Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT IMMORAL PERVERSION (racebannon)

Cerita nya sgt bgus ttg konflik kehidupan...makin penasaran akan lanjutannya...semakin menarik menunggu akhir cerita ini...semoga update nya lancar
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gile nih...
Dari awal hingga part ini..
Hanya.part ini yang ga ada ngentod2 nya....

Hahahaha...
 
Makasih updatenya suhuuu..

Rasa ibanya tinggi si pemeran utama.
Joss..
 
Mantaf out op de boks nihh, pasang tikerr :ngeteh:
 
IMMORAL PERVERSION - PART 7

----------------------------------------------------


07631510.jpg

Jam 10 malam.

Aku duduk termenung di depan layar laptopku, di kamar kos-kosanku. Waktu aku punya pacar, pacarku beberapa kali menginap disini. Kejadian itu sudah agak lama. Sejak saat itu, belum ada perempuan lain lagi yang menginap disini. Dan sekarang, Sinta duduk dengan canggungnya di atas kasurku, entah kenapa dia duduk disana.

Dia tampak kaku, bingung mau berbuat apa. Aku terpaksa menuruti keinginannya, dia tidak mau pulang malam ini.

Dia mau menginap di tempatku.

Dia mau tidur disini.

Jelas aku juga canggung. Aku bingung harus berbuat apa juga. Rasanya absurd.

“Kamu kalau ngantuk tidur duluan aja, saya mau cek email dan main laptop sebentar” aku memecah keheningan dengan kata-kata tersebut. Kata-kata yang tidak mendapat balasan dari Sinta.

Aku menarik nafas panjang dan mulai membakar rokok. Dia memang sudah beberapa kali menginap di hotel saat kami beradegan seks beramai-ramai dengan dirinya. Tapi saat ini yang kupikirkan hanya orang tuanya. Bagaimana kalau orang tuanya khawatir anaknya belum pulang?

“Orang tua kamu gak nyariin?”
“Gapapa kak…”
“Gapapa gimana?”
“Gak usah dipikirin”

Dia menjawab dengan pelan. Tidak ada suara lain selain kata-kata yang terlontar dari mulutnya. Aku menggaruk-garuk kepalaku yang tidak gatal. Jidatku kutekuk sedemikian rupa, dan rasanya tidak nyaman duduk di depan laptop ini.

“Gimanapun, kamu kan…”
“Kakak…”
“Kenapa?” aku menengok ke arah dirinya. Dia tampak duduk dengan kaku di atas kasurku, di bibir ranjang.

“Aku..”
“Kenapa?”
“Gapapa kan aku tidur disini?”

“Ya jelas gapapa sih…. Kamu tidur duluan aja oke?”

Pembicaraannya jadi tidak jelas. Ngalor-ngidul. Tak selancar tadi di mall. Rasanya seperti ada lubang besar di langit yang menghisap apapun.

“Iya…” jawabnya pelan. Aku memejamkan mata dengan perasaan tak nyaman. Entahlah. Rasanya begitu salah. Yang kupikirkan hanyalah bagaimana dia bisa beristirahat dengan nyaman tanpa beban berlebihan yang dia alami sehari-hari. Beban keluarga dan pekerjaan.

Silakan tidur dulu, Sinta. Istirahat yang tenang, sebelum ombak dunia menghantam dirimu lagi.

----------------------------------------------------

image010.jpg

Pukul 2. Dini hari. Besok hari minggu.

Biasanya aku baru pulang, entah darimana, menghabiskan waktu tak jelas bersama teman-temanku, baik yang bejat maupun tidak.

Sudah beberapa minggu ini weekend kami selalu diisi dengan Sinta. Dia yang selalu kami rendahkan, permainkan dan perbudak. Sekarang ia tampak tertidur lelap di atas kasurku yang luas. Dia menghadap dinding, masih mengenakan pakaian yang sederhana itu. T-shirt dan jeans.

Aku sudah sangat mengantuk, dan aku tidak mungkin duduk di sofa itu. Sofa itu terlalu sempit untuk badanku. Aku melirik kembali ke arah kasur, dan memutuskan untuk tidur saja di sebelah Sinta. Kami tidak akan melakukan apa-apa malam ini. Aku hanya ingin dia beristirahat.

Akhirnya aku bangkit dan berjalan menuju kasur. Aku mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur. Dengan helaan nafas panjang, aku berbaring di sebelah Sinta. Kasihan anak ini. Masa depannya tidak jelas. Mudah-mudahan dia segera bangkit dari hidupnya yang sekarang, dan bisa keluar dari lembah kejam bisnis prostitusi ini.

Dia sama sekali tidak menikmatinya. Aku menutup mataku, sambil terbayang-bayang adegan-adegan tak senonoh yang sudah Sinta alami. Aku sedikit bergidik saat membayangkan dua penis sekaligus ada di dalam vaginanya. Pasti sakit sekali. Pasti tidak nyaman. Entah apa yang harus kulakukan saat kejadian semacam itu terjadi lagi. Teman-temanku pasti sudah berpikir ekspresimen macam-macam.

Entahlah.

“Kak”
“Eh, belum tidur?”
“Aku gak bisa tidur…” jawabnya pelan.
“Jadi dari tadi belum tidur kamu?”

“Belum”

“Kenapa gak bisa tidur?”
“Gapapa…”

Lagi-lagi jawaban yang tak jelas. Aku beringsut, mencoba mengatur posisi tidurku agar menghadap dirinya.

“Kak…”
“Ya?”

“Kalau kakak mau ngapa-ngapain aku boleh….”

“Sinta…” aku menarik nafas panjang. “Gak usah, kita gak usah ngapa-ngapain”

“Tapi aku gak enak”

“Gak enak sama apa?”

“Hari ini kakak udah baik sama aku…. Jadi aku mau kalau kakak tidurin aku sekarang….”

“Hei…” aku menepuk kepalanya dengan pelan. “Kalau kamu mau terimakasih, gunain waktu ini buat istirahat…. Uang yang saya kasih tadi, baju yang saya beliin, itu buat kamu semua dan kamu gak mesti bayar balik pake apapun… Serius…”

“Tapi kak…”
“Gak semua kebaikan orang harus kamu balas dengan hal-hal kayak gitu…”
“Tapi….”

“Udah, tidur ya?”
“Tapi kak…”
“Tidur… I mean it….”

“Kak…”
“Sinta… please…” aku menarik nafas panjang sambil menatap matanya dalam-dalam.

“Kalo gitu…..”
“Ya?”
“Boleh aku minta sesuatu lagi?”
“Apa itu?”
“Tapi aku gak enak mintanya…”

“Apa? Kalau gak aneh-aneh, mungkin bisa saya kasih…”

“Kalo gitu aku mau tidur sambil dipeluk kakak” dia menatapku dengan tatapan yang sendu dan tampak lebih hidup dari sebelumnya. “Boleh?”

“Hmm… Boleh…”
“Oke….”

Aku membuka tanganku, dan dia bergerak pelan ke arah pelukanku. Aku menarik selimut dan menyelimuti kami berdua. Aku berbaring dengan santai, dan dia seperti masuk ke dalam badanku.

Badannya yang mungil tampak begitu lemah di dalam pelukan tanganku.

“Makasih kak…”
“Iya, sama-sama…” aku melihat wajah polosnya yang manis tampak nyaman dan dia mulai menutup matanya.

“Sekarang tidur” bisikku ke telinganya.
“Iya”

Somehow, rasanya seperti memeluk adikmu sendiri yang ketakutan dan tak bisa tidur. Pikiran-pikiran kotor yang biasanya muncul, kini tidak terlintas sedikitpun di dalam kepalaku.

Aku harap akan ada lebih banyak hari-hari seperti ini lagi.

Hari dimana Sinta tidak harus merasakan kejamnya dunia.

Sleep well, Sinta. Mudah-mudahan, pagimu bisa jadi lebih baik.

----------------------------------------------------
----------------------------------------------------
----------------------------------------------------


bagaim10.jpg

Sudah beberapa hari berselang setelah kejadian itu.

Sampai saat ini, masih terbayang-bayang wajah polos Sinta di dalam pelukanku. Dia tampak begitu lemah dan butuh perlindungan.

Dalam hati, aku berharap teman-temanku sudah mulai bosan dengan Sinta. Jika mereka ingin melakukan hal-hal yang pervert dan cenderung menyimpang, bukankah lebih baik mereka menyewa pelacur kelas atas yang jam terbangnya lebih tinggi? Bukannya pasti ada saja perempuan bayaran yang lebih rela dan lebih suka melakukan seks beramai-ramai ataupun eksperimen-eksperimen aneh?

Bahkan di website berbau lendir, banyak perempuan yang mengizinkan dirinya ditiduri banyak laki-laki.

Kenapa kami mesti melakukan hal-hal tidak terpuji seperti itu kepada anak yang begitu innocent dan amatiran ini?

Mendadak aku menelan ludahku sendiri. Ada satu kata yang terbersit di kepalaku, yang mungkin jadi motif teman-temanku mempermainkan Sinta dengan cara yang tidak wajar.

Pemerkosaan.

Apakah teman-temanku punya fantasi memperkosa perempuan dengan tampang baik-baik seperti Sinta? Apakah mereka lebih suka melakukan hubungan seks beramai-ramai dengan perempuan berusia 18 tahun yang sudah pasti akan menolak dan merasa tidak nyaman melakukan gangbang, atau apapun namanya itu?

Dan aku menjadi bagian dari mereka.

Mungkin aku sakit seperti mereka. Apakah selama ini kalau mereka melihat anak perempuan bertampang polos, mereka membayangkan pemerkosaan?

Gila. Dunia memang sudah gila, dan aku ikut-ikutan. Itu lebih gila lagi.

Apa aku harus mundur dari hal-hal seperti ini?

Dengan satu tarikan nafas panjang aku berdiri, menjauhi kursiku. Aku meninggalkan meja kerjaku untuk merokok sebatang atau dua batang di area merokok yang jauh di bawah sana.

Butuh usaha memang untuk mendapatkan kenikmatan sementara. Termasuk merokok. Aku rela turun dari lantai keberapa ini dengan lift. Mengantri lama dan mau berepot-repot jalan kaki dari lobby ke area merokok.

Dan aku sudah sampai disini. Hanya ada aku sendiri di tempat ini.

Dengan gerakan yang tidak percaya diri, aku duduk di kursi yang kosong itu, dan mulai membakar rokok, menikmati nikotin dari hasil pembakaran tembakau, yang tidak direkomendasikan oleh dokter itu.

Tanpa sadar aku membuka handphoneku, dan melihat satu persatu notifikasi yang ada.

Grup bejat itu. Grup sialan itu. Banyak sekali notifikasinya.

Dengan enggan aku membukanya, dan ada satu video yang diposting disana, lengkap dengan komentar-komentar yang bisa membuat kalian geleng-geleng kepala.

“Lagi nyiapin Sinta buat sesuatu yang besar”
“Hahaha, parah banget lo berdua”
“Gokil ya…. Seru banget kayaknya next gangbang”
“Seru banget semalem, kita sengaja ga ngundang-ngundang sih. Namanya juga persiapan, ya gak?”

Aku membuka video itu secara otomatis.

Sial.

“Aaaaahh…. Aaaaaaahhh…. Aahhh… Sakit….. Sakit…”
“Tahan sedikit sayang…..”
“Cantik banget sih kalo muka kamu penuh peju”

unname12.jpg

Eddy membekuk tangan Sinta ke belakang, di atas sebuah kasur putih. Kamera handphone yang merekam kejadian itu tampak diam. Sepertinya mereka menggunakan tripod atau hal semacamnya.

Sinta hanya memakai bra berwarna putih bersih. Mukanya berlumurat sperma, dan dia tampak meringis kesakitan.

“Sakit….. Udah….”
“Tahan dong….”
“Sakit!!!”

Aku melihat matanya berair. Dia tampak menangis, dan air matanya bercampur dengan sperma yang membasahi mukanya.

“Uh!! Kak… Sakit…..”

Saking bingungnya, aku lupa memelankan suara handphoneku.

Di video itu, tampak Tanto sedang memainkan dildo di vagina Sinta. Dia tampaknya kesakitan akibat perlakuan itu. Isi kepalaku mendadak amburadul. Rasanya tidak nyaman melihatnya.

Tapi… aku melihat detail yang lebih kacau lagi.

Ada dua dildo. Satu dildo dimainkan oleh Tanto di lubang kewanitaannya, dan satu dildo lagi sedang bergetar di lubang anusnya.

photo010.jpg

“Kak… Pantatku sakit…..”
“Ini biar kalo pantat kamu dimasukin titit bisa enak lho..” tawa Eddy sambil mulai mencekik lehernya pelan.

“Aahh… Ahh… Akhh… Kak… Udah…….” Sinta memohon agar mereka berdua berhenti menyiksanya.

Aku merasa mual. Tak terbayangkan rasanya ada dua benda tumpul di dua lubang sekaligus. Pasti sakit. Pasti tidak nyaman. Dan pasti memalukan.

“Jadi guys… kalo pada mau nikmatin lobang bo’olnya, udah kita longgarin nih”
“Asik, jadi bisa dipake sekaligus ya memek ama pantatnya?”
“Seru kan?”

Seru? Amarahku naik ke ubun-ubun. Aku mematikan handphoneku dengan gerakan cepat.

Gila. Aku seperti gelap mata. Jelas-jelas ini semakin tak terkendali.

Dan baru kali ini, aku merasakan kemarahan yang amat sangat besar.

Ini harus berhenti. Ini sudah kelewatan. Teman-temanku sudah seperti binatang yang hanya berpikir untuk memperbudak dan merendahkan Sinta.

Sekali lagi, ini harus berhenti.

Secepatnya.

----------------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd