Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Innocent Facade of a Naughty Girl

Next episode lanjutnya apa ya:


  • Total voters
    44
  • Poll closed .
Nyamuk om kayaknya bulan kenapa Grepe lagi nih
 
Henaaakk malem malem di bis mojok. Tinggal jejak huu semiga lancar update
 
Update 2: Karena Eksib, Hampir Saja...


Aku masih belum sepenuhnya paham, apa yang membuat tatapan nafsu laki-laki ataupun sentuhan mereka yang membuatku terbawa nafsuku sendiri. Sebagai mahasiswi berprestasi dan populer, statusku sebagai bunga kampus menjamin bahwa aku tidak akan mengalami kesulitan mendapati cowo manapun yang aku mau, apalagi ditambah dengan paras wajah dan bentuk tubuhku disertai lekukan dada dan pinggul yang sangat proporsional.

Aku dan penampilanku selalu menjadi objek perhatian laki-laki kemanapun aku pergi. Seiring waktu berjalan, aku mulai belajar untuk menjadi terbiasa dan menghiraukan perhatian mereka, tapi di lubuk hatiku aku sebetulnya menyukai perhatian yang diberikan kepadaku. Nafsu di mata mereka justru membuatku merasa seksi, diinginkan, dan memberiku sensasi yang masih belum bisa kujelaskan.

Aku sering secara 'tidak sengaja' mempertontonkan keindahan tubuhku. Terutama di tengah keramaian, di situasi dimana aku bisa berpura-pura sentuhan dan pandangan curian laki-laki di sekitarku pada tubuhku adalah akibat ketidak-sengajaan. Saat aku naik kereta yang ramai, atau berdempetan di toko, seringkali ada tangan yang dengan halus berusaha merasakan sentuhan bokongku. Saat aku duduk di tempat keramaian, sering aku membiarkan rokku sedikit tertarik keatas sehingga laki-laki yang lewat bisa mengagumi keindahan pahaku. Menyadari bahwa pemandangan yang kusajikan membuat mereka bernafsu sangat menagihkan buatku. Tapi sekali lagi, semua itu kulakukan dengan memastikan bahwa semua terlihat seperti ketidak sengajaaan. Buat orang yang mengenalku, tidak akan bisa diduga bahwa dibalik penampilan ku di luar yang seakan 'sempurna', aku memiliki berbagai pikiran nakal.

Semua ini berubah sejak satu kejadian saat aku menginjak umur 20. Kala itu, untuk pertama kalinya aku membiarkan seorang laki-laki yang tidak kukenal dan jauh lebih tua dariku menyentuh dan memainkan dadaku di dalam bis travel. Setelah insiden itu, aku mengalami orgasme paling sensasional yang pernah aku dapatkan saat aku bermasturbasi sendiri langsung setelah kejadian itu. Aku mulai menjadi tercandu sentuhan pria di tubuhku, dan mencari-cari kesempatan berikutnya. Pikiranku pun mulai melayang lebih jauh lagi. Di saat aku memasukan jariku ke dalam vaginaku, timbul rasanya di dalamku untuk merasakan memasukan 'barang' yang sesungguhnya. Membayangkan perasaanku kalau berhasil membuat seorang laki-laki berorgasme, membayangkan membiarkan seorang laki-laki melihatku tanpa sehelai bengang yang menutupi, segala pikiran ini terus menerus terlintas di pikiranku. Tapi di saat yang sama, aku terus berupaya untuk bisa mengendalikan diriku sendiri. Karena bagaimanapun, aku harus tetap menjaga kehormatan dan nama baik keluargaku. Akibatnya, akupun merasa sedikit tersiksa - memiliki berbagai fantasi dan nafsu ini yang membuatku sering merasa horny, tapi harus menutup-nutupinya dari luar.

Setelah insiden di bis travel malam hari itu, aku semakin terasa tersiksa. Sampai suatu hari, orang tuaku pergi ke luar kota untuk mengunjungi keluarga kami. Ini berarti, aku harus ditinggal di rumah selama beberapa hari karena aku perlu mengerjakan beberapa tugas kuliah yang sudah dekat deadline-nya. Perlu diketahui, aku tinggal di salah satu apartemen yang bisa dibilang cukup mewah di daerah Tebet di lantai atas.

Di hari pertama aku ditinggal sendiri, aku pun bangun pagi-pagi dengan niat ingin menyelesaikan tugas kuliahku. Saat aku menyalakan komputerku dan membuka browser, terlihat lah gambar dinosaurus di layar browserku. Kulirik modem fiber di sebelah komputerku dan terlihat sebuah lampu merah menyala di antara barisan lampu hijau. Akupun menggerutu di dalam hati. "Duh, giliran penting gini, sempet-sempetnya mati. Useless nih ****** (provider internet)."

Akupun menelepon layanan customer service provider tersebut, dan mereka menjanjikan akan mengirim teknisi untuk mengecek dan memperbaiki internetku di siang itu. Dengan setengah hati, akupun berusaha meniatkan diri melanjutan aktifitas hari itu agar tetap produktif. Aku memilih untuk menyiapkan sarapan dan menonton TV sambil menyantap sarapan.

Setelah selesai makan, aku beranjak dari ruang tamu untuk mandi. Jam sudah menunjukan pukul 13:00, tapi karena ini adalah hari libur dan aku tidak berencana untuk meninggalkan rumah, aku memang mandi lebih siang dari biasanya. Akupun masuk ke kamarku dan mulai menanggalkan pakaianku. Kamarku sendiri sudah dilengkapi kamar mandi pribadi, yang walaupun tidak terlalu besar cukup dilengkapi dengan shower besar yang dipartisi dengan kaca transparan dari lantai sampai langit-langit. Perlahan aku menapak masuk ke dalam shower itu dan menyalakan airnya. Aku coba rasakan aliran air dingin di sekujur tubuhku, dan dengan lembut mengelus dan menggosok dadaku dengan tanganku. Semua ini kulakukan sambil membayangkan bahwa itu adalah tangan laki-laki lain. Aku pun mulai terangsang akibat permainan diriku sendiri, dan jantungku mulai berdetak lebih kencang. Tanganku pun mulai turun ke bawah, menuju bulu-bulu halus yang mengelilingi kelaminku. Tangan mungilku menyelinap masuk, perlahan mengelus setiap pelosok lipatan organ paling intimku yang belum pernah dijamah laki-laki manapun. Aku semakin merasa terangsang dan mempercepat gerakan tanganku. Di saat aku merasa sudah hampir mendekati orgasme, terdengar suara bel dari pintu apartemenku. "Aduuh, siapa lagi sih ini." Segera setelah aku mengutarakan kalimat itu, barulah aku teringat bahwa seharusnya ada teknisi internet yang dijanjikan akan datang.

Aku matikan aliran air di showerku, dan melangkah keluar dari kamar mandi. Aku mengambil handukku dan melilitkannya di badanku. Handuk yang kupakai adalah handuk favoritku sejak kecil. Bahannya sangat halus, namun karena aku membelinya saat aku berukuran lebih mungil, sejujurnya saat ini bisa dibilang handuk itu sudah terlalu kecil dan hampir tidak bisa menutupi bagian-bagian yang 'penting'. Karena umurnya pun, handuk itu sudah mulai menipis. Melintasi ruang tamu ku, aku mencapai pintu apartemenku dan mengintip dari lubang di pintu. Ternyata benar asumsiku, memang yang membunyikan bel adalah teknisi berseragam merah dari ***** mba.

Kuperhatikan, teknisi yang mereka kirim sepertinya berumur yang tidak terpaut jauh dari aku. Penampilannya cukup menarik, dengan badan yang kekar dan terkesan atletis. Pikiran nakal pun mulai timbul di kepalaku. Aku meraih ke samping badanku, dan perlahan aku lepaskan handukku dan membiarkannya terjatuh ke lantai. Aku kembali mengintip lubang pintu. Inilah aku, perempuan baik-baik yang kini sepenuhnya telanjang di hadapan laki-laki yang tidak kukenal yang berdiri hanya beberapa puluh senti dariku, harga diriku terlindungi oleh satu lapisan kayu yang memisahkan kita. Akupun menekankan tubuhku ke pintu itu, dan kunikmati perasaan dingin pintuku yang menyentuh kedua putingku. Aku biarkan teknisi itu menunggu sejenak lagi, berusaha memperpanjang kenikmatan yang kurasakan. Kenikmatan itu, sayangnya, hanya berlangsung sesaat, terputus seketika oleh suara bel yang terulang. Sambil berusaha tidak membuat suara, kembali kupungut handuk yang tergeletak di lantai. Sambil melilitkan handuk, aku mulai mengendap menuju kamar, refleksku membimbingku untuk mencari pakaian yang sopan dan berdandan sebelum menerima tamu. Langkahku terhenti saat pikiran nakal lainnya muncul di benakku.

"Hmm, apa aku jawab pintu hanya dengan handuk ini ya? Toh, rambutku masih basah dan akan terlihat sekali bahwa aku baru keluar dari kamar mandi." Akupun berputar balik, berjalan menuju pintu sambil membulatkan tekadku untuk menggoda teknisi internet dengan handukku yang hampir tidak menutupi tubuhku. Kuputar gagang pintuku, dan kutarik terbuka pintu apartemenku. Kuperhatikan perubahan wajah teknisi di depan pintuku, dari kesal menjadi terkejut atas pemandangan yang disajikan di depan matanya. Seorang perempuan berparas cantik, dengan rambut hitam panjang yang basah terurai di pundaknya. Tetesan air yang belum sepenuhnya kering memantulkan pancaran cahaya dari jendela apartemenku, memmbuat kulit putihku terlihat bersinar dan memperjelas lekukan dadaku. Belahan dada ku dan sisi atas buah dadaku yang menyembul keluar dari atas handukku, Siluet lekukan pinggang rampingku yang terpampang jelas karena handuk yang terikat rapat di sekeliling tubuhku. Membayangkan apa yang dilihat oleh laki-laki ini membuatku terangsang. Pasti dia merasa sangat beruntung menerima panggilan pekerjaan ini.

"Permisi, dengan mba Nessa?"
Lamunanku terhenti oleh ucapan pria dihadapanku dan uluran tangannya.
"Dari (provider internet) mba, saya Fajar (nama samaran). Ada laporan gangguan internetnya ya mba?"
Kuperhatikan, arah matanya bergerak naik turun. Aku yakin dia terus berusaha mencuri pandang menikmati belahan dadaku.
“Iya betul pak”, jawabku sembali mengulurkan tanganku. “Silahkan masuk, komputernya disini di ruang tamu”.

“Ya mba, kalau gitu kita permisi masuk ya.” Deg. Kita? Apa maksudnya kita? “Di, yuk udah dibukain nih!” Panggil Fajar kearah Lorong apartmenku. Celaka, pikirku. Aku lupa bahwa teknisi yang dikirimkan memang tidak biasanya sendiri. Kulihat dari balik tembok lorong apartemen, muncul sosok pria lainnya.

"Maaf pak, kalau begitu saya permisi dulu, mau pakai baju. Maaf tadi habis mandi belum sempat berapi-rapih." Kepanikan ku berhasil kusembunyikan. Aku merasa belum siap menggoda dua laki-laki sekaligus dengan hanya mengenakan handuk dan di kondisi dimana aku seorang perempuan yang sedang sendirian di apartemen kosong. Aku setengah berlari masuk ke kamarku. Sesampainya, kututup pintu kamarku dan bersender aku kepada pintu tersebut. Aku berusaha mengatur nafasku. Di satu sisi, ketakutan. Di sisi lainnya, aku merasa penasaran dan timbul perasaan ingin menggoda mas Fajar. Terlebih saat aku mengingat bahwa dia terlihat sangat bernafsu mengagumi keindahan tubuku walau hanya untuk sesaat.

Dari dalam kamarku, ku dengar suara mereka membongkar perlengkapan mereka dan menggeser perabotan di sekitar router dan komputerku. Aku buka lemari ku dan aku mencari pakaian pakaianku. Pandanganku terhenti pertama di sebuah daster tua tipis yang sekarang mungkin sudah terlalu kecil untukku. Kemudian, satu kaos ketat berwarna kuning dengan hiasan bunga-bunga. Terlintas sesaat gambaran seberapa nakal aku terlihat jika aku memakai salah satu dari dua baju itu dan kembali aku mulai terangsang, menggantikan kepanikan sesaatku yang mulai pudar. Pilihanku kemudian jatuh kepada sebuah tank top tua berwarna hitam yang sudah mulai kendur. Seingatku, kalau aku memakainya dan membungkuk, kerah nya akan terjatuh dan memberikan laki-laki di depanku suguhan dadaku dan belahannya tanpa halangan apapun. Kemudian aku pasangkan tank top tersebut dengan rok pendek berbahan denim berwarna biru tua. Aku memutuskan untuk tidak memakai bra. Toh, bahan atasanku cukup tebal. Saat memutuskan apakah aku akan mengenakan celana dalam, kenakalanku mulai memperngaruhi akal sehatku dan aku putuskan untuk membuka pintu kamarku, keluar menuju ruang tamu yang dipenuhi dua pria tak kukenal, bokong dan vaginaku tertutupi hanya sebuah rok pendek.

Saat aku sampai di ruang tamu, aku lihat bahwa Fajar sedang berdiri meperhatikan Didi (nama samaran juga) yang sednag mengecek sambungan kabel. Dia mendengar langkah suaraku dan pandangannya beralih ke arahku. Sengaja ku goyangkan pinggulku agar semakin terlihat sensual. Aku perhatikan matanya yang seperti sedang menelanjangiku di pikirannya, melihat ku dari ujung kepala sampai ujung kaki. Lamunan dia seketika teralihkan saat Didi berbicara dari balik meja.

"Kabelnya sih kenceng semua, coba nyalain aja Jar!", ujarnya.
"Maaf mba, boleh tolong masukan password login komputer?", tanya Fajar dengan sigap walaupun matanya tidak lepas dari lekukan dadaku.
"Oh baik, sebentar ya.", jawabku.

Aku melangkah ke arah komputerku. Kuputuskan untuk tidak duduk di bangku karena aku sadar bahwa Fajar ada di posisi berdiri di belakangku. Aku pun mulai membungkuk, membiarkan bagian belakang rokku tertarik keatas hingga menyajikan hampir seluruh bagian belakang pahaku untuk Fajar. Aku rasakan hembusan angin dari jendela apartmenku yang terbuka di rambut rambut tipis di balik rokku. Ingin mengerang rasanya aku membayangkan rasanya jika Fajar menyentuhku disana. Sebelit teringat aku sentuhan bapak-bapak di bis travel di insiden beberapa pekan lalu. Jantungku pun berdetak tak karuan selagi aku mengetik password untuk login di komputer.

Setelah selesai, aku persilahkan mereka kembali bekerja. Saat aku berbalik badan, sempat terlihat raut wajah Fajar yang seperti melotot. Tidak diragukan lagi, diapun sangat tergoda oleh penampilanku. Selagi mereka bekerja, aku menunggu sambil berbaring di sofa ruang tamu. Didi pun duduk dan sibuk mengecek pengaturan koneksi komputer. Aku putuskan untuk menggoda Fajar yang pandangannya beralih terus dari layar untuk sesekali mengecek apa yang sedang aku lakukan. Aku putuskan untuk menaruh kakiku di sandaran tangan sofa, sehingga posisinya lebih tinggi dari pinggulku. Ini kembali lagi mengakibatkan rokku sedikit terbawa turun dan memperlihatkan hampir keseluruhan pahaku. Aku yakin, kalau sudut nya naik sedikit lagi dari posisi Fajar akan bisa melihat bulu-bulu halus yang tumbuh mencuat dari antara pahaku. Aku pun mengambil HP dan berpura-pura terlihat bosan memainkannya. Dari sudut mataku, kuperhatikan Fajar mengehentikan pandangannya. Aku pun memaklumi reaksinya dia. Laki-laki mana yang akan mampu menyembunyikan nafsu mereka jika disuguhi pandangan seperti ini. Aku, mahasiswi cantik dengan kulit putih mulus terawat dari universitas ternama, dan seorang teknisi yang mungkin tidak tamat berpendidikan. Aku bisa melihat dia sangat terpaku oleh pahaku. Seharusnya, aku merapikan rokku dan sedikit menariknya turun. Namun akupun terbawa suasana. Perhatian Fajar membawa sensasi nakal, dan akupun berpura-pura tidak menghiraukannya dan terus memainkan HP ku.

"Kalau settingan-nya sih udah bener nih", ujar Didi. "Kita coba ganti router deh ya, soalnya di bypass tadi bisa sih."
Fajar dengan cepat mengangguk, walau terlihat dia sedikit terkejut dengan panggilan rekannya.
"Udah, gw aja yang ganti deh, lo mulai beres-beres aja, router lamanya kita bawa. Harusnya bisa sih nih pasti kalo ganti router."
"Lah, kartu akses lift kan ada di lo, gw turun nya gimana", tanya Fajar.

Tanpa berpikir panjang, aku menjawab pertanyaannya. "Kalau gitu saya antar saja mas ke parkiran, sebentar saya ambil kartu saya di kamar". Aku bangun dari sofa, dan dengan gerakan yang di lebih lebihkan mengayunkan kakiku dari atas sandaran tangan. Aku tidak yakin, apakah Fajar sempat mendapatkan bonus melihat bulu-bulu kemaluanku dan menyadari aku tidak memakai dalaman. Apapun yang terjadi, membayangkannya saja membuatku semakin horny. Aku sangat menyukai perasaan ini, menyadari bahwa aku sangat menggoda dia. Aku berjalan ke kamarku dan mengambil dompetku yang berisi kartu akses apartemenku.

Saat aku kembali ke ruang tamu, Didi masih sibuk mengatur setting router model baru dan Fajar menjongkok di lantai, merapikan router lama yang akan mereka bawa kembali ke kantor.
"Mari saya bantu mas". Sebelum aku sadar apa yang aku lakukan, aku pun berjongkok dan membungkuk di depannya, jarak diantara kita hanya terpisah sekitar sejengkal. Dari posisi ini, tidak diragukan lagi dia dapat melihat seluruh dadaku melalui kerah tank top ku yang sudah kendor. Aku yakin dia bisa menyimpulkan bahwa aku tidak memakai bra di balik tank top ku. Aku merasa gugup. Haruskah aku mengurungkan niatku mengantar mas Fajar ke bawah? Tapi aku terlanjur menawarkan bantuanku. Dan kenakalanku sudah mulai diluar kendali. Ingin rasanya aku menarik kepalanya, merasakan sentuhan bibirnya di bibirku, menarik tangannya agar merangkul pinggangku dan menarik pakaianku hingga terlepas. Ingin rasanya aku membiarkan dia menikmati keindahan tubuhku tanpa terhalangi pakaianku. Imajinasiku semakin membuatku terasa becek di bawah. Tanpa bermaksud apapun, aku mendongak keatas. Tatapan mata kami bertemu dan aku tidak mengalihkannya. Untuk beberapa detik lamanya kita terus bertatapan, isyaratku jelas. Di saat itu, dia pun tahu bahwa aku sengaja membiarkannya menikmati dadaku yang terlihat tak tertutup.

Kita berdiri bersamaan. Fajar mengisyaratkan ke Didi bahwa dia akan turun duluan. Aku melanjutkannya dengan menginstruksikan Didi untuk menutup pintu apartemenku tanpa menguncinya.

Fajar terus tertegun diam sepanjang jalan. Aku, dengan beberapa box dan kabel yang aku bawa, terus menatapnya. Nafsu birahiku membuatku menggigit bibirku sambil melihat dia. Namun sepertinya dia ragu, apa tindakan yang dia akan ambil.

Sesampainya di parkiran apartemen, Fajar mulai memasukan perlengkapan dan router lama ke dalam mobil bertanda provider internet tempat mereka bekerja. Setelah itu, dia melihatku dan mempersilahkanku memasukan barang-barang yang aku bawa. Aku pun mulai membungkuk, perlahan menaruh agar memperpanjang pose ku ini dan di pikiranku, memberi penampilan terakhir untuk Fajar.

Tanpa kuduga, tiba tiba aku merasakan sentuhan asing di pahaku. Tangan Fajar dengan cepat naik dari belakang pahaku menyelip ke balik rokku dan menggenggam pantatku.
"Wah, bener ternyata. Kirain bayangan saya aja mba ga pake daleman. Mba sengaja ya godain saya?".
Aku tertegun. Belum pernah ada laki-laki yang menyentuhku disana. Aku selalu berpendirian bahwa aku akan membatasi kenakalanku dan tetap menjaga kesucianku untuk suamiku nanti. Tapi disinilah aku, dengan perasaan campur aduk dan seorang laki-laki tidak kukenal menikmati bongkahan pantatku. Aku ingin menghentikannya, tapi perasaan seksi dan nafsuku membuatku ingin meneruskan permainan ini.

"Udah beres, Jar? Yuk kita jalan."
Dari kejauhan, terdengar suara Didi yang bergema di parkiran apartemenku. Tangan Fajar melepas tubuhku.
"Udah bisa ya? Ok. Eh, sebentar, HP gw kayaknya ketinggalan di atas". Balas Fajar.
"Ah elu, ayo buruan ambil."
Perlahan aku keluar dari mobil, wajahku sedikit berkeringat karena aliran darah dan jantungku yang sudah tidak teratur. Aku melihat ke arah Didi. Sepertinya ini pertama kalinya dia bisa melihatku dengan seksama. Pandangannya mengikuti pola yang sering aku lihat. Rasa nafsu dan tercengang melihat kecantikan wajah dan tubuhku yang membuatnya terbata-bata tidak mampu berkata apapun.

Fajar dan aku melewati dirinya, perlahan melangkah memasuki lift apartemenku. Dia menekan tombol lantaiku. Segera setelah pintu lift menutup, Fajar tiba-tiba mendorongku membelakangi dinding lift. Tangannya mengangkat bagian depan rokku dan aku rasakan jarinya menyelip ke bibir vaginaku.
"Wah, becek. Mba suka ya godain kita? Mamerin badannya."
Ingin rasanya aku berteriak. Ini sudah jauh lebih gila dari yang aku rencanakan. Tidak pernah aku ingin dia menyentuhku disana, terlebih ketahuan bahwa aku sudah basah akibat nafsu birahi permainanku sendiri. Hilang rasanya harga diriku di depan dia. Sebelum aku sempat merespon, dia mulai menggerak-gerakan jarinya, dan akupun merasakan sensasi ternikmat yang pernah kurasakan. Jauh lebih nikmat dari perasan saat jariku sendiri yang bermain-main disana. Tanpa kusadari, sebuah erangan nikmat keluar dari mulutku.
"Hmm, enak ya mba. Gimana kalau kita masuk ke kamar, mba. Saya jamin mba akan enak puas."
Tangannya yang satu tetiba mencubit putingku dari balik tanktop ku. Dengan kasar dia menurunkan strap atasanku, memperlihatkan dadaku yang mungil dengan puting berwarna pink kemerahan. Sebelum aku sadar apa yang terjadi, mulutnya mendekap dadaku. Aku rasakan lidahnya mengulum putingku dan disaat itu, ingin meledak rasanya kepalaku. Permainannya semakin kasar dan dalam keadaan tak berdaya, aku merasakan kesakitan saat dia menggigit putingku.

Di dalam ketakutanku yang bercampur perasaan birahi, entah bagaimana (mungkin adrenalin) aku mendapat kekuatan yang cukup untuk mendorong dia menjauh dariku. Pintu lift terbuka dan aku berlari masuk ke apartemenku dan mengunci pintu. Aku pun mengintip lubang pintu dan kulihat dia tetap berjalan menghampiri pintu.
"Pergi kau, jangan macam-macam atau saya telepon satpam apartemen!"
Aku lihat langkahnya terhenti 2 meter dari pintuku. Wajahnya terlihat ragu. Dengan menggerutu, aku melihat saat dia berputar dan berjalan kembali menuju lift.

Akupun tersungkur ke lantai, nafasku tidak teratur terengah-engah. Perasaanku bercampur antara rasa takut dan birahi yang hampir membuatku kehilangan kendali. Aku memejamkan mataku..
"Hampir saja, hampir saja.. Aku harus lebih berhati-hati mulai saat ini..."
 
Terakhir diubah:
Mantap mantap mantap... Still virgin kah? Kayaknya ngga deh... Suaminya kelak hanya dpt bekas. Asli seluruhnya bekas sampai semua lobang pun rasanay cuma bakal jd bekas. Karena sekarangpun tinggal lobang aja yg bukan bekas. Pantat, susu bibir udah dijamah, udah jd barang bekas. Gitu ya hu... Menari sih proses lobang2 jd bekas, itu yg menarik di cerita ini hehehehe
 
Waw, cerita jenis ini menarik nih. Proses menuju nakal dan jebol. Semoga bisa menjadi pengganti cerita legend "Inilah yang Kumau".
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd