Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Ipar ber Ipar

update tipis dulu
***************

Matahari masih bersinar terang sore itu saat Arya pulang ke rumah. Dilihatnya Rahmi istrinya sedang sibuk menyetrika setumpuk cucian kering di ruang tengah. Disebelahnya, duduk di depan TV, tampak Winda yang sepertinya asyik menonton acara Tausiyah. Bang Marwan tidak terlihat, tapi dari suara guyuran Air di kamar mandi, sepertinya laki-laki itu sedang mandi.

”Tumben sudah pulang, Ar?” sapa Winda ramah pada adik iparnya.

Arya mengangguk.
”Iya, Kak. Badanku agak nggak enak, seperti meriang. Mungkin mau flu.”

”Cepat istirahat aja.” kata Winda. ”Minta buatkan teh hangat sama Rahmi..” tambahnya.

”Iya, Kak.” Arya tersenyum dan menghampiri sang istri. Dipeluknya Rahmi dari belakang.
”Kamu dengar kan apa kata kakakmu?” tanyanya menggoda.

”Jangan ganggu, aku lagi nyetrika nih.” ketus Rahmi..

”Hei, suamimu ini lagi sakit lho.” sergah Arya.

”Halah, sakit kok pake pegang-pegang segala!” Rahmi melirik tangan Arya yang perlahan melingkar di depan dadanya.

”Hehe,” Arya tersenyum. ”Aku pengen, Sayang.” dipencetnya payudara Rahmi bergantian, terasa sangat empuk dan kenyal sekali. Arya memang sangat menyukainya.

”Nanti malem aja,” Rahmi menyingkirkan tangan itu. ”Aku lagi sibuk!” dengusnya.

Tidak ingin mundur, Arya berganti posisi. Kali ini bokong bulat Rahmi yang jadi sasaran. Dengan nakal dibelainya daging montok itu.

”Mas..!” Rahmi mendelik, jelas terlihat tidak suka.

”Hei, kalau suami lagi pengen, istri nggak boleh menolak lho.” ancam Arya. ”Itu kewajiban istri” tambahnya untuk meyakinkan.

Tapi Rahmi tetap tidak peduli. Dia terus berusaha menyingkirkan tangan Arya dari atas tubuhnya. ”Aku capek, Mas. Tadi banyak kerjaan di kantor. Mengertilah sedikit.” mohon Rahmi..

”Aku juga capek, Sayang. Tapi aku menginginkanmu.” Arya terus memaksa. Kali ini mulutnya menyerbu, menyosor bibir Rahmi dan melumatnya dengan rakus.

”Hmph... Mas!” sedikit berteriak, Rahmi mendorong tubuh laki-laki itu. Ciuman mereka terlepas.
”Kak Winda, Mas Arya nih... nakal.” manja Rahmi pada Winda kakaknya.

Winda yang sedang menonton TV jadi ikut tertawa melihat ulah dua orang itu itu. ”Sudahlah, Ar. Kasihan Rahmi.. nanti kan juga masih bisa.” katanya kemudian.

”Tapi aku pengennya sekarang, Kak.” sahut Arya.

”Dasar keras kepala!” sungut Rahmi sambil memalingkan mukanya dan kembali menekuri setrikaannya yang masih setumpuk.

”Ayolah, sayang.” Arya mencoba untuk merayu kembali. Dipegangnya pundak Rahmi..

”Tidak!” tapi Rahmi tetap bersikukuh pada pendiriannya. Entah kenapa, sore ini, ia begitu malas melayani Arya. Biasanya ini tanda-tanda kalau siklus mens-nya bakal segera datang. Emosinya jadi gampang tersulut.

Arya yang juga mengerti hal itu, dengan terpaksa mengurungkan niat. Tapi sebelum benar-benar mundur, dia melontarkan ancaman terakhir pada Rahmi..
”Baiklah, kalau kamu nggak mau. Aku minta sama Kak Winda aja.” gertaknya.

”Silahkan, kalau Kak Winda mau!” di luar dugaan, Rahmi dengan enteng menanggapi, membuat Arya jadi tak tahu harus berkata apa lagi.
”Ayo, minta sana!” semprot Rahmi sinis, tangannya kembali lincah bermain di papan setrika.

Menghela nafas, Arya akhirnya berkata. ”Baiklah, tapi jangan nyesel ya kalau nanti malam kamu nggak aku kasi jatah.” sehabis berkata, Arya memutar tubuhnya dan melangkah mendekati Winda yang memandangnya sambil tersenyum.

”Kenapa, nggak dikasih ya?” tanya wanita cantik itu.

”Iya nih. Lagi badmood dia.” Arya duduk di sebelah Winda dan membelai lembut tangan kakak iparnya. ”Kakak bisa bantu aku kan?” tanyanya kemudian, sedikit memaksa, tidak ingin ada penolakan.

Winda tertawa. ”Kamu itu, nggak bisa banget nahan nafsu. Coba itung, sudah berapa kali kamu ngajakin Kakak ngentot minggu ini? Lebih banyak kan daripada ngentot dengan istrimu!”

Arya tercenung, lalu mengangguk. ”Iya, bener juga seh...” baru kemarin mereka bersetubuh. Dan sekarang, Arya sudah minta lagi. ”Habis tubuh Kak Winda seksi banget sih, bikin aku jadi pengen terus. Lagian, Rahmi juga nggak keberatan. Iya kan, Sayang?” teriak Arya pada Rahmi..

”Tau ah! Bodoh!” sahut Rahmi tanpa menoleh.

”Nah, Kakak dengar sendiri kan? Jadi bagaimana, Kak Winda mau kan?” sambil berkata, Arya memindah tangannya, mengelus paha dan pinggul Winda yang masih tertutup baju panjang. Tapi karena kain itu sedikit tipis, Arya jadi bisa merasakan kulit paha Winda yang halus dan mulus, membuatnya semakin terangsang dan tak tahan.

”Aku tolak pun, kamu pasti akan memaksa. Jadi, ya... terserah kamu lah!” Winda mengedikkan bahunya dan mengangguk.

Tersenyum senang, Arya segera mencium bibir kakak iparnya itu. ”Terima kasih ya Kak.” ucapnya sambil dengan cepat membuka kancing baju panjang yang dikenakan oleh Winda.

Menoleh kepada Rahmi.. dada Winda terasa bergemuruh, dirasakannya semua bulu kuduknya berdiri. Sensasi ini telah lama ia rindukan, ngentot dengan Arya di depan adiknya! Sebelumnya mereka lebih sering ngentot berdua, sendiri-sendiri, di kamar yang berlainan. Arya dengan dirinya, sedangkan Rahmi dengan Marwan suaminya. Tidak pernah dalam satu ruangan seperti sekarang ini. Meski Rahmi tidak menolak, tapi Winda tahu kalau adiknya itu memperhatikan apa yang tengah ia lakukan bersama Arya. Namun karena tidak ada protes dari wanita itu, Winda pun meneruskannya. Pasrah, ia biarkan jari-jari Arya yang nakal bermain-main di atas gundukan payudaranya.

Arya yang sepertinya mendapatkan angin dari sang istri, sepertinya juga tidak mau buru-buru. Meski sudah sangat terangsang, ia tidak lepas kendali dengan menelanjangi Winda cepat-cepat. Dinikmatinya tubuh molek kakak ipar inci demi inci, pelan-pelan, satu per satu, bagian demi bagian. Dimulai dari buah dada Winda yang bulat dan montok. Dengan sabar Arya meremas-remasnya. Tangannya menangkup benda padat itu, dua-duanya. Meski masih tertutup beha, tapi ia bisa merasakan teksturnya yang empuk dan kenyal saat memijitnya.

”Oughh... Ar!” rintih Winda saat Arya terus mempermainkan payudaranya. Dalam beberapa detik, deru nafasnya mulai tidak teratur akibat perbuatan sang adik ipar. Susah payah Winda berusaha menahan gejolak dalam dirinya, tapi mana bisa kalau tanpa menepis tangan Arya yang kini bergerak semakin liar!

Tidak menjawab, Arya perlahan membuka jilbab lebar yang dikenakan oleh Winda. Awalnya Winda mencoba untuk menahan tangan pemuda itu, tapi Arya segera menepisnya. ”Ssst... aku nggak ingin nambah dosa, Kak.” bisiknya. Winda pun menyerah. Dibiarkannya Arya menarik kain merah itu hingga rambut panjangnya kelihatan.

”Kakak cantik sekali,” Arya mengusap rambut Winda sebentar sebelum meraih dagu perempuan cantik itu dan mendekatkan mulutnya, mengecup bibir tipis Winda.

Bergetar hati Winda saat menerimanya. Perlahan ia membuka bibirnya dan mengulum lidah Arya yang menerobos masuk. Dengan cepat ia larut dalam pagutan panas itu, terlihat dari mata Winda yang tertutup rapat dan dengus nafasnya yang semakin cepat. Di bawah, dengan kedua tangannya, Arya berusaha menarik turun baju panjang Winda. Tanpa perlawanan, Winda membiarkannya. Tubuh moleknya sudah setengah telanjang sekarang. Hanya tersisa beha putih tipis yang menutupi payudara montoknya. Dan itupun tidak bertahan lama, karena sembari terus berciuman, Arya mencari pengaitnya di punggung Winda. Dan begitu sudah ditemukan, segera dibukanya dengan cepat. Beha itu jadi kendor sekarang, sedikit menumpahkan payudara Winda yang bulat montok ke bawah. Perlahan Arya menurunkan tali penyangga yang melingkar di atas pundak Winda, ditariknya ke samping, lalu disentakkannya ke depan begitu cepat.

Winda sedikit terhenyak saat bukit kembarnya yang masih lumayan bulat dan padat, terburai keluar. ”Aahhh.” ia sedikit memekik, ingin menutupinya, tapi tangan Arya sudah keburu mencegahnya. Laki-laki itu dengan nanar menatap puting Winda yang mengacung tegak menantang, sebelum akhirnya merabanya tak lama kemudian.

“Ah, Ar… aku malu,” lirih Winda.

”Malu? Bukankah sudah sering kakak telanjang di depanku.” kata Arya tak mengerti, jalan pikiran wanita memang begitu membingungkan.

”Iya, tapi tidak di luar seperti ini.” Winda melirik Rahmi yang masih tampak sibuk dengan pekerjaannya.

”Kak Winda sungkan sama Rahmi?” tanya Arya.

Winda mengangguk.

Arya tertawa. Dan sebelum dia berkata, Rahmi sudah memotong duluan. ”Nggak usah sungkan, Kak. Aku nggak apa-apa kok.”

Arya tertawa semakin lebar, sementara Winda tersenyum malu-malu dengan muka memerah. ”Ah, baiklah kalau begitu.” katanya.

”Baiklah apanya, Kak?” goda Arya. Tangannya masih hinggap di gundukan bukit kembar Winda, dan tak henti-henti meremas benda bulat padat itu.

”Ah, kamu! Masa harus dikatakan!” sahut Winda, wajah cantiknya berubah jadi agak memerah.

”Hehe, iya, Kak.” tersenyum gembira, Arya mengambil tangan kiri Windah dan kemudian diletakkannya di bawah perut, tepat di atas gundukan kontolnya.

”Hm, Ar!” masih sedikit malu-malu, Winda mengelus-elus batang itu dari luar celana, naik-turun, sambil sesekali menggenggam dan memencetnya pelan.

Sebentar mereka bertatapan, saling memandang, sebelum Arya merengkuh bahu mulus Winda dan perlahan-lahan merebahkannya ke sofa. Arya mulai meraba kedua bukit kembar milik sang kakak ipar, sementara Winda, memegang tangan Arya. Bukan bermaksud untuk melarang, tapi malah ingin meminta agar Arya segera memanjakannya. Mengangguk mengerti, Arya segera mengecup tubuh Windah. Dimulai dari leher jenjang wanita cantik itu, kemudian perlahan turun ke dua bukit kembar Winda yang masih terlihat membusung indah meski dalam posisi tiduran, menunjukkan kalau benda itu benar-benar padat dan mengkal. Sambil meremas-remasnya, Arya menjulurkan lidahnya dan mulia menjilat. Ia susuri permukaannya yang halus dan mulus, menggigit pelan di beberapa bagian, menekan-nekan dengan hidungnya, dan diakhiri dengan sedotan kencang di ujung putingnya.

”Auwghh!!” Terdengar erangan keras seorang wanita, yang tentu saja keluar dari mulut manis Winda. Mendesis seperti kepedesan, kedua tangannya meraih rambut gondrong Arya, sedikit menjambaknya, sebelum kemudian menekannya kuat-kuat agar Arya semakin cepat menjilat di atas putingnya.

Dengan lidahnya, Arya terus mempermainkan daging kemerahan itu; mulai dari mencucup, menghisap, sedikit menggigit, hingga menariknya kuat-kuat saat Winda menjambak rambutnya semakin keras. Begitu terus bergantian, kiri dan kanan. Setelah keduanya basah dan mengkilat, barulah Arya meneruskan gerilyanya. Lidahnya kini turun ke arah pusar Windah, berputar-putar sejenak disana, sebelum semakin turun ke pusat sasaran, selangkangan kakak iparnya yang sempit dan legit.

Dengan cepat Arya menelanjangi Winda. Ditariknya baju panjang wanita cantik itu hingga terlepas, juga celana dalam merah berenda yang dikenakannya. Setelah Windah telanjang, Arya juga melepas bajunya sendiri. Setelah sama-sama bugil, dibiarkannya Windah memegang kontolnya sebentar -sekedar untuk mengagumi ukuran dan panjangnya- sebelum ia menurunkan tubuh dan berjongkok di depan kemaluan Windah yang berbulu lebat.

”Eh, Ar, kamu mau ngapain?” selidik Windah di atas sana, curiga dengan tingkah laku sang adik ipar.

Tidak menjawab, dengan tangan kanannya, Arya menyingkap bulu lebat yang menutupi selangkangan Winda, berusaha untuk menemukan pintu surganya.

”Jangan. Ar! jorok! Ahhh...” erang Windah menahan gejolaknya. Ia tampak keberatan saat Arya mulai menjilat memeknya perlahan, tapi tidak sanggup untuk menolak. Sensasi yang diberikan oleh pemuda itu mustahil untuk dielakkan.

Arya melirik sang kakak ipar, dilihatnya mata wanita itu terpejam rapat penuh kenikmatan. Ia pun meneruskan aksinya.

”Arr... uh, gila kamu! Ssshhh... ahhh... tapi enak! Aghhh...” Winda menjerit tertahan sembari menjambak rambut panjang Arya. Lidah pemuda itu sudah menemukan klitorisnya sekarang, dan menjilat rakus disana. Arya mencucup dan memilinnya sambil sesekali menghisap lembut, membuat Winda kelojotan penuh kenikmatan.

”Ar, aku nggak kuat! Ughhh... rasanya mau pipis!” teriak Winda sambil berusaha menyingkirkan kepala sang adik ipar dari kemaluannya.

Tapi bukannya menjauh, Arya malah semakin kuat membenamkan mukanya. Meski terasa agak sedikit sakit akibat jepitan paha Windah, ia tidak peduli. Yang penting ia bisa mengantarkan kakak iparnya itu ke kenikmatan orgasme yang akan tiba sebentar lagi.

”Achhh... emmmhhh... Arm! Essss... ahhh...” menjerit tertahan, Winda merasa seolah semua persendian di tubuhnya meluruh, memberinya sensasi nikmat yang tak mampu dicapai oleh pikirannya. Wanita cantik itu terkapar, tubuhnya nampak basah oleh keringat, sementara dari liang kemaluannya, meleleh cairan orgasme yang amat banyak.

Tersenyum, Arya memeluknya. Dielusnya rambut dan kepala Windah. Sementara Windah yang kehabisan nafas, cuma bisa memejamkan mata sambil terdiam. Dibiarkannya tangan nakal Arya kembali bermain-main di puncak payudaranya.
 
wuih enaknya bisa ngentotin ipar.....didepan saudaranya lagi..... lancrotkan suhu
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd