapa Melly datang kesini.

Dengan Qia..

Entah, mungkin mataku yang masih normal karena belum terpengaruh minuman dan lexotan atau mungkin mataku menjadi tidak normal karena belum terpengaruh minuman dan lexotan.
Tapi entahlah, hatiku deg degan melihat Qia. Qia terlihat menawan dengan jaket berwarna biru dan celana jeans panjang berwarna senada dengan jaketnya. Sepertinya hanya dengan melihatnya saja sudah mampu untuk menyedot seluruh cairan dalam otakku.

Bangsat.. cakep banget ni cewe.

Mereka duduk di samping kiri dan kananku, aku pura pura cuek sambil terus memetik gitar. Lagi lagi entah kenapa hatiku deg degan ketika suara Qia memasuki lubang telingaku.

"Hai Kemaall.. sendirian aja.. aku temenin boleh ga?"

Anjiiinng... suaranya lembut banget ya Tuhaan. Padahal waktu bertemu dengannya terakhir kali semuanya biasa saja. Kenapa sekarang jadi berbeda gini??

"Kok aku sih? Kita dong Qi.. kita temenin Kemal berdua.." Sahut Melly seperti tak terima karena merasa dilupakan.

"Nya'ung kemana Mel?" Kataku mencoba untuk menutupi rasa deg degan di hati yang disebabkan oleh Qia.

"Aaaauu.. emang gw emaknye..?" Jawab Melly ketus sambil menyibakkan rambut panjangnya.

"Lagi ribut lu bedua?" Tanyaku lanjut kepada Melly.

"Enggak Kemal sayaang.. gw gak ribut sama cowo gw kok.. gw udah bilang sama dia kalo gw mau ke simpang bareng Qia." Kata Melly yang sepertinya tak risih saat memanggilku sayang di depan Qia.

"Ooh.." Jawabku singkat.

Aku benar-benar mati gaya.

"Mal, aku boleh minta nomer hape kamu?" Tanya Qia kepadaku. Semenjak bekerja sebagai karyawan farmasi, aku mengalami sedikit kemajuan secara finansial, bahkan aku mampu membeli handphone Nokia dengan seri terbaru.

"Eh.. mmm.. boleh boleh.. tapi, kan Melly punya nomer aku eh nomer gw... kenapa gak minta sama Melly aja?" Kataku gugup.

"Cieee ngomongnya akuuu.. hahahaha.." Melly menertawakan keceplosanku barusan.

Apaan si Mel.. aku yakin wajahku merah seperti udah rebus saat ini.

"Melly gak mau ngasih nomer kamu Mal, katanya aku disuruh minta sendiri sama kamu." Kata Qia sambil mendorong bahu Melly dan mengatakan agar jangan menggodaku berlebihan.

"Kemal bawa HP?" Tanya Qia.

"Bawa.. nih.." Jawabku seraya mengeluarkan HP dari saku celana training sport panjangku.

"Boleh pinjem sebentar? Ada pulsanya kan?" Tanya Qia lagi kepadaku.

"Suit suiitt.. hahaha" Melly tertawa melihat kegugupanku.

"Mel !!" Kata Qia melotot sambil tersenyum malu.

"Ada kok.. pake aja.." Kataku sambil memberikan HP ku kepada Qia. Setelah itu, ku toyor kepala Melly yang masih saja tertawa melihat kegugupanku menghadapi Qia.

Kemudian Qia memencet tombol nomor di HP ku, kukira dia sedang menelpon seseorang tapi ternyata dia malah menelpon nomornya sendiri. Suara nada panggilan masuk terdengar dari HP nya, kemudian Qia menekan tombol merah dan mengembalikan HP ku kepadaku.

"Makasih yah.." Kata Qia sambil tersenyum kepadaku.

Tuhan.. kutantang Kau untuk menunjukkan karya terindah yang Kau ciptakan di semesta ini selain Qia kepadaku. Ku tantang Kau untuk membandingkan karyaMu itu dengan makhlukMu yang bernama Qia ini. Niscaya aku akan seribu kali memilih Qia sebagai pemenangnya meskipun neraka sebagai taruhannya.

"Iyah.. sama sama.. ini nomor kamu eh nomor elu?"

"CIEEEE KAMUUUU... hahahahaha" Tambah kencang saja Melly menertawakanku.

"Melly apaan siii.." Kata Qia sambil tersipu malu dan tak sanggup menahan senyum.

"Wedeh.. rame aja lu betiga.." Suara kusut milik Nya'ung yang baru sampai seperti suara superhero penyelamat di telingaku.

"Ung sini deh.. lu tau gak? Masa Kemal ngomong 'aku' ke Qia.." Kata Melly yang semakin membuatku mati kutu.

"Jiah.. masa si? hahahaha.. anak anjing malu malu kucing" Sambar Nya'ung bukannya menyelamatkanku malah nambah nambahin rasa gugup ku.

"Taiii..." Kataku kesal kepada Nya'ung dan menjambak rambut mohawknya.

'Tuudiit'

Suara nada pesan masuk terdengar dari HP ku. Jujur aja aku sudah ge er bahwa pesan itu dari Qia. Ternyata bukan, pesan masuk itu dari Umay yang berbunyi,

'JANGAN KEBANYAKAN MINUM AMER AMA INTISARI. LU UDAH JANJI MAU TIDUR DI RUMAH GUE.'

Oiya ya.. aku baru ingat kalau malam ini aku harus nginep di rumah Bangaji untuk menjaga anak perempuannya.

'Tuudiit'

Sebuah pesan lagi masuk, masih dari Umay.

'GAnjiiinng... suaranya lembut banget ya Tuhaan. Padahal waktu bertemu dengannya terakhir kali semuanya biasa saja. Kenapa sekarang jadi berbeda gini??

"Kok aku sih? Kita dong Qi.. kita temenin Kemal berdua.." Sahut Melly seperti tak terima karena merasa dilupakan.

"Nya'ung kemana Mel?" Kataku mencoba untuk menutupi rasa deg degan di hati yang disebabkan oleh Qia.

"Aaaauu.. emang gw emaknye..?" Jawab Melly ketus sambil menyibakkan rambut panjangnya.

"Lagi ribut lu bedua?" Tanyaku lanjut kepada Melly.

"Enggak Kemal sayaang.. gw gak ribut sama cowo gw kok.. gw udah bilang sama dia kalo gw mau ke simpang bareng Qia." Kata Melly yang sepertinya tak risih saat memanggilku sayang di depan Qia.

"Ooh.." Jawabku singkat.

Aku benar-benar mati gaya.

"Mal, aku boleh minta nomer hape kamu?" Tanya Qia kepadaku. Semenjak bekerja sebagai karyawan farmasi, aku mengalami sedikit kemajuan secara finansial, bahkan aku mampu membeli handphone Nokia dengan seri terbaru.

"Eh.. mmm.. boleh boleh.. tapi, kan Melly punya nomer aku eh nomer gw... kenapa gak minta sama Melly aja?" Kataku gugup.

"Cieee ngomongnya akuuu.. hahahaha.." Melly menertawakan keceplosanku barusan.

Apaan si Mel.. aku yakin wajahku merah seperti udah rebus saat ini.

"Melly gak mau ngasih nomer kamu Mal, katanya aku disuruh minta sendiri sama kamu." Kata Qia sambil mendorong bahu Melly dan mengatakan agar jangan menggodaku berlebihan.

"Kemal bawa HP?" Tanya Qia.

"Bawa.. nih.." Jawabku seraya mengeluarkan HP dari saku celana training sport panjangku.

"Boleh pinjem sebentar? Ada pulsanya kan?" Tanya Qia lagi kepadaku.

"Suit suiitt.. hahaha" Melly tertawa melihat kegugupanku.

"Mel !!" Kata Qia melotot sambil tersenyum malu.

"Ada kok.. pake aja.." Kataku sambil memberikan HP ku kepada Qia. Setelah itu, ku toyor kepala Melly yang masih saja tertawa melihat kegugupanku menghadapi Qia.

Kemudian Qia memencet tombol nomor di HP ku, kukira dia sedang menelpon seseorang tapi ternyata dia malah menelpon nomornya sendiri. Suara nada panggilan masuk terdengar dari HP nya, kemudian Qia menekan tombol merah dan mengembalikan HP ku kepadaku.

"Makasih yah.." Kata Qia sambil tersenyum kepadaku.

Tuhan.. kutantang Kau untuk menunjukkan karya terindah yang Kau ciptakan di semesta ini selain Qia kepadaku. Ku tantang Kau untuk membandingkan karyaMu itu dengan makhlukMu yang bernama Qia ini. Niscaya aku akan seribu kali memilih Qia sebagai pemenangnya meskipun neraka sebagai taruhannya.

"Iyah.. sama sama.. ini nomor kamu eh nomor elu?"

"CIEEEE KAMUUUU... hahahahaha" Tambah kencang saja Melly menertawakanku.

"Melly apaan siii.." Kata Qia sambil tersipu malu dan tak sanggup menahan senyum.

"Wedeh.. rame aja lu betiga.." Suara kusut milik Nya'ung yang baru sampai seperti suara superhero penyelamat di telingaku.

"Ung sini deh.. lu tau gak? Masa Kemal ngomong 'aku' ke Qia.." Kata Melly yang semakin membuatku mati kutu.

"Jiah.. masa si? hahahaha.. anak anjing malu malu kucing" Sambar Nya'ung bukannya menyelamatkanku malah nambah nambahin rasa gugup ku.

"Taiii..." Kataku kesal kepada Nya'ung dan menjambak rambut mohawknya.

'Tuudiit'

Suara nada pesan masuk terdengar dari HP ku. Jujur aja aku sudah ge er bahwa pesan itu dari Qia. Ternyata bukan, pesan masuk itu dari Umay yang berbunyi,

'JANGAN KEBANYAKAN MINUM AMER SAMA INTISARI. LU UDAH JANJI MAU TIDUR DI RUMAH GUE'

Oiya ya.. aku baru ingat kalau malam ini aku harus nginep di rumah Bangaji untuk menjaga anak perempuannya.

'Tuudiit'

Sebuah pesan lagi masuk, masih dari Umay.

'GW UDAH BELI MENSEN SAMA OPLOSANNYA, ZIAH PUNYA GELE.'

Kampret.. sejak kapan Ziah mengkomsumsi ***** fikirku dalam hati.

Kujawab pesan dari Umay..

'Jemput dong may, gaenak sama anak anak kalo gw maen cabut aja, lagian gw ga bawa motor'

'Tuudiit'

'OKE'

Setelah membaca pesan dari Umay aku merangkul Nya'ung dan membawanya sedikit menjauh dari pos ronda. Ku ceritakan pada Nya'ung perihal aku harus menjaga Umay dan Ziah di rumah Bangaji selagi Bangaji sedang ada keperluan di Pamulang. Nya'ung memahami itu dan meyakinkanku bahwa semua akan baik baik saja.

"Kalem.." Katanya kepadaku.

Tak sampai sepuluh menit kemudian Umay datang menggunakan motor matic miliknya. Dia berhenti sedikit lebih jauh dari simpang dan menelponku bahwa dia sudah ada didekat situ. Akupun menghampiri Umay setelah kuserahkan segala alasan ku untuk anak anak dan untuk Qia kepada Nya'ung.

"Lama lu.." Kata Umay setelah kuambil alih kendali motor darinya.

"Hehehe.. ya maap." Jawabku cuek


_________________


Umay membuka lebar pagar tralis depan rumahnya supaya aku bisa lebih mudah memasukkan motor ke teras depan.

Teras depan rumah Umay ini sebenarnya cukup luas, tapi sayangnya tak ada satupun kursi disana. Yang ada hanyalah karpet permadani yang terhampar di lantai keramik. Dan karpet itu dihuni oleh Ziah yang sedang asik menghisap asap dari rokok mild menthol dimana aku yakin bahwa rokok itu adalah milik Umay.

Setelah kuparkirkan motor milik Umay di pojok teras, akupun menghampiri Ziah dan duduk disampingnya.

"Zii.." Kataku menyapa dirinya.

"Ape bang..?" Jawab Ziah cuek.

"Bagi dong.." Kataku lagi.

"Niihh.." Jawab Ziah sambil menyodorkan bungkus rokok mild menthol ke hadapanku.

"Bukan roko yang ini wey.." Kataku sambil mengeluarkan rokok mild milikku dari saku celana training sport yang kukenakan.

"Gele De.. Kaka ngasih tau Kemal kalo Ade punya gele." Sahut Umay setelah mengunci pagar dan bergabung bersama kami.

"Oohh.." Jawab Ziah singkat.

Dugaanku, Ziah masih sedikit jaga image didepanku.

"Selow Zi.. kaka lu udah cerita ke gw kalo lu punya gele.. makanya bagi doong," Kataku coba mencairkan suasana.

"Uumm.. gaenak kalo bakar disini, mending pindah ke dalem aja.." Kata Ziah kepadaku dan minta persetujuan dari kakaknya.

"Yaudah yu pindah.." Jawab Umay sambil beranjak masuk diikuti oleh aku dan Ziah.
____________________

Di ruang tengah aku duduk selonjoran di bawah kursi yang sedang di duduki oleh Ziah sementara Umay masuk ke dalam kamar entah ngapain.

"Mana Zii? Tanyaku pada Ziah mengenai ***** yang dimilikinya.

"Nih.. sebat ya, muter aja bang biar santai.." Jawab Ziah sambil memberikanku selinting ***** kering siap pakai.

"Seloww.." Kujawab sambil membakar ujung lintingan ***** yang terjepit diantara kedua jariku.

Baru saja kunikmati dua tarikan asap ***** milik Ziah, Umay keluar dari kamar sambil membawa sebotol minuman yang lumayan ber merk.

"Widihh.. pesta nih kita..uhuk uhukk.." Kataku sambil terbatuk imbas kuatnya rasa ***** lintingan ini.

"Mumpung ga ada ayah" Kata Umay sambil membuka botol minuman dan mengoplosnya dengan beberapa minuman lain yang dia ambil dari kulkas.

Kuoper ***** yang baru kuhisap kepada Ziah, dengan asiknya Ziah menghisap asap ***** itu langsung dari lubang hidungnya tanpa memasukkan lintingan itu kedalam mulutnya.

"Sssshhht.. huuffft.. uhuk.."

Terlihat sekali bagaimana ahlinya Ziah mengkomsumsi daun haram itu.

"Anjaayy.. hahaha.." Kataku begitu girangnya melihat bagaimana Ziah dengan santainya menghisap asap *****.

Kamipun mulai berpesta malam itu. Tegukan demi tegukan kami nikmati dari minuman yang diracik oleh Umay, hisapan demi hisapan asap kami nikmati dari lintingan ***** yang dibuat oleh Ziah. Sementara dariku, kutawarkan lexotan kepada mereka dengan alasan agar lebih 'fly', mereka setuju dan masing masing dari kami menelan satu butir lexo agar malam yang kami lalui ini menjadi lebih indah. Candaan demi candaan, obrolan demi obrolan mengalir begitu saja diantara kami bertiga.

Sekitar satu jam setelahnya, aku mulai merasakan efek dari apa yang masuk ke dalam tubuhku sebelumnya. Kepalaku tenang tapi terasa goyang, mulutku lelah tapi tetap nyengir dan hawa tubuhku panas tapi terasa dingin. Umay bersandar di bahuku sambil mengikuti nyanyian dari VCD yang disetelnya tadi. Sementara Ziah tetap asyik menghisap rokok mild milikku tepat dikursi dimana aku sedang bersandar di bawahnya.

Tiba tiba saja Ziah tertawa terbahak bahak tanpa sebab yang jelas, aku dan Umay reflek menengok ke arah Ziah kemudian aku dan Umay saling tatap sejenak sebelum akhirnya kami ikut tertawa terbahak bahak. Lucu sekali melihat ketidak lucuan Ziah barusan. Benar benar ***** berkualitas, bahkan tak ada apa apa pun bisa membuat kami tertawa. Lepas beberapa menit kemudian barulah kami dapat mengontrol diri kami dan mencoba untuk tak memancing kelucuan yang sebenarnya tidak ada. Memikirkan hal itu malah membuatku kembali tertawa terbahak bahak.

Haahh.. cape ketawa mulu..

Setelah lelah tertawa kami diam selama beberapa saat, Umay kembali menyandarkan kepalanya di bahu kiriku. Tanpa maksud apa apa kurangkul kepala Umay dan mengusap usap rambutnya. Dapat kurasakan nafasnya yang mulai meningkat, tiba tiba saja Umay mencium pipiku beberapa kali. Aku diam saja dan menikmati ciuman dari Umay di pipiku. Melihat responku yang pasif Umay menarik daguku agar wajahku menghadap ke wajahnya. Tanpa basa basi Umay mencium bibirku dengan lembut dan kubalas dengan lembut juga. Dari yang awalnya lembut naik menjadi ciuman yang semakin panas, kami saling membelit lidah, menyedotnya dan bertukar air liur. Tanganku naik keatas kaos yang dikenakan Umay dan meremas payudaranya yang aduh aduh itu. Umay mendesah keenakan dan semakin buas melahap bibirku sampai pada akhirnya kegiatan kami di interupsi oleh Ziah.

"Woy.. ada Ade nih, gila kali cipokan di depan orang.."

Umay tertawa kecil dan menatap Adiknya sejenak sambil berkata,

"Lu merem aja deh De.. kaka sange nih.. " Kata Umay sambil kembali mencium bibirku dan menikmati remasan tanganku di payudaranya.

"Ya ntar kalo Ade ikutan sange gimana?" Tanya Ziah kepada kakaknya.

Namun sepertinya Umay tak terlalu memperdulikan pertanyaan dari Ziah, karena Umay terus saja memborbardir bibirku dengan bibirnya. Tak puas hanya meremas dari luar kaos, kuturankan tanganku dan menyelinap masuk ke dalam kaosnya. Kutelusuri kulit perut Umay sampai akhirnya tiba di gundukan payudara yang masih tertutup BH, kupaksakan jariku masuk ke selah BH bagian bawah, setelah yakin jari tanganku sudah mencapai puting payudaranya, ku puntir puntir puting itu dengan gemas dan membuat Umay melepas pagutannya di bibirku hanya untuk mendesah.

"Aah.. sshh.. hhmm.." Wajah Umay terlihat sayu dan napsuin.

"Iiissshh kakaaaa... di kamar aja sana ih.. masa Ade disuruh nonton orang ciuman sii.." Ziah kembali protes kepada kami. Namun kali ini aku yang menjawab protes Ziah itu.

"Ya gapapa Zii.. kan dulu lu juga udah sering ngeliat gw ama ka Umay ciuman sambil grepean."

"Itukan dulu bang.. kalo sekarang kan beda, Ziah udah gede, udah ngarti.." Kata Ziah.

"Ya bagus dong kalo udah ngarti.." Kata Umay sambil kembali mencium bibirku.

Ziah kemudian turun dari kursi yang didudukinya dan pindah satu meter di depan kami, hanya satu meter saja. Dia benar benar jadi penonton antara aku dan kakaknya yang sedang ciuman dengan panas ini. Aku yang sedang di tonton malah semakin bernafsu, mumpung Ziah di depan ku dan Umay, mumpung Ziah sedang fly dan mungkin saja dia juga jadi 'on' karena menonton aku dan Umay, kupelorotkan celana training sportku berikut celana dalamnya. Penisku yang sudah tegang maksimal itu mengacung bangga di depan Ziah sebelum akhirnya disadari juga oleh Umay bahwa aku sudah mengeluarkan penisku.

"Eeh.. Kemal Ish.. ada Ade.. lu maen ngeluarin kontol sembarangan aja ih.." Kata Umay sambil mesem mesem dan melirik penisku.

Kulihat Ziah terpaku menatap penisku sebelum akhirnya membuang muka ke arah kanan karena kepergok olehku. Senyumnya tak bisa disembunyikan dari bibirnya yang tipis itu begitu juga dengan rona merah di pipinya.

"Gapapa, biar asik.." Kataku lagi sambil kembali mencium Umay dan meremas payudaranya. Selagi berciuman, ku lirik Ziah yang sedang bersedekap seperti menutupi payudaranya namun jari jarinya bergerak seperti memijit mijit payudaranya sendiri. Momen ini tak kusia siakan begitu saja, kukeluarkan tanganku yang sedang aktif di payudara Umay dan meraih lengan Umay untuk kutuntun menuju penisku. Aku mau Ziah melihat kakaknya menggenggam penisku. Umay seperti kaget dan melirik ke arah Ziah, Umay seolah olah menahan tangannya supaya tak menyentuh penisku. Kudekati telinga Umay dan berbisik,

"Pegang May.."

Umay membalas dengan suara pelan,

"Ada Ade.." katanya dengan nafas memburu.

"Gapapa.. cuekin aja.. kalo perlu ajak sekalian.." Bisikku lagi sambil menggigit kecil lehernya yang putih dan menghisapnya lembut.

"Aahh.. Kemaalllhh...sshhh.." Umay mendesah merasakan lehernya yang sedang kucupang itu.

Kembali kutarik lengan Umay menuju penisku, kali ini dia tak menolak dan menggenggam penisku dengan erat. Kupandangi penisku dan beralih melihat Umay sejenak. Kuberi kode kepada Umay agar melihat reaksi Ziah, Umay sepertinya paham dan sepertinya juga terpengaruh oleh kata kataku 'kalau perlu ajak sekalian',

Pengaruh tiga jenis barang memabukkan yang tadi kami nikmati membuat nafsu kami memuncak dan menutupi rasa malu diantara kami. Umay mulai mengocok penisku dengan pelan sambil melihat bagaimana reaksi Ziah. Entah sadar atau tidak sedang diperhatikan oleh kami, Ziah semakin terlihat giat memijit payudaranya sendiri diiringi nafasnya yang memburu. Tatapan Ziah tak lepas dari penisku yang sedang dikocok oleh Umay kakaknya.

Berada di posisi ini membuatku semakin saja bernafsu. Ku lepas celana dari kakiku dan kutarik bajuku keluar, aku telanjang bulat di depan kakak beradik ini. Mereka seperti kaget melihat aksiku, namun aku yakin nafsu merekapun pasti semakin bertambah. Ku tarik kaos yang dikenakan Umay dan melepas kaitan BH nya, kuremas dan kupelintir pelintir puting payudaranya yang aduh aduh itu sampai Umay mendesah keenakkan sambil tetap mengocok penisku.

Kuarahkan pandanganku kepada Ziah yang kini malah memasukkan tangannya kedalam kaosnya dan memainkan payudaranya sendiri langsung dari dalam.
Kembali kudekati telinga Umay dan berbisik,

"Nafsuin banget lu berdua.. jadi pengen ngewe.."

"Gw juga pengen, tapi kalo Ziah ikutan pengen ngewe gimana? Gw ga tau dia udah pernah ngewe apa belom." Jawab Umay

"Yaudah tanya aja.." Kataku pada Umay.

Agar tak terlalu terlihat bahwa Umay sengaja akan menanyakan hal itu pada adiknya, aku akan pura pura menghisap payudara Umay selagi Umay bertanya pada Ziah. Bukan pura pura sih, tapi beneran nenen di payudaranya yang aduh aduh itu.

Akhirnya Umay pun berkata pada Ziah yang tak lagi malu untuk memainkan payudaranya sendiri dihadapan kami.

"De.. Ade udah pernah ngewe belum? Jawab jujur.." Tanya Umay pada Ziah.

"Udah lah.. hari gini belom ngerasain ngewe.." Jawab Ziah blak blakkan.

"Dasar gelo lu De.." Kata Umay sambil tertawa.

Aku sih gak terlalu terkejut mendengar pengakuan dari Ziah tadi. Mana mungkin wanita yang sudah merasakan ***** dan minuman keras belum pernah merasakan persetubuhan..

"Lu mau megang Zii?" Kutawarkan penisku untuk dipegang oleh Ziah.

"Iya, lu mau megang kontolnya Kemal gak de? Gemesin tau.. hahaha.." Sambar Umay kepada Ziah.

Efek maboknya udah kelewatan ini mah. Tapi biarin deh, kapan lagi bisa kaya gini fikirku dalam hati.

Ziah seakan ragu untuk mendekat, ku geser posisiku sedikit mendekat ke arah Ziah agar dia merasa 'diterima' olehku dan kakaknya.

Ziah meraih penisku, diremas remas sejenak dan dimain mainkan olehnya.

"Lucu iisshh, kaya kontol anak kecil, gak ada jembutnya, tapi gede.. hahaa." Katanya memberi penilaian. Kemudian Ziah melepas genggamannya dan seperti 'mengembalikan' penisku itu kepada sang pemilik yaitu Umay kakaknya. Aku berbalik dan menubruk Umay yang kini sedang rebahan, kuhisap dan kujilat jilat payudara Umay dengan rakus. Tak terdengar suara lain selain desahan Umay, tak terasa hawa lain selain hawa nafsu kami bertiga yang memenuhi ruangan ini. Kini kupindahkan posisi Umay menjadi lebih dekat dengan Ziah dengan tujuan agar Ziah bisa lebih jelas menonton kami. Kubuka celana Umay berikut celana dalamnya dan kupandangi vagina tembem dengan bulu yang tak terlalu lebat disitu. Umay seolah bersikap malu malu di hadapan aku dan Ziah, dia menutupi vaginanya dengan telapak tangannya dan senyum senyum sambil melirik ke arah Ziah.

"Ih gila lu pada berdua.. hhh..hhh.." Kata Ziah dengan wajah sayu penuh nafsu dan nafas yang makin memburu.

"De.. hehehe.. jaga rahasia ya.." Kata Umay sambil memindahkan tangan yang sedang menutupi vaginanya tadi dan direspon oleh anggukan dari Umay

Kupastikan Ziah dapat melihat dengan jelas ketika penisku menyentuh bibir vagina Umay. Kutempel kepala penisku dan menggesek gesek perlahan di area belahan vagina dan clitoris milik Umay.

"Hhhnngghhh.. mmmhh..." Umay terpejam sambil sedikit menengadahkan kepalanya.

"May.. udah becek nih memek lu.." Kataku pada Umay sambil terus menggesek gesek penisku di clitorisnya. Umay menjawab dengan desahan dan sedikit anggukan dengan mata yang tetap terpejam.

"Akh... ssshh.. ah.." Ziah mendesah.

Kok Ziah ikut mendesah? Kutengok kearahnya dan aku sedikit terkejut melihat apa yang dilakukan Ziah saat ini. Ziah sudah membuka kaos dan BH nya bahkan sudah menurunkan celana pendeknya sebatas lutut. Kapan dia buka bajunya? Gila, aku tak sadar kapan Ziah membuka baju dan menurunkan celananya.
Posisi Ziah sangat sangat menggiurkan, dia tetap duduk di dekat kami dengan posisi kaki tertekuk seperti jongkok, pahanya sedikit terbuka sementara lututnya sedikit rapat karena tertahan celana pendeknya dan kembali terbuka dari betis ke telapak kaki. Jari tangan Ziah terlihat mengintip dari selah selah pahanya dan bergerak gerak menstimulasi vaginanya sendiri. Ziah menatapku dengan wajahnya yang sayu dan penuh nafsu.

Aku merinding melihat Ziah, begitu menggairahkannya anak ini. Kualihkan mataku dan mengarah ke wajah Umay, ku kecup bibir Umay dan berbisik kepadanya,

"Ziah colmek.."

Umay membuka matanya dan nengok ke arah Ziah, dapat kutebak dengan posisi rebah seperti Umay, vagina Ziah yang sedang di cowel cowel oleh jarinya sendiri itu pasti akan terlihat jelas. Dan aku iri karenanya.

Aku kembali tegak dan mulai menggesek gesek penisku lagi di vagina Umay.

"Ssshhh... De.. colmek?.. Uuhhss.." Umay seperti mengkonfirmasi kegiatan mesum Ziah kepada dirinya sendiri sambil mendesah keenakan efek penisku yang menggesek clitorisnya.
Ziah hanya mengangguk dan ikut mendesah..

"Hu'ummhh.. hh.. sshh.."

Penisku mulai gatal ingin merasakan masuk ke dalam vagina Umay yang belum sempat kurasakan dari dulu ini. Kuposisikan penisku di depan liang vaginanya dan menggeseknya sebentar. Berbarengan dengan itu, Umay kembali berkata kepada Ziah,

"Yaudah gapapa.. colmek ajah.. OOOOOUUGHHH.. Ssshh... Khemaalll..aaah.."

Umay seperti terkejut karena tak mengira bahwa aku akan memasukkan penisku disaat dia sedang berbicara kepada Ziah. Ziah yang melihat langsung adegan nikmat di depannya malah semakin belingsatan, dia melepas celana pendek dari tungkai kakinya dan melebarkan paha selebar lebarnya di hadapan kami sambil memainkan clitorisnya dengan gerakan yang lebih cepat.

Gilanya, kami saling menonton aksi kami ini satu sama lain. Ku genjot Umay dengan santai diiringi desah pelan dari Umay sambil menonton aksi Ziah. Sementara begitu juga Ziah, dia begitu asyik menonton persetubuhan aku dan kakaknya sembari menikmati dirinya sendiri.

Kembali kudaratkan bibirku di ujung puting payudara Umay yang aduh aduh itu dan mulai menghisap serta menjilat puting merah milik Umay dengan santai. Pinggulku tetap dalam ritme santai, kunikmati betul betul gesekan kulit penisku dengan dinding vaginanya disana yang menghasilkan listrik listrik kecil dan menjalar keseluruh tubuh menjadi rasa hangat hangat nikmat.

Kembali ku angkat kepalaku dan memanggil Ziah,

"Zii.. sini.."

Ziah mendekatiku dan langsung mencium bibirku dengan buas. Kulirik Umay hanya melihat ke arah kami sambil terus mendesah, Umay bahkan meremas dan memelintir puting payudaranya sendiri dengan tangannya. Umay tak marah ketika Ziah menciumku, itu artinya Umay tak ada masalah kalau Ziah bergabung bersama kami daripada hanya duduk dan masturbasi sendirian sebagai penonton.

Konsentrasiku terbelah dua kini, menggenjot Umay dan meladeni buasnya ciuman dari Ziah. Ku remas payudara Ziah yang pas sekali dengan ukuran telapak tanganku. Lelah berciuman, kulepas pagutanku dari bibirnya dan kubisikkan sesuatu yang menurutku sedikit beresiko untuk di tolak oleh Ziah.

"Zii.. bantuin Umay supaya cepet sampe.. isep pentil sama toketnya dia Zii.."

Mungkin karena sudah terlalu nafsu dan masih dalam pengaruh mabuk, Ziah hanya menjawab,

"Hhmmmm... nakal ih.."

Setelah itu Ziah nungging dan menurunkan kepalanya ke payudara Umay sementara bongkahan bokong bulat nan sekal itu tersaji di samping depan kiriku. Ziah mulai menghisap payudara kakaknya itu, Umay yang kaget payudaranya dihisap oleh Ziah adiknya hanya menjerit kecil dan tertawa geli bercampur desahan.

"Aawwhh.. akh.. De.. akh.. haha.. aahhh..huu~uhhh.. geli Dee.. oouugh.. sshh"

Kupercepat genjotan penisku di dalam vagina Umay sambil tangan kiriku merayap di bokong bulat milik Ziah dan mencari belahan vagina dibawahnya. Ziah seperti mengerti dan membuka kakinya lebar agar dapat leluasa ku mainkan vaginanya dengan jari dari arah belakang.

Desahan Umay makin keras dan cepat, kulihat satu lengan Umay menahan kepala Ziah agar tetap di payudaranya sementara lengan yang satunya lagi mencoba meraih sesuatu untuk pegangan, karena tak ada pegangan yang bisa di raihnya, akhirnya Umay menjadikan lengan kananku sebagai pegangan lengannya.

"Aaakkhh.. uuhh uh uh... oooookkh.. dikit lagi Mal.. yangh khencengh Malh..."

Kulepas lengan Umay yang sedang menahan lenganku, kuhentikan dahulu kegiatanku mengocok vagina Ziah, ku buka lebar lebar paha Umay dan mendorongnya supaya sedikit naik. Kutahan paha itu dengan tanganku sambil kugenjot dengan keras dan kasar.

'Plak.. plak.. plakplakplakplakplak..'

Wajah Umay mengkerut, mulutnya terbuka lebar tanpa mengeluarkan suara dan pupil matanya naik keatas. Ku hentakkan keras keras pinggulku untuk yang terakhir kalinya.

'PLAK !!!' Kutahan sepersekian detik sampai akhirnya seluruh tubuh Umay bergetar dengan hebat. Aku tak bohong, seluruh tubuhnya bergetar bagai tersengat listrik ribuan volt, dia menarik rambutnya sendiri seperti kesetanan. Ziah mengangkat kepalanya dari payudara Umay yang aduh aduh itu untuk melihat kakaknya mencapai orgasme. Penisku seperti di remet remet oleh urat urat dalam vaginanya, rasanya seperti di remas kemudian dilepas kemudian diremas lagi.

Ugh.. nikmat sekali rasanya.. kalau saja bukan karena lexotan, aku yakin bakal muncrat gak karu karuan penisku saat ini.

"Ooooooooookkkhhh... oooouugghh... sssshhhh... Hannnnnnjj...Jiing !!! Ooouuhhh.... hhggggghhhh..."

Umay merapatkan kedua kakinya efek orgasmenya yang hebat, kubiarkan penisku tetap menancap didalam vagina Umay. Selagi Umay menghabiskan kenikmatan orgasme yang dia rasakan, kutarik Ziah dan mencium bibirnya dengan rakus. Ziah merespon ciuman ku dengan sama rakusnya, kuremas bergantian kedua payudaranya yang membuat Ziah melenguh dan melepas bibirnya. Ziah mengimbangi tinggi tubuhnya agar payudaranya yang masih ranum itu sejajar dengan wajahku. Tak kusia siakan permintaan tanpa kata dari Ziah itu, kuemut dan kujilati dengan rakus kedua puting payudara Ziah.

"Sshh.. enak bang.. uuu~uuh.. sshh" Ziah mendesah keenakkan.

"Maall... ngilluuu nii memek gw.." Umay yang sepertinya sudah sadar dari kesurupan orgasmenya memintaku untuk mengeluarkan penisku dari vaginanya.

"Hehehe.. enak banget memek lu May.. uuuuuwwwhh.." Kataku sambil menarik perlahan penisku dari dalam vaginanya yang sengaja di kedut kedutkan oleh Umay.

Ziah pindah kebelakangku dan memeluk tubuhku dari belakang dengan erat. Terasa sekali sepasang payudara nan ranum milik Ziah nemplok di punggungku. Diciuminya leherku sementara tangannya meraih penisku dan mengocoknya lembut.

"Lu udah keluar belom De?" Tanya Umay pada Ziah adiknya.

"Belom.. kak.. cuph.. cuph.. kak, Ade boleh ngewe sama Bang Kemal yaa??"

Eh..??

__________________________


Kawan..

Tidakkah kau sadar cahaya langit mulai meredup?
Akankah kau istirahat dan kembali ke arah tempatmu berawal atau akankah kau tetap disini bersamaku ditengah tengah sajian sajian ini?

Karena ceritaku belumlah usai. . . .
 
Bimabet
Kalian tau.. Kalian tau bagian apa dan bagian mana yang paling sulit bagi ane dalam menceritakan cerita ini?

Bagian SS nya.

Sumpah susah banget menuangkan ilustrasi tentang adegan wikwik dalam sebuah cerita.

Kenapa? Karena adegan wikwik itu adalah adegan paling jujur sealam jagat menurut ane.. dan itu gak bisa dinarasikan dalam bentuk cerita apapun.

Ya gampangnya gini, lu lagi ngewe sama bini lu atau sama cewe lu terus lu diminta buat nyeritain soal itu SECARA DETAIL.

Taroan.. Gak mungkin lu nyeritain itu secara detail broo... or sisss..

If you know what i mean yess..

:pandaketawa:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd