Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I LOVE YOU HANDSOME part II : REBELION [by Arczre]

Status
Please reply by conversation.
Wih ada part terbarunya ni ...

ijin buka tenda buat mantengin terus...
 
Hmmm Echie mah, yg pertama aja aku belum khatam bacanya, dah nonggol yang ke 2.

Ini ini yang namanya The Power of Nganten Anyar. Opo2ne ngebut

:pandaketawa:

Iya nih, om ucil aja belon ngelanjutin bastian liburannya... :hammer:
 
ga ada habisnya emang ganArc ini
bikin tenda dulu di belakang Malang City Point sambil nunggu update
 
Twist story lagi sob? Kek si archie yg jalan hidupnya berubah drastis.. X ini siapa ya yang bakal kena?

Asyifa?
 
Ditunggu update dramanya Suhu Arczre.
Kelanjutan dari Raja Preman...
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Terakhir diubah:
Wow... part II
Tetep full drama and blood ya bro arcii
 
wow bener bener penulis sejati nih suhu archi nih
kenapa g ngeluarin buku aja suhu pasti laku di pasaran soal y suhu bikin cerita y seru trs pake sekwel yg seru abis
harus baca sampe tamat kalo g mw penasaran
 
BAB SATU

f03531431452192.jpg

Ilustrasi Ghea

DUM BA DUM BA DUM! Suara dentuman keras musik diskotik membuat telinga setengah tuli. Namun tidak bagi mereka yang memang menyukai kebisingan seperti ini. Hal ini dirasakan oleh Diva, seorang wanita yang sudah malang melintang lama di dunia perlendiran di kota ini. Namanya cukup dikenal, kliennya kebanyakan mereka yang punya kantong lebih tebal daripada sekedar check-in di hotel melati.

Hari ini dia cuma minum bir sebotol. Sepi orderan? Bisa jadi. Semenjak para pejabat yang biasa menjadi langganannya terlibat kasus korupsi dan sekarang di pemerintahan hanya dihuni oleh pejabat-pejabat baik dia pun mulai sepi orderan. Dia mengumpat dalam hati. Sudah hampir dua minggu dia tidak dipakai. Padahal biasanya paling tidak tiga hari sekali para pejabat itu memakai dirinya.

Ponselnya berdering. Sebuah panggilan dari nomor yang tidak dikenal masuk. Diva dengan wajah cuek langsung menerimanya.

"Halo? Siapa ini?" tanyanya.

"Besok kosong?" orang yang menelponnya tanya balik.

"Eanjrit, ini aku yang tanya koq nanya balik?"

"Oh, maaf. Anggap saja aku pelangganmu. Ada klien, mau dipake selama seminggu?"

"Seminggu? Cukup duit lo?"

"Datang ke Hotel Haris besok jam delapan. Sekaligus dibayar kontan."

"Emang tahu tarif gue berapa?"

"Tentu saja. 200 juta. Aku barusan transfer 50 juta, silakan dicek dari Miller."

"OK, deal!"

Telepon pun ditutup. Dengan rasa penasaran Diva mengecek transaksi bank via ponselnya. Melihat angka rekeningnya berubah Diva wajahnya berubah, dari yang suntuk menjadi sedikit cerah. Dia kemudian berjalan keluar melewati orang-orang yang sebagian sudah nge-fly entah dengan etcasy yang ditelannya atau memang karena pengaruh alkohol yang ada di dalam minuman mereka.

"Kenapa Va?" tanya salah seorang wanita yang datang langsung duduk di sebelahnya.

"Hahahaha, nggak apa-apa lagi seneng aja. Ternyata sekalipun gue sepi langganan pejabat yang terkena kasus itu masih ada aja yang mau bayar mahal," jawab Diva. "Lo gimana Shel?"

Nama teman Diva ini adalah Shelly. Sebagai teman satu profesi tentu saja mereka sangat care satu sama lainnya bahkan mereka teman akrab yang terkadang disewa oleh para pejabat untuk main trisum. Hanya saja tergantung mood mereka. Kalau mood sedang bagus bisa saja mereka main lebih dari trisum.

"Wah, aku nggak diajak nih?" tanya Shelly manja.

"Maaf ya Shell, cuma gue aja," jawab Diva. "Ntar lain kali mungkin ada rejeki."

"Bener lho yaaa?"

"Iya, kita kan pren. Gue traktir deh."

"Yuhuuuu.... makasih Va."


oOo


DIIINN!

"Arrgghh! Brengsek! Hati-hati WOI!" teriak Ryuji. Hampir saja ia menabrak seorang pengendara motor yang nyelonong seenaknya. Hal itu mengakibatkan dia harus mengerem mobilnya secara mendadak. Dia menggerutu, pengemudi sepeda motor sangat tidak sabar di kota ini. Ini yang kesekian kalinya ia harus mengalah. Mungkin lain kali ia harus ikut mengemudikan sepeda motor. Bodoh, kalau ia melakukan itu sama saja ia ikut-ikutan bodoh seperti mereka.

"Sabar kenapa Ryu?" kata seorang wanita yang berada di kursi belakang. Dia bernama Bianca, seorang akuntan yang merupakan aset perusahaan PT Evolus yang paling berharga, sekaligus juga aset bagi Arci. Tanpa wanita ini ia tak akan mungkin bisa lolos dari pajak. Hanya orang ini yang sanggup memberikan hitungan fantastis untuk dilaporkan ke kantor pajak. Dan hanya wanita ini pula yang tahu dari mana dan ke mana uang Arci selama ini.

"Oh, maaf tante, keceplosan hehehe," ujar Ryuji.

"Bagaimana kabar bosmu?"

"Yah, begitulah tante. Tetap dingin."

"Tsk, jangan begitu. Dia jelek-jelek juga bosmu lho. Tapi emang sih sejak SMA dia memang dingin. Sekalipun begitu dia cowok yang paling diincar cewek-cewek di sekolah."

"Tante satu sekolah ya dulu?"

"Iya, ajaib aja sih dia masih ingat aku sampai merekrutku di perusahaannya. Ah, yang penting gajinya sesuai."

"Emang ada urusan apa nih tante koq harus sampai ke Pakisjajar?"

"Tante mau menemui seorang pengusaha, anggap saja teman lama."

"Trus, ngapain harus aku yang menjadi sopirnya?"

"Hei, itu karena aku suka ama kamu Ryu."

"Duh tante, ingat ada suami ama anak di rumah."

PLETAK!

"Aduh!" Ryuji memegangi kepalanya yang ditempeleng oleh Bianca.

"Kamu kira aku ini tante-tante murahan? Maksudnya aku suka kalau kamu yang jadi sopir, lagian selain jadi sopir kamu bisa melindungi aku kan? Hehehehe."

"Heleh...kenapa nggak minta paman Kenji saja sih?"

"Udah ah, nyopir aja. Nggak usah banyak tanya. Kulaporkan bosmu biar tahu rasa kamu."

"Iya deh tan, iyaaa."

Mobil sedan Marcedes Benz SLK 120 berwarna silver itu melaju menuju ke sebuah daerah yang bernama Pakisjajar. Pakisjajar termasuk kawasan kabupaten Malang. Dengan mobil mewah mentereng itu siapa saja yang melihatnya pasti menyingkir. Bagi Ryuji mengendarai mobil mewah seperti ini sangat disukainya. Sekalipun tidak memilikinya secara langsung paling tidak pamornya naik. Bagi pecinta mobil seperti dia, tentunya kwalitas, kemewahan dan kenyamanan sebuah mobil sangat ia idam-idamkan. Bosnya punya banyak mobil mewah, ia sudah mencoba semuanya terkecuali satu mobil yang belum ia coba. Lamborgini Madura.

Lalu lintas agaknya bersahabat dengan mereka. Tepat pukul sebelas siang mereka sudah sampai di halaman sebuah rumah yang cukup besar. Dua orang penjaga ada di halaman itu menyambut mereka. Potongan tubuh mereka sangar, tegap dan menyeramkan. Tampang keduanya lebih mirip tukang pukul. Sebagai sopir yang baik Ryuji keluar dari mobil dan membukakan pintu untuk Bianca. Wanita ini membawa beberapa map kemudian masuk dengan diantar salah seorang penjaga. Ryuji hanya berdiri bersandar di mobilnya saja sambil mengamati wanita yang ia sebut dengan tante itu.

Secara fisik Bianca masih singset. Usianya sepadan dengan Arci. Mereka dulu teman satu sekolah. Bianca hanya mengetahui bahwa Arci orangnya misterius, tidak banyak bicara, cool dan disukai banyak cewek. Tapi di sekolah Arci selalu menghindar, entah kenapa. Ada gosip bahwa Arci adalah seorang gigolo tapi itu ditepis oleh Bianca. Menurutnya itu tak benar. Apalagi setelah ia tahu bahwa Arci seorang presiden direktur tentunya hal itu makin membuatnya faham bahwa Arci bukan orang yang seperti itu. Juga gosip murahan tentang Arci seorang gay. Please deh, dia punya istri yang cantik dan seksi, bahkan punya anak. Bianca sendiri iri dengan tubuh Ghea. Padahal usianya juga tidak beda jauh.

Ah, andainya dia dulu mengutarakan perasaannya lebih dulu. Sekarang, suaminya? Suaminya seorang anggota DPRD. Medan politik memang dipilih oleh suaminya. Sebagai seorang istri pejabat ia tentu saja lebih terhormat sekarang. Paling tidak itu sudah menjadi obat bagi rasa penyesalannya dulu. Bianca melirik ke sebuah ornamen kaligrafi yang ada di dinding pintu. Ia tak mengerti tentang seni. Baginya seni itu sama saja, asalkan indah maka itu seni. Bahkan ketika ada orang yang mengatakan dalam sebuah seni ada makna filosofi tersendiri. Ah, dia tak mengerti yang seperti itu. Bianca menilai sebuah nilai seni seperti seni musik misalnya, kalau misalnya ada lagu yang enak didengar sekalipun liriknya ngawur atau jorok sekalipun ia akan suka. Hal itu tentunya tak seperti angka-angka yang ia harus lihat setiap hari. Angka-angka yang ia lihat itu ibaratnya sebuah bangunan yang memerlukan detail. Detail-detail inilah nantinya akan dia pegang dan disimpan di memori otaknya. Sebuah detail yang apabila ada celah sedikit dari angka-angka itu ia ibaratkan seperti magnet yang dengan cepat mampu menariknya untuk memperbaiki detail yang aneh itu.

Langkahnya memasuki ruangan yang luas itu terhenti ketika seorang berwajah seperti orang timur tengah menyambutnya.

"Selamat datang di rumahku Bianca, maaf merepotkan sekali sampai kamu harus datang," kata orang ini. Dia adalah Mustafa.

"Kalau bosku tidak menyuruhku datang ke tempatmu maka aku tak akan melakukannya," kata Bianca dengan sewot.

"Kamu bawa sopir?"

"Iyalah, aku tak bisa naik mobil sendiri. Tiap hari pakai sopir."

"Maaf, maaf. Baiklah sebaiknya ikut aku ke ruang kerjaku!"

Mustafa mengajak Bianca memasuki sebuah ruangan yang dikelilingi oleh kaca. Di tengah ruangan itu ada sebuah meja besar dan beberapa kursi. Sebuah layar monitor berukuran 52 inchi ada di pojok ruagan. Di pinggir ruangan ada lemari laci yang sangat panjang. Sepertinya laci-laci ini digunakan untuk menyimpan file-file. Di atas meja tersebut sudah terbeber beberapa lembar map yang terbuka.

"Ruangan kerjamu cukup nyaman," kata Bianca.

"Aku selalu mencari cara agar nyaman," kata Mustafa. "Kamu tahu, kebiasaanku sewaktu kita masih SMA dulu."

"Oh, jangan ungkit-ungkit lagi masa-masa kelam itu."

"Oh, ayolah Bianca. Kita dulu pernah menikmatinya bukan?"

"Itu bukan sesuatu yang kita bicarakan di sini."

"Ya, aku mengerti. Tapi kenangan itu masih ada di hatiku."

"Gombal, ingat kita sudah berkeluarga."

"Aku mengerti. Aku hanya rindu saja saat-saat kita bersama dulu."

"Bagaimana usaha meubelmu sekarang?" Bianca mencoba mengalihkan pembicaraan.

"Kamu bisa lihat sendiri. Aku tidak mengerti hitung-hitungan akuntansi seperti ini. Akuntanku resign dan aku harus mengurusi semuanya. Aku tahu kamu sejak sekolah selalu pintar hitung-hitungan seperti ini. Pantas saja Arci selalu mengandalkanmu."

Bianca mulai bekerja memeriksa laporan-laporan. Mengutak-atik laptop milik Mustafa yang ada di atas meja kerjanya. Bianca tanpa permisi langsung duduk di kursi yang disediakan. Ia mengerutkan dahi melihat angka-angka yang ada di layar monitor sambil sesekali melihat kertas-kertas yang ada di meja mencocokkan satu dengan yang lain.

"Kamu mau minum apa?" tanya Mustafa.

"Tak perlu, tolong jamu saja sopirku yang ada di luar. Kasih makan atau minum terserah. Aku akan bekerja sendirian," jawab Bianca.

"Tetap judes seperti dulu," Mustafa sedikit geli dengan sikap Bianca yang judes.

Di luar rumah Ryuji ngobrol dengan penjaga tadi. Sang penjaga sekarang ikut lebur bersama gurauan Ryuji. Mereka terlihat akrab satu sama lain sekarang. Pembawaan Ryuji yang humoris menyebabkan siapa saja menjadi akrab bersamanya. Ryuji termasuk orang yang sering bosan, maka dari itulah ia mencari cara agar tidak bosan.

"Jadi, orangnya itu makan gurita hidup-hidup dan tersedak. Orang yang mau menolongnya aja jijik. Tapi untunglah ia selamat," ujar Ryuji sambil tertawa. Sang penjaga juga ikut tertawa.

"Bego banget dia," kata sang penjaga yang ikut tertawa. "Tapi beneran kalau di Jepang sana suka masak sesuatu yang setengah hidup ya?"

"Begitulah," ujar Ryuji.

"Soni, ajak si sopir itu makan siang!" teriak Mustafa dari kejauhan.

"Siap bos!" kata sang penjaga.

Mustafa kemudian kembali lagi masuk ke dalam.

"Eh, diajakin makan siang ama bos tuh," kata si penjaga.

"Wogh, untung bener jadi sopir. Oke deh yuk," dengan semangat bushido Ryuji ikut saja.

Sebelum Ryuji beranjak sebuah mobil Range Rover masuk ke halaman. Seorang bule mengendarai mobil mewah itu memperhatikan mobil yang terparkir. Bule ini adalah Miller. Segera ia keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah. Ryuji melihatnya sekilas lalu pergi menuju ruang makan bersama penjaga tadi.

Mustafa menyambut Miller.

"Wah, datang juga," kata Mustafa sambil memeluk Miller.

"Siapa?" tanya Miller.

"Bianca, teman lama. Sekaligus akuntannya si Arci."

"Bagaimana perasaanmu ketika tahu kalau Si Kapak itu teman sekolahmu dulu?"

"Sedikit terkejut, kalau aku tidak mengetahui wajahnya mungkin aku tak akan pernah mengetahuinya."

"Trus apa yang dilakukan si akuntan itu di sini?"

"Aku butuh bantuannya untuk pembukuan perusahaanku, aku ditinggal oleh akuntanku."

"Oh begitu. Jadi, rencana kita makin mulus aja kalau begitu?"

"Sepertinya begitu."

"Teruskan saja! Oh ya, ngomong-ngomong aku sudah menyewa Diva. Cewek yang katanya high class itu. Besok di vilamu?"

"Eh, jangan di rumah. Ketahuan istriku bisa berabe. Kamu ke sini mau ngancurin rumah tangga orang?"

"Hahahaha, istrimu masih keluar bukan?"

"Oh iya, hahahahaha. Baiklah. Besok di vilaku. Mau bagaimana? Trisum?"

"Sepertinya menarik, aku penasaran saja ama service-nya."


oOo


"Apa kabar, ma?" sapa Rio.

"Rio... aduuuhh, lama nggak ketemu kamu makin gagah saja yah?" jawab Bu Susiati.

"Hehehehe, mama bisa saja," Rio kemudian memeluk ibunya.

"Nggak bawa anakmu?"

"Clarisa dan Noah sedang ikut mamanya untuk sementara waktu, kami memang berbagi hak asuh," untuk terakhir kalinya Rio mengecup kening ibunya.

"Istirahat dulu?"

"Aku ingin langsung ke makam Andini"

"Baiklah, ayo kita sama-sama!"

Bu Susiati dan Rio pun akhirnya pergi ke pemakaman. Bu Susiati mengendarai mobil Avanza berwarna hitam kesayangannya. Rio masih jetlag jadi dia masih belum berani menyetir untuk sementara waktu. Pemakaman hari itu sepi. Tentu saja sepi, karena tempat orang-orang mati bukan tempat untuk hiburan apalagi untuk wisata. Mereka berdua pun masuk ke halaman pemakaman. Tampak pohon kamboja menampakkan tangan-tangannya yang kekar sangat cocok untuk menimbulkan kesan angker di kuburan ini.

Batu-batu nisan berjajar membujur dari utara ke selatan. Matahari makin menyombongkan sinarnya siang itu. Daun-daun berguguran, rerumputan tumbuh tak terawat di sekeliling pemakaman. Bu Susiati dan Rio akhirnya sampai di depan sebuah makam. Makam itu bersebelahan dengan dua makam lainnya. Yang satunya Rio kenal, tapi yang satunya tidak. Tapi ia tak mempedulikan makam yang satu itu. Di hadapannya ini ada makam Andini dan ayahnya.

"Andini,....maaf ya. Kakakmu tak bisa menjagamu bahkan untuk menguburmu pun tidak sempat. Aku akui aku bodoh. Seharusnya aku tidak menikah dengan wanita jalang itu. Aku sudah gelap mata. Pernikahanku sia-sia belaka. Aku mencoba dan mencoba untuk bisa mempertahankan rumah tangga ini tapi ternyata tidak bisa." mata Rio berkaca-kaca. Dia berlutut dan mengusap-usap batu nisan Andini.

"Rio, kami semua kehilangan. Tak hanya kamu," kata Bu Susiati.

"Kenapa Mama membela dia?"

"Maksud kamu?"

"Siapa lagi kalau bukan Si Arci itu. Aku sudah lihat beritanya. Aku tak rela adikku jadi seperti ini. Ini semua salah dia."

"Rio, dia orang yang paling kehilangan Andini."

Rio berdiri dan menatap mamanya, "Tidak ma! AKU! AKU YANG PALING KEHILANGAN! Ketika kecil aku selalu melindungi dia, selalu melindungi dia. Aku juga tidak tega sebenarnya meninggalkan Andini. Tapi apa yang bisa aku dapatkan sekarang? Menguburkannya saja aku tidak bisa."

"Aku mengerti"

"Mama tidak mengerti. Aku akan balas perbuatan Arci. Aku akan membuat hidupnya menderita, aku akan hancurkan semua bisnisnya. Kalau mama ingin melarangku, maka tak akan sanggup."

"Rio, jangan lakukan itu!"

"Aku akan melakukannya, aku bersumpah di depan makam adik dan papa. Aku akan menghancurkan hidupnya."

Rio kemudian pergi meninggalkan Bu Susiati sendirian. Tampak dari wajahnya amarah yang sangat besar. Bu Susiati menghela nafas. Dipandangi batu nisan anaknya.

"Andai kamu bisa hidup lebih lama lagi Andini.... Mama cuma rindu, rindu ama kamu." Bu Susiati mengusap-usap batu nisan Andini sebelum pergi meninggalkan makam itu. Dia menyeka air matanya yang sedikit menetes.

Tak jauh dari tempat mereka berada tampak seseorang lelaki mengamati mereka dari balik pohon Kamboja. Dia adalah Arci. Setelah Rio dan Bu Susiati pergi, Arci menghampiri makam Andini. Di sebelah makam Andini ada batu nisan bertuliskan Safira.

"Apa kabar kalian?" sapa Arci. "Kemarin aku bertemu dengan orang yang sangat mirip dengan dirimu Andini. Aku penasaran bagaimana mungkin ada dua orang yang sangat mirip satu sama lain. Siapa sebenarnya dia? Apa dia ada hubungannya denganmu? Atau memang kalian tak ada hubungan darah sama sekali? Andini, aku rindu kepadamu. Aku tahu banyak konsekuensi yang harus aku ambil dari apa yang sudah aku lakukan. Semua orang akan memusuhiku. Tak hanya lawan, tapi juga kawan. Aku sendirian sekarang ini. Andai kau ada bersamaku saat ini, aku akan lebih tegar lagi...."

Angin berhembus menerbangkan dedaunan kering di pemakaman. Arci kemudian berbalik meninggalkan dua makam orang yang paling dia sayangi.


oOo


Diva dijemput oleh Miller di depan sebuah halte. Diva memakai baju yang paling seksi yang pernah ia pakai. Ia telah mempersiapkan lingerie juga. Miller menelan ludah melihat tubuh seksi WP ini. Wajahnya cantik, parfumnya semerbak memberikan kesan Paris dan Vanila.

"Siap bersenang-senang hari ini cantik?" tanya Miller.

"Tentu dong! Yuk?!"

Miller segera menancap gas mobilnya. Mobil Ranger Rovernya pun membelah jalanan kota Malang. Beberapa angkot dengan tahu diri segera menyingkir ke pinggir. Suara musik berdetum-detum pun mulai dipasang di dalam mobil. Miller menyerahkan sebotol bir kepada Diva. Diva langsung menerimanya dan meneguk isinya.

"AAAAAHHHHH!" teriaknya.

Dan dimulailah aksi antara Miller, Mustafa dan Diva di sebuah villa yang akan mereka habiskan selama beberapa waktu. Mereka akan bersenang-senang untuk beberapa waktu di sana sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Miller.

ooo Bersambung ooo
 
Terakhir diubah:
:galak:
baru saja mau berkedut..
badan sensor menyambut..
:D

rupanya..media lah yang punya andil besar meracuni Rio untuk membenci dan menyalahkan sang raja preman
seremm nich..​
 
Bimabet
Arcii punya banyak musuh tapii gapapa ada ayang ghea disampingnya~
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd