Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT IMMORAL PERVERSION (racebannon)

IMMORAL PERVERSION - PART 12

----------------------------------------------------


“Kamu dimana sekarang?”

Tidak ada balasan. Bukan tanpa alasan aku panik mencari Sinta sekarang. Seharusnya, setengah jam yang lalu dia interview di café milik temanku. Dan dia tidak datang. Alasannya karena ada urusan mendadak. Atau janji mendadak. Atau apalah.

Ditambah lagi, aku jadi kehilangan muka di depan temanku. Aku merasa sudah agak oversell Sinta, dan juga aku agak memohon padanya agar dia mau memberi kesempatan interview pada Sinta.

Kali ini aku kecewa. Kecewa pada Sinta. Jika dia benar-benar ingin ditolong orang lain, maka ia harus menolong dirinya sendiri juga.

Entah dimana dia sekarang, dan aku tahu dia sedang apa. Pikiran pikiran buruk mulai menghantui kepalaku.

Sial. Sial. Sial.

Rasa pesimis mulai muncul di dalam diriku. Dan rasanya, bantuanku yang mungkin belum seberapa ini agak sia-sia.

----------------------------------------------------
----------------------------------------------------
----------------------------------------------------


kosan10.jpg

“Aku boleh ke tempat kakak?”

Pesan singkatnya sore tadi masih kulihat. Aku menjawab boleh. Sudah dua hari berlalu, dan rasa kecewaku masih ada.

Aku sedang menunggu Sinta yang katanya sedang menuju tempat dimana aku tinggal. Kos-kosan ini. Aku menarik nafas panjang, sambil kemudian menatap ke rokok yang setengah terbakar itu, teronggok dengan manisnya di atas asbak.

Sinta mungkin datang mau minta maaf. Atau mungkin dia mau berusaha tidur denganku lagi. Eksistensi ala Sinta. Dia pernah bilang, dia baru merasa aku memandangnya kalau aku mau meniduri dia. Ini jelas jelas salah.

“Aku di depan” pesan singkat itu baru masuk. Aku bergegas membuka pintu kamar ini, dan menemukan Sinta ada disana.

Aku menatap dirinya lekat-lekat.

“Masuk aja…” sapaku pelan, sambil tersenyum kecut. Aku membiarkan dia masuk, melepas sepatunya dan duduk perlahan di sofa. Aku duduk di kursi depan laptopku, sambil menatap dia dalam-dalam.

Sepatu tadi. Sepatu bermerk mahal, yang baru kali ini kulihat. Sinta memakai crop-top berwarna hitam dan celana jeans ketat. Tas nya tas mahal, harganya jutaan. Dan itu tas yang lain lagi. Dandanannya terlihat lebih dewasa, make up polos yang terlihat cocok di wajahnya itu menghiasi dirinya.

Dia tidak seperti Sinta yang pertama kali kukenal. Dia sudah jauh banyak berubah dari segi dandanan. Dulu ia bergitu polos, masuk ke mall pasti tidak ada yang melirik walaupun dia manis dan cantik. Sekarang, semua lelaki pasti memandangnya.

“Kamu bisa jelasin kenapa kamu gak dateng kemaren itu?” tanpa ba-bi-bu aku langsung bertanya. Aku ingin mendengar dengan jelas, alasan kenapa dia tidak datang ke interview itu.

“Maaf kak…” dia hanya menatapku dengan tatapan polosnya, dan kemudian dia diam lagi.
“Maaf, oke… Tapi saya kehilangan muka di depan yang punya café…”
“Iya aku minta maaf”

“Kamu tau kan cari kerja itu susah? Giliran ada yang nawarin, kamu skip gitu aja… Coba saya tebak, pasti kamu ada yang booking lagi kan?”

Perkataan sepedas itu keluar dari mulutku. Seperti bukan kalimat yang biasa kuucapkan ke siapapun. Begitu juga dengan nadanya. Sinis dan tampak tak peduli akan perasaan Sinta.

“Nn…” Sinta lagi-lagi memberikan jawaban yang tak pasti.

“Kamu mau bantu saya gak sih?”
“Bantu apa?”
“Bantu saya buat ngebantu kamu….” Aku merasa frustasi. Tapi ini mungkin belum apa-apa.

Aku menatapnya dalam dalam.

“Kamu masih mau kuliah?” tanyaku.
“Masih….”
“Uangnya udah kekumpul belum sih?”

“Soal itu… Aku….”

“Dua tas kamu tambah sepatu itu harganya udah bisa bayar beberapa semester” Aku mendengus dengan nada marah. “Harusnya kalau ada orang yang ngasih kayak gitu kamu jual aja. Kelar kamu bisa aman kuliah, tanpa harus ngerjain hal-hal yang gak bener lagi”

“Aku… Aku gak tau….”
“Gak tau apa?”
“Gak tau harus ngapain….”

“Gak tau harus ngapain gimana? Katanya mau kuliah kan? Katanya mau cari uang buat bantu keluarga kamu kan?”

“Iya….”
“Terus ngapain kamu kayak gini terus? Keenakan kamu jual diri?!?”

Belum lima menit bertemu, aku sudah membentaknya. Marah rasanya.

“Aku….”

“Malam ini kamu tidur disini. Besok, bareng sama saya ke café temen saya itu. Saya sampe mohon-mohon buat ngasih kesempatan kedua ke kamu… Ok?”
“Iya kak…” dia mengangguk pelan. Tampak pasrah kepada keputusanku.

Pasrah.

Bukannya selama ini sepertinya itu bakatnya? Entahlah. Besok, mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa lagi yang mencoreng namaku.

Let’s hope for the best.

----------------------------------------------------
----------------------------------------------------
----------------------------------------------------


cafe10.jpg

Temanku menatap Sinta dengan tatapan heran. Dandanannya terlalu mewah untuk kerja sebagai waitress di café dengan gaji 1 juta per bulan.

Aku bisa merasakan ada tanda tanya besar yang mengambang di udara.

Sepasang mata sekarang menatapku dengan tajam. Dia tidak yakin sepertinya. Masa anak ini yang mau ditawarin kerja disini? Mungkin begitu pikir temanku.

“Kamu kapan bisa mulai?” tanya temanku dengan nada yang awkward.
“Mm…. Aku gak tau” jawaban khas Sinta.
“Kalau mulai senin besok?” tanpa sadar aku menjawabkan untuk Sinta.

“Ah?” Sinta malah bingung, dia seperti tidak ada disini.
“Yang gue interview kan bukan elo, gimana sih…” nada gusar terdengar dari kalimat temanku.

Sudah pasti dia heran. Yang pertama, heran aku bisa bertemu dengan Sinta dimana, dan yang kedua, heran kenapa outfit dan aksesoris Sinta terlihat mahal. Dan mungkin yang ke tiga, dia bingung karena Sinta tampak tidak responsif dan cenderung menatap kosong ke arah entahlah.

“Hmmmm……”

Temanku tampak sedikit pusing. Dari tadi, Sinta menjawab pertanyaan-pertanyaan standar dengan jawaban-jawaban yang terdengar sulit. Belum lagi dia banyak spaced out. Melamun. Menatap kosong ke sudut ruangan.

Beberapa pertanyaan malah aku yang menjawab.

Aku juga ikut gusar, tapi aku lebih ingin Sinta mendapatkan pekerjaan ini daripada memikirkan hal lain.

“Gak pengen lo tes apa gitu, bawa nampan atau serving…..” bisikku ke temanku. Ucapanku itu malah dibalas oleh tatapan nyinyir dari dia. Tatapan kesal, gusar dan kecewa bertumpuk jadi satu.

“Bentar ya” temanku tampak berusaha bertanya lagi ke Sinta. “Kamu bener butuh kerja disini?” Dia menatap sepasang sepatu ferragamo yang dipakai Sinta. Harga sepatu itu sama dengan gaji kerja 6 – 7 bulan disini.

“Iya….”
“Buat kuliah kata kamu?”
“Iya kak….”

“Hmmm……” temanku menggaruk-garuk kepalanya. “Yang bener aja bro….” bisik temanku pelan ke arahku.
“Yang bener aja gimana?”
“Dia ga keliatan kayak butuh duit….”

“Wah itu….”

Mendadak aku merasa bodoh. Kenapa aku tidak menyuruhnya berdandan biasa saja sebelum kesini? Dan satu lagi. Tampaknya tatapan Sinta dan gerakannya dari hari ke hari makin aneh. Dia makin terlihat kosong dan hampa.

“Maaf aku….”
“Kenapa?”

“Aku mau ke toilet dulu ya kak…” suara Sinta terdengar grogi. Tanpa bicara, temanku mengangguk, mempersilahkan Sinta untuk menyelesaikan urusannya di kamar kecil.

Mendadak, suasana hening.

“Gak ngerti gue”
“Gak ngerti apaan?” tanyaku bingung, walau sudah tahu pembicaraan akan mengarah kemana.

“Itu anak kayak kosong gitu otaknya…. Terus…” Temanku menarik nafas panjang. “Serius dia butuh duit?”
“Iya”
“Lo bilang dia Cuma lulusan SMA kan?”

Aku mengangguk dengan pelan.

“Semua yang dia pake mahal… Serius butuh duit?”
“Serius”
“Dia apa sih?”
“Apanya gimana?”

“Simpenan om-om apa gimana?”
“Eh?”

“Iya, simpenan om-om yang mau lepas dari sugar daddynya?” tanya temanku dengan nada yang tegas.

“Anu… Soal itu…”
“Gue gak bisa nerima pegawai yang backgroundnya shady gitu… Sori”
“Men, cobain dulu deh”
“Cobain apaan, gue ga mau kena masalah ntar”

“Masalah apa?”

“Lo gimana sih, satu, dia lo bilang baru lulus SMA, mau cari duit buat kuliah, tapi pakaiannya semua mentereng gitu, wajar dong kalo gue bilang dia simpenan? Terus, kalo emang simpenan, kenapa gak minta sama bapak asuhnya buat ngebiayain dia?”

“Nah soal itu…”
“Jujur sama gue, lo kenal dia dimana?” tanyanya lagi, penuh hasrat ingin menyelidiki.
“Wah, gue gak bisa bilang….”

“Shady, gak jelas, ntar kalo café ini di obrak-abrik sama om-om nya gimana?” temanku mengusap kepalanya dengan gerakan gusar.

“Dia bukan simpenan”

“Terus apa? Anak orang kaya? Anak orang kaya mah ga butuh nyari duit buat kuliah, kecuali bokapnya mau ngajarin dia hidup mandiri…. Dan yang nganterin elu pula, gimana gue ga curiga…. Gak jelas”

“Well….”

“BTW, kok dia kelamaan banget di WC”
“Ga tau, kayaknya berak kali…” jawabku asal, tanpa berpikir panjang.
“Asal, coba lu cek…”
“Males, tunggu aja”

“Yaudah”

Kami berdua diam seribu bahasa. Rasanya begitu awkward. Sepertinya aku salah memaksakan kegiatan hari ini. Sinta tampaknya begitu bingung saat interview tadi.

Sudahlah, mungkin kucarikan pekerjaan lain, dan akan kuberitahu untuk berdandan biasa saja jika ingin interview.

“Hei”
“Kenapa?” aku kaget karena temanku menegurku.
“Cek, kelamaan dia di WC, jangan-jangan pingsan”

“Hhh… Oke”

Aku beranjak dengan malas, dan berjalan tanpa semangat ke arah toilet. Aku mengetuk pintu toilet dengan pelan.

“Sinta, lama amat di dalem?”

Tak ada jawaban.

“Sinta?”

Aku menunggu. Tapi tetap tak ada jawaban.

Dengan gusar, aku membuka pintu toilet perempuan itu.

Shit.

Nihil. Kosong. Tidak ada orang disana. Dengan gerakan panik aku melihat lihat ke seluruh penjuru mata angin. Tidak ada Sinta dimanapun. Temanku tampak bingung melihat gerak gerikku.

“Kenapa?” dia bertanya dengan suara yang keras. Aku menggelengkan kepala. Tanpa sadar, aku membuka handphoneku dan melihat ke aplikasi sosial media. Aku menemukan pesan singkat yang membuatku jadi setengah emosi.

“Maaf kak, aku gak bisa, aku pergi….”

Fuck.

----------------------------------------------------

BERSAMBUNG
 
dicarikan jalan yang lurus, minta belok, eh lupa lampu sign :colok:
btw mantap huu ceritanya, no mesum tapi tetap setia saya bacanya :ampun:
 
Feeling bakalan bad ending buat MC-nya. Usaha MC percuma, Sinta milih dunia yang digelutinya.
 
Seru dan bikin penasaran, updatenya jangan terlalu lama, please ??:sendirian:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd