Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT IMMORAL PERVERSION (racebannon)

IMMORAL PERVERSION - PART 2

----------------------------------------------------


downlo10.jpg

Aku masih ingat, bagaimana mulanya Sinta terjebak dalam situasi ini.

Entah dari kapan, aku dan beberapa orang temanku semenjak kuliah sering berbagi pengalaman seksual kami. Mulai dari berbagi cerita pribadi pengalaman dengan pasangan resmi kami, sampai kepada cerita kenakalan kami, terutama saat menyewa perempuan-perempuan bayaran.

Bahkan tak jarang kami bertukar kontak para perempuan itu, ataupun memakainya bergantian. Ingat, bergantian. Tidak pernah sebelumnya kami menyetubuhi seorang perempuan bersama-sama.

Kebiasaan kami ini terbawa sampai kami tumbuh dewasa, sampai di usia kami yang menjelang tiga puluhan ini. Satu dua orang dari kami sudah menikah, tapi tetap tidak mengurangi kenakalan mereka.

Semuanya masih terasa “normal” sampai saat ini. Sampai di saat kami bertemu Sinta.

Seorang teman, sebut saja namanya Eddy. Nama panjangnya tak perlu diketahui. Eddy memposting sebuah foto perempuan yang tampak muda dan lugu, di dalam grup bejat kami di sosial media.

“Siapa nih?”
“Namanya Sinta, masih muda banget, 18 taunan”
“Cakep ya, kayak anak baik-baik”
“Eh dia beneran anak baik-baik tau”
“Anak baik-baik ngapain lo posting fotonya di mari?”
“Soalnya gue pernah make dia dua kali”
“Katanya anak baik-baik?”

“Ya kan banyak anak baik-baik tapi butuh duit men” aku bisa membayangkan seringai Edi saat aku membaca pesan singkat darinya tersebut.

Singkat cerita, kami langsung tahu profil Sinta dari teman kami itu. Seorang anak yang kebingungan mencari dana untuk kuliah, dan dia mendapatkan solusi mudah dari temannya. Menjual diri.

Katanya sih, sudah tidak perawan sejak pertama kali dipakai oleh Eddy. Tapi, rasanya seperti sedang menggauli perawan. Lugu katanya, dan kaku pula gerakannya. Entah kenapa teman-temanku seperti makin bersemangat ketika mengetahui kepolosan dan keamatiran Sinta.

“Bagi dong kapan-kapan”
“Entar, gue masih seneng ngekepin dia sendiri” sambar Eddy.
“Ya kan lo ga tau dia ditidurin siapa selain sama elo”
“Iya sih”

“Terus kenapa ga bagi-bagi?”

“Gapapa hahahaha”

Aku ingat, sekitar seharian kami semua membahas soal Sinta. Kami seperti berebutan ingin menyewa jasanya, menidurinya. Termasuk aku.

Dan malam itu, perdebatan dan perebutan mendadak berhenti, karena ada satu pendapat yang membuat kami semua berpikir.

“Kalo emang lo ga mau gantian, kita pake aja rame-rame”

Wait. Aku mengernyitkan dahiku. Mendadak aku membayangkan adegan-adegan di film porno, dimana seorang perempuan dipakai bersama-sama oleh beberapa lelaki sekaligus. Bahkan ada beberapa video, dimana si perempuan terlihat tampak tidak nyaman dan kewalahan.

“Nah ini. Modern problem require modern solution” sahut salah seorang dari kami.
“Hahaha gue males liat titit lo”
“Kan lo pernah ngintip waktu gue kencing”
“Bangke”

“Eh, cobain aja sekali-kali kita gangbang ini cewek. Ntah kenapa gue ngaceng banget ngebayangin ni bocah digangbang” sahut Eddy.

Wow. This is new for us. Bergantian memakai seorang perempuan, beberapa dari kami pernah. Tapi meniduri satu objek bersama-sama, ini hal baru.

“Hmm… Coba lo tanya dulu deh, dia bisa dibooking ramean gak? Kan banyak yang ga mau” sahutku. Mencoba untuk menginisiasi langkah bejat terbaru kami.

“Oke bentar, coba gue tanyain. Tapi semua bayar full ya?” sambung Eddy.
“Ok, ditunggu”

----------------------------------------------------
----------------------------------------------------
----------------------------------------------------


cafe10.jpg

“Ga mau” jawab Eddy, selang beberapa hari kemudian. “Takut katanya”

“Kapan nanyanya?” aku menghisap rokokku dalam-dalam, sambil menyesap kopi panas di café itu. Eddy menyeringai di hadapanku. Kami berdua sedang menghabiskan waktu sore menjelang malam, setelah pulang kantor, sebelum menuju kediaman masing-masing.

“Kemaren”
“Kenapa ga ngasih tau dari kemaren?”
“Lupa”

“Hebat bisa lupa masalah yang jorok-jorok” tawaku.

“Iya. Haha” tawa Eddy pelan dengan muka kesal. “Padahal gue udah ngebayangin” sambungnya.

“Lo ngebayangin ngeliat titit kita semua ya” candaku asal.

“Sialan” Eddy tertawa kecil sambil membuka handphonenya. “Eh. Coba lo liat grup deh” muka Eddy tampak agar ditekuk, tapi matanya berbinar.

“Kenapa?”
“Gue udah bilang di grup, kalo tu cewek ga mau dipake ramean, liat responnya coba di grup wasap”
“Hmm?"

“Dijebak aja. Lo sewa dia, kita ngumpet, terus di ambush hahahahaha”

Aku agak melotot melihat jawaban di group itu. Aku tersenyum sedikit.

“Gila apa, kayak gitu mah kriminal”
“Kok gue ga kepikir” Eddy malah menyeringai.

“Yang bener lo…. Gila kali, kalo dia lapor polisi gimana?”
“Ya jangan sampe lapor lah. Bocah sebego ini mana kepikiran lapor polisi. Germo aja ga punya, tolol dia” tawa Eddy.

“Eh, gimana? Jangan ah…. Kelewatan ini kalo gue bilang”

“Ya bungkam aja pake duit, lagian harganya dia dibawah rata-rata, gara-gara dia bego, ga pake germo dan pelanggannya masih dikit banget”

“Ini mah merkosa” aku menarik nafas dalam sambil menatap wajah Eddy yang berbinar-binar.

“Men, gue udah penasaran banget liat muka polosnya ngisep banyak titit” tawa Eddy, tak peduli dengan komentarku.

“Ed… Seriously?”
“Tenang men, coba gue pikirin gimana skenarionya. Ni anak tolol, dan yang bahaya kalo dia punya germo, germonya kan yang biasanya rese”

“Waduh, kalo merkosa orang mah….”


“Yakin lo ga mau ikutan?”
“…..”
“Bayangin… Muka anak baik-baik kaya gini….. Kepayahan ngeladenin sana sini…. I’m excited” bisik Eddy.

“Mmm…..”
“Kalo lo ragu ga usah ikutan”
“Gue…”
“Make up your mind, gue udah kebayang serunya sih”

“………”

----------------------------------------------------
----------------------------------------------------
----------------------------------------------------


kamar10.jpg

Entah kenapa aku ada disini sekarang. Kami berlima ada di kamar mandi sebuah hotel bintang empat, tertawa-tawa tanpa suara.

Di luar sana, Eddy sedang bersama Sinta. Sudah pasti Sinta sedang digarap oleh Eddy. Suaranya terdengar sayup-sayup dari balik pintu.

“Ga sabar gue”
“Tunggu aba-aba”

Aku menelan ludah. Sepertinya aku tidak punya pendirian. Kemarin-kemarin bilang tidak, sekarang iya-iya aja. Jujur aku penasaran. Sama seperti kami semua. Kami sedang menjalani skenario yang sudah direncanakan.

Nanti kami akan keluar tiba-tiba dan akan menggarap Sinta beramai-ramai.

“Gue sengaja ga coli minggu ini” tawa temanku sambil berbisik.

“Too much info”
“Pengen gue suruh nelen peju gue”
“Bangke males bayanginnya”

“Ntar juga lo liat”

Lelucon-lelucon porno yang merendahkan Sinta mulai terdengar dari bisikan-bisikan mereka. Tampaknya rencana baru nan bejat ini mulai membutakan kami semua. Kami menganggap uang dan rekaman adegan seks kami dan Sinta dapat membungkam bocah lugu itu.

“Men”

Suasana yang hening di kamar mandi ini berasa menegangkan.

“Ya?”

“Keluar sekarang kata Eddy”
“This is it”

“Gue udah excited dari tadi”
“Ga sabar liat si Sinta makan titit insinyur”

“Kondom dimana?”
“Di tas Eddy semua”

“Yuk”

Salah seorang dari kami membuka pintu kamar mandi, dan kami menyelinap keluar, pelan-pelan, namun tampak buru-buru. Sebagian besar sudah tidak sabar ingin bereksperimen dengan Sinta. Wajah polosnya yang selama ini kami lihat lewat foto, membuat kami penasaran.

“Nnhhh… Ahhh… Ahhhh” kami semua menelan ludah.

Eddy sedang duduk di pinggir kasur, Sinta ada di pangkuannya, memeluk leher Eddy lemah. Perempuan manis ini telanjang bulat, naik turun dengan perlahan di atas penis Eddy. Gerakannya tampak canggung, bukti kalau dia minim pengalaman walaupun sudah terjun untuk beberapa waktu di bisnis lendir ini.

Kulitnya putih bersih, badannya langsing cenderung kurus, dengan payudara kecil yang proporsional. Rambutnya hitam, seleher, membuatnya semakin terlihat menggemaskan. Mulutnya terbuka, mengeluarkan erangan-erangan amatiran. Matanya tertutup, entah dia menikmatinya atau malah kesakitan tak jelas.

“Hei, Sinta” Eddy menghentikan gerakannya, menahan Sinta dipelukannya.

“Nnn… Iya kak”

“Coba liat belakang”
“Eh?”

Wajahnya yang polos menatap kami semua. Mukanya tampak kaget.

“Kak?”

“Temen-temen gue pengen make elo…. Boleh kan…”
“Kak… nanti….” Jawabnya dengan lugu, mengira kami akan menunggu mereka selesai beradegan seks.

“Nanti gimana?”
“Iya… itu… Abis kakak….. AH!” Eddy menampar pantat Sinta.
“Nanti gimana?”
“Gantian… Nnn… Nanti……” suaranya gemetar. Entah karena kaget, atau karena penis Eddy masih menancap di vaginanya.

“Sekarang aja”

“Kak… Gak mau…..” Sinta mendadak berusaha keluar dari pelukan Eddy. Tapi dia kalah kuat.

Dia memeluk pinggang Sinta dengan keras, dan salah satu tangannya menggenggam rahang Sinta. Wajah tanpa dosa itu terlihat ketakutan.

“Lemesin aja… Ntar juga lo dapet duit gede”

“Kak…” tangannya berusaha mendorong bahu Eddy, tapi entah kenapa, sepertinya tenaganya hilang. Mungkin dia belum bisa mengatur ritme bercinta, jadi tenaganya sudah habis bersama Eddy sekarang.

Beberapa temanku tampak gelap mata, mereka sudah mulai membuka baju.

“Guys….” Eddy menyeringai sambil memperlihatkan muka Sinta yang ketakutan. “Sikat”

----------------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Duh, kasian bgt, nangis dah lah ceweknya. Tapi ya udahlah tanggung,, udah pada horny lagian. lanjut y hu
 
IMMORAL PERVERSION - PART 2

----------------------------------------------------


downlo10.jpg

Aku masih ingat, bagaimana mulanya Sinta terjebak dalam situasi ini.

Entah dari kapan, aku dan beberapa orang temanku semenjak kuliah sering berbagi pengalaman seksual kami. Mulai dari berbagi cerita pribadi pengalaman dengan pasangan resmi kami, sampai kepada cerita kenakalan kami, terutama saat menyewa perempuan-perempuan bayaran.

Bahkan tak jarang kami bertukar kontak para perempuan itu, ataupun memakainya bergantian. Ingat, bergantian. Tidak pernah sebelumnya kami menyetubuhi seorang perempuan bersama-sama.

Kebiasaan kami ini terbawa sampai kami tumbuh dewasa, sampai di usia kami yang menjelang tiga puluhan ini. Satu dua orang dari kami sudah menikah, tapi tetap tidak mengurangi kenakalan mereka.

Semuanya masih terasa “normal” sampai saat ini. Sampai di saat kami bertemu Sinta.

Seorang teman, sebut saja namanya Eddy. Nama panjangnya tak perlu diketahui. Eddy memposting sebuah foto perempuan yang tampak muda dan lugu, di dalam grup bejat kami di sosial media.

“Siapa nih?”
“Namanya Sinta, masih muda banget, 18 taunan”
“Cakep ya, kayak anak baik-baik”
“Eh dia beneran anak baik-baik tau”
“Anak baik-baik ngapain lo posting fotonya di mari?”
“Soalnya gue pernah make dia dua kali”
“Katanya anak baik-baik?”

“Ya kan banyak anak baik-baik tapi butuh duit men” aku bisa membayangkan seringai Edi saat aku membaca pesan singkat darinya tersebut.

Singkat cerita, kami langsung tahu profil Sinta dari teman kami itu. Seorang anak yang kebingungan mencari dana untuk kuliah, dan dia mendapatkan solusi mudah dari temannya. Menjual diri.

Katanya sih, sudah tidak perawan sejak pertama kali dipakai oleh Eddy. Tapi, rasanya seperti sedang menggauli perawan. Lugu katanya, dan kaku pula gerakannya. Entah kenapa teman-temanku seperti makin bersemangat ketika mengetahui kepolosan dan keamatiran Sinta.

“Bagi dong kapan-kapan”
“Entar, gue masih seneng ngekepin dia sendiri” sambar Eddy.
“Ya kan lo ga tau dia ditidurin siapa selain sama elo”
“Iya sih”

“Terus kenapa ga bagi-bagi?”

“Gapapa hahahaha”

Aku ingat, sekitar seharian kami semua membahas soal Sinta. Kami seperti berebutan ingin menyewa jasanya, menidurinya. Termasuk aku.

Dan malam itu, perdebatan dan perebutan mendadak berhenti, karena ada satu pendapat yang membuat kami semua berpikir.

“Kalo emang lo ga mau gantian, kita pake aja rame-rame”

Wait. Aku mengernyitkan dahiku. Mendadak aku membayangkan adegan-adegan di film porno, dimana seorang perempuan dipakai bersama-sama oleh beberapa lelaki sekaligus. Bahkan ada beberapa video, dimana si perempuan terlihat tampak tidak nyaman dan kewalahan.

“Nah ini. Modern problem require modern solution” sahut salah seorang dari kami.
“Hahaha gue males liat titit lo”
“Kan lo pernah ngintip waktu gue kencing”
“Bangke”

“Eh, cobain aja sekali-kali kita gangbang ini cewek. Ntah kenapa gue ngaceng banget ngebayangin ni bocah digangbang” sahut Eddy.

Wow. This is new for us. Bergantian memakai seorang perempuan, beberapa dari kami pernah. Tapi meniduri satu objek bersama-sama, ini hal baru.

“Hmm… Coba lo tanya dulu deh, dia bisa dibooking ramean gak? Kan banyak yang ga mau” sahutku. Mencoba untuk menginisiasi langkah bejat terbaru kami.

“Oke bentar, coba gue tanyain. Tapi semua bayar full ya?” sambung Eddy.
“Ok, ditunggu”

----------------------------------------------------
----------------------------------------------------
----------------------------------------------------


cafe10.jpg

“Ga mau” jawab Eddy, selang beberapa hari kemudian. “Takut katanya”

“Kapan nanyanya?” aku menghisap rokokku dalam-dalam, sambil menyesap kopi panas di café itu. Eddy menyeringai di hadapanku. Kami berdua sedang menghabiskan waktu sore menjelang malam, setelah pulang kantor, sebelum menuju kediaman masing-masing.

“Kemaren”
“Kenapa ga ngasih tau dari kemaren?”
“Lupa”

“Hebat bisa lupa masalah yang jorok-jorok” tawaku.

“Iya. Haha” tawa Eddy pelan dengan muka kesal. “Padahal gue udah ngebayangin” sambungnya.

“Lo ngebayangin ngeliat titit kita semua ya” candaku asal.

“Sialan” Eddy tertawa kecil sambil membuka handphonenya. “Eh. Coba lo liat grup deh” muka Eddy tampak agar ditekuk, tapi matanya berbinar.

“Kenapa?”
“Gue udah bilang di grup, kalo tu cewek ga mau dipake ramean, liat responnya coba di grup wasap”
“Hmm?"

“Dijebak aja. Lo sewa dia, kita ngumpet, terus di ambush hahahahaha”

Aku agak melotot melihat jawaban di group itu. Aku tersenyum sedikit.

“Gila apa, kayak gitu mah kriminal”
“Kok gue ga kepikir” Eddy malah menyeringai.

“Yang bener lo…. Gila kali, kalo dia lapor polisi gimana?”
“Ya jangan sampe lapor lah. Bocah sebego ini mana kepikiran lapor polisi. Germo aja ga punya, tolol dia” tawa Eddy.

“Eh, gimana? Jangan ah…. Kelewatan ini kalo gue bilang”

“Ya bungkam aja pake duit, lagian harganya dia dibawah rata-rata, gara-gara dia bego, ga pake germo dan pelanggannya masih dikit banget”

“Ini mah merkosa” aku menarik nafas dalam sambil menatap wajah Eddy yang berbinar-binar.

“Men, gue udah penasaran banget liat muka polosnya ngisep banyak titit” tawa Eddy, tak peduli dengan komentarku.

“Ed… Seriously?”
“Tenang men, coba gue pikirin gimana skenarionya. Ni anak tolol, dan yang bahaya kalo dia punya germo, germonya kan yang biasanya rese”

“Waduh, kalo merkosa orang mah….”


“Yakin lo ga mau ikutan?”
“…..”
“Bayangin… Muka anak baik-baik kaya gini….. Kepayahan ngeladenin sana sini…. I’m excited” bisik Eddy.

“Mmm…..”
“Kalo lo ragu ga usah ikutan”
“Gue…”
“Make up your mind, gue udah kebayang serunya sih”

“………”

----------------------------------------------------
----------------------------------------------------
----------------------------------------------------


kamar10.jpg

Entah kenapa aku ada disini sekarang. Kami berlima ada di kamar mandi sebuah hotel bintang empat, tertawa-tawa tanpa suara.

Di luar sana, Eddy sedang bersama Sinta. Sudah pasti Sinta sedang digarap oleh Eddy. Suaranya terdengar sayup-sayup dari balik pintu.

“Ga sabar gue”
“Tunggu aba-aba”

Aku menelan ludah. Sepertinya aku tidak punya pendirian. Kemarin-kemarin bilang tidak, sekarang iya-iya aja. Jujur aku penasaran. Sama seperti kami semua. Kami sedang menjalani skenario yang sudah direncanakan.

Nanti kami akan keluar tiba-tiba dan akan menggarap Sinta beramai-ramai.

“Gue sengaja ga coli minggu ini” tawa temanku sambil berbisik.

“Too much info”
“Pengen gue suruh nelen peju gue”
“Bangke males bayanginnya”

“Ntar juga lo liat”

Lelucon-lelucon porno yang merendahkan Sinta mulai terdengar dari bisikan-bisikan mereka. Tampaknya rencana baru nan bejat ini mulai membutakan kami semua. Kami menganggap uang dan rekaman adegan seks kami dan Sinta dapat membungkam bocah lugu itu.

“Men”

Suasana yang hening di kamar mandi ini berasa menegangkan.

“Ya?”

“Keluar sekarang kata Eddy”
“This is it”

“Gue udah excited dari tadi”
“Ga sabar liat si Sinta makan titit insinyur”

“Kondom dimana?”
“Di tas Eddy semua”

“Yuk”

Salah seorang dari kami membuka pintu kamar mandi, dan kami menyelinap keluar, pelan-pelan, namun tampak buru-buru. Sebagian besar sudah tidak sabar ingin bereksperimen dengan Sinta. Wajah polosnya yang selama ini kami lihat lewat foto, membuat kami penasaran.

“Nnhhh… Ahhh… Ahhhh” kami semua menelan ludah.

Eddy sedang duduk di pinggir kasur, Sinta ada di pangkuannya, memeluk leher Eddy lemah. Perempuan manis ini telanjang bulat, naik turun dengan perlahan di atas penis Eddy. Gerakannya tampak canggung, bukti kalau dia minim pengalaman walaupun sudah terjun untuk beberapa waktu di bisnis lendir ini.

Kulitnya putih bersih, badannya langsing cenderung kurus, dengan payudara kecil yang proporsional. Rambutnya hitam, seleher, membuatnya semakin terlihat menggemaskan. Mulutnya terbuka, mengeluarkan erangan-erangan amatiran. Matanya tertutup, entah dia menikmatinya atau malah kesakitan tak jelas.

“Hei, Sinta” Eddy menghentikan gerakannya, menahan Sinta dipelukannya.

“Nnn… Iya kak”

“Coba liat belakang”
“Eh?”

Wajahnya yang polos menatap kami semua. Mukanya tampak kaget.

“Kak?”

“Temen-temen gue pengen make elo…. Boleh kan…”
“Kak… nanti….” Jawabnya dengan lugu, mengira kami akan menunggu mereka selesai beradegan seks.

“Nanti gimana?”
“Iya… itu… Abis kakak….. AH!” Eddy menampar pantat Sinta.
“Nanti gimana?”
“Gantian… Nnn… Nanti……” suaranya gemetar. Entah karena kaget, atau karena penis Eddy masih menancap di vaginanya.

“Sekarang aja”

“Kak… Gak mau…..” Sinta mendadak berusaha keluar dari pelukan Eddy. Tapi dia kalah kuat.

Dia memeluk pinggang Sinta dengan keras, dan salah satu tangannya menggenggam rahang Sinta. Wajah tanpa dosa itu terlihat ketakutan.

“Lemesin aja… Ntar juga lo dapet duit gede”

“Kak…” tangannya berusaha mendorong bahu Eddy, tapi entah kenapa, sepertinya tenaganya hilang. Mungkin dia belum bisa mengatur ritme bercinta, jadi tenaganya sudah habis bersama Eddy sekarang.

Beberapa temanku tampak gelap mata, mereka sudah mulai membuka baju.

“Guys….” Eddy menyeringai sambil memperlihatkan muka Sinta yang ketakutan. “Sikat”

----------------------------------------------------

BERSAMBUNG
Thanks update nya suhu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd