Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Hello, Cynthia: Sebuah Kisah Remaja SMA

Lebih pilih mana untuk frekuensi update cerita?

  • Seminggu sekali, cerita lebih panjang

    Votes: 217 47,1%
  • 1-3 kali dalam seminggu, cerita lebih singkat, plus mini chapter atau side story sebagai selingan

    Votes: 111 24,1%
  • Suka-suka TS, yang penting tetap update

    Votes: 133 28,9%

  • Total voters
    461
Status
Please reply by conversation.
maap hu.... kog mulustrasinya ga terlihat...

apa cuman gw aja ya?
 
mulustrasinya mantap suhu, cute sangat. minta sourcenya dong siapa dia, nyari di google nggak ketemu huhuhu

Kasih tau nggak yaa... :pandaketawa:
Nanti pasti saya infokan om, sabar ya :)

ekpekrasi ke TS besar ini
cerita mengalir. ya kaya teenlit sbnrnya
simple tapi serasa kita ada didalam cerita

tantangan besar. mampukah TS menyelesaikan ceritanya tanpa terjebak dengan alur tebakan biasa?

Iyes om, basicnya memang teenlit, dengan bumbu seks :)
Wahh, yang penting sekarang sih konsistensinya dulu om, supaya bisa menjaga motivasi terus menulis. Ide banyak, tapi kalo kena serangan males, buyar semua, hehehe :D

Plissss tolong dilanjut huuu
:(

Ditunggu aja ya om, makasih :)

maap hu.... kog mulustrasinya ga terlihat...

apa cuman gw aja ya?

Di saya kelihatan kok om. Mungkin imgbox kena blok di om?
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
idem sama atas gw... updatenya suka2 TS aja.... seni ga bisa diatur, beda ama produksi barang yang selalu ada target... semangat hu
 
Selamat membaca :)

Part 3: Midnight Conversation

Dering notifikasi Line Messenger terdengar di sudut kamarku.

Aku bangkit dari kasur, secepat mungkin menuju meja belajar, di mana ponselku sedang mengisi daya baterai, tergeletak.

Jam menunjukkan pukul 17.15.

Apakah mungkin Cynthia menghubungiku lebih awal?

Aku tahu ia punya jadwal kursus Bahasa Inggris hingga pukul 17.30 yang tidak bisa diganggu gugat. Tapi, siapa tahu, kan?

Kubuka lock screen ponselku.

Dino.

Hhhh.

[Gimana Cynthia?]

Aku memonyongkan bibirku, kecewa. Jari-jariku mengetik cepat.

[Apaan?]

[Udah dapat apa dari pacar baru? Toket?]

[Ga akan cerita ke lo juga sih]

[Songong lo. Lupa ya gw juga yang bantuin lo dapetin dia]

Aku menghela nafas. Memang benar, Dino berperan cukup penting saat aku tengah PDKT dengan Cynthia. Berkat semua informasi dan data pribadi yang ia kumpulkan, usahaku mengakrabkan diri dengan Cynthia jadi lebih mudah.

Tapi, setelah kini aku tahu Cynthia tidak seperti yang aku dan Dino (serta cowok-cowok di sekolah) kira, rasanya tidak etis menceritakan apa saja yang (akan) kami lakukan.

Aku ingin sisi lain Cynthia ini hanya aku yang tahu. Aku ingin kenakalan Cynthia ini hanya untuk aku.

[Udah gw ewe si Cynthia.]

Aku menjawab asal.

[Kampret. Boong banget.]

[Serius. Dia sendiri yang minta ke gw. “Harlin, gw pengen ngentot ama lo”]

[Taik lo. Yakali.]

[Lo pikir gw lagi ngapain sekarang? Lagi check in, ngewe di hotel ama dia.]

[Kalo mau boong kreatif dikit. Hari ini kan dia les Inggris ampe sore banget.]

[Nah, itu tau. Makanya kurang2in keponya. Haha.]

[Taik. Awas lo kaga cerita2 ntar.]

[Udeh ya. Gw mau lanjut ngentot cewek baru gw. Haha.]

[Taik.]

Aku menutup window chat sambil tersenyum. Di bawah username Dino, ada Cynthia.

Ia menggunakan foto profil yang normal, selfie dengan senyum manis di bibir tebal dan merahnya. Bukan foto yang sugestif ataupun memancing reaksi penasaran.

Tapi setelah yang aku alami tadi siang, semua hal yang ada pada Cynthia seakan menjadi 100 kali lipat lebih sensual dan makin nafsuin.

Ilustrasi Cynthia (GIF)
[hide]

2cgMrC.gif


Kalo nggak muncul, monggo klik ini:
https://makeagif.com/i/2cgMrC

[/hide]​

Dengan sendirinya, tangan kiriku mengelus-elus penisku yang mulai mengeras dari balik celana.

Shit.

Aku harus tahan. Harus tahan. Tahan untuk tidak terus-terusan mengocok penis setiap kali aku sange.

Ini mudah, Harlin. Sekarang sudah ada Cynthia. Tak perlu pakai tangan sendiri lagi. Sudah ada Cynthia.

Tapi… Shit. Syarat-syaratnya.

Apa syarat-syarat yang akan diajukan Cynthia? Aku sama sekali tidak bisa menebak. Apapun itu, aku yakin, dan harus menyanggupinya. Demi kenikmatan tubuh seorang Cynthia.

Huffh.

Kukembalikan ponselku ke atas meja, pasrah menunggu kabar.

***​

Aku terbangun mendadak. Refleks, aku menoleh ke jam di dinding kamarku.

22.43.

Kukeluarkan semua umpatan yang ada dalam kamus kata-kata kasarku.

Aku belum mandi, belum makan, belum semuanya!

Gisty sialan. Aku sudah bilang pada adikku itu untuk membangunkanku jika aku ketiduran lewat jam makan malam. Apa mungkin aku tidur terlalu nyenyak? Aarrrghhh.

Panik dan cemas memenuhi otak ketika aku membuka layar ponsel. Oh, shit.

5 missed calls (Isabella Cynthia).

3 new text messages (Isabella Cynthia).

3 new Whatsapp messages (Gisty).

12 new Line messages (Isabella Cynthia).

Aku mengeluarkan suara erangan panjang, nyaris berteriak, kalau saja aku tidak ingat sudah hampir jam 11 malam.

Gisty sudah mencoba membangunkanku, namun pintu kamarku terkunci, dan aku hanya memberi respon “hmmmmmm” berulang kali saat dia menggedor-gedor pintu, berseru memanggil namaku.

Kampret. Aku benar-benar terlelap.

Aku membuka window chat Line Cynthia seperti membuka wadah makanan misterius yang sudah lama tersimpan di kulkas, tidak tahu apa isinya dan mengantisipasi jika sudah busuk atau berjamur.

Seperti dugaanku, dia kesal.

You better be sleeping or dead for not replying my messages, Harlin. You didn’t even pick up the phone!

Sadis.

[Tia kasih kesempatan ampe jam 11 buat balas Line atau telpon. Kalo nggak, besok Tia ngambek seharian, nggak mau ngomong.]

Fuck. Masih keburu!

Suara degup jantungku mengalahkan kesunyian malam dan derum mesin kendaraan di luar komplek rumahku, mengiringi nada sambung yang menghubungkan ponselku ke Cynthia.

“Hm,” gumam suara di ujung sana.

“Sori. Sori banget. Gue minta maaf. Sumpah, gue ketiduran dari sore. Tadi abis bantu si mbak bersihin kamar mandi.” Di kalimat terakhir, aku berbohong.

“Masa? Bersihin kamar mandi, apa coli di kamar mandi ampe capek?”

Lagi-lagi respon tak terduga.

“Hah? Ya nggak lah. Ya kali. Random banget sore-sore coli, haha.”

“Kali aja kan? Ngebayangin Tia.”

Cewek ini instingnya benar-benar kuat.

“Nggak kok. Maksud gue, ya, gue emang suka bayangin Tia. Tapi tadi sore beneran ketiduran. Bablas. Kalo mau coli mah, kan, bisa minta Tia yang kocokin titit gue.” Aku bercanda sekaligus memancing Cynthia.

“Nah, itu Harlin udah tahu.”

He?

“Tahu apaan?”

“Syarat pertama dari Tia.”

“Loh. Gimana maksudnya? Ini udah ngomongin syarat yang tadi siang?”

“Syarat pertama, cuma Tia yang boleh pegang dan kocokin titit Harlin. Nggak boleh sembarangan coli lagi ya.”

What the fuck?

“Eh? Ya gue setuju soal Tia yang coliin gue, tapi, masa gue nggak boleh coli sendiri? Kalo tiba-tiba sange pas lagi nggak bareng atau jauh, gimana?”

“Nggak boleh. Harus dibatasin. Wajib kasih tau Tia kalo Harlin lagi horny.”

Aku ragu memberi respon.

“Biarpun gue kasih tau kalo lagi sange, kan, nggak mungkin juga Tia bisa langsung ngocokin saat itu juga.”

“Makanya, belajar sabar. Itu syarat kedua.”

Damn. Cowok normal mana sih, yang sabar kalo udah sange maksimal?

“Ya, Tia emang nggak bakalan tahu juga sih Harlin bohong atau nggak nanti.”

“Bukan gitu, Tia.”

“Terus?”

Aku masih bingung harus menjawab apa.

“Kita udah ngomongin ini itu. Udah sama-sama terbuka. Terus, kapan mau ngelakuinnya?”

Oh, aku sadar sepenuhnya aku bertingkah seperti bocah 8 tahun yang merengek karena sudah dijanjikan mainan baru. But fuck that. Seperti yang sudah kukatakan, berciuman saja kami belum.

“Baru aja Tia kasihtau syarat kedua. Dasar.”

“Gue sange sekarang. Gara-gara denger suara Tia. Gimana dong?” Aku coba menantang.

“Tahan, sayang. Tahan. Jangan dipegangin terus ya, tititnya.”

Ini pertama kalinya Cynthia memanggilku sayang, dan akibatnya bisa ditebak, aku benar-benar jadi horny.

“Hmmmhh..”

Hening sesaat.

“Yaudah. Besok Tia kocokin titit Harlin.”

“Hah? Besok? Di mana?”

“Itu biar Tia yang urus. Harlin terima beres aja. Gampang kan? Tapi janji, malam ini jangan coli.”

Aduh. Aku tak yakin bisa tahan.

“Harlin? Janji dulu sayang. Tia juga janji, besok ngocokin Harlin ampe puas.”

“…Oke. Janji.”

“Janji apa?”

Aaarrrgghh.

“Janji, nggak coli…”

“Gitu dong. Sabar ya.”

“Iya. Demi Tia, gue janji.”

“Demi Tia, apa demi dikocokin tititnya?”

“Kok gitu sih ngomongnya?”

Cynthia tertawa.

“Demi dikocokin juga nggak papa kok. Kan, Tia juga yang pengen. Tapi…”

Oh, no. Apa lagi ini?

“…ada satu syarat spesial untuk besok.”

Aku tidak merespon.

“Harlin jangan pake celana dalam ya ke sekolah?”

“Apaaaa?!!” Aku berseru seperti para bintang sinetron lebay saat mendengar kabar buruk.

“Udah, nggak usah protes. Janji dulu. Janji besok Harlin nggak pake celana dalam, atau daleman apapun di balik celana seragam.”

“Tia…”

“Janji dulu. Please.. sayang?”

“Alasannya apa?”

“Karena Tia yang minta.”

Shit.

“Yaudah.. Janji..”

“…Untuk…?”

“Nggak pake celana dalam..”

“Hehehe.. Makasih ya, Ganteng. Yaudah, Tia juga udah mau bobo. Harlin juga ya.”

“Iya. Mau mandi air anget dulu sebelum lanjut tidur.”

Good. Selamat tidur ya. See you tomorrow at school.”

Good night, Tia.”

“Udah. Jangan bete.”

Aku bukannya bete atau kesal. Masih berusaha mencerna saja.

“Nggak kok. Nggak bete.”

By the way…”

“Kenapa?”

“Dari awal sejak Harlin telpon, Tia telanjang loh.”

“………”

Bye, Harlin sayang.”

***​
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd