Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Istriku Widya dan Para Preman Yang Menjadikannya Budak Seks

Part 07

Dua minggu sudah berlalu semenjak kejadian tubuh Widya di tato dan ditindik oleh para preman itu. Kehidupan keluarga kami berangsur-angsur normal kembali. Tapi normal dalam artian kembali seperti setelah Kusni memberikan banyak syarat kepada istriku. Ya, rumah kami sampai sekarang tetap tidak mempunyai kunci. Sehingga kapanpun para preman itu mau masuk, mereka bisa dengan mudah masuk. Di rumah, Widya juga dilarang untuk mengenakan pakaian kecuali bra, celana dalam, dan hijab.

Dengan berbagai larangan itu, Widya kadang menjadi terbiasa untuk nekat. Sesekali, ia keluar rumah tanpa mengenakan pakaian dalam. Ia hanya mengenakan baju gamis stylist yang biasa ia pakai. Gamis yang cukup ketat dan menampilkan lekuk-lekuk tubuhnya.

Ia menggunakan gamis ketat itu ketika belanja di tukang sayur atau pergi ke supermarket terdekat. Entah bagaimana pandangan orang-orang yang melihat istriku. Apakah mereka sadar jika istriku tidak mengenakan apa-apa di balik bajunya?

Lalu bagaimana dengan para preman itu?

Dalam dua minggu ini hanya Tono yang pernah berkunjung ke rumah. Ia datang di suatu pagi ketika aku masih tidur. Ketika bangun, aku dapati Widya sudah berada di ruang santai. Ia tidak mengenakan pakaian apa-apa kecuali sebuah jilbab berwarna pink. Di sana, ia sedang bersimpuh untuk menyepong Tono. Tono nampak menikmati sepongan Widya sambil duduk santai di atas sofa.

Aku kaget dengan kehadiran preman itu, tapi seperti biasa, aku tidak bisa berbuat apa-apa.

“Enak non seponganmu.” Kata preman bergigi tongos itu.

Tono sendiri memang tidak terlihat dalam video ketika Widya kembali di gang bang oleh para preman tempo hari.

“Tindikanmu bagus non. Aku suka, non tambah cantik ditindik kayak gini!” Kata si Tono sambil membelai-belai tindikan yang ada di buah dada istriku.

Tono kemudian mengangkat istriku ke meja depan televisi. Dalam posisi tertidur di atas meja itu, Tono mejilati tubuh istriku dengan lidahnya yang cukup panjang itu. Widya nampak bergetar, merasakan jilatan lidah Tono. Ketiak, payudara, dan perut, semua disapu oleh lidah Tono.

“Tato non juga bagus, lain kali non harus nampah tato lagi.” Kata Tono sambil menjilati tato yang ada di perut bagian bawah Widya.

Setelah menjilati perut Widya, Tono terus turun hingga ke kemaluan istriku. Ia jilati itil Widya yang sekarang di tindik dengan anting cincin. Anting itu digigit-gigit oleh Tono, bahkan ditarik-tarik hingga tubuh Widya kelenjotan. Aku melihat, cairan lubrikasi dari dalam kemaluan Widya terus mengucur deras, bahkan hingga membasahi meja.

“Enak ya non? Non suka kan saya jilat-jilat begini?”

Widya hanya menjawab dengan anggukan kecil.

Mereka berdua terus bercumbu bahkan ketika mereka sadar kehadiranku. Tono tidak peduli, ia terus memberikan oral seks untuk istriku. Widya juga begitu, ia bahkan tak menyapaku sama sekali. Dari mulutnya hanya keluar desahan demi desahan.

“Aku masukin ya non!” Kata Tono.

Kontol Tono yang sudah berdiri dengan tegak itu dimasukan ke dalam liang senggama istriku. Widya hanya bisa merem menahan nikmat ketika kontol panjang itu menerobos masuk. Kontol Tono memang tidak sebesar Parjo dan Kusni. Namun panjangnya terbilang di atas rata-rata.

“Wah, enak tenan non, anget banget memek non!” Ujar Tono.

Aku melihat Widya hanya menggigit bibirnya ketika Tono perlahan melesakan kontolnya ke memeknya yang gundul itu.

“Aku masukin sampai mentok ya non!” Tambah Tono lagi.

Kontol Tono yang memang panjang itu tentu bisa dengan mudah menyentuh mulut rahim istriku. Satu hal yang tidak pernah bisa aku raih selama ini.

Tono akhirnya sampai pada mulut rahim Widya, dan kemaluannya itu belum seluruhnya terbenam di memek istriku. Ia terus dorong kontol itu hingga tenggelam seluruhnya. Barangkali rahim istriku sampai terdorong masuk ke dalam.

“Enak non, uggh enak banget!” Ujar Tono.

Perlahan namun pasti, Tono mulai menggenjot kontolnya. Kontol panjang itu mulai melesak-lesak keluar masuk memek istriku. Cairan kewanitaan istriku juga nampak mulai keluar mengikuti irama genjotan Tono.

Tono nampak bernafsu sekali dengan istriku. Ia sodok-sodok kontolnya dengan begitu mantab. Ia juga remas-remas payudara Widya seperti adonan kue. Kedua buah dada istriku itu hingga berwarna kemerahan. Tono tak lupa juga menciumi dan menjilati seluruh tubuh istriku.

“Ah enak non, enak banget tubuhmu non!” Kata Tono.

Aku sebenarnya masih ingin melihat adegan persetubuhan istriku dengan Tono. Tapi aku sadar, jam sudah berjalan begitu cepat. Aku harus mandi dan berangkat ke kantor di hari ini. Di kamar mandi, aku melihat kontolku berdiri dengan tegak. Aku begitu sange, melihat istriku disetubuhi preman yang sama sekali tak punya hak atas tubuh istriku. Tapi mau bagaimana lagi, aku tak bisa menyembunyikan birahiku.

Selesai aku mandi, Widya dan Tono masih bersetubuh. Kali ini, Widya bersandar di meja samping televisi sementara itu Tono menyodoki memeknya dari belakang. Di hadapan Widya, ada foto ketika kami menikah dahulu. Foto itu diambil tepat setelah kami mengucapkan janji pernikahan.

Namun lihat sekarang! Apa yang ada di depan foto pernikahan yang sakral itu.

Istriku yang banyak orang bilang adalah wanita alim kini sedang ngentot dengan pria lain yang bukan suaminya. Ia masih pakai jilbab, tapi tubuhnya telanjang. Payudaranya diremas-remas dan memeknya disodoki oleh pria laknat ini. Bahkan dari memeknya, menetes cairan-cairan vagina yang menggenang di atas lantai.

Bunyi kecipok, tumbukan kelamin Widya dan Tono terdengar begitu menggema. Bunyi itu adalah tanda jika istriku dan preman itu sudah bercinta cukup lama hingga cairan lubrikasi mereka meluber-luber. Selama ini, aku tak pernah bisa bercinta sedahsyat itu dengan Widya. Bagaimana tidak, paling lama aku hanya bisa bertahan 5 menit ketika bercinta.

“Beruntung banget aku bisa nikmatin tubuh non!” Kata Tono.

Widya diam saja, dari mulutnya hanya keluar desahan-desahan lemah. Desahan yang jelas sekali ditahan oleh Widya.

“Oh ya, sebelum lupa, nanti malem bos Parjo mau dateng ya non. Non disuruh dandan yang cantik sama non. Kalau bisa siapin juga makanan sama minum.” Ujar Tono seenaknya. Tono mengatakan itu sambil terus menggenjot kontolnya di dalam memek istriku.

Widya hanya mengangguk saja, ia tidak berkomentar apa-apa.

Aku harus buru-buru berangkat, jadi aku tinggalkan istriku bersama Tono. Suami macam apa aku ini, meninggalkan istrinya yang sedang disetubuhi oleh orang lain. Tapi apa boleh buat, hari ini aku ada rapat pagi hari. Dan aku juga tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolong istriku keluar dari cengkraman Tono. Mereka berdua terus saja bersetubuh, tanpa peduli aku yang pergi berpamitan. Seolah, aku tidak ada.

Di kantor, aku mendengarkan meeting dengan tatapan hampa. Aku tidak tahu apa yang dilakukan Widya dan Tono sekarang. Apakah Tono masih terus menyetubuhi Widya? Atau ia pergi setelah selesai menyetubuhi istriku di pagi hari tadi.

Yang jelas, hari ini akan menjadi panjang bagi Widya. Karena Tono jelas memberitahu istriku jika malam ini Bos Parjo akan datang. Dan Widya diminta untuk mempersiapkan diri secara maksimal.

“Pak Arman, kok benggong.” Sahut direktur di tempat aku bekerja. Namanya Pak Wen, dia keturunan Tionghoa dengan badan yang gempal dan besar.

“Oh tidak pak, maaf kalau saya melamun.” kataku dengan gugup.

Kami waktu itu masih di tengah rapat. Dan kami sedang mendengarkan penjelasan vendor.

“Kapan kita gowes lagi pak? Lama lho kita ndak touring!” Sahutnya.

Dulu aku memang sering bersepeda dengan Pak Wen ini, tapi semenjak malapetaka yang menghampiri Widya kala itu, aku jadi jarang ikut gowes kantor.

“Boleh pak, kapan-kapan kita gowes lagi. Kebetulan sepeda saya sedang rusak. Belum sempat aku perbaiki.” Kataku.

Aku tidak berbohong, memang sepedaku rusak. Ada retak di dekat stang sepeda dan membuatnya menjadi bengkok. Bisa diperbaiki sebenarnya, tapi aku malas keluar-keluar di hari libur. Terutama sejak kejadian itu.

“Wah sayang sekali.” Kata Pak Wen.

“Nanti saya coba perbaiki dulu pak.” Tambahku.

“Haha, iya santai Pak Arman.” Kata Pak Wen. “Oh ya, kabar Widya bagaimana? Dia sehat kan, lama aku tidak bertemu dia.”

Soal ini, aku jadi teringat. Pak Wen ini selalu menaruh perhatian lebih pada Widya sejak pertama kali bertemu di pesta kantor dua tahun lalu. Dia bahkan tak segan mengatakan istriku sangat cantik, di tengah kerumunan orang. Pak Wen bahkan meminta istriku untuk duet karaoke dan berdansa di pesta itu.

Kata teman-temanku, “hati-hati Arman, bisa-bisa istrimu direbut oleh Pak Wen.”

Pak Wen sendiri sudah lama menduda. Istrinya meninggal dalam sebuah kecelakaan mobil enam tahun yang lalu. Sejak itu, ia tidak menikah lagi. Bahkan pacaran saja tidak dengan wanita lain. Ia memang sesekali ada orang yang tahu ia menggandeng wanita. Tapi para wanita itu tak lebih dari simpanan saja. Untuk sekedar bersenang-senang.

“Baik Pak, Widya sehat-sehat saja.” Kataku.

“Syukurlah Pak Arman. Pak Arman sungguh beruntung, punya istri secantik dan sealim Widya.” Katanya sekali lagi memuji istriku.

“Terimakasih pak Wen.” Kataku.

“Oh ya, maaf lho ini Pak Arman. Saya kemarin baru dari Tiongkok. Saya dikasih obat gingseng ini.” Katanya sambil mengeluarkan sebuah kotak. Sambil berbisik dia berkata, “ini bisa buat meningkatkan kesuburan. Diminum buat Nak Widya ya.” Katanya.

Aku kaget bukan main ketika Pak Wen menyerahkan kotak gingseng itu. Ia sungguh memberi perhatian lebih pada istriku. Sampai-sampai ia membelikan hadiah obat tradisional untuk mempermudah aku dan Widya mempunyai anak.

“Wah, terimakasih sekali lagi Pak Wen. Maaf malah jadi merepotkan.” Kataku.

“Alah, tidak apa-apa, buat Nak Widya apa sih yang jadi repot.” Katanya.

Aku tak tahu apa perasaan Pak Wen terhadap istriku. Apakah ia sekedar perhatian saja, atau diam-diam ia jatuh hati terhadap Widya. Andai kehidupan kami masih normal, aku tentu akan bahagia sekali menerima hadiah ini. Tapi sekarang semua sudah berubah. Widya sudah menjadi budak seks bagi para preman itu. Dan lebih lagi, ia sudah pasang spiral sehingga kecil kemungkinan ia akan hamil.

Hariku di kantor berlalu dengan sangat cepat. Aku nyaris tidak melakukan apa-apa selain mendengarkan meeting bersama vendor-vendor kantor. Aku masih kepikiran Widya, sedang apa dia sekarang? Apakah Tono sudah pergi?

Sore itu, aku buru-buru pulang. Aku tak peduli hujan turun dengan derasnya di sore itu dan jalanan sangat macet. Aku hanya ingin melihat Widya sekarang.

Di rumah, aku menemui Widya sedang memasak di dapur. Baunya wangi sekali, jarang ia masak semewah ini. Tapi, Widya buru-buru mengatakan, kalau masakan ini bukan untuk aku. Ia memasak untuk Parjo, yang akan datang malam ini.

Aku kecewa, kecewa sekali. Tapi entah mengapa aku juga merasa terangsang. Widya saat ini memasak hanya dengan pakaian dalam dan jilbab saja. Bahkan ia tidak memakai celemek yang dulu selalu ia gunakan ketika memasak. Ia mau repot-repot seperti itu, demi seorang pria yang dahulu memperkosanya. Bukan untuk suaminya sendiri yang seharusnya mendapat perhatiannya.

Seluruh masakan itu ia tata di meja dengan rapi. Harum baunya wangi sekali, membuat perutku bergejolak bukan main. Tapi apa boleh buat, masakan itu bukan untuk diriku.

Selesai memasak, Widya mandi dan berdandan. Cantik sekali ia dengan hijab krem. Apalagi tubuhnya sekarang mengenakan bra dan celana dalam lingerie berwarna merah maroon. Merah maroon adalah warna kesukaanku. Jadi aku benar-benar panas dingin melihat penampilan istriku sekarang ini.

Tapi satu hal yang membuat aku kaget lagi. Celana dalam lingerie yang Widya gunakan ternyata model open crotch, yang bagian vaginanya terbuka. Aku bisa melihat tindik cincin yang terpasang di itil Widya.

Aku benar-benar sudah tidak mengenali sosok Widya. Seorang wanita yang dulu alim baik dari cara bicara dan cara busana. Kini seperti seorang pelacur yang menjajakan diri. Bahkan lebih dari itu, pelacur menjajakan diri demi uang untuk mengisi perut. Tapi apa yang dilakukan istriku saat ini?

Ia berdandan dan memakai pakaian sexy untuk memuaskan hasrat seorang preman. Preman yang bahkan dulu memperkosa dirinya. ‘Ah, apa yang aku pikirkan!’ Kataku di dalam hati. ‘Widya menjadi seperti ini juga karena salah diriku!’kataku lagi. Andai waktu itu aku menyelamatkan Widya, bertindak seperti laki-laki sejati, pasti sekarang Widya tidak seperti ini. Tapi apa daya, aku sudah menjadi seorang pengecut. Seorang laki-laki pengecut yang bahkan membiarkan istrinya dinikmati orang lain di depan mataku sendiri.

Malam itu, Parjo akhirnya datang. Widya menyambutnya di ruang tamu dengan dandanan yang sangat cantik. Ia juga menggunakan parfum yang sangat wangi.

“Cantik sekali kamu non malam ini.” Kata Parjo.

Parjo kemudian memeluk dan mencium bibir Widya. Mereka berciuman ala french kiss. Lidah mereka saling bertautan dan cairan lendir mereka saling bertukar.

Selesai berciuman, Parjo memandang tubuh istriku. Matanya nampak berbinar melihat penampilan Widya kala itu. “Kamu benar-benar cantik non pakai ini.” Kata Parjo. Parjo bahkan sempat sesekali menarik anting tindik yang ada di kelentit istriku.

Widya melayani Parjo lebih dari ia pernah melayaniku sebagai suami. Ia persilahkan Parjo untuk duduk di meja makan. Mempersiapkan makanannya, bahkan sesekali menyuapinya. Widya juga nampak memijat pundak Parjo sesuai permintaan laki-laki itu.

“Pijatanmu enak non.” Kata Parjo. “Ndak kalah sama yang profesional.” tambahnya.

Widya nampak tersipu malu mendengar perkataan Parjo tadi.

“Sini, aku ganti pijit.” Kata Parjo.

Mereka berdua masuk ke kamar tidurku. Tanpa memperdulikan aku yang selama ini duduk di kursi tengah. Di dalam kamar, Widya direbahkan di atas kasur. Parjo mengambil sebuah botol berisi cairan dari dalam kantong celananya. Cairan itu berwarna bening dan nampak lengket.

“Aku pijat ya non, biar non rileks.” Kata Parjo.

Ia tuang cairan itu ke punggung istriku. Cairan itu benar berbentuk lengket dan membuat kulit Widya yang mulus itu jadi semakin mengkilat. Kulit tubuh Widya memang sudah halus, ditambah halus lagi dengan cairan lengket itu. Bahkan kulitnya seolah memantulkan cahaya dari lampu seperti pualam.

“Uhhmm mmmph!” rintih Widya menanggapi pijatan Parjo.

“Aku copot tali BH-nya ya non.” Kata Parjo.

Parjo membuka tali bra di belakang punggung istriku. Kini dengan mudah ia bisa memijat punggung istriku secara leluasa. Ia tuangkan lebih banyak cairan kental itu ke punggung istriku dan mulai memijatnya lagi.

“Kalau sakit, bilang ya non.” Ucap Parjo.

Widya menangguk, tapi yang keluar dari mulutnya hanya lenguhan saja.

Parjo nampak sangat lihai memijat, ia urut punggung istriku dengan begitu mantab. Ia juga menekan sendi-sendi tertentu. Jadi, ia bukan sekedar ingin mengrepe-grepe Widya.

Dari punggung Parjo lanjut memijat kaki. Widya nampak sedikit meringis kesakitan ketika beberapa titik dipijat oleh Parjo. “Wah, non harus lebih sering olah raga!” Kata Parjo. Beberapa sendi kaki Widya ketika di urut sampai berbunyi ‘krek!’

“Panas ini non, aku copot baju ya!” Kata Parjo.

Dengan singkat, Parjo sudah telanjang bulat di dalam kamar. Kontolnya yang besar itu sudah nampak ereksi walaupun belum maksimal. Setelah mencopot bajunya, Parjo melanjutkan memijat Widya. Ia bahkan tak segan sesekali menggesek-gesek kemaluannya di kulit tubuh istriku.

Selain memijat secara normal, Parjo juga sesekali memijat bagian-bagian sensitif Widya. Ia pijat bagian samping dada istriku sambil ia tetap tengkurap. Ia pijat-pijat juga selangkangan bagian dalam tubuh Widya hingga ia menggelinjang tidak karuan.

“Ayo, sekarang balik badan non!” Perintah Parjo.

Widya yang semula tengkurap kini terbaring telentang. Tubuhnya nampak menggairahkan, dada-nya naik turun dengan nafas tersengal-sengal. Dan yang lebih mengejutkan lagi, kulitnya nampak mengkilap terang sekali.

Parjo tuang lagi cairan kental itu ke sekujur tubuh Widya. Ia bahkan tuangkan cairan itu ke dalam lubang memek istriku. Aku lihat, tubuh Widya menggelinjang kegelian.

“Enak kan non?” Kata Parjo sambil kembali mengurut tubuh istriku.

Widya hanya mengangguk pelan.

Parjo tertawa, ia tahu Widya sudah tenggelam di dalam nafsunya sendiri.

Dengan pelan namun pasti, Parjo mengurut-urut tubuh Widya lagi. Ia urut paha hingga paha bagian dalam. Ia urut juga pundak, ada bagian atas, dan perut. Namun kali ini ia seperti segaja menghindari bagian-bagian sensitif tubuh Widya.

Jelas sekali, ia ingin mempermainkan tubuh Widya. Ia ingin agar istriku mengelepar-lepar menahan nafsu yang sudah hampir memuncak. Aku bisa lihat, ketika tangan Parjo memijat-mijat daerah sekitar area sensitif Widya, istriku sengaja menggeser-geser tubuhnya agar jari Parjo bisa memijat area sensitif itu.

Parjo membuka lubang kemaluan Widya dengan menarik kedua labia-nya. Tapi ia tidak memasukan jarinya ke sana. Ia hanya meniup-niup lubang kemaluan istriku yang terbuka lebar itu. Udara dingin yang masuk ke dalam lubang kemaluan membuat istriku semakin kelenjotan bukan main.

“Geli ya non?” Tanya Parjo.

Widya hanya menganggukan kepala lagi.

“Non pengin dimasukin?” Tanya Parjo lagi.

Widya sekali lagi menganggukan kepala.

“Kalau gitu, non mohon donk ke saya.” Kata Parjo

Widya awalnya ragu, tapi apa boleh buat, nafsunya sudah berada di ubun-ubun.

“Aku mohon Mang Parjo, aku ingin dimasukin.” Kata Widya dengan malu-malu.

“Wah, non mintanya ndak jelas. Mau dimasukin apa non?” Tambah Parjo.

“Mau, dimasukin penis, eh mau dimasukin kontol.” Kata Widya lirih.

“Apanya yang dimasukin non?” Kata Parjo sambil tertawa-tawa.

“Memek, masukin ke memek aku. Masukin kontol Mang Parjo ke memek aku.” Kata Widya dengan suara lantang. Ia bahkan membenggangkan lubang mememknya dengan kedua tangan.

“Oke non, apa sih ndak buat non!” Kata Parjo.

Perlahan, Parjo memposisikan dirinya di hadapan Widya. Kontolnya sudah berdiri sangat tegak. Ia mungkin merasa terangsang juga setelah memijat-mijat tubuh istriku yang mulus.

Sedikit demi sedkit, kontol ukuran raksasa itu masuk ke memek Widya. Memek Widya yang sempit itu harus membuka lebar untuk memberi jalan kontol Parjo. Kontol berwarna hitam pekat itu sangat kontras dengan kulit mulus istriku. Bahkan area kemaluan istriku juga mulus.

“Ohhh, hemmmpp emmpphh!” rintih Widya.

Widya memang sudah beberapa kali disetubuhi oleh para preman ini. Tapi baru kali ini ia meminta preman itu untuk menyetubuhinya. Istriku sudah benar-benar jatuh dalam genggaman preman-preman ini.

“Enak non, memekmu masih sempit aja.” Kata Parjo.

“Ugghhh, hiigh, uhhhh!” rintih Widya merasakan Parjo mulai menyentak-nyentak memeknya.

Widya sempat melihat ke arahku, melihatku berdiri kaku melihat istrinya disetubuhi orang lain. Entah kenapa, setelah melihatku, Widya nampak lebih semangat bersetubuh dengan Parjo. Ia meminta preman itu untuk menciumnya. Ia juga menggerakan pinggulnya untuk menyambut sodokan-sodokan kontol Parjo.

“Ah ya, enak Mang, ah enak!” Rintih Widya.

Baru pertama kali aku mendengar Widya merintih seperti itu. Ia biasanya hanya pasif ketika disetubuhi para preman.

“Liat tuh non, suami non ngintip.” Kata Parjo.

“Ah iya Mang, ndak papa, biarin aja.” Kata Widya.

“Mungkin dia pengin non.” Tambah Parjo. “Kapan terakhir kali dia ngentot sama non?”

“Udah lama, udah lama Mang.” Rintih Widya sambil menjawab pertanyaan Parjo.

Mereka bercakap-cakap seperti itu sambil terus ngentot. Kontol Parjo yang raksasa itu menggempur memek istriku hingga keluar buih-buih putih.

“Gak enak ya non, ngentot sama suami non?” Tanya Parjo.

Widya awalnya tidak menjawab, tapi Parjo meremas kuat payudara istriku agar ia menjawab.

“Iya, iya, ngentot sama suamiku ndak enak. Ndak enak sama sekali. Kontolnya kecil!” Jawab Widya.

Aku merasa hancur mendengar Widya berkata seperti itu. Aku sudah lama tahu jika ia memang menikmati persetubuhannya dengan para preman itu. Tapi aku tak pernah membayangkan ia bakal berkata seperti itu secara langsung.

“Wah gitu ya non, kalau kontolku gimana non?” Tanya Parjo.

“Kalau kontol Mang Parjo gedhe, masuk sampai mentok!” Jerit Widya sambil merasakan hentakan sodokan kontol Parjo di memeknya.

“Saya suka omongan non!” Kata Parjo sambil tertawa terkekeh-kekeh.

Widya dan Parjo terus saja ngentot di kamar tanpa mempedulikan kehadiranku. Istriku yang menggenakan hijab dan celana dalam lingerie itu terus digempur oleh Parjo. Kontolnya yang besar dan gemuk itu terus melesak-lesak masuk ke dalam memek Widya. Cairan-cairan kental dari dalam kemaluan Widya terus merembes keluar hingga membasahi sprei di bawah mereka bergumul.

Lebih dari 20 mereka bergumul di atas kasur. Pada akhirnya, Widya dan Parjo mengalami orgasme hampir bersamaan.

“Aku keluarin di dalem ya non!” Kata Parjo.

“Iya, aku pengin peju kamu Mang Parjo. Aku pengin pejumu, ohhhh!!” jerit Widya.

Parjo kembali mengeluarkan pejunya di dalam vagina istriku. Entah kali keberapa vagina istriku dikotori oleh peju-peju preman seperti itu. Parjo sepertinya cukup banyak mengeluarkan peju di dalam rahim Widya. Cairan putih kental itu bahkan meluber-luber keluar dari lubang vagina istriku yang masih dijejali kontol Parjo.
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Bimabet
Dialog widya sama kata2 yg belum pernah widya ucapkan sebelumnya ❤️
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd