Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Innocent Facade of a Naughty Girl

Next episode lanjutnya apa ya:


  • Total voters
    44
  • Poll closed .
Teaser Update berikutnya:
Update 5

Langkahku perlahan membawaku semakin jauh menelusuri lorong, suara setiap langkah kaki mungilku sedikit bergema mendahuluiku. Aku angkat tangan kiriku, mataku melirik jam tangan Tag Heuer pemberian papaku pada ulang tahun ke 17 dahulu berwarna pink. Jam sudah menunjukan pukul 11.00, dan aku masih berada di kampus ternama di pinggir kota Jakarta ini. Kulihat sekelilingku, dan yang kudapati hanya kegelapan yang sedikit terpecah oleh deretan sinar lampu penerangan di sekitar lapangan parkir mobil. Tidak ada tanda-tanda kehadiran manusia lain di sekelilingku. Hembusan angin malam hari pun tidak hanya terasa tapi juga terdengar karena kesunyian di sekitarku.

Pandanganku pun tertuju pada siluet kendaraan terakhir yang masih tersisa di lapangan parkir ini yang ada di depanku. Semakin dekat langkahku, siluet tersebut semakin terlihat jelas, dan bayangan kegelapan mulai sedikit tersingkap memperlihatkan sebuah sedan mewah dari Eropa berwarna hitam yang menyaru dengan kegelapan kampusku. Mobil bertipe W205 pemberian papa saat aku berulang tahun yang ke 19.

Irama langkahku berangsur memelan, pikiranku melayang jauh memikirkan ornag tua ku. Mereka selalu berusaha memenuhi segala kebutuhanku. Apapun yang aku minta, aku hampir tidak pernah perlu memohon. Papa selalu mengajarkan bahwa sebagai anak perempuan, aku harus bisa mandiri dan bahwa aku tidak pernah butuh bergantung kepada lelaki dalam hidupku. Bahwa aku harus menjaga martabat dan harga diriku di hadapan orang-orang. Dan lebih dari itu, menjaga juga nama baik papaku dan perusahaan miliknya melalui kelakuanku. Aku selalu dimanjakan oleh mereka dan kehidupanku serba berkecukupan.

Tapi kenapa aku merasakan hasrat ini? Seakan ada kehampaan di batinku yang hanya bisa dipenuhi oleh perhatian laki-laki. Sebuah keinginan untuk menjadi diinginkan. Sebuah rindu untuk berada dalam dekapan birahi. Keinginan untuk memperlihatkan setiap lekuk tubuhku untuk kenikmatan laki-laki. Aku mendambakan perasaan nafsu yang hadir di hasratku saat aku berhasil membangkitkan keinginan berdosa di balik mata pria yang melihat tubuhku. Melihat tatapan matanya yang tidak sesuai derajatku, tatapan menganggapku hanya sebagai sebuah objek pemuas dirinya. Seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Hari pertama kalinya aku memperlihatkan ketelanjanganku kepada seorang tukang pijat beruntung. Teringat juga aku betapa nikmatnya orgasme yang aku alami.

Ingatan itupun menimbulkan ide nakal baru di benakku. Langkahku berhenti di ujung lapangan parkir. Tanpa melihat lagi keadaan sekeliling, tanganku pun beranjak mendekati kancing kemejaku. Satu demi satu, kancingku pun mulai terlepas. Dalam kisaran beberapa detik, aku pun menanggalkan kemejaku. Kini aku hanya mengenakan celana pendek dan bra, berdiri di sebuah tempat umum yang tidak lain adalah kampusku sendiri. Tempat dimana mungkin saja ada orang yang mengenaliku.

Sekilas aku mengecek keadaan sekeliling. Apakah ada patroli kampus yang mungkin ada di sekitarku. Kuperhatikan tempat aku berdiri. Sebuah titik sama jarak di antara dua tiang lampu penerangan, keberadaanku sepenuhnya terselubung dalam kegelapan. Debar jantungku semakin terdengar cepat, pertanda ketakutan yang mengancam untuk mengambil alih kendali tubuhku dalam sebuah kemenangan atas perebutan antara insting melindungi diri dan insting untuk dibuahi. Pada akhirnya, kenakalankulah yang memenangkan pertarungan tersebut. Kakiku pun terselip keluar dari sepatuku, melangkah keluar dari celanaku yang tanpa kusadari sudah menjadi tumpukan pakaian terjatuh di atas bebatuan lapangan parkir ini. Tanganku meraih ke belakang, mencari 2 kaitan kecil yang dengan gerakan terlatih aku dengan mudahnya lepaskan, membiarkan lapisan penopang buah dadaku juga terjatuh dari tubuhku. Kedua tanganku menyelip ke lingkar penutup terakhir keintimanku. Dengan satu gerakan, aku pun kini berdiri tanpa busana. Seorang gadis yang banyak orang kira sebagai gadis terhormat, berdiri tanpa ditutupi sehelai benangpun di sebuah lapangan kosong. Putingku terasa geli merasakan hempasan angin dingin di malam hari.

Kumasukan pakaianku ke dalam tas, dan dengan hati hati aku melangkah ke arah mobilku. Aku tinggalkan barnag-barangku terkunci di dalam mobil dan perlahan menjauh dari tempatku memarkirkan kendaraanku. Telapak kakiku merasakan sentuhan dingin rerumputan, dan akupun melangkah ke arah taman, irama telapak kakiku terdengar memecah kesunyian di malam hari, mengikuti lompatan dan putaran yang aku lakukan hingga aku menjatuhkan diriku dalam dekapan alam, merasakan sentuhan rerumputan di sekujur tubuhku. Dalam ketelanjanganku aku melayangkan pandanganku ke langit di atasku, tanpa suara berdoa dan berharap, walau penuh ketakutan, untuk seseorang agar bisa melihat keadaanku sekarang.

Terimakasih hu untuk penyemangatnya. Semoga bisa rampung weekend ini ya update ini.
 
Teaser Update berikutnya:
Update 5

Langkahku perlahan membawaku semakin jauh menelusuri lorong, suara setiap langkah kaki mungilku sedikit bergema mendahuluiku. Aku angkat tangan kiriku, mataku melirik jam tangan Tag Heuer pemberian papaku pada ulang tahun ke 17 dahulu berwarna pink. Jam sudah menunjukan pukul 11.00, dan aku masih berada di kampus ternama di pinggir kota Jakarta ini. Kulihat sekelilingku, dan yang kudapati hanya kegelapan yang sedikit terpecah oleh deretan sinar lampu penerangan di sekitar lapangan parkir mobil. Tidak ada tanda-tanda kehadiran manusia lain di sekelilingku. Hembusan angin malam hari pun tidak hanya terasa tapi juga terdengar karena kesunyian di sekitarku.

Pandanganku pun tertuju pada siluet kendaraan terakhir yang masih tersisa di lapangan parkir ini yang ada di depanku. Semakin dekat langkahku, siluet tersebut semakin terlihat jelas, dan bayangan kegelapan mulai sedikit tersingkap memperlihatkan sebuah sedan mewah dari Eropa berwarna hitam yang menyaru dengan kegelapan kampusku. Mobil bertipe W205 pemberian papa saat aku berulang tahun yang ke 19.

Irama langkahku berangsur memelan, pikiranku melayang jauh memikirkan ornag tua ku. Mereka selalu berusaha memenuhi segala kebutuhanku. Apapun yang aku minta, aku hampir tidak pernah perlu memohon. Papa selalu mengajarkan bahwa sebagai anak perempuan, aku harus bisa mandiri dan bahwa aku tidak pernah butuh bergantung kepada lelaki dalam hidupku. Bahwa aku harus menjaga martabat dan harga diriku di hadapan orang-orang. Dan lebih dari itu, menjaga juga nama baik papaku dan perusahaan miliknya melalui kelakuanku. Aku selalu dimanjakan oleh mereka dan kehidupanku serba berkecukupan.

Tapi kenapa aku merasakan hasrat ini? Seakan ada kehampaan di batinku yang hanya bisa dipenuhi oleh perhatian laki-laki. Sebuah keinginan untuk menjadi diinginkan. Sebuah rindu untuk berada dalam dekapan birahi. Keinginan untuk memperlihatkan setiap lekuk tubuhku untuk kenikmatan laki-laki. Aku mendambakan perasaan nafsu yang hadir di hasratku saat aku berhasil membangkitkan keinginan berdosa di balik mata pria yang melihat tubuhku. Melihat tatapan matanya yang tidak sesuai derajatku, tatapan menganggapku hanya sebagai sebuah objek pemuas dirinya. Seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Hari pertama kalinya aku memperlihatkan ketelanjanganku kepada seorang tukang pijat beruntung. Teringat juga aku betapa nikmatnya orgasme yang aku alami.

Ingatan itupun menimbulkan ide nakal baru di benakku. Langkahku berhenti di ujung lapangan parkir. Tanpa melihat lagi keadaan sekeliling, tanganku pun beranjak mendekati kancing kemejaku. Satu demi satu, kancingku pun mulai terlepas. Dalam kisaran beberapa detik, aku pun menanggalkan kemejaku. Kini aku hanya mengenakan celana pendek dan bra, berdiri di sebuah tempat umum yang tidak lain adalah kampusku sendiri. Tempat dimana mungkin saja ada orang yang mengenaliku.

Sekilas aku mengecek keadaan sekeliling. Apakah ada patroli kampus yang mungkin ada di sekitarku. Kuperhatikan tempat aku berdiri. Sebuah titik sama jarak di antara dua tiang lampu penerangan, keberadaanku sepenuhnya terselubung dalam kegelapan. Debar jantungku semakin terdengar cepat, pertanda ketakutan yang mengancam untuk mengambil alih kendali tubuhku dalam sebuah kemenangan atas perebutan antara insting melindungi diri dan insting untuk dibuahi. Pada akhirnya, kenakalankulah yang memenangkan pertarungan tersebut. Kakiku pun terselip keluar dari sepatuku, melangkah keluar dari celanaku yang tanpa kusadari sudah menjadi tumpukan pakaian terjatuh di atas bebatuan lapangan parkir ini. Tanganku meraih ke belakang, mencari 2 kaitan kecil yang dengan gerakan terlatih aku dengan mudahnya lepaskan, membiarkan lapisan penopang buah dadaku juga terjatuh dari tubuhku. Kedua tanganku menyelip ke lingkar penutup terakhir keintimanku. Dengan satu gerakan, aku pun kini berdiri tanpa busana. Seorang gadis yang banyak orang kira sebagai gadis terhormat, berdiri tanpa ditutupi sehelai benangpun di sebuah lapangan kosong. Putingku terasa geli merasakan hempasan angin dingin di malam hari.

Kumasukan pakaianku ke dalam tas, dan dengan hati hati aku melangkah ke arah mobilku. Aku tinggalkan barnag-barangku terkunci di dalam mobil dan perlahan menjauh dari tempatku memarkirkan kendaraanku. Telapak kakiku merasakan sentuhan dingin rerumputan, dan akupun melangkah ke arah taman, irama telapak kakiku terdengar memecah kesunyian di malam hari, mengikuti lompatan dan putaran yang aku lakukan hingga aku menjatuhkan diriku dalam dekapan alam, merasakan sentuhan rerumputan di sekujur tubuhku. Dalam ketelanjanganku aku melayangkan pandanganku ke langit di atasku, tanpa suara berdoa dan berharap, walau penuh ketakutan, untuk seseorang agar bisa melihat keadaanku sekarang.

Terimakasih hu untuk penyemangatnya. Semoga bisa rampung weekend ini ya update ini.
Apakah akan ketahuan lalu digangbang? Hmm
 
Teaser Update berikutnya:
Update 5

Langkahku perlahan membawaku semakin jauh menelusuri lorong, suara setiap langkah kaki mungilku sedikit bergema mendahuluiku. Aku angkat tangan kiriku, mataku melirik jam tangan Tag Heuer pemberian papaku pada ulang tahun ke 17 dahulu berwarna pink. Jam sudah menunjukan pukul 11.00, dan aku masih berada di kampus ternama di pinggir kota Jakarta ini. Kulihat sekelilingku, dan yang kudapati hanya kegelapan yang sedikit terpecah oleh deretan sinar lampu penerangan di sekitar lapangan parkir mobil. Tidak ada tanda-tanda kehadiran manusia lain di sekelilingku. Hembusan angin malam hari pun tidak hanya terasa tapi juga terdengar karena kesunyian di sekitarku.

Pandanganku pun tertuju pada siluet kendaraan terakhir yang masih tersisa di lapangan parkir ini yang ada di depanku. Semakin dekat langkahku, siluet tersebut semakin terlihat jelas, dan bayangan kegelapan mulai sedikit tersingkap memperlihatkan sebuah sedan mewah dari Eropa berwarna hitam yang menyaru dengan kegelapan kampusku. Mobil bertipe W205 pemberian papa saat aku berulang tahun yang ke 19.

Irama langkahku berangsur memelan, pikiranku melayang jauh memikirkan ornag tua ku. Mereka selalu berusaha memenuhi segala kebutuhanku. Apapun yang aku minta, aku hampir tidak pernah perlu memohon. Papa selalu mengajarkan bahwa sebagai anak perempuan, aku harus bisa mandiri dan bahwa aku tidak pernah butuh bergantung kepada lelaki dalam hidupku. Bahwa aku harus menjaga martabat dan harga diriku di hadapan orang-orang. Dan lebih dari itu, menjaga juga nama baik papaku dan perusahaan miliknya melalui kelakuanku. Aku selalu dimanjakan oleh mereka dan kehidupanku serba berkecukupan.

Tapi kenapa aku merasakan hasrat ini? Seakan ada kehampaan di batinku yang hanya bisa dipenuhi oleh perhatian laki-laki. Sebuah keinginan untuk menjadi diinginkan. Sebuah rindu untuk berada dalam dekapan birahi. Keinginan untuk memperlihatkan setiap lekuk tubuhku untuk kenikmatan laki-laki. Aku mendambakan perasaan nafsu yang hadir di hasratku saat aku berhasil membangkitkan keinginan berdosa di balik mata pria yang melihat tubuhku. Melihat tatapan matanya yang tidak sesuai derajatku, tatapan menganggapku hanya sebagai sebuah objek pemuas dirinya. Seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Hari pertama kalinya aku memperlihatkan ketelanjanganku kepada seorang tukang pijat beruntung. Teringat juga aku betapa nikmatnya orgasme yang aku alami.

Ingatan itupun menimbulkan ide nakal baru di benakku. Langkahku berhenti di ujung lapangan parkir. Tanpa melihat lagi keadaan sekeliling, tanganku pun beranjak mendekati kancing kemejaku. Satu demi satu, kancingku pun mulai terlepas. Dalam kisaran beberapa detik, aku pun menanggalkan kemejaku. Kini aku hanya mengenakan celana pendek dan bra, berdiri di sebuah tempat umum yang tidak lain adalah kampusku sendiri. Tempat dimana mungkin saja ada orang yang mengenaliku.

Sekilas aku mengecek keadaan sekeliling. Apakah ada patroli kampus yang mungkin ada di sekitarku. Kuperhatikan tempat aku berdiri. Sebuah titik sama jarak di antara dua tiang lampu penerangan, keberadaanku sepenuhnya terselubung dalam kegelapan. Debar jantungku semakin terdengar cepat, pertanda ketakutan yang mengancam untuk mengambil alih kendali tubuhku dalam sebuah kemenangan atas perebutan antara insting melindungi diri dan insting untuk dibuahi. Pada akhirnya, kenakalankulah yang memenangkan pertarungan tersebut. Kakiku pun terselip keluar dari sepatuku, melangkah keluar dari celanaku yang tanpa kusadari sudah menjadi tumpukan pakaian terjatuh di atas bebatuan lapangan parkir ini. Tanganku meraih ke belakang, mencari 2 kaitan kecil yang dengan gerakan terlatih aku dengan mudahnya lepaskan, membiarkan lapisan penopang buah dadaku juga terjatuh dari tubuhku. Kedua tanganku menyelip ke lingkar penutup terakhir keintimanku. Dengan satu gerakan, aku pun kini berdiri tanpa busana. Seorang gadis yang banyak orang kira sebagai gadis terhormat, berdiri tanpa ditutupi sehelai benangpun di sebuah lapangan kosong. Putingku terasa geli merasakan hempasan angin dingin di malam hari.

Kumasukan pakaianku ke dalam tas, dan dengan hati hati aku melangkah ke arah mobilku. Aku tinggalkan barnag-barangku terkunci di dalam mobil dan perlahan menjauh dari tempatku memarkirkan kendaraanku. Telapak kakiku merasakan sentuhan dingin rerumputan, dan akupun melangkah ke arah taman, irama telapak kakiku terdengar memecah kesunyian di malam hari, mengikuti lompatan dan putaran yang aku lakukan hingga aku menjatuhkan diriku dalam dekapan alam, merasakan sentuhan rerumputan di sekujur tubuhku. Dalam ketelanjanganku aku melayangkan pandanganku ke langit di atasku, tanpa suara berdoa dan berharap, walau penuh ketakutan, untuk seseorang agar bisa melihat keadaanku sekarang.

Terimakasih hu untuk penyemangatnya. Semoga bisa rampung weekend ini ya update ini.
gilaakkk soo hott :D
hihihihihi
kalo bener2 pengalaman nge gep beginian mah ga bakal lupa seumur hidupp :D
hihihihi
 
Teaser Update berikutnya:
Update 5

Langkahku perlahan membawaku semakin jauh menelusuri lorong, suara setiap langkah kaki mungilku sedikit bergema mendahuluiku. Aku angkat tangan kiriku, mataku melirik jam tangan Tag Heuer pemberian papaku pada ulang tahun ke 17 dahulu berwarna pink. Jam sudah menunjukan pukul 11.00, dan aku masih berada di kampus ternama di pinggir kota Jakarta ini. Kulihat sekelilingku, dan yang kudapati hanya kegelapan yang sedikit terpecah oleh deretan sinar lampu penerangan di sekitar lapangan parkir mobil. Tidak ada tanda-tanda kehadiran manusia lain di sekelilingku. Hembusan angin malam hari pun tidak hanya terasa tapi juga terdengar karena kesunyian di sekitarku.

Pandanganku pun tertuju pada siluet kendaraan terakhir yang masih tersisa di lapangan parkir ini yang ada di depanku. Semakin dekat langkahku, siluet tersebut semakin terlihat jelas, dan bayangan kegelapan mulai sedikit tersingkap memperlihatkan sebuah sedan mewah dari Eropa berwarna hitam yang menyaru dengan kegelapan kampusku. Mobil bertipe W205 pemberian papa saat aku berulang tahun yang ke 19.

Irama langkahku berangsur memelan, pikiranku melayang jauh memikirkan ornag tua ku. Mereka selalu berusaha memenuhi segala kebutuhanku. Apapun yang aku minta, aku hampir tidak pernah perlu memohon. Papa selalu mengajarkan bahwa sebagai anak perempuan, aku harus bisa mandiri dan bahwa aku tidak pernah butuh bergantung kepada lelaki dalam hidupku. Bahwa aku harus menjaga martabat dan harga diriku di hadapan orang-orang. Dan lebih dari itu, menjaga juga nama baik papaku dan perusahaan miliknya melalui kelakuanku. Aku selalu dimanjakan oleh mereka dan kehidupanku serba berkecukupan.

Tapi kenapa aku merasakan hasrat ini? Seakan ada kehampaan di batinku yang hanya bisa dipenuhi oleh perhatian laki-laki. Sebuah keinginan untuk menjadi diinginkan. Sebuah rindu untuk berada dalam dekapan birahi. Keinginan untuk memperlihatkan setiap lekuk tubuhku untuk kenikmatan laki-laki. Aku mendambakan perasaan nafsu yang hadir di hasratku saat aku berhasil membangkitkan keinginan berdosa di balik mata pria yang melihat tubuhku. Melihat tatapan matanya yang tidak sesuai derajatku, tatapan menganggapku hanya sebagai sebuah objek pemuas dirinya. Seperti kejadian beberapa hari yang lalu. Hari pertama kalinya aku memperlihatkan ketelanjanganku kepada seorang tukang pijat beruntung. Teringat juga aku betapa nikmatnya orgasme yang aku alami.

Ingatan itupun menimbulkan ide nakal baru di benakku. Langkahku berhenti di ujung lapangan parkir. Tanpa melihat lagi keadaan sekeliling, tanganku pun beranjak mendekati kancing kemejaku. Satu demi satu, kancingku pun mulai terlepas. Dalam kisaran beberapa detik, aku pun menanggalkan kemejaku. Kini aku hanya mengenakan celana pendek dan bra, berdiri di sebuah tempat umum yang tidak lain adalah kampusku sendiri. Tempat dimana mungkin saja ada orang yang mengenaliku.

Sekilas aku mengecek keadaan sekeliling. Apakah ada patroli kampus yang mungkin ada di sekitarku. Kuperhatikan tempat aku berdiri. Sebuah titik sama jarak di antara dua tiang lampu penerangan, keberadaanku sepenuhnya terselubung dalam kegelapan. Debar jantungku semakin terdengar cepat, pertanda ketakutan yang mengancam untuk mengambil alih kendali tubuhku dalam sebuah kemenangan atas perebutan antara insting melindungi diri dan insting untuk dibuahi. Pada akhirnya, kenakalankulah yang memenangkan pertarungan tersebut. Kakiku pun terselip keluar dari sepatuku, melangkah keluar dari celanaku yang tanpa kusadari sudah menjadi tumpukan pakaian terjatuh di atas bebatuan lapangan parkir ini. Tanganku meraih ke belakang, mencari 2 kaitan kecil yang dengan gerakan terlatih aku dengan mudahnya lepaskan, membiarkan lapisan penopang buah dadaku juga terjatuh dari tubuhku. Kedua tanganku menyelip ke lingkar penutup terakhir keintimanku. Dengan satu gerakan, aku pun kini berdiri tanpa busana. Seorang gadis yang banyak orang kira sebagai gadis terhormat, berdiri tanpa ditutupi sehelai benangpun di sebuah lapangan kosong. Putingku terasa geli merasakan hempasan angin dingin di malam hari.

Kumasukan pakaianku ke dalam tas, dan dengan hati hati aku melangkah ke arah mobilku. Aku tinggalkan barnag-barangku terkunci di dalam mobil dan perlahan menjauh dari tempatku memarkirkan kendaraanku. Telapak kakiku merasakan sentuhan dingin rerumputan, dan akupun melangkah ke arah taman, irama telapak kakiku terdengar memecah kesunyian di malam hari, mengikuti lompatan dan putaran yang aku lakukan hingga aku menjatuhkan diriku dalam dekapan alam, merasakan sentuhan rerumputan di sekujur tubuhku. Dalam ketelanjanganku aku melayangkan pandanganku ke langit di atasku, tanpa suara berdoa dan berharap, walau penuh ketakutan, untuk seseorang agar bisa melihat keadaanku sekarang.

Terimakasih hu untuk penyemangatnya. Semoga bisa rampung weekend ini ya update ini.
keren ceritanya...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd