Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT IMMORAL PERVERSION (racebannon)

Bimabet
Wahh suhu RB comeback lagi :o

Bukan tipe cerita yg saya suka sih tapi kalo suhu RB yg nulis tetep wajib diikutin hehe ijin nitip sendal hu
 
IMMORAL PERVERSION - PART 3

----------------------------------------------------


kamar10.jpg

“Sikat”

“Apa sih pake aba-aba gitu, norak amat lo” tawa seorang dari kami, sebut saja namanya Tanto.

“Santai aja, kita baik-baik semua kok” aku tersenyum. Entah kenapa aku bisa bicara seperti itu. Mungkin aku hanya ingin Sinta lebih rileks dan jadinya sesi malam ini berjalan dengan baik dan tanpa kekerasan ataupun pemerasan.

“Kak aku gak mau….” Sinta tampak lemas, Eddy masih memeluknya erat dan dia tampak berusaha meronta dengan tenaganya yang terbatas.

“Tenang aja, ntar lo cepet dapet duit buat kuliahnya ntar…. Lemesin aja” bisik Eddy sambil memainkan telinga Sinta dengan lidahnya.

“Bejat amat lo jilat-jilat kuping gitu”
“Ntar juga lo pengen jilatin”
“Gue sih pengen jilatin memeknya… Boleh kan Sinta?” ledek Tanto.

“Gak mau….”

“Jual mahal amat sih, padahal keluar-keluar dari kamar ini bisa kuliah sampe S2 lho”

“Boleh gak dia disingkirin dulu dari titit elo?”
“Oiya, tapi nanggung nih”
“Beresin dulu, kita bantuin”

“Pegangin”
“Kak!”

Dua orang dari kami, maju dan berusaha memegangi Sinta. Sinta meronta kecil dengan sisa tenaganya. Entah kenapa perempuan ini terlihat tak berdaya sama sekali. Eddy dengan gerakan yang beringas menjatuhkan Sinta ke atas kasur. Kedua tangan Sinta dipegangi kanan kiri, dan Eddy dengan bersemangat menghunjamkan penisnya sambil menggenggam paha Sinta.

fc05d710.jpg

“Aahh.. ahh… Ahh… Nnnnggggg…” Sinta mengerang sambil berusaha berontak. Tiga lelaki dewasa yang menguasainya terlalu kuat untuknya.

“Idealnya sih kalo di film-film, dia nyepongin kita-kita dulu”

“Gimana mau nyepongin, udah langsung diserbu gitu” Tanto menggelengkan kepalanya, sambil duduk di sofa kamar hotel itu. Dia sudah telanjang bulat, sambil memperhatikan pemberontakan Sinta yang sia-sia.

“Teteknya lucu ya, kecil gini tapi gemesin” Radi namanya. Dia sedang menahan tangan kiri Sinta sambil mempermainkan puting perempuan itu.

“Kak udah…. Gak enak….” Sinta meringis, tampaknya dia tidak nyaman dengan gerakan Eddy yang asal asalan, dan sebelah payudaranya dimainkan oleh Radi.

“Sebelahnya nganggur tuh” Tanto memainkan handphonenya, sepertinya dia sedang merekam adegan tiga orang menggagahi Sinta.

Aku masih berdiri tertegun, dengan jantung berdegup kencang, melihat adegan yang selama ini hanya bisa kusaksikan di film porno.

“Aaaah!!” Sinta mengerang keras, rupanya Rey, yang menahan tangan kanannya, mendadak menghisap payudara Sinta yang menganggur.

“Uhh… Aaaah…. Kak…. Lepasin… Udah.. Udah…” Sinta tampak tak berdaya, dia hanya bisa mengerang tak tentu arah, sambil menahan rangsangan yang bertubi-tubi itu. Aku berdiri, dengan tidak berpakaian lengkap, menatap itu semua. Tanto tampak makin excited. Benar dugaanku, dia sedang merekam persetubuhan ini dengan handphonenya.

“Lo kok diem aja sih dari tadi” Surya, orang keenam yang dari tadi tampak semangat, sedang menarik kursi, agar ia bisa duduk menikmati pemandangan ketiga temannya sedang “memperkosa” Sinta.

“Duduk sini gila” Tanto memanggilku agar aku duduk di sofa bersamanya. Aku bingung karena baru kali ini aku melihat penis teman-temanku berdiri tegak, dan semuanya saling tidak peduli. Perhatian hanya ada pada Sinta yang meringis kepayahan, dengan mata yang mulai berair, mungkin sebentar lagi tangisnya tumpah, karena tidak kuat menahan rasa malu dan ketakutan yang absurd ini.

Aku beringsut pelan, sambil berusaha duduk nyaman di sofa itu. Aku menatap gerakan sadis Eddy yang tidak peduli terhadap permohonan Sinta untuk berhenti. Radi sudah mulai makin nakal. Dia ikut-ikutan Rey, menghisap dan menjilati puting Sinta dengan nafas penuh nafsu.

“Fak, gue udah mau keluar” Eddy bergerak semakin liar. Surya sudah tidak duduk lagi. Dia merogoh tas Eddy, mencari-cari kondom yang disediakan. Kami membeli banyak kondom untuk malam ini. Enam orang, mungkin kami membeli terlalu banyak.

“Fuck!” Eddy mengejang, dia sudah mencapai orgasme. Dia meremas paha Sinta lalu kemudian mencabut penisnya dari vagina bocah malang itu.

“Cepet amat lo” tawa Tanto, melihat Eddy menjauh dari Sinta. Eddy berdiri, sambil meregangkan badannya, aku melihat spermanya memenuhi kondom yang masih melingkar di penisnya.

“Udah dari lama, kali” Eddy melirik ke arah Sinta, yang sekarang sedang digerayangi Rey dari belakang. Rey duduk di atas kasur, menarik badan Sinta yang mungil, sambil meremas payudaranya dengan satu tangan yang lain. Radi berdiri di atas kasur, sambil memegang rambut Sinta dengan gerakan yang menggebu-gebur.

“Sepongin temen gue” Rey memerintah Sinta dengan nada penuh nafsu.
“Aku gak mau….” Sinta berusaha menghindar dari penis yang berdiri di depan mukanya. Dia memalingkan mukanya dengan paksa, tampak ketakutan dan tak berdaya.

“Masa gak mau, kamu kan ntar dibayar” Radi tampak tak sabar.
“Gak mau… Udah….” Suara Sinta bergetar, dia berusaha menghindar. Rey masih meremas dadanya, dan mendadak dia meraih leher Sinta.
“Sepongin dong…. Ayo, sini gue bantu” Dia mencekik pelan leher Sinta, sambil mendekatkan wajah Sinta ke arah penis Radi.

“Nnnnnhhhhh..” Sinta tampak tak sudi mengulum penis itu. Radi menyentuhkan penisnya ke bibir Sinta. Dia tertawa meledek, sementara aku menelan ludah.

“Udah sampe sini kalo gak diisep sayang lo” tawa Tanto merendahkan Sinta. Sedangkan Eddy entah ada dimana, mungkin dia bersih-bersih dirinya sendiri di kamar mandi. Sedangkan Surya duduk tenang, sambil memakaikan kondom ke penisnya sendiri.

“Udah masukin aja” Rey tertawa sambil meremas kasar payudara mungil Sinta.
“Mmnnn…” Sinta dengan terpaksa membuka mulutnya sedikit, dan itu dianggap aba-aba oleh Radi untuk menghunjamkan penisnya dengan kasar ke dalam mulut Sinta.

v7961810.jpg

“Lo kalo gigit titit temen-temen gue, awas ya, gue kasih foto lo lagi ngentot ke orang tua lo” Eddy bersuara keras, dia sudah hadir kembali ke ruangan. Dia mengenakan T-Shirt dan celana boxer. Tampaknya dia sudah ingin istirahat malam ini, memberi giliran pada teman-temannya yang lain.

“Mmnn… Nnn…” Sinta menutup matanya erat-erat, sedangkan Radi memaju mundurkan penisnya di dalam mulut Sinta dengan pelan. Dia memegang kepala Sinta agar perempuan ini tidak meleng dari nasibnya malam ini, memuaskan kami-kami yang bejat ini. Rey sekarang tidak hanya menjelajahi payudara Sinta, dia juga meraba-raba Vagina Sinta dengan gerakan yang kasar. Tangan Sinta dibiarkan begitu saja terkulai. Perempuan ini sepertinya sudah kehilangan arah dan bingung.

“Keluarin di dalem mulutnya aja” tawa Surya.
“Engga ah, kurang enak nyepongnya tai” Radi menatap Sinta dengan pandangan melecehkan.
“Lo pikir dikayak gituin bisa nyepong konsen?” ledek Tanto.
“Keluarinnya entar aja pas make memeknya”

“Gue udah ga coli seminggu, taunya nyepongnya cuman gini doang, kesel bangsat” Radi mendadak menahan kepala Sinta, dia memasukkan penisnya lebih dalam lagi. Dia memaksa Sinta melakukan Deep Throat.

“Nnhhkkk… Nhhkkk” mata Sinta berair. Mukanya memerah. “Aahh!! Uhkk.. Uhk… Uhhkk…” Sinta terbatuk-batuk saat penis Radi keluar dari mulutnya. Air liurnya deras menetes. Mukanya tampak amburadul, tapi entah kenapa kami jadi makin bersemangat.

“Sini gue ewe” Surya maju, Rey tanpa diminta membopong badan Sinta yang tampak ringan itu. Surya berbaring, dia menarik kaki Sinta yang tampak lemah, meminta Sinta duduk di atas penisnya.

“Ahhh!!” Sinta berteriak pelan, saat penis Surya masuk ke dalam lubang kewanitaannya. Surya memompakan penisnya dengan semangat, sehingga badan Sinta naik turun. Rey masih tetap rajin meremas payudara kecil itu dengan kedua tangannya. Radi melangkahi Surya dan berdiri di atas badan Surya, dia tampak masih penasaran dengan kemampuan fellatio Sinta.

“Sepongin lagi” dia memerintah Sinta dengan nada gusar. Sinta dengan takut-takut, membuka mulutnya dan mulai mengulum penis Radi kembali.

“Mnnn… Mmmhh” Sinta mengerang kecil, tak berdaya.

“Gak enak gini sumpah, bisa nyepong gak sih lo?” Radi mencabut penisnya dari mulut Sinta, dan dia mendadak menampar Sinta.

“Akh!!” Sinta berteriak keras, kaget.

“Di! Kalo lo gamparin dia, gue hajar lo!! Jangan emosi gitu tai!” teriak Eddy.
“Sori kebawa emosi, gak enak nyepongnya, sumpah” Radi masih terlihat tak nyaman dengan cara Sinta melakukan oral seks.

“Dia kaget, bego, tadi enak kok nyepongnya… Udah, lo jilatin temen gue punya kontol aja” Eddy bangkit, sambil berusaha merekam Sinta yang sedang digagahi bareng-bareng ini.

“Nnn…..” Sinta menurut, dia membuka mulutnya, mulai menjulurkan lidahnya dan menjilati batang kejantanan Radi dengan gerakan canggung.

“Gini aja mendingan dari tadi” Radi mendengus dengan nada kesal.
“Dipake dong tangannya….”Rey mengangkat tangan kanan Sinta. Dia menyuruh Sinta mengenggam penis Radi. Sinta hanya bisa menurut dengan mata berkaca-kaca. Mungkin dia sudah menangis sekarang.

“Enakan kayak gini, sial” Radi mengeluh lagi, sambil menatap wajah Sinta yang sudah tampak linglung.

“Sempit banget ni perek”
“Mukanya udah ga jelas gitu, kayak mau pingsan”
“Tai gue pengen buru-buru ngentotin dia”

“Aahh…. Kak.. Sakit…”

“Masa diremes gini doang tetek lo sakit sih”

“Mnnnhh… Aaahh… Aa… Aahh…”

“Pindah-pindah, dia dibawah deh”
“Bentar gue pake kondom dulu”

Aku terdiam dari tadi. Nafasku memberat. Sinta dibolak-balik, digagahin bergiliran. Wajahnya tampak kepayahan, ketakutan dan kebingungan. Pemberontakannya sudah berhenti, suara yang keluar dari mulutnya Cuma erangan, atau ekspresi kesakitan. Entah karena remasan yang terlalu kuat, penis yang asal asalan keluar masuk vaginanya, atau penis yang berusaha dia layani dengan tangan dan mulutnya.

“Lo maju dong” Tanto menegurku yang sedang intens menatap Sinta. Aku menelan ludah dan kemudian bangkit. Radi sudah selesai dengan agenda oral seksnya. Sinta berbaring di kasur. Surya sedang menyetubuhinya. Kedua tangannya sedang menggengam penis Radi dan Rey. Kedua pria itu sedang mempermainkan payudara perempuan malang ini.

“Buka mulutnya ya” aku berkata pelan, sambil duduk di atas wajah Sinta. Sinta yang kebingungan hanya membuka mulutnya pasrah, berusaha menerima nasibnya mengulum penisku.

Iya, memang benar seperti yang Radi bilang. Dia Cuma membuka mulutnya dan aku yang harus memaju mundurkan sendiri penisku di dalam mulutnya. Tapi tidak seburuk yang ia bilang. Kondisi gangbang yang kacau ini membuatku makin bersemangat memperkosa mulutnya.

tiny-s10.jpg

Gila.

Sinta melayani empat orang sekaligus. Kedua tangannya sibuk dengan penis, dan vaginanya sedang dihajar oleh Surya. Mulutnya terasa hangat di penisku. Aku mulai menikmatinya. Entah apa yang Radi inginkan sehingga dia merasa oral seks yang diberikan Sinta tidak nikmat.

Aku bergerak dengan gerakan yang stabil, sambil menatap wajah lugu anak perempuan ini, yang tampak sulit bernapas.

“Ngghhh… Nnnnggg…. Nggghh…” suaranya yang lemah itu terdengar menggairahkan di telingaku.

“Gila sempit amat ya, yakin ini perek? Bukan lo ngangkut di jalan tadi kan?” tawa Surya, sambil menikmati Sinta yang tak berdaya ini.

“Haha, emang lo pikir gue predator” balas Eddy yang tampak santai.
“Lo ga mau ngentotin dia lagi?” Tanto masih sibuk merekam kami semua berbuat amoral.
“Engga” jawab Eddy pelan.

“Gue pikir lo mau abis-abisan…”
“Gue bukan bintang bokep, taik” Eddy tertawa, sambil ikut mereka adegan demi adegan kami.

“Enak banget yak ni cewek” napas Surya tampak tersengal-sengal. Jelas saja, dia bergerak dengan ganas dan liar. Sementara Sinta hanya terkulai lemah.

“Ahh.. Gila..” Aku merasakan perasaan geli mendadak di perutku.

“Napa lo?”
“Ehh…”

“Nhh.. Uhhkk… Uhh…” Sinta tersedak. Tanpa sadar spermaku meledak di mulutnya. Aku lantas bangkit dan beringsut mundur.

“Wow gila cupu banget lo…. Baru disepong bentar udah keluar” Tanto maju, sambil menyimpan handphonenya entah dimana.

“Nnnggg… Uhhh… Uhuk!” wajah Sinta terlihat makin merah, dan sperma kental membasahi bibirnya, dia berusaha mengeluarkan cairan kejantananku dari mulutnya. Dia terlihat mual dan tak siap.

“Seksi banget mukanya belepotan peju…. Diminum dong sayang, jangan dibuang….. Masa udah dikasih orang dibuang-buang” tawa Tanto, sambil menyentuh kepala Sinta dengan gerakan yang sok manis.

“Nnggg.. Udah… Aku mau muntah… Mual…” Sinta mulai merengek.

“Kacau sih, lo tanggung jawab, bikin dia kayak gitu” Eddy menepuk pundakku sambil mengabadikan muka amburadul Sinta dengan kamera Handphonenya.

“Shitt… Gue tambahin deh, biar makin cantik masker protein” Surya menarik penisnya dari vagina Sinta dan dia melepas kondomnya dengan satu gerakan cepat. Dia lantas mengocok penisnya sendiri dengan kencang dan mengarahkannya ke arah muka Sinta.

“Nnnhhhh…” Sinta meringis. Sperma hangat yang deras tumpah di mukanya. Dia tampak kepayahan. Radi dan Rey melepas tangan Sinta dari penis mereka.

Pemandangan ini sebenarnya terlihat seperti TKP pemerkosaan. Sinta berbaring lemah, dengan muka belepotan sperma. Beberapa bagian tubuhnya terlihat agak memerah karena tamparan maupun gigitan dari kami. Dia tampak bingung, hilang arah. Mata sayunya seperti tak bernyawa, nafasnya pun terdengar berat.

“Baru dientot dua orang udah kayak gini” Tanto malah tertawa melihat bentuk Sinta yang kacau balau begitu.

“Lo mau ngewe dia lagi ga entar?” Radi tampak bersemangat.

“Enggak” aku meringis, di satu sisi ini semua excited, tapi ada perasaan kasihan melihat Sinta yang tampak tak berdaya seperti itu.

“Lemah, giliran gue sekarang” Tanto meraih badan lemah Sinta, dan dia menariknya di atas kasur.

“Kak… Udah… Aku… Ah!!!” Tanto memaksa agar badan Sinta berposisi tidak nyaman. Sinta menungging, bertumpu pada lututnya. Tanto menarik tangan Sinta kebelakang, dan buah dadanya yang mungil maju kedepan.

ffde7710.jpg

“Udah mau pingsan gitu lo suruh doggystyle” Eddy menggelengkan kepalanya. Tiga orang dari kami sudah ejakulasi dan tampaknya tidak kuat melanjutkan adegan malam ini lagi. Salah satunya adalah aku.

Tinggal Tanto, Rey dan Radi yang masih belum.

Sekarang adegan tampak memanas, tak peduli dengan kondisi stamina Sinta yang tampaknya babak belur. Dia dipaksa bercinta dalam posisi doggystyle oleh Tanto, dan Radi sedang meraba-raba payudaranya sambil sedikit-sedikit memainkan putingnya dengan gigitan kecil dan permainan lidah. Mulut Sinta tidak menganggur, Rey memaksakan penisnya masuk ke dalam.

“Mmnn…. Mmmh…” suara Sinta makin terdengar tidak karuan. Dia tampak tidak menikmati adegan ini. Air mata tampak meleleh di pipinya, menyaru dengan sperma yang masih mengotori mukanya. Entah, dia merasakan kenikmatan atau tidak malam ini.

“Liat tuh, bapak dua anak lagi ngentotin bocah” tawa Surya meledek. “Enak gak Sinta? Kalo enak besok-besok gini lagi ya?”

“Gue keluarin di mulutnya aja apa ya” tawa Rey.
“Nyepongnya amatiran gitu kok pada suka sih?” Radi tak habis pikir.
“Fuck, sebentar lagi gue mau keluar” Tanto meringis sambil bergerak dengan penuh percaya diri.

“Keluar dalem situ apa mau di muka juga?” tanya Rey. “Kalo mau gantian sini”

“Boleh” Tanto menarik penisnya dari vagina Sinta, dan mereka bertukar tempat. Sinta mereka baringkan lagi, dan Rey mulai menggagahi Sinta. Tanto melepas kondomnya, lalu menghunjamkan penisnya ke mulut Sinta yang tampak sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi.

“Keluarin dalam mulut seru nih… Bangke juga tangan gue jadi kena peju kalian” tawa Tanto, yang sedang menggenggam wajah Sinta agar posisi kepalanya nyaman bagi penis Tanto.

“Udah ga sabar gue” sahut Radi. “Apa gue sodok pantatnya ya?”
“Jangan bangke, ambeyen ntar dia… lagian ntar mau lo titit lo kena tainya dia” sahut Eddy sambil geleng-geleng kepala.

“Buruan makanya”
“Anjing…” Tanto melepaskan spermanya di mulut Sinta. Sperma menetes deras dari bibir anak perempuan ini.

“Ehhkk… Nnhh…” Sinta bahkan sudah tidak kuasa untuk batuk. Matanya tampak sayu. Lifeless. Tanpa jiwa. Dia menatap kosong entah kemana.

“Aahh… Keluar juga gue” Rey mencabut penisnya dari vagina Sinta.

“Tinggal gue” Radi menyeringai.

Sinta lebih cocok terlihat sebagai korban pemerkosaan daripada perempuan bayaran. Di usianya yang ke 18 ini, dimana anak-anak lain sedang seru-serunya kuliah, dia malah digagahi oleh enam orang sekaligus. Dia terbaring lemah, tanpa tenaga dan tanpa jiwa tersisa dalam tubuhnya yang kami kotori itu.

Radi memposisikan badan Sinta telentang. Dia meraih paha Sinta, melebarkannya, dan tanpa aba-aba, langsung menusukkan penisnya ke lubang kewanitaannya.

“Hnngg…” Sinta mengerang dan mengejan pelan.
“Enak bangsat….” Radi menggerakkan penisnya tak beraturan di dalam vagina Sinta. Sinta tak bersuara. Matanya menatap ke langit-langit. Mukanya sudah basah oleh campuran sperma, keringat dan air mata.

Kami berlima menonton Radi menyetubuhi Sinta. Tangan Radi menggerayangi badan mungil Sinta, sambil terus menerus menghunjamkan penisnya tanpa ampun. Beberapa dari kami sibuk mengambil video dan foto. Aku tertegun sambil duduk di sofa, menatap hasil kebrengsekan kami malam ini.

“Aaaaaahh..” Radi berhenti bergerak, dan dia pun menarik badannya dari kasur. Dia berdiri dengan puasnya, sambil menyeka keringat dengan punggung tangannya.

“Done”
“Gila”
“Abis ni bocah… Hahahaha”
“Besok jalannya ngangkang ini”

100b9010.jpg

Kami tertawa asal-asalan sambil merendahkan Sinta yang sudah habis. Badan penuh bekas tamparan, muka penuh sperma, dan aku melihat bibir vaginanya merah. Tampaknya dia sedang menahan malu, mual dan sakit.

“Bentar lagi gue balik” sahut Tanto.
“Yang nginep sini siapa?”
“Gue nginep sini”
“Gue juga”
“Gue di lantai lain sih”

Aku menelan ludahku, sambil memandang Sinta. Mata kami mendadak bertemu. Aku menatapnya cukup lama.

Akhirnya penderitaan Sinta selesai. Dia sudah melayani enam lelaki malam ini. Dia tampak overwhelmed.

Tamat sudah.

Atau, ini baru permulaannya saja?

----------------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
duuhh, ane kok jadi emosi ya bacanya? penasaran gimana kedepannya shinta. jelas baru permulaan lah ini, mosok tamat, hahaha.
 
Cewenya banyakin percakapaannya suhu, biar bisa bacol, haha
 
Cerita menarik...gmn nasib sinta akhirnya..patut ditunggu nich cerita nya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd