Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT I LOVE YOU HANDSOME part II : REBELION [by Arczre]

Status
Please reply by conversation.
Bimabet
pemegang-kartu-sementara-syifa.mudah2an-diva-ga-knapa-napa....kasian-syifa.
 
Akhir nya ciri khas suhu arczre muncul lageee,baca ma update mpek ngos2 an kyak hbis kjar2 an ma maling jemuran janda sbelah. . . . Hadeeeeh. . . .
 
Anjrit mantep bgd updetnya suhu jos gandos lahh pokokee
Tapi tread yang satunya belum di updet ya suhu
 
"Soalnya jarang di rumah. Papa juga jarang di rumah, sering keluar untuk urusan bisnis.
""Yeee... nggak boleh gitu dong. Mereka juga kan orang tuamu. Semenjak mamaku meninggal memang aku kesepian Fa, tahu sendiri kan aku sangat dekat ama mamaku. Aku sempat berpikir kalau kehadiran mama baru ini akan mengubah kehidupanku. Tapi ternyata ya tidak semudah itu. Aku juga berpikir kalau dengan adanya seorang adik aku jadi lebih bisa hidup lagi, tapi ternyata ya tidak juga."
itu bukannya udah beda org ya ?
harusnya kan gini ya
""Yeee... nggak boleh gitu dong. Mereka juga kan orang tuamu." "Semenjak mamaku meninggal memang aku kesepian Fa,
 
huaaaa..cerita baru suhu arci lagi..plot yg ane demen nih,saling berhubungan satu sama lain trus plot maju mundur dlam penjelasan sebuah event di cerita ini..ijin gelar lapak lg suhu
 
Wow stock critanya udah banyakk ya bro arzcree... nunggu update nyaaaa sambil gelar ticker #maestro
 
BAB LIMA

Rio menghisap rokoknya dalam-dalam kemudian menghembuskannya ke atas. Pengaruh nikotin sudah mulai menenangkan kepalanya. Ia sangat rileks sekarang. Sebenarnya dari kemarin tangannya gemetar. Dia sendiri tak tahu apakah yang dilakukannya tepat atau tidak. Dia berada di kamarnya di sebuah hotel. Dia memang sedang ada masalah dengan ibunya. Bu Susiati sangat teguh pendirian akan membela Arci sampai titik darah penghabisan. Daripada berdebat panjang dengan ibunya, maka dia pun lebih memilih untuk pergi dari rumah dan mencari tempat sepi untuk memikirkan langkah selanjutnya.

Dia sekarang sudah memegang hasil print out berkas yang dia peroleh dari ibunya. Dia sengaja mencuri berkas itu dari ruang kerja ibunya. Di tangannya seluruh anak buah Arci, semua orang yang bekerja kepadanya ada di berkas itu. Kebanyakan orang-orang yang pernah dibela oleh Bu Susiati. Dari mana lagi data itu bisa diperoleh?

Rasanya dengan cara mengancam orang-orang bawahan Arci untuk mencari tahu siapa saja orang-orang penting yang dimiliki Arci juga tidak mungkin. Rio ingin menghancurkan usaha Arci, ingin menghancurkan orang yang telah menyakiti adiknya. Satu-satunya cara adalah dengan mencari orang-orang terdekat Arci. Rio mempelajari seluruh berkas itu. Kebanyakan usaha Arci di dunia hitam adalah seludupan. Mulai dari seludupan mobil, barang elektronik dan lain-lain. Arci sangat tegas menolak jualan narkoba. Satu-satunya usahanya yang legal adalah PT Evolus Produtama yang memproduksi tekstil. Dan Arci pun menyerahkan urusan perusahaan tersebut kepada orang-orang yang dia percaya untuk menduduki Kepala Cabang.

Orang-orang petinggi Evolus tak tahu menahu tentang bisnis gelap yang dikelola Arci dan keluarga Zenedine. Keterlibatan mereka terhadap beberapa pembunuhan pun selama ini ditutupi oleh Bu Susiati, ibunya sendiri. Hal ini mengakibatkan Rio sedikit gusar.

Sibuk berpikir akhirnya membuat perutnya lapar. Makanan di hotel ini tak begitu enak. Rio yang kepingin merasakan lagi masakan Indonesia pun akhirnya mendatangi penjual Nasi Goreng Keliling yang ada di luar hotel. Sekaligus sebenarnya ia ingin berbaur dengan masyarakat yang ada di sekitar. Ia ingin tahu tentang Arci dan dunia hitamnya.

"Bang nasi goreng satu yah, makan sini aja!" kata Rio.

"OK, siap!" kata abang penjual nasi goreng.

Kebetulan saat itu hanya ada satu pembeli yang mengantri sebelum Rio. Setelah pembeli itu menerima pesanannya tinggal Rio saja yang ada di pinggir jalan dengan duduk di atas kursi plastik yang disediakan oleh si penjual. Hawa dingin mulai menusuk, cuaca yang cukup dingin khas Malang ini membuat kesejukan tersendiri bagi Rio. Baginya cuaca seperti ini sudah biasa dia rasakan di Kanada, bahkan yang lebih dingin dari ini pun dia pernah merasakannya.

"Sudah lama bang jualannya?" tanya Rio.

"Yah, baru lima tahun ini mas. Alhamdulillah, kalau rejeki emang nggak kemana. Paling tidak bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga mas, sama nyekolahin anak," jawab si penjual.

"Oh, sudah berkeluarga toh. Berapa mas anaknya?"

"Baru satu. Tahun ini sudah kelas satu SD."

"Wah, barokah ya mas?"

"Begitulah mas."

"Oh iya, ngomong-ngomong pas kerusuhan kemarin, masnya tahu dong pastinya."

"Kerusuhan? Oh yang itu. Iya, tahu mas. Tapi saya nggak ikut-ikutan, takut mas. Ribuan preman turun ke jalan saling bacok, saling lempar, saling pukul ama polisi, ngeri deh mas pokoknya. Mungkin kerusuhan 20 Mei 1998 kalah ama ini."

"Masa' sih mas?"

"Iya. Gara-gara itu Si Kapak jadi terkenal sampai sekarang."

"Si Kapak?"

"Itu lho Bos Preman. Dulu bos preman dipegang oleh Si Kakek Yuswo mas. Sudah terkenal jadi Bos preman bertahun-tahun. Trus kemudian diwariskan ama orang yang lebih muda, kalau tak salah namanya Arci. Punya julukan Si Kapak, karena dia kalau udah bawa kapaknya nggak bakal ada yang selamat."

"Masnya nggak becanda kan?"

"Suwer mas, ini beneran. Tapi patut bersyukur juga sih mas."

"Koq gitu?"

"Ya, gara-gara dia kota ini sedikit teratur sekarang. Angka kejahatan yang sampai melukai orang lain misalnya begal, curanmor disertai penganiayaan sampai pembunuhan sekarang berkurang. Orang-orang pada takut ama bos preman yang baru ini. Soalnya kalau ada yang macem-macem di wilayahnya besok kepalanya sudah ilang mas."

"Lho, itu kan kriminal? Trus polisi bagaimana?"

"Polisi bisa apa mas? Mereka juga ada yang bisa disogok. Jaman sekarang mas, mana ada yang gratis??"

Rio manggut-manggut. Si Penjual Nasi Goreng dengan luwes mulai mengaduk wajan penggorengan yang sudah penuh dengan nasi goreng yang dicampur dengan berbagai bumbu dan beberapa sawi. Si Penjual mulai menambahkan sedikit garam, minyak wijen, kecap dan beberapa macam bumbu lainnya.

"Pedes nggak mas?" tanya si Penjual.

"Pedes juga nggak apa-apa bang," jawab Rio.

Setelah beberapa saat isi wajan diaduk-aduk selesai jugalah Nasi Goreng itu. Rio pun dengan lahap menyuapi dirinya sendiri.

"Mas kerja di mana?" tanya si Penjual.

"Saya sih belum dapat kerja mas, tapi saya seorang arsitek," jawab Rio.

"Wuih, Arsitek. Keren yah."

"Biasa aja mas. Oh ya, kalau bos preman itu kira-kira anak buahnya siapa saja ya mas?"

"Wah, saya nggak tahu mas."

"Trus saya bisa dapat informasi dari mana ya?"

"Mas ini kaya' wartawan aja."

"Lho, saya ini penasaran aja koq."

"Saya nggak tahu mas. Tapi menurut kabar lho ya, Si Raja Preman ini punya musuh di kepolisian. Dan ada polisi yang mengincar dirinya. Gosipnya sih begitu."

"Oh ya? Boleh tahu nama polisinya?"

"Kalau tak salah dulu di surat kabar pas nangani kasusnya namanya Basuki. Sekarang kalau nggak salah pangkatnya sudah Komisaris Besar alias Kombes"

Rio manggut-manggut. Sepertinya ia sudah punya rencana tersendiri. Bekerja sama dengan polisi bukan hal yang buruk. Terlebih ia tak punya kekuatan apapun untuk bisa mengalahkan Arci. Rasa nasi gorengnya cukup pedas ternyata, membuat bibirnya terbakar.

"Bang ada air?" pinta Rio.


oOo


"Jadi, bagaimana?" tanya Arci di luar gedung ketika melihat Putri selesai sidang TA.

Putri langsung berlari menubruk kakaknya. "Aku luluuuussss, bebaaaasss! Yuhuuuu!"

Arci memeluk adiknya kemudian diangkat dan mereka berputar-putar. Kegembiraan jelas terpancar di wajah Putri. Paling tidak ia bisa membuktikan kepada kakaknya kalau dia bisa. Setelah beberapa putaran Arci menghentikannya lalu mencium kening adiknya.

"Hari ini, kamu mau makan apa? Kakak yang akan traktir. Terserah deh sampai perutmu meledak kakak ladenin," kata Arci.

"OK Boss, sepertinya adikmu ini kepingin ditraktir makan pizza," jawab Putri.

"Siapa takut??"

"Eh, tunggu. Kakak nggak ngancem dosennya biar aku lulus kan?"

Kepala Putri ditoyor oleh Arci. "Heh, buat apa?"

"Yaaahh... kakak itu bosnya preman, siapa aja takut ama kakak. Kalau dosenku kakak ancam kan wajar."

"Aku nggak sejahat itu Put! Emangnya apaan?"

Putri memeluk kakaknya lagi. "Makasih ya kak, kali ini aku kepingin membalas kebaikan kakak selama ini."

"Udah ah, yuk! Kita makan siang!"

Mereka berdua berjalan beriringan. Kali ini Arci ingin mentraktir Putri sampai perutnya meledak. Kesukaan Putri adalah makan masakan itali itu. Bahkan terkadang hanya untuk menjaga mood, dia pernah minta kakaknya untuk membawa berkotak-kotak Pizza untuk dia habiskan sendiri. Dan anehnya dia tidak pernah kegemukan dengan hal itu.

Arci mengendarai mobilnya sendiri. Putri duduk di sampingnya sambil memainkan ponselnya. Sambil sesekali melihat ke jalan. Hingga ia kemudian meminta sesuatu.

"Kak, ke makam Kak Safira dulu yuk?!" ajak Putri.

Arci menyetujuinya. Mobil pun diarahkan ke arah pemakaman.

Sekitar kurang lebih 30 menit, mereka sudah sampai. Pemakaman, agaknya Arci tidak pernah absen untuk bisa menjenguk makam Andini dan Safira tiap beberapa minggu sekali. Pohon-pohon kamboja yang daunnya mulai berguguran pun makin menambah seram suasana pemakaman. Sepi, tanpa ada orang yang tinggal di sana. Hanya tubuh-tubuh yang dimakan tanah dalam tidur keabadian, pasrah tanpa perlawanan merelakan tubuh mereka lebur hingga tinggal tulang. Putri berjalan melewati makam-makam yang lain hingga sampai di sebuah makam yang sangat dikenalnya. Di batu nisan itu tertulis sebuah nama Safira, di sebelahnya ada makam yang lain dengan batu nisan bertuliskan Andini.

Datang ke pemakaman ini membuat Arci kembali bernostalgia. Dua orang yang dicintainya telah pergi begitu saja. Sesuatu yang tak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya. Dan tentu saja cintanya kepada Andini dan Safira tak akan pernah mati. Putri berlutut sambil mengusap makam Safira.

"Kak, hari ini Putri lulus ujian TA. Kakak apa kabar? Tahu nggak kalau kak Arci tiap seminggu sekali mengunjungi kakak? Putri kangen Kak Safira. Tapi kakak nggak perlu khawatir. Mulai sekarang aku yang akan menjaga Kak Arci. Aku udah gedhe, bukan anak kecil lagi. Kak Arci sudah kerja keras untukku, sekarang aku ingin bisa membalasnya. Moga kakak baik-baik saja di sana yah??"

Mata Putri sedikit berkaca-kaca, ia tahan untuk tidak menangis. Dia melihat makam di sebelah Safira.

"Kak Andini, aku tak begitu mengenal kakak. Tapi kakak jangan khawatir, Kak Arci ini cinta banget ama kakak. Dia selalu menjengukmu juga. Kalau misalnya Kak Andini juga masih hidup, pasti akan jadi kakakku juga."

Putri berdiri, ia menoleh ke arah Arci. Arci mengangguk sambil tersenyum ke arahnya. Putri kemudian merangkul kakaknya lagi dan mereka pergi dari pemakaman. Arci menoleh sekilas ke arah makam Safira dan Andini, lalu ia melanjutkan langkahnya.


* * *​


Putri makan dengan lahap pizza yang dibelikan oleh kakaknya. Senampan dia habiskan sendiri. Arci hanya menggeleng-geleng saja sambil menikmati sepotong pizza di nampan kecilnya. Putri makan bak orang kelaparan. Satu nampan dan nambah lagi.

"Hati-hati makannya, bisa-bisa perutmu meledak!" kata Arci.

"Bodo amat, enak soalnya," ujar Putri.

Perhatian Arci beralih dari adiknya ke pintu masuk. Dua orang gadis berseragam SMA tampak baru masuk ke restoran masakan itali ini. Mereka pun menuju ke meja yang agak jauh dari meja mereka. Putri yang tadinya makan melihat gadis itu sampai tersedak. Ia lalu meminum minumannya.

"Kak, itu kan... itu kan....koq???" Putri menunjuk ke arah gadis yang barusan datang.

Arci mengangguk, "Ya aku tahu. Tapi dia bukan Andini. Namanya Asyifa, wajahnya emang mirip ama Andini."

"Tapi... beneran itu mirip Kak Andini!" kata Putri.

"Sudah Put, dia bukan Andini," kata Arci.

"Sebentar!" Putri lalu berdiri dan menghampiri meja yang mana ada Asyifa dan Leli. Arci menutup wajahnya. Tak tahu apa yang bakal dilakukan oleh Putri, tapi sebagaimana biasanya Putri termasuk anak yang nekad.

"Put! Kamu ngapain?" tanya Arci.

"Hai!?" sapa Putri.

Asyifa dan Leli terkejut ketika ada Putri yang menyapa mereka. Asyifa dan Leli saling berpandangan.

"Maaf ya adek-adek semua, tapi aku barusan lulus, kalau mau ikut semeja sama aku. Aku traktir deh ya ya ya???" Putri menarik-narik tangan Asyifa.

"Eh-?? Ta-tapi...," Asyifa ingin menolak tapi tarikan Putri terlau kuat. Leli cuma mengikutinya saja. Putri akhirnya memberikan kursi yang ada di sebelahnya untuk Asyifa.

"Naaahh.... duduk sini, aku traktir deh. Kamu makan apa aja," ujar Putri.

"Tapi... nggak apa-apa?" tanya Asyifa.

"Iya, ini hari bahagianya adikku, pesan saja!" ujar Arci. "Ajak temenmu itu ke sini!"

Leli beringsut menghampiri Asyifa. Karena meja itu cuma ada empat kursi maka Leli duduk di samping Arci. Asyifa pun mengenali Arci.

"Anda kan...?" Asyifa mencoba mengingat-ingat.

"Iya, nggak salah. Aku yang kemarin memberikan donasi di Panti Asuhan," jawab Arci.

"Oh, iya om. Aku ingat. Makasih ya?!" kata Asyifa.

"Sama-sama," jawab Arci.

"Om ini siapa?" tanya Leli.

"Aku ... aku bernama Arci," jawab Arci.

"Kerja di mana om? Koq nggak ngantor?" tanya Leli menyelidik.

"Yah, kakakku nggak perlu ngantor juga keles. Dia pemimpin perusahaan PT Evolus Produtama," sela Putri.

"Hah? Beneran?" tanya Leli.

Arci mengangguk. "Dan kamu....sepertinya aku nggak asing. Sepertinya pernah tahu, atau aku yang lupa"

"Masa' sih om?" Leli juga agak sureprise Arci sedikit mengetahuinya.

"Ah, aku ingat. Kamu anaknya Bianca," kata Arci.

"Hah? Koq om tahu mama tiriku?"

"Aku pernah ke rumahnya dan tahu ada fotomu terpampang di pigura rumahnya. Mamamu bekerja kepadaku," jawab Arci.

"Waaah... dunia sempit ternyata. Nggak nyangka ketemu atasan mama di sini," Leli jadi sedikit sungkan.

"Halah, nggak perlu formal. Anggap saja aku teman. Adikku ini nggak punya teman, jarang punya teman cewek, cowok-cowok apalagi. Aku senang kalau kalian mau jadi temannya," ujar Arci.

"Ah, ini kakak malah ngresein adiknya, udah deh ayo peseen!" sela Putri.

Asyifa yang duduk tepat di depannya Arci tampak sedikit canggung. Dia tidak tahu kalau Arci saat ini sedang gundah. Asyifa sangat mirip dengan Andini seperti pinang dibelah dua. Arci berusaha menyembunyikan kegundahan di dalam dirinya. Dia tak ingin siapapun tahu apa yang sedang dirasakannya sekarang. Sifat Andini dan Asyifa sangat berbeda. Andini lebih judes, sedangkan Asyifa lebih kalem. Masih ada pertanyaan di dalam benak Arci, bagaimana mungkin dua orang yang serupa bisa ada? Apakah ada hubungan darah antara Asyifa dan Andini?

"Boleh aku tanya?" tanya Arci.

"Ya om?" kata Asyifa.

"Kamu masih ingat siapa ayahmu?"

"Ayahku...sebenarnya sejak pertama kali lahir aku sudah ditinggal pergi oleh ayahku. Kemudian aku diasuh oleh ibuku sendirian"

"Pergi itu... meninggal?"

"Entahlah, ibu hanya bilang 'pergi'. Kalau pun meninggal beliau tak pernah memberitahukan di mana makamnya."

"Sebentar lagi kamu UAN ya?"

Asyifa mengangguk.

"Belajarlah yang rajin!"

"Iya om, pasti."

Arci terus menatap ke wajah Asyifa. Perlahan tapi pasti ia seperti tersihir oleh kehadiran Asyifa. Dan Arci pun mulai menyukainya. Bukan karena dia sekedar mirip dengan Andini, ada sesuatu seperti gaya gravitasi yang menarik dirinya. Selama pertemuan itu Arci tidak pernah melepaskan pandangannya dari Asyifa. Dia seperti merasakan Andini telah hadir kembali ke dalam hidupnya.


oOo


Setelah makan siang bersama Asyifa di restoran Pizza, Arci mengantar Asyifa dan Leli pulang. Tampaknya Putri mulai akrab dengan kedua gadis ini. Mereka bahkan sampai bercanda haha-hihi nggak jelas. Arci malah seperti orang tua yang sedang mengasuh anak-anak mereka.

"Eh, Syifa. Kamu kalau udah lulus kerja di perusahaan kakakku aja!" ujar Putri.

"Tapi, aku kepingin jadi dokter sih," jawab Asyifa.

"Kalau kamu Lel?" tanya Putri.

"Aku kepengennya sih jadi pengacara, eh tapi kuliah di hukum itu susah ya katanya?"

"Hmm... kurang tahu, aku nggak pernah kenalan dengan anak hukum," kata Putri sambil menggaruk-garuk rambutnya.

"Kita sampai....," ujar Arci sambil menghentikan mobilnya di depan rumah besar.

"Sampe juga ternyata, makasih ya Om udah nganterin Leli pulang, nggak masuk dulu Om?" tanya Leli. "Kaya'nya mama ada di rumah."

"Nggak, titip salam aja. Bilang aku yang nganter kamu sampai di rumah," kata Arci. Leli meraih ranselnya kemudian keluar dari mobil. Setelah itu Leli melambaikan tangannya. Arci kembali melajukan mobilnya meninggalkan Leli.

Tak butuh waktu lama bagi Arci mengantar Asyifa sampai ke Panti Asuhan. Terlebih lalu lintasnya juga tak terlalu padat.

"Makasih ya om?!" kata Asyifa.

"Sampai besok ya Syifa. Semangat yah, semoga ujiannya lulus!" kata Putri.

Asyifa tersenyum, "Iya kak, makasih."

Setelah itu mobil Arci pergi meninggalkan Panti Asuhan tempat Asyifa berada. Putri mengamati wajah kakaknya dengan rasa penasaran dan serba ingin tahu.

"Kenapa memandangiku seperti itu?" tanya Arci.

"Jujur deh, pasti sekarang kakak sedang galau. Dia mirip banget kan ama kak Andini??!" tanya Putri.

"Trus kalau mirip?"

"Ayolah, kakak suka ama dia kan?"

"Ah udahlah."

"Besok aku mau main ke sini lagi ah."

"Kamu ini."

"Kenapa? Kakak nggak suka?"

"Errrhhh... terserah kamu deh."

"Aku yakin kakak suka ama dia. Mungkin karena mirip ama kak Andini, tapi aku heran bagaimana ada orang bisa mirip seperti pinang dibelah dua. Padahal hubungan keluarga aja nggak ada."

Ponsel Arci berdering. Dia pun meraih earphonenya dan memasangkan ke telinganya. Dari Bu Susiati. Ditekannya tombol call. "Ya? Ada apa Ma?"

"Kamu bisa datang ke rumah nanti?" tanya Bu Susiati.

"Sepertinya bisa. Kenapa?"

"Ada yang ingin ibu bicarakan, mengenai Rio."

Arci teringat dengan kakaknya Andini, Rio. Entah apa yang ingin dibicarakan oleh Bu Susiati, tapi sepertinya ini hal yang sangat penting. Kesempatan juga bagi Arci ingin memberitahukan Bu Susiati tentang keberadaan Asyifa, semoga ada jalan terang tentang siapa Asyifa sebenarnya. Tapi kalau saudara kembar Andini itu juga tak mungkin. Usia Andini dan Asyifa terpaut jauh. Yang jelas Arci ingin kepastian apakah benar Asyifa masih ada pertalian darah dengan keluarga Andini ataukah tidak.

o o Bersambung o o

Wah, udah tenggelam aja. :papi:
 
Terakhir diubah:
silakan menebak-nebak and my mouth shut. :p

:pandaketawa:
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd