Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Hello, Cynthia: Sebuah Kisah Remaja SMA

Lebih pilih mana untuk frekuensi update cerita?

  • Seminggu sekali, cerita lebih panjang

    Votes: 217 47,1%
  • 1-3 kali dalam seminggu, cerita lebih singkat, plus mini chapter atau side story sebagai selingan

    Votes: 111 24,1%
  • Suka-suka TS, yang penting tetap update

    Votes: 133 28,9%

  • Total voters
    461
Status
Please reply by conversation.
Selamat membaca :)

Part 4: Pleasure in the Dark

Untuk sesaat, aku yakin mendengar suara tembakan, atau kembang api.

Yakali?

Suara itu makin nyaring.

“!!!!!!!”

Aku terlonjak dari kasur. Sumber suara berisik itu tepat dari luar pintu kamarku.

“Banguuuuuuunnnnn!!!!!”

Suara Gisty. Diiringi dentuman benda yang terdengar seperti logam.

Aku mengucek mata, lalu melotot selebar mungkin, membiasakan pupil dengan cahaya terang yang menerobos masuk tirai jendela.

6.45.

Jika penunjuk waktu yang menempel di dindingku tidak sedang gila, maka aku seharusnya sudah bangun satu jam yang lalu.

“Faaaaaakkkk!!!” Aku meluncur ke pintu kamar lalu menyambar handuk yang menggantung di belakangnya.

Panik, aku memutar kunci dan membuka pintu.

Adik perempuanku berdiri dengan ekspresi wajah kesal di hadapanku.

Tangan kirinya memegang panci yang biasa aku gunakan memasak mi instan, sementara tangan kanannya menggenggam sendok logam. Sebuah kombinasi yang aneh dengan seragam putih biru yang dikenakannya.

“Finally!!!” Seru Gisty.

“Lo tahu ‘kan, ada cara-cara lain yang normal buat ngebangunin orang?” Mataku mengarah ke panci dan sendok yang dibawanya.

“Maksud lo, cara kayak ngegedor-gedor pintu, terus teriak manggil-manggil? You know, kayak yang semalam gue lakuin?”

Aku mendengus.

“Iya, iya. Sori. Makasih udah bangunin. Gue udah telat banget, mau cepet-cepet mandi terus cabut.” Aku berusaha menerobos Gisty yang menghalangi pintu, tapi tangannya menarik kausku, menahan lajuku.

“Cynthia itu siapa?”

Perutku serasa diaduk-aduk.

“Si..siapa?”

“Cyn-thi-a. Pacar lo ya kak?”

“Sok tau lo. Tau darimana coba?”

“Jangan remehkan kemampuan detektif gue ya.” Gisty mengeluarkan tawa mencurigakan.

“Kalo iya juga bukan urusan lo kali. Sono berangkat gih!” Aku mengusirnya.

“Urusan gue juga lah. Kalo kakak udah punya pacar, gue juga boleh dong!”

Gantian aku yang tertawa.

“Mimpi lo. Lulus SMP dulu baru boleh pacaran. Belajar, belajar, jangan dandan doang yang dipelajarin. Otak digedein, jangan toket doang. Itu seragam juga nggak ada yang lebih ketat lagi?” Aku mengomentari penampilan adikku yang terlihat lebih dewasa dibanding usianya yang baru 13 tahun.

“Yeee, cewek emang udah seharusnya bisa dandan dan cantik. Lagian gue ama kakak cuma beda setahun setengah, nggak usah sok dewasa kali!”

Aku baru akan menyanggah, ketika Gisty berlari turun tangga sambil berseru,

“Paaahhh, Maaaaahh, kak Harlin beneran udah punya pacar! Apa kata Gisty kemarin, beneran! Berarti Gisty udah boleh pacaran yaaaa??!”

Gisty kampret.

Aku menghela nafas, berbalik dan menuju kamar mandi.

Kedua orangtuaku memang belum tahu kalau aku sekarang punya pacar. Maksudku, aku bahkan belum seminggu berpacaran dengan Cynthia, jadi sah-sah saja kan aku masih merahasiakannya?

Belum seminggu, tapi pembicaraan kami berdua sudah seperti pasangan dewasa. Aku teringat kembali suara dan ucapan-ucapan nakal Cynthia semalam.

Syarat yang diberikan Cynthia mendadak muncul di ingatanku.

Harlin jangan pakai celana dalam ya ke sekolah?

Fuck.

***

Aku benar-benar gelisah.

Rasanya sudah berjam-jam aku duduk diam di atas motorku yang kini terparkir di parkiran sekolah.

Pak Anton, guru Biologi yang tengah bertugas menjaga pintu gerbang sudah hampir tak mengizinkanku masuk.

Aku sudah telat 10 menit dari waktu tenggang 15 menit yang diberikan. Ditambah 5 menit yang aku habiskan di parkiran, berarti aku ketinggalan 30 menit jam pelajaran pertama. Artinya, aku tidak akan diizinkan masuk kelas sekarang.

Tapi bukan itu yang membuatku gelisah.

Penisku ereksi. Ngaceng.

Aku sama sekali tidak memikirkan atau membayangkan hal-hal mesum. Logika sederhana saja, gesekan dan sentuhan langsung sekecil apapun pasti akan memberikan rangsangan pada penisku yang tidak terlindungi celana dalam.

Bisa dibayangkan betapa jelasnya tonjolan di celana abu-abuku jika aku berjalan. Mengenakan celana dalam saja masih bisa terlihat, apalagi tidak.

Kupejamkan kedua mataku, lalu menghembuskan nafas panjang, berusaha menenangkan diri. Menenangkan penisku.

Dengan mantap, aku turun dari motor dan berdiri tegak, jaket menutupi selangkanganku.

Aku memutuskan untuk menunggu jam pelajaran kedua di kantin, sekalian sarapan, saat ponselku bergetar. Ada notifikasi Line.

Cynthia.

[Harlin dmn?]

Aduh. Aku memang belum mengabari Cynthia pagi ini.

[Aku telat. Kesiangan bgn. Bru aj nyampe.]

[Kok bs kesiangan? Ga coli kan semalam?]

[Sumpah, ga. Ya kesiangan aja.]

[Trus, skrg mau kemana? Udh ga boleh masuk kelas kan klo lewat 30 menit?]

[Iya. Mo ke kantin aja nunggu jam k2.]

[Hmm…]

[Knp?]

[Kantin hrsny sepi kn ya jam sgini?]

[Biasanya sih. Yg jualan jg blm dtg smua]

[OK. Change of plan deh. Tia nyusul ksn ya]

He? Untuk apa Cynthia menyusulku ke kantin? Sekarang kan sedang berlangsung jam pelajaran.

[Maksudnya gmn?]

[Udh ga ush crewet. Harlin duluan aja ke kantin skrg.]

Aku menggelengkan kepala. Cewek satu ini benar-benar tidak bisa ditebak.

ky6k0U26_o.jpg

Ilustrasi Cynthia

Kantin sekolah kami berada di bagian sayap kanan, mengambil lahan hampir seperempat tanah sekolah. Untuk menuju kesana tanpa melewati ruang guru dan lapangan, aku harus memutar cukup jauh dari lokasi parkiran, melintasi bagian belakang beberapa bangunan seperti laboratorium dan aula utama.

Kemungkinan bertemu guru atau siswa lain cukup kecil. Kecuali kelas yang sedang mengikuti jam pelajaran olahraga, bisa dibilang semua penghuni sekolah sedang berada di dalam ruangan.

Pak Heru, penjaga sekolah, sudah kenal denganku dan tidak akan melaporkan siswa telat asalkan diberi imbalan. Selama enam bulan ke belakang, aku pernah telat tiga kali, dan hanya satu kali kepergok Pak Heru, yang saat itu aku belikan semangkok bakso untuk makan siang.

Meski begitu, aku tetap berhati-hati dan waspada ketika melintasi jalan setapak sepanjang pagar di sisi kiri sekolah.

Aku baru saja akan melewati bangunan tingkat dua yang digunakan sebagai gudang dan penyimpanan barang-barang yang sudah rusak. Tempat ini disebut-sebut angker, entah apa alasannya. Sejujurnya, aku pun tidak suka berlama-lama berada di sekitar gudang tersebut. Bukan takut atau percaya pada cerita-cerita horror yang beredar, tapi akal sehat pasti akan menjauhi tempat yang kotor dan jarang ditempati ‘kan?

Dan, saat itulah, sesuatu menarik lenganku, tepat di depan koridor menuju pintu gudang.

“!!!!!”

Sesuatu tersebut adalah tangan Cynthia, yang kini membekap mulutku. Jari telunjuk kirinya menempel di bibirnya, memerintahkanku untuk diam, sementara ia terus menyeretku lebih jauh.

“What the fu-“

“Sssssshhhhttt!!”

Cynthia memprotes protesku. Setelah melepaskan cengkeramannya di lenganku, ia mengeluarkan sebuah kunci dari saku roknya.

Aku masih berusaha mencerna apa yang sedang terjadi, ketika pintu gudang sudah terbuka, dan Cynthia kembali menarik lenganku, masuk ke ruang yang hanya diterangi cahaya dari ventilasi udara.

Yang kurasakan berikutnya adalah hangat bibir Cynthia, lembut dan pelan mengulum bibirku.

Kami berdua mendesah.

French kiss pertama kami, di dalam gudang sekolah yang remang dan berdebu.

Begitu banyak pertanyaan yang ingin kusampaikan pada Cynthia, tapi, itu bisa menunggu.

Aku bahkan sudah melupakan semua yang terjadi pagi ini.

Desahan Cynthia setiap kali aku mengemut bibirnya membuatku semakin terangsang. Aku memeluknya erat, dan ia balas mendorongku hingga dinding.

Entah berapa menit berlalu, yang aku dengar hanya suara nafas yang memburu, serta kecapan tanpa henti, seolah tak rela melepas pagutan bibir kami berdua.

Perlahan, Cynthia menjauhkan wajahnya dariku, masih erat dalam pelukanku.

“Syarat dari Tia udah dijalanin?”

Aku mengangguk.

“Beneran?”

“Bener. Emangnya Tia nggak ngerasa?” Aku bertanya sambil menggerakkan bola mataku ke bawah.

“Hehehe. Berasa sih.”

Aku mengendurkan pelukanku ketika Tia berusaha melihat area selangkanganku, yang sudah menonjol, membentuk segitiga yang tidak seimbang.

Cynthia melengkungkan senyuman manja dan nakal sambil menggigit bibir bawahnya.

“Harlin nurut aja ya, apa kata Tia.”

“Maksudnya?”

“Tia kan udah janji semalam. Pokoknya, Harlin terima beres aja.”

Ilustrasi Cynthia (GIF)
[hide][/hide]​

Saat itu juga, Cynthia berlutut, kedua tangannya membuka ikat pinggang, kancing dan ritsleting celanaku, yang seketika melorot hingga lutut.

Dalam pencahayaan yang minim pun, aku bisa melihat ekspresi Cynthia.

Penisku yang sudah sangat keras, mengacung sempurna nyaris sejajar dengan wajah Cynthia yang berjarak tidak sampai sepuluh sentimeter.

“Ternyata beneran beda ya, lihat langsung dengan nonton di film bokep.”

“Yah, jangan dibandingin ama tititnya orang luar, lah.”

“Sssshhh…, bukan itu maksud Tia. Kalo lihat langsung gini, jadi deg-degan, dan kayak otomatis horny aja.”

“Uuummm…”

“Tia suka, kok, tititnya Harlin. Lucu, hehehe. Tia pegang ya?”

“Eh?”

Cynthia menggenggam penisku dengan tangan kanannya. Jantungku berdegup sangat kencang dan aku menahan nafas.

“…Ti..a”

Tak ada respon dari Cynthia. Ia masih memandangi penisku. Matanya berbinar-binar saat mendongak ke atas.

“Harlin… Enak?”

Aku tak mampu memberi jawaban.

Tidak ada kata-kata yang bisa menggambarkan sensasi yang tengah aku rasakan. Melihat penisku berada dalam genggaman tangan Cynthia yang mulus, dengan wajah cantiknya yang tersenyum centil, aku seolah tinggal menunggu waktu untuk memuncratkan sperma ke penjuru ruangan.

“..Hhhh…”

“Ampe nggak bisa ngomong ya?” Cynthia tertawa menggoda, lalu berkata, “Kalo… Tia giniin, gimana?”

Genggaman Cynthia mengencang, dan kini bergerak pelan, maju mundur.

Ia mengocok penisku.

“..Mmmhhh…”

“Enak…?”

Aku mengangguk, nafasku makin memburu, yang ternyata memancing Cynthia.

“Lebih cepet, lebih enak ya?”

Tanpa menunggu jawaban, ia mempercepat kocokannya di penisku.

Fuck. Fuck. Fuck. Ini benar-benar luar biasa enak.

“…..Hmmmhhhh…Aaahhhh…Ahhhhh….”

Aku berusaha sekuat tenaga menahan desahanku agar tidak terdengar hingga luar. Kedua tanganku mengepal keras, dan mataku terpejam. This is too fucking good.

Rasanya sudah lebih dari 5 menit, kocokan Cynthia masih terasa cepat. Darimana tenaga cewek ini?

“Capek juga ya, jongkok begini,” ujar Cynthia, yang langsung berdiri, sambil tetap mengocok penisku.

Tanpa basa-basi, ia kembali mencium bibirku, mengabaikan desahan yang keluar dari mulutku. Sesaat kemudian, ia melepas pagutannya, tapi tetap menempelkan wajahnya pada wajahku.

Ia berbisik,

“Lebih enak gimana, Tia kocokin dari bawah atau dari atas kayak gini?”

“…Hhhh… Dua-duanya enak…” Aku menjawab apa adanya.

“Aaaahh… Nggak mau. Harlin harus pilih salah satu, mana yang lebih enak?”

“Kalo gue lagi berdiri.. Lebih enak dikocokin kayak gini.. Karena bisa sambil nyium Tia..”

Cynthia nyengir.

“Nah, gitu dong. Tapi, Tia mau nyoba sesuatu. Harlin harus nurut ya?”

Aku hanya menggumam. Semua fokus dan konsentrasiku berantakan, karena kocokan Cynthia sama sekali tidak berkurang kenikmatannya.

Tiba-tiba saja, Cynthia melepas genggamannya pada penisku, lalu menarik tubuhku menjauh dari dinding yang aku sandari. Sekarang, justru ia yang bersandar pada dinding, sementara aku membelakangi tubuhnya.

“Kalo gini, gimana rasanya?”

Cynthia memelukku dari belakang, tangan kirinya menyilang di dadaku, sementara penisku kembali berada di genggaman tangan kanannya, yang dengan segera bergerak maju mundur dengan cepat.

“….Aaahhhh…Tiaa….Hhhhhh…”

“Hehehehe… Lebih enak ya?” Kepala Cynthia muncul dari sisi lengan kiriku.

“…I..i..yaa…Enak banget…”

Oh, my goodness. Senakal-nakalnya Cynthia, aku tak pernah menyangka ia punya rencana seperti ini hanya untuk memberiku handjob.

I’m so lucky. Kalimat tersebut terus menerus aku ucapkan di pikiranku, merasakan kenikmatan yang tidak akan aku dapatkan hanya dengan menonton film bokep.

“Ahhh.. Tia, lo ngapa—aaaahh…!”

Tanpa mengurangi intensitas kocokannya, jempol dan telunjuk Cynthia kini memainkan kepala penisku.

“Hihihi, dia lucu ya? Kayak helm-nya Darth Vader,” ujar Cynthia asal.

“…Ti…aaaaa…Itu e..nak..banget..”

Cynthia menggesek lembut kepala penisku yang memerah, yang akhirnya memberi tanda aku sudah di akhir pertahanan.

“Gue… udah nggak ku..at.. Tia… Mau keluar…”

“Uuuu… Harlin udah mau ngecrot ya? Yakin? Nggak mau Tia kocokin lebih lama?”

“…Emangnya… Tia nggak…capek? Ini udah berapa lama?”

“Nggak tau, nggak ngitung juga sih, hehehe.”

“Gue beneran… udah mau ke..luar.. serius.. hhhh…”

“Yaudah, Harlin keluarin aja.”

Aku mengerang keenakan. Kocokan Cynthia makin cepat. Pandanganku terpaku ke ventilasi udara, namun pikiranku fokus ke sensasi rangsangan yang aku rasakan di seluruh badan.

“Tia… Tia… Haahhhmmm…!”

“Iya, Harlin sayang.. Kenapa…?”

“..Hhhh… Ke..luar… Gue.. Kelu..ar… Ahhhh… Nngghhhaaahhh…!”

Cairan putih kental menyembur dari penisku, begitu banyak dan berkali-kali muncrat, mendarat di lantai gudang dan sebuah meja tua di depanku.

Jantungku masih berdegup kencang, mengiringi nafasku yang terengah-engah.

Nikmat. Enak. Lega. Semua menjadi satu rasa. Rasanya ingin teriak senyaring mungkin.

“Udah keluar semua?” Cynthia memecah keheningan.

Aku mengangguk lemah.

“Beneran? Nggak ada yang sisa?” Ia kembali memainkan kepala penisku.

“Tia.. Ple..ase.. Hhhh…”

Tenagaku sudah benar-benar terkuras.

“Bercanda sayang. Banyak banget ya keluarnya?”

“…Gara-gara Tia…”

“Udah ditahan ya dari semalam? Hihihi.”

Cynthia akhirnya melepas genggamannya pada penisku, sementara aku membalikkan tubuh.

Seperti aku, Cynthia penuh dengan keringat. Tapi itu hanya membuatnya terlihat makin sensual dan seksi. Senyum lebar tak berhenti hadir di wajahnya.

“Jadi… Suka nggak..?”

“Suka banget.”

“Kocokan Tia enak?”

“Enak, sayang.”

“Hehehe. Bagus deh. “

“Tia sendiri, gimana? Suka?”

“Suka dong. Akhirnya bisa mainin titit Harlin.”

“Tapi, gue kan juga pengen bikin Tia enak…”

Aku memandang bagian dada Cynthia yang membusung dari balik seragam, menggoda untuk diremas.

“Iya, Tia juga pengen lah.”

“Terus, kapan---“

“Ssssshhhh. Sabar ya. Janjinya semalam kan cuma ngocokin Harlin.”

Cynthia lagi-lagi merogoh sesuatu dari kantong roknya. Sebungkus tisu basah. Ia mengeluarkan selembar.

“Sini, Tia bersihin,” ujarnya sambil membasuh kepala penisku yang belepotan air mani. Aku merasa wajahku memerah.

“Abis ini, Tia balik ke kelas ya. Harlin keluar gudang duluan aja, duduk manis di kantin, nunggu jam kedua. Nanti istirahat kita ketemu lagi ya?”

Ia menarik celanaku dan memakaikannya kembali, sebelum mengecup bibirku lembut.

“Gih, sana buruan ke kantin. Tia harus ngunci pintu dulu kan. Kita nggak boleh kelihatan bareng di sini.”

Aku hanya memberikan senyum, sebelum mengintip keluar ruang gudang dan melihat situasi sekitar. Aman.

Cynthia melambaikan tangan dan memberi ciuman jauh, sementara aku bergegas ke kantin, pikiran masih dipenuhi peristiwa yang baru saja aku alami.

Tiba-tiba, ponselku bergetar.

Pesan Line dari Cynthia.

[Harlin lebih suka Tia bilang titit, atau kontol?]

Penisku kembali mengeras.

***
Bersambung.
 
Wuih salah satu ledakan sensasional nih selamat datang didunia tulis menulis

Keren ini bikin campur aduk hehehehe

Ini kayak anime yang beberapa bulan lalu tayang
Temanya sama tentang Innoncent Bitch

Gue emang gak suka ama cewek bitch tapi yang kayak gini entah kenapa gue suka hahahaha

Lanjutin dah pokoknya mantep ini cerita
 
ga paham lagi deh, cerita yg enteng banyak, cerita yg ss nya keren banyak, tapi cerita yg enteng tapi bikin berdesir gini ga banyak sih. terpaksa komen setelah sekian lama jadi silent reader haha

Terima kasih, om, sudah bela-belain keluar dari identitasnya sebagai silent reader untuk komentarin cerita saya :) :beer:

Wuih salah satu ledakan sensasional nih selamat datang didunia tulis menulis

Keren ini bikin campur aduk hehehehe

Ini kayak anime yang beberapa bulan lalu tayang
Temanya sama tentang Innoncent Bitch

Gue emang gak suka ama cewek bitch tapi yang kayak gini entah kenapa gue suka hahahaha

Lanjutin dah pokoknya mantep ini cerita

Hehehe, terima kasih om :D
Yang diam-diam ternyata liar memang lebih seru ya? :D :D

thx hu updatenya.

hu, Cynthia bakal mendominasi terus ?

Sama-sama om :)

Fokus utama sesuai judul cerita, yaitu Cynthia. Tapi ada plan untuk side story atau spin off karakter lain.

Karakter-karakter lain ini juga akan diperkenalkan di cerita utama ini, jadi disimak aja. Beberapa udah sempet saya mention kok di chapter ini dan sebelumnya :)

Jika update dari saya bisa mencapai seminggu atau lebih, mohon bersabar ya. Saya lebih mementingkan kualitas konten daripada memaksakan rutin post setiap beberapa hari sekali (di samping kesibukan di RL, pastinya).
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd