SATU
By the way namaku tidak terlalu penting untuk disebutkan di sini. Hanya saja seluruh anggota keluarga besar memanggilku dengan sebutan ‘Akang’ karena itulah panggilan sayang istriku kepadaku sehingga seluruh anggota keluarga kemudian mengikuti dengan menyebut ‘Akang’. Usiaku saat ini sudah 28 tahun dan istriku 24 tahun. Pernikahan kami sudah memasuki tahun ketiga dan telah memiliki seorang putri 2 tahun yang lucu.
Istriku adalah anak ketiga dari empat bersaudara dan semuanya adalah perempuan. Kakak ipar tertuaku bernama Umi, umurnya 31 tahun dan yang kedua bernama Ani, setahun lebih muda dariku. Sedangkan Ima, adik istriku yang bungsu berusia 20 tahun dan beberapa bulan yang lalu melangsungkan pernikahan dengan calon suaminya. Di sinilah peristiwa itu bermula.
Beberapa bulan yang lalu adik iparku yang bungsu melangsungkan pernikahan. Berhubung karena ini adalah pernikahan terakhir di keluarga istriku maka mertuaku berniat menggelar pesta yang cukup besar. Hal ini kuketahui ketika aku disuruh untuk memesan 2.000 undangan. Seminggu sebelum acara semua saudara iparku beserta suami telah berkumpul di rumah mertua. Mereka mengambil cuti dari pekerjaan masing-masing hanya untuk mempersiapkan pesta perkawinan di Ima.
Tiga malam menjelang pesta pernikahan, kami sekeluarga berkumpul di ruang tengah untuk membahas persiapan esok hari dan mengevaluasi kerjaan hari ini. Setelah beberapa lama berdiskusi akhirnya Ani meminta tolong kepadaku untuk membantunya mengerjakan tugas kuliahnya di pascasarjana.
“Kang, bisa minta tolong?” Ani bertanya sambil menyerahkan anaknya yang sudah tidur kepada suaminya.
“Boleh. Apa yang bisa dibantu?”
“Aku punya data mentah untuk mencari standar deviasi hasil ujian siswaku, tapi aku belum bisa ngerjain di Excell”
“Coba sini tugasnya aku lihat”
Ani kemudian mengambil laptopnya sambil sesekali menggerutu tentang dosennya yang killer katanya. Setelah melihat data di dalam laptopnya, aku juga bingung karena aku tidak memiliki kemampuan di bidang statistik. Aku lalu mengambil posisi duduk di lantai dan meletakkan laptopnya di pahaku sedangkan Ani duduk selonjor di sampingku.
Piyamanya yang tipis dari sutera membalut kulitnya yang mulus pada awalnya tidak terlalu menarik perhatianku hingga tanpa sengaja aku melihat kancing piyamanya yang paling atas terbuka dan menampakkan dada indahnya yang tersembunyi di balik kain itu. Betapa putih dan mulus. Maklumlah, iparku yang satu ini paling ribet kalau masalah perawatan kulit. Karena malu dan takut ketahuan mengintip aku segera membuang pandanganku ke monitor laptop, tetapi pikiranku mulai dipenuhi bayang-bayang dada putih berhias tahilalat kecil yang terbungkus bh hitam tadi.
Segitu dulu ya...?