Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG HIPNOTIS

Status
Please reply by conversation.
PART 4


Denta Pov

Seperti biasa, kopi dan rokok selalu jadi temanku di pagi hari. Aku pun segera mengambil cangkirku dan kuseruput kopi yang masih agak panas ini. Kemudian kuhisap rokok dalam-dalam lalu aku hembuskan secara perlahan melewati mulut dan hidungku. Partnerku pagi ini adalah kakek yang juga sangat menikmati kopi dan rokoknya. Kami pun berbincang-bincang hangat dan kadang diselingi gurauan. Tiba-tiba saja, bunyi smartphone-ku berdering kencang di tengah obrolanku dengan kakek. Sejenak kulirik identitas si penelepon lalu kuangkat telepon.

โ€œYa, Hallo ...โ€ Sapaku pada orang kepercayaan yang mengurus bengkelku yang bernama Nurdin. Pemuda baru lulus SMK setahun yang lalu tapi memiliki kejujuran paripurna.

โ€œBoss ... Uang bengkel hasil bulan ini aku transfer ke si boss ya ...โ€ Kata Nurdin di seberang sana.

โ€œLah ... Kenapa? Kamu simpan saja dulu ... Kenapa harus repot ditransfer?โ€ Tanyaku heran.

โ€œBerabe boss ... Banyak yang mau kasbon ... Aku gak berani ngasih dan jadi masalah deh ... Lebih baik gak pegang sama sekali ...โ€ Ungkap Nurdin setengah mengeluh.

โ€œHe he he ... Ya udah ... Emang berapa penghasilan bengkel bulan ini?โ€ Tanyaku ingin tahu.

โ€œLima belas juta boss ... Sudah dipotong macem-macem ...โ€ Jawab Nurdin lagi.

โ€œYa udah ... Kamu transfer uangnya kalau gak mau pegang ... Oh ya, transfer sepuluh juta saja ... Yang lima juta kamu bagi rata sama yang lain ...โ€ Perintahku pada Nurdin.

โ€œOke ... Siap boss ... Terima kasih ...โ€ Sahut Nurdin lalu sambungan telepon terputus. Aku pun meletakan smartphone di atas tikar lalu melanjutkan acara pagiku dengan kakek.

โ€œSyukurlah ... Kakek senang ... Kamu sudah jadi orang yang berhasil ... Tinggal saatnya kamu berbaikan dengan orangtuamu ...โ€ Ucap Kakek yang beribu kali kudengar. โ€œBantu mereka ... Kehidupan orangtuamu perlu kamu angkat ... Terutama ibumu ...โ€ Lanjut kakek dengan wajahnya yang datar dan aku melihat ada sesuatu yang berat di pikirannya.

โ€œYa kek ... Nanti aku ...โ€ Ucapanku tak tuntas karena langsung disambar kakek.

โ€œJangan nanti ... Sekarang ...โ€ Ucap kakek terdengar tegas.

โ€œIya ...โ€ Jawabku tegas juga tak ingin kakek ngomel.

Akhirnya aku sebisa mungkin mengalihkan tema pembicaraan agar kakek tidak melulu bercerita tentang kehidupan kedua orangtuaku. Dan tak terasa matahari semakin tinggi, kakek harus melakukan rutinitasnya melatih silat di paguron. Sementara aku berniat pergi ke kota kabupaten untuk menemui Tika. Wanita cantik itu semalam hadir dalam mimpiku.

Setelah memanaskan mesin mobil sekitar sepuluh menit, aku pun tancap gas. Aku langsung menuju kota kabupaten. Membelah jalanan di pagi hari, saling berebut ruas dengan pengendara lainnya, aku sesekali bersenandung kecil. Sekadar mengisi kebosanan di jalan. Dan aku baru menyadari ketika akan sampai di kota kabupaten, kebanyakan lagu yang kunyanyikan adalah lagu-lagu milik The Beatles. Lagu-lagu yang sering kudengar waktu aku SMA. Aku tertawa pelan saat menyadarinya.

Setelah memarkir kendaraan dekat gang di mana Tika bertempat tinggal. Aku menanyakan pada seseorang letak rumah Tika. Aku pun mendapat informasi yang aku inginkan dan langsung saja aku menuju rumah yang ditunjuk orang itu. Aku sampai di sebuah rumah yang sederhana seperti rumah-rumah di sekitarnya. Setelah itu, aku menghampiri pintu lalu mengetuk tiga kali. Tak lama, pintu terbuka. Seseorang yang keluar dari balik pintu itu langsung tersenyum ramah padaku.

"Ya ampun ... Ganteng banget ... Aku sampai pangling ...โ€ Ucap Tika sambil melotot memandangi wajahku. โ€œAyo kang, masuk ... Aku sudah lama nunggu loh ... Sampai basah pantatku duduk terus dari tadi ..." Sapa Tika sembari menarik tanganku agak kuat.

"Aaahhhh ... Kamu bisa aja ..." Jawabku sembari tersenyum.

Aku masuk ke dalam sebuah ruangan kecil yang terlihat seperti ruang tamu. Di dalam ruangan ini tidak ada kursi dan meja, hanya terdapat sebuah karpet sebagai alas duduk. Di bagian sampingnya terdapat ruangan seperti kamar tidur. Di bagian paling belakang ada dapur dan kamar mandi. Ternyata rumah sederhana ini disekat menjadi tiga ruangan. Namun, rumah Tika sangat bersih, dapurnya bersih, semuanya tertata rapih.

"Maaf ... Rumahnya kecil, soalnya aku tinggal sendiri ..." Sambutnya sambil berjalan ke tempat kompor gas. Tika mulai memasak air.

"Oh ... Jadi kamu tinggal sendiri ... Kalau anak-anak di mana?โ€ Tanyaku ingin tahu setelah berdiri di sampingnya.

โ€œAnak-anak tinggal sama neneknya ... Di kampung ... Aku pulang sebulan sekali ke sana ... Nengok anak ...โ€ Jawab Tika dengan bibir yang tersenyum kecil.

โ€œHhhmm ... Kelas berapa anakmu?โ€ Tanyaku berlanjut sambil melingkarkan tangan di pinggulnya.

โ€œYang satu baru lulus SMK dan yang satunya lagi kelas sebelas SMK.โ€ Jawabnya dan tentu keningku langsung berkerut, tidak menyangka anak-anak wanita ini sudah pada remaja.

โ€œLulus SMK? Berarti sudah dewasa dong?โ€ Tanyaku terus karena rasa penasaranku.

โ€œHi hi hi ... Iya ... Emang kenapa?โ€ Tika terkekeh lirih sambil memandang wajahku.

โ€œEm ... Tapi kamu kelihatan masih muda sekali ...โ€ Kagumku pada penampilan Tika yang masih tampak muda. Tadinya aku berpikir kalau Tika berusia sekitar 27 - 30 tahunan.

โ€œHi hi hi ... Makasih ... Aku ini udah mau 41 tahun loh ...โ€ Katanya yang sukses membuatku terperanjat. Pengakuannya membuatku sedikit menaikkan alis.

โ€œMasa?โ€ Gumamku masih tak percaya kalau wanita ini telah berkepala empat.

โ€œHi hi hi ... Sudah ah ... Jangan ngomongin umur ... Malu ... Yuk, ke depan ...!โ€ Ajak Tika sambil membawa dua gelas kopi panas.

Kami pun duduk di ruang depan dan berbincang-bincang. Tak lama berselang, aku menarik tubuhnya mendekat dan memeluknya dari belakang. Menyandarkan daguku di bahunya. Sejujurnya, aku sangat tidak fokus pada obrolan. Fokusku habis oleh bukit kembar wanita ini. Kaos berleher rendah yang ia pakai terlihat terlalu sesak untuk ukuran buah dadanya itu. Darahku terasa bergetar hingga tanganku tak tahan mendiamkan gundukan daging kenyal itu. Tanganku bergerak pelan semakin ke atas, menangkup dua bukit indah milik Tika dan meremasnya pelan.

โ€œIh akang ... Pagi-pagi ...!โ€ Ucap Tika agak tinggi tapi ia membiarkan tanganku bermain di dadanya.

โ€œKamu sangat menggairahkan.โ€ Bisikku di telinganya.

Seketika itu juga, Tika bergerak mengganti posisi tubuhnya. Kini ia duduk di pangkuanku menghadapkan wajahnya ke wajahku. Aku memeluknya erat, begitu eratnya pelukanku hingga buah dadanya menyentuh tubuhku. Kupandangi wajahnya yang sedikit lebih tinggi dariku. Wajah itu sudah semerah buah cherry, sama dengan bibirnya. Kujamah juga bibir itu dengan bibirku. Rasanya begitu hangat dan lembut. Lidah Tika menjelajahi mulutku, mencari lidahku untuk kemudian saling berpagutan bagai ular.

Setelah puas, Tika kemudian berdiri di depanku. Ia berjalan ke arah kamarnya. Pas di ambang pintu, satu demi satu pakaiannya berjatuhan ke lantai. Tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang pun seakan akan menantang untuk diberi kehangatan olehku. Dan dengan genit ia menoleh kepadaku lalu mengedipkan sebelah mata. Ia pun masuk ke dalam kamar. Darah kelelakianku yang sudah mengalir deras membimbingku untuk mengikuti Tika ke dalam kamarnya. Aku menelanjangi diri sebelum masuk kamar. Setelanya, aku masuk dalam keadaan bugil.

Aku yang sudah sangat โ€˜onโ€™, langsung menindih tubuh Tika yang sedang duduk di pinggir kasur hingga dia terlentang dengan kaki terjulur ke lantai. Terus kulahap gundukan-gundukan daging di dada montok Tika dengan nikmat. Sementara itu, Tika mulai mendesah-desah dan menggelinjang. Kepalanya mendongak ke atas dan matanya terpejam. Goyangan-goyangan lidahku yang terus menjilati puting susunya yang tinggi dan lancip begitu bertubi-tubi tanpa henti. Tika menggerinjal-gerinjal dengan keras.

"Aaaaggghhhh ... Ooooohhh ... Oooooohhh ...." Desahan-desahan kenikmatan semakin banyak bermunculan dari mulut Tika.

Tika terlentang di kasur dengan kaki-kakinya yang jenjang terjulur ke lantai. Tubuh bugilnya yang putih dan mulus beserta buah dada yang montok dengan puting susu nan tinggi yang teronggok kokoh di dadanya, memang sebuah pemandangan yang sangat menawan hati. Lalu aku berlutut di lantai menghadap selangkangan Tika. Kurenggangkan kedua kakinya yang menjejak di lantai. Betul-betul suatu pemandangan yang merangsang sekali. Bukit segitiga yang menjendul dengan dagingnya yang tebal itu ditumbuhi bulu-bulu yang tidak begitu lebat, tidak cukup menutupi bagian celah lubang yang diapit pipi kanan kirinya. Tepi bukit itu persis seperti pipi bayi yang montok menggembung, saking tebalnya sehingga menjepit bibir vagina hanya terkuak sedikit meskipun pahanya sudah kukangkangkan lebar-lebar. Penasaran kukuakkan bibir vaginanya dengan jari-jariku untuk melihat lebih ke dalam, tapi belum lagi jelas.

โ€œAaahhh ... Kang ...โ€ Tika coba menegur tapi aku tidak peduli. Langsung saja kusosorkan mulutku ke tengah lubang yang baru kukuakkan itu.

Di bagian inipun untuk beberapa lama kupuaskan diriku dengan menyedot menjilat-jilat tengah lubangnya, sesekali menyodok-nyodokkan ujung lidah kaku lebih ke dalam, membuatnya mengejang sampai membusung dadanya. Atau juga menggigit-gigit klitoris, menarik-nariknya serta menjilati cepat membuatnya menggelinjang kegelian. Serupa dengan puting susunya, bagian inipun sudah mengeras tanda dia sudah terangsang naik berahinya, tapi Tika juga tetap membiarkan aku bermain sepuas-puasnya. Begitu hebat rangsangan yang kubuat pada dinding lorong kenikmatan tersebut, membuat air bah segera datang membanjirinya.

"Aaaagghhhhhh ... Oooooohhh ... Aaahhh ..." Terdengar rintihan Tika dari mulutnya yang megap-megap setengah membuka.

Ketika kurasa sudah cukup lama aku mengecap asyik lewat mulutku dan sudah cukup matang dia kubawa terangsang, aku pun berdiri lalu menindih. Dengan tangan bertumpu ke atas kasur, kucoba mengarahkan ujung penis ke lubang yang lubang vaginanya yang terasa licin dan basah. Kepala peniskku berhasil menemukan pintu masuk. Perlahan-lahan kuhujamkan batang kemaluanku ke dalam lubang hangat itu. Tubuh Tika berkejat-kejat dibuatnya merasakan nikmat penetrasi yang sedang kulakukan saat ini.

"Oooohhhh ... Uuuuccchhh ..." Tak ayal jeritan-jeritan mengalir dari mulutnya.

Akhirnya batang keperkasaanku amblas semua ke dalam vaginanya diiringi dengan jeritannya. Kenikmatan ini kian bertambah menjadi-jadi setelah aku melakukan penetrasi lebih dalam dan intensif lagi. Berikutnya kami seolah tidak ingin melepaskan dekapan menyatu ini. Seluruh permukaan tubuh depan melekat erat dengan bagian atas kedua bibir saling melumat ketat sedang bagian bawah kedua kemaluan pun bergelut hangat. Gerakan memompa dari batang kejantananku di dalam kemaluan Tika semakin kupercepat.

Terdengar suara kecipak-kecipak dan lenguhan kami berdua karena terlalu asyiknya kami bersenggama. Seiring dengan tangan yang kembali meremas-remas dada montok Tika, batang kejantananku terus melakukan serangan-serangan yang tanpa henti di dalam lubang yang bertambah kencang denyutan-denyutannya. Penisku memerah yang terus berdenyut-denyut dan amat licin akibat begitu membanjirnya cairan-cairan kenikmatan yang keluar dari dalam vaginanya. Ini merupakan sensasi sendiri bagiku yang merasakan batang keperkasaanku seperti merasa diurut-urut oleh seluruh permukaan dinding vagina.

"Oouuugghhhhh ... mmmpphhhh ..." Tika mengerang-ngerang tidak karuan, sementara tubuhnya juga melonjak-lonjak dengan keras.

Sekuat tenaga kuhujam-hujam penis dengan lebih ganas lagi ke dalam liang senggamanya. Rasanya hampir habis tenaga dan nafasku dibuatnya. Tetapi nafsu birahi yang begitu menggelora tampaknya membuatku lupa pada kelelahanku itu. Ini dibuktikan dengan sodokan kejantananku yang berusaha menusuk sedalam-dalamnya. Bahkan berkali-kali ujung batang kejantananku sampai menyentuh pangkal liang tersebut, membuat Tika menjerit keenakan.

"Kaaanngh ... Aku ... mau... keluar..." Tika melenguh agak kencang.

Sepertinya Ia merasakan sudah tidak bisa menahan orgasmenya lagi. Akan tetapi, aku belum merasakan akan klimaks sedikit pun. Langsung kutambah kecepatan genjotan-genjotan batang kejantananku di dalam liang nikmatnya. Begitu buasnya sodokan-sodokanku itu, membuat tubuh Tika bergoyang-goyang hebat, dia merintih tanpa henti. Kemudian tubuhnya mengejang dan bergetar hebat.

โ€œAaaacchhh ... Kaanngghh ...!โ€ Erangan panjang Tika dengan tubuh yang mengejat-ngejat dan tak lama berselang penisku terasa disiram cairan hangat dari dalam vaginanya.

Aku hentikan genjotanku untuk menikmati kenikmatan kedutan dan cengkraman kuat vaginanya pada penisku. Setelah beberapa saat berciuman, dengan segera aku berlutut di atas ranjang. Kuminta Tika untuk berlutut juga membelakangiku dengan tangan bertumpu di kasur, jadi kami kini dalam posisi doggy style. Kemudian Tika kudorong sedikit ke depan, sehingga pantatnya agak naik ke atas, untuk lebih memudahkan batang kejantananku untuk melakukan penetrasi ke dalam vaginanya. Setelah itu langsung kusodok kemaluan yang sekarang sudah terlihat agak merekah itu dengan batang keperkasaanku dari belakang. Tubuh Tika terhenyak hingga hampir terjungkal ke depan akibat kerasnya sodokanku itu, sementara mulutnya menjerit keenakan. Dalam sekejap, senjataku itu seluruhnya ditelan oleh liang nikmat itu dan langsung menjepitnya.

Jepitan liang senggama Tika yang berdenyut-denyut menambah gairah birahiku yang memang sudah menggelora. Dengan cepat, kutarik kejantananku sampai hampir keluar dari dalam liang senggamanya, lalu kutusukkan kembali dengan cepat. Kemudian kutarik dan kusodok lagi, seterusnya berulang-ulang tanpa henti. Doronganku yang keras ditambah dengan sensasi kenikmatan yang luar biasa membuat Tika beberapa kali nyaris terjerembab. Namun itu tidak menjadi masalah sama sekali. Bahkan sebaliknya, membuat permainan kami berdua menjadi kian panas. Semua otot dalam tubuh mengejang ketat. Gesekan dua benda sensitif kami kian panas. Satu sama lain tidak ada yang mengalah.

"Ooocchh... uh... uh... uh..." Nafasku terengah-engah.

Kurasakan sekujur tubuhku mulai kehabisan tenaga. Tenagaku sudah begitu terkuras, tetapi aku belum mau berputus asa. Kucoba mengeluarkan sisa-sisa tenaga yang masih ada semampuku. Dengan sedikit mengejang, kugenjot batang kejantananku kembali ke dalam lubang kenikmatannya sekuat-kuatnya. Tika pun tidak mau kalah, dia maju-mundurkan tubuhnya dengan ganas.

Akhirnya, Tika melenguh panjang, muncratlah laharnya, akan disusul beberapa detik kemudian oleh kemaluanku. Lalu secepat kilat kukeluarkan penis dari dalam lubang kenikmatan Tika dan langsung jatuh terkapar di kasur. Kemudian, Tika langsung meraih batang kejantananku itu dan dimasukkan ke dalam mulutnya. Tika mengocok penisku di dalam mulutnya yang memang agak kecil. Namun Tika berhasil melumat batang keperkasaanku hingga memuncratkan lahar kenikmatan yang keluar begitu banyak dari batang keperkasaanku yang langsung ditelan seluruhnya, hampir tanpa sisa. Belum puas sampai di situ, ia masih menjilati sekujur batang kejantananku sampai bersih total. Lalu kami berdua tergeletak di atas tempat tidur dengan tubuh telanjang yang dibasahi oleh keringat. Tak lama, Tika bergerak ke atas tubuhku.

โ€œKamu selain pintar ngegombal ... Pintar juga di atas ranjang ... Baru denganmu aku merasa puas ...โ€ Katanya sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku.

โ€œMasa?โ€ Aku pura-pura tak percaya.

โ€œBeneran, kang ... Aku gak bohong ...โ€ Katanya sembari membelai kejantananku yang sudah lemas.

โ€œHhhmm ...โ€ Aku hanya bergumam dan tiba-tiba saja perutku berbunyi tanda minta diisi. โ€œAku laper ... Kita makan di restoran yuk!โ€ Ajakku pada Tika.

Tika pun mengangguk lalu bangkit dari atas tubuhku. Kami pun mandi dahulu membersihkan keringat yang menempel di tubuh. Selesai mandi dan berpakaian lanjut berdandan, kami segera keluar rumah menuju restoran yang letaknya di depan gang. Tapi, restoran ternyata belum siap dengan masakannya. Hanya ada beberapa yang matang. Akhirnya, aku mengajak Tika untuk makan di restoran lain dan aku ingin makan di restoran yang agak bonavide. Kami pun meluncur menuju arah alun-alun karena aku ingat ada restoran besar di sana.

Hanya setengah jam, aku sampai ke restoran dimaksud. Kami langsung saja memesan makanan setelah mendapatkan meja. Aku dan Tika ngobrol sebentar karena makanan yang aku pesan segera datang. Aku dan Tika berbincang berbagai hal selama kami menyantap makanan masing-masing. Kali ini Tika yang lebih banyak berbicara sementara aku yang kalem mendengarkan. Aku melihat wajah gembira Tika di sana dengan senyum lebar yang senantiasa terukir di bibirnya. Sampai tak terasa, kami selesai makan dan kembali ke mobil.

โ€œKang ... Aku ke toilet dulu ... Pengen buang air ...โ€ Tiba-tiba Tika keluar dari mobil dan langsung berjalan cepat kembali ke dalam restoran mencari toilet. Terpaksa aku menunggunya.

Belum ada dua menit sejak Tika keluar dari mobil, tiba-tiba mataku menangkap sesuatu yang sangat menarik. Aku melihat Dewi dan seorang pria memasuki restoran. Aku menajamkan mata terus melihat mereka dan ternyata keduanya duduk di meja persis di samping jendela restoran yang sedikit terbuka. Entah kenapa, tiba-tiba saja perasaanku digulung rasa penasaran yang teramat sangat dengan sedikit bumbu cemburu. Aku pun turun dari mobil lalu berjalan agak melipir dengan maksud agar Dewi dan prianya tidak mengetahuiku kalau aku akan menguping pembicaraan mereka. Tak lama, aku sudah berdiri di dinding samping jendela dan langsung saja aku menajamkan telingaku untuk mendengarkan percakapan Dewi dan teman prianya.

โ€œSekarang yang penting kita harus bayar si Kosim ... Kasih saja uangnya pada istrinya ... Jangan ditunda-tunda, sangat berbahaya kalau istrinya buka mulut ...โ€ Terdengar suara laki-laki mengucapkan kalimat yang belum sepenuhnya aku mengerti.

โ€œIya ... Tenang saja ... Nanti sore aku akan ke rumahnya ... Istrinya sudah aku kabari, dia menyetujui kalau pembayaran akan dilakukan nanti sore ...โ€ Suara Dewi yang sangat kukenal pun masih tidak aku mengerti.

โ€œSekarang ... Gimana dengan pembagian kita?โ€ Tanya si pria dengan nada serius.

โ€œKok nanya lagi? Kita kan sudah sepakat kalau kamu akan mendapatkan tanah yang ada di Desa Cipancing.โ€ Suara Dewi terdengar sewot.

โ€œBukan itu maksudku ... Kapan aku mendapatkan sertipikat tanahnya?โ€ Ucap si pria masih terdengar datar.

โ€œSekarang juga!โ€ Hening untuk beberapa saat. โ€œNih ...!โ€ Ucap Dewi kemudian.

โ€œTerima kasih ... Semoga rencana kita ini berjalan lancar ke depannya.โ€ Kata si pria terdengar senang.

Mereka pun sepertinya mulai menyantap makanan, terdengar olehku suara beradunya sendok dengan piring. Tiba-tiba ujung mataku melihat Tika keluar dari dalam restoran dan segera saja aku meninggalkan tempat pengintaianku. Baru saja dua langkah, Tika mengetahui keberadaanku. Dengan berjalan cepat aku hampiri Tika yang sedang berdiri menungguku di tempatnya.

โ€œNgapain akang di sana?โ€ Tanya Tika dengan suara heran.

โ€œGak ... Gak apa-apa ... Cuman cari angin saja ...โ€ Kilahku cari alasan.

โ€œKok, cari angin jauh-jauh ... Kan bisa di sana lebih adem ... Tuh di bawah pohin dekat mobil ...โ€ Ucap Tika dengan nada curiga sambil melirik ke arah tempatku mengintai tadi.

โ€œYa udah ... Yuk kita pulang ...โ€ Kataku mengajak wanita itu sambil mengambil lengannya lalu menariknya.

Kami pun menaiki mobil namun aku merasa kalau Tika seperti penasaran dengan dua orang yang aku intai tadi. Beberapa kali kepalanya mengarah ke sana. Mobilku pun bergerak perlahan dan keluar area parkir restoran. Saat mobil di ambang gerbang restoran, lagi-lagi Tika menengok ke belakang yang aku pastikan kalau Tika masih penasaran dengan kedua orang tersebut. Tak lama, Tika pun duduk dengan posisi menghadap ke depan lagi.

โ€œKenapa?โ€ Tanyaku heran melihat sikapnya.

โ€œGak apa-apa ...โ€ Jawabnya sambil tersenyum.

โ€œSepertinya kamu penasaran ya dengan orang itu?โ€ Tanyaku sedikit memancing.

โ€œAh ... Tidak juga ... Ngarang aja kamu ...โ€ Sahutnya sambil mengerucutkan bibirnya.

Aku pun tersenyum melihat tingkahnya yang selalu cemberut bila terdesak. Aku injak gas agak dalam supaya cepat sampai karena sejujurnya aku sangat penasaran dengan percakapan Dewi dengan pria itu. Aku mencurigai sesuatu, ada sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak etis menurutku. Sesampainya di depan gang rumah Tika, aku pun langsung pergi dan menolak ajakan Tika untuk singgah.

Aku besut mobilku kembali ke rumah kakek. Rasa penasaran benar-benar menyerangku, hingga aku mengemudikan mobilku seperti melayang. Dalam waktu satu jam lebih, akhirnya aku sampai juga di rumah. Setelah turun dari mobil, langsung saja aku menemui kakek yang sedang mencangkul di ladang yang letaknya di belakang rumah.

โ€œKek ... Kakek kenal dengan orang yang namanya Kosim?โ€ Tanyaku sesaat setelah berada dekat kakek. Kakek pun menghentikan aktivitasnya lalu menengok ke arahku.

โ€œBanyak yang bernama kosim di sini ... Salah satunya, orang yang ngebacok Tatang ...โ€ Jawab kakek yang sukses membuatku terkejut. Dan rasanya aku sudah mempunyai benang merah.

โ€œKosim sekarang ditahan di mana?โ€ Tanyaku lagi pada kakek.

โ€œMasih di Polsek ... Barusan kakek menemui dia di sana ...โ€ Jawab kakek sambil meneruskan mencangkulnya.

Tanpa berlama-lama, aku meninggalkan ladang. Setelah agak jauh dari kakek, aku berlari kencang ke pangkalan ojeg. Lumayan juga jaraknya sampai nafasku ngos-ngosan untuk mencapai tempat itu. Sesampainya di pangkalan ojeg, aku langsung diantar ke Polsek dan hanya setengah jam sampai di sana. Setelah membayar ongkos dengan langkah pasti, aku memasuki kantor polisi sektor tersebut dan meminta polisi untuk mempertemukan aku dengan tahanan yang bernama Kosim. Dengan perdebatan yang sedikit alot, akhirnya aku diizinkan menemui Kosim di penjara.

โ€œBapak boleh mengunci pintu penjara ini ...โ€ Kataku sesaat setelah berada dalam penjara yang pernah aku singgahi ini. Polisi itu pun menyetujuinya, mengunci pintu penjara. Dan kini aku berada di dalam penjara berdua dengan orang yang bernama Kosim.

โ€œBapak Kosim ...โ€ Kataku dan laki-laki itu mengangguk. Jelas di mukanya tampak wajah takut, cemas dan resah.

โ€œMau apa kau ke sini?โ€ Tanyanya sambil melangkah menjauh saat aku mendekatinya. Laki-laki begitu waspada seakan dirinya sedang terancam.

โ€œTenang pak Kosim ... Aku hanya ingin ngobrol saja ...โ€ Kataku seraya menghentikan langkah.

โ€œLebih baik kamu pergi saja ... Tak ada yang perlu dibicarakan ...!โ€ Katanya agak keras dan melotot.

Melihat gelagat yang kurang bersahabat, langsung saja aku geser cincin ajaibku hingga berada di telapak tangan dan jempolku menekan mata cincin agak kuat. Dan memang tujuanku menemui Kosim adalah untuk mencari informasi.

โ€œKosim ... Dengar baik-baik ...! Kamu sekarang adalah budakku ... Kamu akan patuh padaku dan berkata jujur, sejujur-jujurnya ... Paham ...!โ€ Kuucapkan kata-kata hipnotis itu dan seperti biasa akan dijawab dengan anggukan dan senyuman. Aku pun segera menggeser cincin pada posisi semula dan melanjutkan obrolan kami.

โ€œKe sini Pak Kosim ... Dekat denganku ...โ€ Pintaku yang segera diturutinya. Laki-laki itu mendekat dan berdiri di depanku. โ€œSekarang jawab dengan jujur ... Kenapa Pak Kosim membacok Pak Tatang?โ€ Tanyaku.

โ€œKarena saya perlu uang.โ€ Jawabnya dengan tatapan kosong.

โ€œPerlu uang? Berarti ada yang bayar?โ€ Tanyaku lagi.

โ€œIya ...โ€ Jawabnya.

โ€œSiapa?โ€ Tanyaku lagi.

โ€œIbu Dewi ...โ€ Langsung saja aku memejamkan mata sesaat setelah mendengar pengakuan Pak Kosim. Berarti jelas sudah kecurigaanku, terbayar lunas.

โ€œApa ada orang lain yang bersama Ibu Dewi?โ€ Tanyaku berlanjut.

โ€œTidak ...โ€ Jawabnya.

โ€œSadarlah!โ€ Kataku mengucapkan kata penyembuhan.

Kosim tersadar dan seperti bangun tidur. Laki-laki itu melotot untuk sesaat lalu meloncat dua langkah ke belakang sembari memasang kuda-kuda, tapi tetap saja roman takutnya tidak hilang dari wajahnya. Aku pun tersenyum melihat kekonyolan orang itu. Tanpa menghiraukannya lagi, aku menggedor terali besi pintu penjara. Tak lama, polisi yang mengantarkan tadi sudah membukakan pintu penjara. Aku pun keluar dan langsung berpamitan untuk kembali pulang.

Ternyata benar kecurigaan kakek yang awalnya tidak terpikirkan olehku sama sekali, boleh jadi oleh semua orang. Kosim hanyalah boneka yang kebetulan membutuhkan uang, sementara Dewi dan si pria yang kutemui di restoran adalah otak dari pembunuhan ini. Sungguh miris, demi harta orang berani melenyapkan nyawa orang lain. Kecintaan dan kebanggaan yang berlebihan terhadap harta membuat lupa pada norma. Ambisi kuasa dan harta, menggelapkan mata hati seperti tak ada nurani.

Setelah mengetahui lantas aku pun bingung sendiri. Memilih diam atau mengungkap. Sepanjang perjalanan pulang, aku berpikir dan menimbang baik dan buruknya. Hingga kakiku sudah menginjak lantai rumah, pilihan pun belum ditemukan, walau fakta pembunuhan itu tak pernah pudar bercokol di otakku. Akhirnya, aku datangi kakek dan nenek di ladang lalu membantu mereka meladang. Tanganku yang memegang cangkul mengayun ringan dan cepat ke arah rumput liar.

โ€œDenta ...โ€ Panggil kakek. Aku menoleh padanya yang sedang duduk di bawah pohon mahoni sambil menghisap rokok nipahnya.

โ€œAda apa kek?โ€ Tanyaku sembari mendekat lalu duduk di sampingnya.

โ€œSekarang kamu pergi ke rumah Pak Hendarto ... Bawa surat kakek dan kasih sama dia ...โ€ Ucap kakek dengan tatapan mata lurus ke depan. Pak Hendarto adalah seorang polisi berpangkat perwira yang bertugas di Polres.

โ€œHhhmm ... Apakah kakek mau mengusut terbunuhnya Pak Tatang?โ€ Tanyaku.

โ€œYa ... Kakek menduga kuat ada motif di belakang terbunuhnya Tatang. Makanya, kakek mau menyuruh Pak Hendarto mengusutnya.โ€ Ungkap kakek.

โ€œBaiklah ...โ€ Kataku seraya berdiri dan berjalan ke arah rumah.

โ€œSuratnya minta ke nenekmu.โ€ Ucap kakek.

โ€œIya ...โ€ Jawabku.

Sesaat setelah sampai di rumah, aku segera membersihkan badan dan berdandan. Tak lama, aku sudah berada di jalanan desa, mengendarai mobilku perlahan. Aku sudah menyangka kalau kakek tidak akan diam berpangku tangan. Kakek pasti turun tangan bila ada kejadian besar yang berhubungan dengan keluarga besarnya. Sekitar lima belas menit berselang, aku sampai di jalan kabupaten yang beraspal mulus. Langsung saja aku besut kendaraanku kencang. Jalanan yang lengang membuatku bisa sampai ke rumah Pak Hendarto dalam waktu kurang dari satu jam saja. Rumah yang sudah sering kukunjungi ini tampak sepi, namun aku terus masuk ke halaman rumah tersebut.

Aku turun dari mobil, berjalan mendekati pintu rumah tersebut lalu memencet bel rumah beberapa kali. Tak lama, pintu rumah terbuka menunjukkan seorang pria gagah dengan pakaian dinas kepolisiannya. Pria gagah tersebut menyambutku dengan sangat ramah dan merangkul bahuku mengajak ke ruang belakang. Memang, aku sudah sangat mengenal perwira polisi ini bahkan Hendarto telah menganggapku sebagai saudara.

โ€œPada kemana ini, pak?โ€ Tanyaku karena merasa suasana di rumah ini begitu sepi.

โ€œPada pergi, Ta ... Ibu dan anak-anak pergi ke alun-alun ...โ€ Jawab Hendarto sambil mengocek kopi lalu menyerahkan satu gelas kepadaku.

โ€œOh ... Jalan-jalan sore ...โ€ Kataku sambil tersenyum.

โ€œYa ... Biasa ... Anak-anak suka sekali jalan-jalan ke alun-alun ... Bagaimana kabar kakekmu?โ€ Tanya Hendarto. Kini kami duduk berhadapan di kursi meja makan.

โ€œBaik, pak ... Dan saya ke sini memang mau menyampaikan surat dari kakek untuk bapak ...โ€ Ungkapku sembari menyodorkan surat kepada Hendarto.

โ€œPasti ada sesuatu.โ€ Gumam Hendarto sambil menerima surat dari tanganku.

โ€œYa, pak ... Kakek penasaran dengan kasus pembunuhan di Desa Sekar.โ€ Jelasku sedikit saja.

โ€œYa ... Saya juga mendengar kabar itu ...โ€ Ucap Hendarto lalu membaca surat yang ditulis kakek. Beberapa saat terdengar helaan nafas dari hidung dan mulut perwira polisi itu. โ€œKakekmu mencurigai kalau pembunuhan itu ada motif lain di belakangnya ... Dan selama ini kakekmu tak pernah salah ...โ€ Lanjut Hendarto sambil menatapku.

โ€œKakek memang sejak awal sudah curiga.โ€ Ungkapku menyetujui ucapan Hendarto barusan.

โ€œKalau sudah ada perintah begini ... Haruslah dikerjakan ...โ€ Senyum Hendarto mengembang. โ€œOh ya ... Dua minggu lagi ada penerimaan anggota kepolisian ... Apa kamu tidak tertarik untuk mengikuti jejak kakekmu?โ€ Tanya Hendarto tiba-tiba.

โ€œEntahlah, pak ... Saya kurang tertarik ...โ€ Jawabku tidak bersemangat.

โ€œKakekmu itu bisa dibilang legend di kesatuan kepolisian ... Seorang jenderal polisi yang tidak takut pada siapa pun ... Beliau banyak mengungkap kejahatan-kejahatan besar ... Namanya sangat harum di institusi kepolisian ... Sayang, tak ada satu pun keturunannya yang mengikuti jejak kebesarannya ...โ€ Ungkap Hendarto berapi-api yang sudah sering kudengar dari mulutnya.

โ€œSaya kurang tertarik jadi polisi, pak ... Dan mungkin hanya kakek saja yang menjadi polisi di keluarga kami.โ€ Kataku coba memberi alasan.

โ€œDenta ... Kakekmu sangat berharap kamulah penerusnya ... Kamu punya kesempatan yang sangat luas ... Banyak orang yang mau tapi tidak diberi kesempatan menjadi polisi ... Aku sangat berharap, penuhi cita-cita kakekmu ... Kasian beliau kalau angan-angannya tidak kesampaian ...โ€ Kata Hendarto setengah membujuk.

Sebenarnya aku ingin sekali membanggakan kakek, tapi dengan caraku sendiri bukan mengikuti keinginannya. Aku tidak akan bisa mengikuti kakek yang super jujur dan berdedikasi tinggi pada pekerjaannya. Pada jamannya, kakek memiliki posisi tinggi di kepolisian, tapi saking jujurnya tetap saja hidup sederhana tidak punya apa-apa. Aku tidak ingin seperti kakek. Aku ingin menjadi orang kaya. Hidup dengan penghasilan pas-pasan dan kadang diejek-ejek oleh orang lain, membuat jiwa mudaku memberontak tak terima dengan keadaan seperti itu.

โ€œYa sudah ... Kalau memang gak mau ... Tapi aku harap kamu pikirkan lagi baik-baik nasehatku ...โ€ Katanya padaku sambil menghela nafas dalam-dalam. Aku tidak melihat wajahnya, tetapi aku tahu getar suaranya menandakan bahwa harapan Hendarto sama besar seperti harapan kakekku.

โ€œYa ... Nanti saya pertimbangkan dulu ... Oh, ya pak ... Saya pamit saja ... Ada yang masih harus saya kerjakan.โ€ Aku berpamitan dengan alasan yang dibuat-buat.

โ€œOh ya ... Silahkan ... Bilang ke kakekmu ... Perintahnya segera kami laksanakan ...โ€ Ucap Hendarto.

Hendarto mengantar sampai ke mobilku. Segera saja aku keluar dari pekarangan rumah perwira polisi tersebut lalu mengarahkannya kembali ke desaku. Pikiran pun melayang pada ucapan dan nasehat Hendarto padaku tadi. Terbersit pikiran, menjadi polisi pun bisa membuatku kaya raya asal jangan seperti kakek. Banyak polisi โ€˜nakalโ€™ yang memiliki kehidupan yang sangat mapan. Buktinya, perwira tinggi polisi sejawat kakek dulu memiliki harta yang sangat berlimpah, tanah di mana-mana dan saat pensiun bisa pelesiran mengelilingi dunia.

โ€œHhhhmm ... Boleh juga ...โ€ Gumamku pelan sambil mengetuk-ngetuk stir mobil. Sekarang aku putuskan akan mencoba daftar menjadi anggota kepolisian. Aku akan menjadi polisi dengan caraku sendiri.

Singkat cerita, saat hari sudah gelap, aku sampai di rumah kakek. Aku duduk di depan kakek sambil menikmati teh panas dan goreng pisang panas. Aku ceritakan tentang perjalananku menemui Hendarto tadi sore. Kakek mendengarkan sambil manggut-manggut saja. Selanjutnya kami berbincang tentang kematian Tatang yang dianggap kakek terlalu janggal. Kakek merasa tidak percaya kalau Tatang mati terbunuh begitu saja karena secara kasat mata Tatang adalah orang kuat yang memiliki banyak pengawal.

โ€œKecurigaan kakek bertambah besar saat kakek melihat mayat korban ... Dari luka bacoknya, kakek tidak melihat ada perlawanan ... Bacokannya sangat mulus dan terlalu bersih ... Boleh jadi Tatang dibokong, tapi kemungkinannya sangatlah kecil karena Tatang selalu dikawal centeng-centengnya ...โ€ Kakek mengungkapkan kecurigaan atas pembunuhan Tatang. Perlu diakui kalau mata polisinya masih sangat tajam.

โ€œAku gak sampai berpikir ke sana ... Kakek kok bisa memprediksi seperti itu ...โ€ Kataku sembari mengambil gorengan pisang lalu meniup-niupnya supaya agak dingin.

โ€œKarena pengalaman ... Karena pengalaman membuat kita menjadi tahu bagaimana menghadapi persoalan.โ€ Jelas kakek lalu menghisap rokok nipahnya.

โ€œKek ... Aku mau daftar jadi polisi ...โ€ Kataku datar tanpa ekspresi. Kakek menoleh padaku dengan wajah datarnya dan terlihat sebelah alisnya terangkat.

โ€œKamu sudah yakin mau jadi polisi?โ€ Kini terdengar nada suara kakek yang berharap.

โ€œIya ... Aku yakin ... Aku ingin jadi polisi ... Seperti Pak Hendarto ...โ€ Jawabku setengah bercanda. Aku ingin jadi polisi tetapi tidak ingin seperti kakek.

โ€œHhhmm ... Baguslah ... Kakek senang mendengarnya ... Tapi kakek mau ... Keinginanmu itu keluar dari lubuk hatimu yang paling murni ... Tidak ada tekanan atau paksaan dari siapa pun ... Itu benar-benar niat tulusmu ...โ€ Kata kakek.

โ€œIya kek ... Aku memang sekarang baru kepikiran ... Kalau menjadi polisi adalah profesi mulia ...โ€ Kataku sepertinya sangat ngasal, keluar begitu saja dari mulutku. Sebenarnya aku hanya sekedar ingin menyenangkan hati kakek saja.

โ€œBagus ... Bagus ...โ€ Kakek tersenyum bahagia sambil menggut-manggut.

Obrolan berlanjut hingga kakek menceritakan pengalamannya semasa menjadi polisi sejak kakek menjadi bawahan sampai menjabat di posisi yang cukup tinggi di Mabes. Cerita yang paling berkesan saat kakek menangkap salah satu anak pejabat negara yang terlibat sindikat narkotika internasional. Walau banyak ancaman kakek tidak surut membongkar sindikat narkotika tersebut, sampai akhirnya semua yang terlibat berhasil dipenjarakan. Tak terasa, malam semakin larut, rasa kantuk mulai mendera. Aku dan kakek akhirnya masuk ke kamar masing-masing. Setelah merebahkan tubuh di atas kasur, aku pun mulai terlelap di tidurku.​

-----ooo-----

Dua Hari Kemudian ...

Waktu terus bergulir dan yang tersisa hanya cerita dalam setiap proses kejadian. Segala tindakan yang tidak direncanakan dengan matang, pasti menimbulkan bencana maupun penyesalan di kemudian hari. Itulah setidaknya yang dihadapi Dewi saat ini. Bagaimana pun polisi akan lebih handal mencari bukti. Dampaknya pastilah lambat laun kejahatannya akan terbongkar.

Seperti hari ini, pembongkaran makam Tatang rencananya dijadwalkan pada pukul 08.00 pagi. Namun jadwal pembongkaran makam tertunda karena hujan turun di sekitar TPU. Di lokasi pemakaman dipasang tirai berwarna merah di salah satu sisi makam. Pembongkaran dan otopsi dilakukan secara tertutup. Sementara keluarga besar Tatang menunggu di sisi luar tirai merah dan terlihat menangis. Pembongkaran makam Tatang baru dimulai pukul 10.00 dan otopsi langsung dilakukan di pemakaman. Saat proses pembongkaran makam yang dilakukan secara tertutup di dalam tirai merah, terlihat warga sekitar berdatangan di lokasi. Saat otopsi, dokter forensik dari kepolisian dan Rumah Sakit melakukan pemeriksaan luar dan dalam organ jenazah Tatang. Selain itu, dokter juga mengambil sampel organ untuk diperiksa lanjutan di laboratorium guna memastikan penyebab kematian.

Seperti biasa, aku menjadi sandaran Dinda yang saat ini turut menyaksikan pembongkaran makam ayah tirinya. Adikku menutupi matanya yang bengkak dengan kaca mata hitam dan berkali-kali mengusap lelehan air mata dengan tissue. Dari sekian banyak keluarga besar hanya Dewi yang tampak tegang. Wanita itu menangis namun kurasa tangisannya bukanlah tangisan kesedihan. Aku yakin Dewi menangis karena ketakutan. Ya, wanita itu merasa takut kalau aksinya diketahui pihak berwajib.

โ€œKenapa harus dibongkar? Kasian papah ... Hiks ...โ€ Lirih Dinda sambil terus menyandarkan dirinya padaku.

โ€œBiarkan saja polisi yang mengungkapnya ... Mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa.โ€ Aku coba menghibur Dinda. Mataku terus memperhatikan Dewi yang sedang sibuk dengan smartphone-nya.

โ€œDewi ... Dewi ... Bodoh sekali dirimu ... Sebentar lagi kamu bakal masuk bui ... Tapi aku berharap kamu selamat ...โ€ Kataku dalam hati menyesali perbuatan Dewi yang sangat bodoh menurutku.

Proses otopsi masih terus berlangsung, namun Dewi terlihat meninggalkan lokasi pemakaman. Aku sebenarnya ingin mengikutinya namun Dinda tak sedetik pun mau lepas dariku. Suasana di lokasi semakin ramai, antusias warga yang ingin melihat mencapai ratusan orang. Pada akhirnya, Dinda memintaku untuk mengantarkannya pulang. Aku pun berjalan sambil memapah Dinda keluar kompleks pemakaman. Dan baru kali ini aku merasakan repot mempunyai adik. Untung saja, di luar kompleks pemakaman aku bertemu salah seorang saudara yang mau mengantarkan Dinda pulang. Aku menghela nafas lega seperti terbebas dari tugas yang sangat berat. Melihat situasi yang semakin ramai, akhirnya aku memutuskan untuk pulang.

โ€œTa ...!โ€ Suara panggilan sukses membuatku menahan langkah. Aku menoleh ke arah sumber suara dan ternyata teman SMA sedang tergopoh-gopoh berjalan ke arahku. Ridwan adalah teman sekolah yang kini tampak gagah dengan seragam dinas kepolisiannya.

โ€œEdaaaannn ... Mantap pisan ...โ€ Pujiku sesaat setelah aku berhadapan dengan polisi muda ini. Kujabat tangannya sangat erat. Tambahlah keinginanku untuk menjadi polisi saat melihat Ridwan yang begitu elegan dengan seragam kepolisiannya.

โ€œHa ha ha ... Kamu mah bisa aja ... Gimana kabarnya?โ€ Tanya Ridwan dengan senyum lebarnya. Tangan kami masih saling berjabatan.

โ€œBaik ... Sehat ... Maneh gagah pisan uy ...โ€ Pujiku lagi sambil memperhatikan penampilan Ridwan dari ujung kaki sampai ujung kepala.

โ€œSudah ... Jangan memuji terus ... Aku ingin ngobrol ... Tuh ada pos kamling ...โ€ Ajak Ridwan sembari berjalan duluan menuju pos kamling yang ia tunjuk. Aku pun mengikutinya karena seperti yang sangat penting.

โ€œAya naon? (Ada apa, red).โ€ Tanyaku setelah duduk bersebelahan dengan polisi muda tersebut.

โ€œGini, Ta ... Bener kamu teh kakaknya si Dinda?โ€ Tanya Ridwan dengan raut muka yang tampak menahan malu.

โ€œHhhhmm ... Kenapa? Kenapa maneh ujug-ujug nanyain dia?โ€ Aku mencium gelagat kalau pemuda itu menyukai adikku.

โ€œNggak ... Aku hanya ingin tahu saja ...โ€ Ujarnya sembari melirik sekilas padaku.

โ€œIya ... Dinda adalah adik sebapak tapi beda ibu ... Maneh suka ya sama si Dinda?โ€ Langsung saja aku โ€˜todongโ€™ dengan pertanyaan itu.

โ€œHe he he ... Syukurlah kalau kamu sudah tahu ...โ€ Jawabnya sembari ngelemes dan tersenyum tipis.

โ€œHa ha ha ... Usaha sendiri atuh ... Jangan minta bantuan segala ... Tapi jangan sekarang, gak tepat waktunya ... Dia sedang gak mood nerima cowok ...โ€ Kataku sambil menepuk-nepuk bahunya.

โ€œKamu gak keberatan kalau aku mendekati Dinda?โ€ Tanyanya lagi dan kini matanya menatapku.

โ€œAku sebagai kakak gak bisa ngelarang atau nyodor-nyodorin cowok sama dia ... Kalau Dinda suka, aku mah tinggal dukung aja ... Tapi kalau Dinda merasa terganggu, baru aku turun tangan ...โ€ Kataku sangat jelas.

โ€œKamu gak bisa bantu?โ€ Wajah Ridwan berubah jadi memelas.

โ€œHa ha ha ... Malu atuh sama seragam ...!โ€ Aku tepuk punggungnya sambil tertawa.

โ€œAh ... Gak ada hubungannya dengan seragam ... Ini masalah hati ...โ€ Ridwan berkelid.

โ€œNunggu waktu yang tepat ... Sekarang keadaannya sangat tidak memungkinkan ... Nanti aku coba bicara dengan Dinda ... Tenang saja, aku bantu ...โ€ Kataku.

โ€œNah gitu ...! Baru CS ...!โ€ Ridwan tersenyum lebar.

Lalu kami pun larut dalam obrolan hangat. Obrolan yang saling menerima pendapat, kritikan, dan masukan, tanpa adanya ketegangan maupun pemaksaan. Dengan gaya bicaranya yang luwes dan meyakinkan, aku semakin kagum dengan sosok Ridwan saat ini. Cocoklah bila ia bisa bersanding dengan adikku. Tak terasa obrolan kami harus disudahi oleh waktu yang makin siang, kami pun bergegas meninggalkan pos kamling ini. Sementara Ridwan berbaur dengan rekan-rekan polisi yang lain, aku langsung saja pulang ke rumah kakek.​

----ooo----


Author Pov

Awan berbalut jingga, terik matahari perlahan menghangat seraya menuruni lengkung langit. Penuh dengan ketenangan yang menyiratkan waktu istirahat untuk para pekerja yang telah menunaikan tugas mereka masing-masing. Begitulah suasana sore hari sering terintepretasi dalam benak beberapa orang. Waktu untuk melepas lelah, waktu untuk berkumpul bersama keluarga, pasangan ataupun sahabat. Dan taman kota adalah satu dari beberapa tempat yang lumrah menjadi saksi waktu berkumpul dan merayakan hari yang telah terlewati. Hijaunya rumput, rindangnya pohon dan sejuknya air dalam kolam air mancur merupakan pemandangan yang melegakan dan menyejukkan hati. Banyak orang melepas jenuh dan mencari secercah kebahagiaan sederhana dengan berkunjung di taman kota pada sore hari.

Di sebuah bangku di bawah pohon kamboja, terlihat pula sepasang kekasih menghabiskan waktu sore bersama. Tatapan mata si wanita seakan tak ingin berpisah dari kekasihnya. Tangan sang pria menyulam lembut tangan sang wanita. Seakan kehidupan di luar bangku kayu yang mereka duduki berhenti untuk sekejap merayakan kebersamaan mereka, dimana mereka saling menyayangi namun cara yang ditunjukan kurang masuk akal. Ya, saling menyayangi tanpa menginginkan suatu ikatan.

โ€œTika ... Mas Hendarto sudah membeli rumah buat Tika ... Segeralah pindah dari rumah kontrakan dan kalau bisa segeralah keluar dari lingkungan Gang Buntu ...โ€ Ucap seorang perwira polisi dengan sangat lembut penuh kasih sayang.

โ€œMaaf mas ... Saya tidak akan keluar dari rumah kontrakan dan Gang Buntu, sebelum mas mengabulkan permintaan saya ...โ€ Jawab si wanita yang dipanggil Tika oleh Hendarto.

โ€œMasalah Dewi sudah pasti dipenjarakan ... Dia sebentar lagi akan menjadi Tersangka kasus pembunuhan suaminya ... Dewi sudah terperangkap permainan yang mas bikin ... Tinggal tunggu waktu saja ... Dewi akan masuk penjara dengan hukuman 20 tahun ...โ€ Ungkap Hendarto penuh keyakinan.

โ€œKalau Kang Jaja bagaimana?โ€ Tanya Tika ingin tahu nasib dari orang suruhannya.

โ€œDia pasti aman ... Sudah mas kondisikan kalau dia akan baik-baik saja ...โ€ Jawab Hendarto sembari meremas jemari wanitanya. Jaja adalah โ€˜bonekaโ€™ yang sengaja disimpan oleh Hendarto untuk mempengaruhi Dewi agar mau membunuh Tatang.

โ€œYa, mas ... Saya tidak mau Kang Jaja dipenjara ...โ€ Lirih Tika sembari meletakkan kepalanya di bahu Hendarto.

Kali ini Tika lumayan bisa bernafas lega karena dendamnya akan terbalaskan. Tika mempunyai kehidupan yang membuatnya terpuruk dan menderita. Ditambah lagi kehadiran seseorang yang membuat ia merasa tersingkirkan dan tak dianggap ada. Itu semua menjadikan ia menyimpan dendam. Dendamnya yang telah tersimpannya bertahun-tahun lamanya. Satu orang yang membuatnya menderita kini telah diambang kehancuran. Saatnya Tika berpikir untuk menghancurkan satu orang lagi yang paling ia benci.

โ€œTika ... Beberapa hari yang lalu anakmu datang ke rumahku ... Dia memberikan surat dari Pak Suminta untukku ... Tidakkah kamu ingin menemuinya?โ€ Ucap Hendarto setengah berbisik.

โ€œFuufftt ... Aku memang merindukannya ... Saya ingin sekali melihat wajahnya ... Saya sampai lupa bagaimana wajahnya sekarang ... Tapi, anak itu sangat membenci saya ... Rasa bencinya begitu besar ... Sebesar kebencian kakeknya pada saya ...โ€ Suara Tika sarat dengan kesedihan.

โ€œKalau tidak dimulai darimu ... Keadaan ini akan terus berlangsung ... Cobalah mengalah dan memberanikan diri ... Kalau Pak Suminta aku rasa sudah memaafkanmu ... Datanglah! Temui dia ...โ€ Hendarto berkata setengah memaksa.

โ€œAku belum siap, mas ... Nanti saja kalau saya sudah siap ...โ€ Tika kukuh dengan pendiriannya.

Hendarto dan Tika pun berdiam diri. Kini tangan Hendarto bergerak memeluk pinggang kekasih gelapnya. Keduanya telah menjalin asmara selama setahun namun menyadari kalau mereka tidak akan pernah bisa menyatu. Tika dan Hendarto memilih menjalin kasih dengan cara seperti ini walau demikian mereka merasa nyaman dengan hubungan yang tak masuk akal seperti ini.

Pada saat Tika mengetahui kalau Hendarto adalah seorang perwira polisi, Tika pun berkeluh kesah atas dendamnya kepada Dewi yang dianggapnya telah merusak kebahagiaan wanita itu. Rasa cinta yang mendalam membuat Hendarto mau menuruti permintaan Tika untuk membalaskan sakit hati wanita yang dicintainya itu. Dibuatlah skenario untuk โ€˜menjerumuskanโ€™ Dewi. Skenario mulai dijalankan dengan โ€˜menyusupkanโ€™ Jaja dalam kehidupan Dewi yang pada akhirnya Dewi terjerat dalam pelukan Jaja. Jaja pun terus menanamkan ismenya kepada Dewi untuk menguasai seluruh harta kekayaan Tatang. Dan akhirnya, Dewi termakan juga, lalu menyuap seorang miskin untuk membunuh Tatang, termasuk menyuap para pengawal Tatang agar memuluskan rencananya.

Tika yang bernama asli โ€˜Atikahโ€™ mulai tersenyum senang. Betapa dendam itu sudah sangat lama dirawat, sehingga berkarat dan senantiasa dihidupkan agar dendam itu tidak pernah padam. Dan sakit hatinya sebentar lagi akan terbayar lunas dengan dipenjarakannya Dewi selama belasan tahun. Sakit hati yang ia simpan lama itu kini akan terbalaskan dengan bantuan Hendarto. Tika sangat menantikan detik-detik Dewi dipenjara. Dalam hatinya berjanji akan melihat saat Dewi masuk ke dalam bui.

Keduanya duduk di bangku taman, bergandeng tangan, bercerita tentang hidup, bertukar harap yang takkan redup, menghabiskan waktu, sore itu. Tika menyayangi Hendarto, dan Hendarto pun mencintai Tika. Namun pada saat ini, Tika mulai membuka hatinya pada pria lain. Tika mulai menyukai โ€˜Iwanโ€™ karena pemuda itu sangat penuh perhatian padanya. Perhatiannya sebanding dengan perhatian yang diberikan Hendarto, tapi Iwan memiliki satu kelebihan dibanding Hendarto yaitu mampu memberinya kepuasan batin dalam bercinta. Entahlah, Tika merasakan sesuatu yang sangat menakjubkan saat dirinya โ€˜digagahiโ€™ oleh pemuda itu.​

Bersambung
Aduh.. master! Kenapa alurnya jadi gini sih.. masalahnya jadi rumit..

Ane salut sama jalan cerita yang master buat :n1: :tepuktangan::top::halo:

Yang pertama, Denta bisa memuaskan Tika, begitu pun Tika ke Denta. Malah terlihat ada secercah usaha Tika untuk menguras kantong menyan Denta, supaya tidak pergi. Ada rasa yang timbul di hati Tika ke Denta. Namun saat yang sama Tika menjalin hubungan dengan Hendarto. Perwira polisi. Apa Hendarto tidak punya istri? Apa Tika dan Denta samaยฒ tidak punya feeling sama sekali kalo mereka Ibu dan anak?

Yang Kedua, terlihat jelas kalo Tika sangat dendam pada Dewi dan 1 orang lagi (siapa ya?:gila::gila:) dan menggunakan tangan Hendarto untuk menghancurkan mereka. Tapi yang jelas disini, Tika mulai menyukai Denta. Apa yang akan terjadi besok jika tau bahwa Denta itu anaknya, jika Denta tau Tika itu Ibu kandungnya? Apa bener Tika punya anak lagi? Bagaimana perasaan Denta jika itu beneran?
Apakah Dewi juga masih sama seperti dulu? Hanya memikirkan harta? Tidak punya rasa layaknya wanita normal ke Denta? Padahal sudah diberikan kenikmatan lebih dari suaminya. Memang sih kena Hipnotis, tapi masak gak ingat rasanya xixixixixi;);)

Jadi ngebayangin cerita berbalut dendam, intrik puluhan tahun, kong kalikong, pengencrotan, sama wanita stw yang rebutan lelaki :semangat::semangat:

Yang ketiga, terlihat jelas banget Denta sangat menyayangi kakeknya. Sampai pekerjaan aja, ingin diikuti supaya kakeknya seneng. Andai... Denta itu masuk tni, pasti besok kalo ada masalah gedhe, rame :victory::victory::victory:

Apalagi Hendarto yang jadi kekasih Tika sekarang seorang polisi..
Maklum diberita di dunia nyata, banyak gesekan tni polri xixixixi
Apalagi pamor tni masih bagus dimata masyarakat

Semoga sehat selalu master :)
Apapun karya tulismu, sangat ane hormati

Maap bila ada salahยฒ kata:ampun::Peace:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd