Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT JALAK v3

Selama ini, siapakah tokoh antagonis yang bikin suhu-suhu di sini geregetan dan emosi?

  • Ki Juru Martani

    Votes: 149 33,3%
  • om Janu

    Votes: 82 18,3%
  • Bambang Jenggo

    Votes: 91 20,3%
  • Joko Gunar

    Votes: 6 1,3%
  • Reynaldi

    Votes: 187 41,7%
  • Rama

    Votes: 25 5,6%
  • Rahu Kala

    Votes: 7 1,6%
  • Darsono

    Votes: 3 0,7%
  • Mox

    Votes: 3 0,7%
  • Tokoh antagonis lain

    Votes: 3 0,7%

  • Total voters
    448
  • Poll closed .
Prolog yg sangat bagus, tapi sepertinya harus bersabar untuk menikmati sajian cerita ini tayang, meski penasaran.. Tetap harus sabar, seperti saat menunggu kapan badai kopit (korona) pergi
Meski ngarep cerita jalak hadir & sampai ending.. Sebagai pembaca gratisan tidak patut saya meminta lebih dari apa yg sudah tersaji plus tetep harus ngucapin terima kasih serta berharap suhu @killertomato akan sering² kilap (update) 🤭🤭
 
GAROU
VENGEANCE IS MINE B


.:: 4.
SANG SAHABAT




Jano memeluk Abe dengan hangat. “Ga nyangka kita bisa ketemuan di sini, Be.”

Yez, brother.” Abe menepuk-nepuk punggung Jano. “Kita zelalu merindukanmu di rumah. Zepi ga ada kamu, bro. Mama kiri zalam, Papa tahu zendirilah, mezki keliatan cuek tapi benernya dia juga perhatian. Nangiz zewaktu aku tinggal.”

Jano tertawa. “Syaaaa. Ini lho ada Abe.”

Syahnaz pun berjalan memasuki ruang tengah, ia mengenakan summer dress rumahan sederhana yang menambah aura kecantikannya padahal Sya tidak mengenakan make up berlebih. Wajah Abe memerah melihat kecantikan Sya, tapi ia lebih sumringah karena istri sahabatnya itu membawa nampan berisikan cemilan dan teh hangat dengan aroma khas Kota Seribu Sungai.

“Waini. Cucok! Makazih Mbak Zya! Wah jadi ngrepotin ini. Yang zering-zering zaja ya. Hahaha.” Wajah Abe berbunga-bunga. Sejak kecil memang si Abe ini doyan makan, mungkin itu salah satu sebab kenapa tubuh Abe tumbuh kembangnya melebihi teman-temannya yang lain. Tidak tepat disebut gendut karena dia membesar, bukan membuncit. Itulah sebabnya di sekolah dulu Abe sering masuk tim basket, karena tinggi dan posturnya yang mengintimidasi.

Sembari menyantap cemilan yang dihidangkan oleh Sya, Abe mulai bercakap-cakap dengan Jano dan sang istri. “Eh, denger-denger Mbak Zya, katanya zudah izi ya? Hohoho tidak zabar lagi, Paman Abe Bizon ingin zegera menggendong zi jagoan cilik.”

Sya mengangguk dan tersenyum, “Baru beberapa bulan kok. Baru menggelembung segini – tapi sudah kelihatan gede ya perutnya. Doakan semua lancar-lancar ya, Be.”

“Paztinya! Pengen tahu zeperti apa pewariz tahta berikutnya dari Kidung Zandhyakala!”

Tahu masalah sang suami cukup serius, Sya memilih untuk masuk ke kamar dan beristirahat.

“Sori merepotkanmu, Dab, seperti biasa telponku mati dan tak bisa dihubungi siapapun.” ujar Jano sembari menepuk pundak sang sahabat. “Tapi tadi aku sudah mendengar kabar dari Jihan yang kontak ke Sya, lalu aku sudah telpon juga dengan Kak Aira. Intinya ada kelompok prajurit bayaran yang sedang menarget semua keturunan Trah Watulanang.”

“Betul. Jadi kamu zudah paham kan mazalahnya?”

“Sudah. Kelompok ini namanya Legion, pimpinannya bernama Grant Logan dan dia sedang berada di kota ini. Kemungkinan besar mereka datang karena mengincarku. Benar begitu?”

“Betul. Tapi tidak hanya itu zaja zebenarnya. Legion ini terlibat banyak zekali kazuz. Bahkan kedatangan tim Garangan kemari untuk mengejar Grant Logan pun zebenarnya karena mazalah lain. Diketahui mereka juga menjalankan bizniz ilegal di kota kita maupun di kota ini ataz perintah dari benefaktor lain, jadi alazan kami untuk menangkap pentolan Legion zebenarnya bukan karena dirimu,” Abe menjelaskan dengan sedikit berbisik supaya Sya tidak dapat mendengarnya, walaupun saat ini Sya sudah berada di ruangan lain. “Antara kaget tidak kaget zewaktu Kak Aira bilang orang ini mengincar keluarga Watulanang. Biza dipahami karena zaat ini keluarga kalian jadi keluarga utama di kota kita, pazti banyak yang mengincar kalian. Zalah zatunya ya melalui jalur menyewa mercenariez zeperti ini. Kacau memang.”

“Si kembar harus benar-benar waspada sekarang. Kondisi kota sepertinya akan kembali penuh masalah,” Jano menghela napas. “Dengan Kak Aira yang tidak bisa full berada di kota dan aku yang sudah tidak mungkin pulang, Aliansi berada di tangan mereka – dan tentunya si Bungsu. Mereka bertiga yang harus benar-benar kuat sekarang.”

“Kamu sudah ketemu si Bungsu?”

“Sudah, sewaktu kemarin aku pulang ke kota aku sudah bertemu dengannya. Setelah bertahun-tahun tinggal di kota aku baru tahu kalau ada dia. Kalau saja dia dan keluarga tidak kembali ke kota kita, aku tidak akan tahu kalau aku punya adik satu lagi. Tahu sendiri lah, bapakku kan memang… yah begitulah…”

Abe tertawa.

“Jadi begitulah mazalahnya. Nah zekarang… ini tawaranku…”

Jano tersenyum, “Sudah kuduga kamu akan melakukan ini, Dab.”

Abe kembali tertawa, “Kamu azet yang tidak tergantikan, brother. Demi kamu, akan kudaki zamudera dan kuzeberangi pegunungan.”

“Kebalik.”

“Ya pokoknya itulah.”

“Apa yang akan kamu tawarkan?”

“Grant Logan menginginkanmu, kami menginginkan dia, kamu biza membantu kami mendapatkannya.” Abe tersenyum, “Zecara umum, ada bajingan yang mendarat di kota ini dan akan mengacaukannya. Aku raza ini zaatnya kita kembali menggabungkan kekuatan zeperti di maza-maza lalu. Bagaimana menurutmu?”

Avengers Assemble.”

Abe Bison dan Jano melakukan fist bump.





.::..::..::..::.





.:: LIMA
SANG PEMBAWA PETAKA




Grant Logan tersenyum saat beragam piring dihidangkan di depan wajahnya. Aroma wangi masakan khas Kota Seribu Sungai yang gurih dan sedap membuat perutnya menggeliat. Di samping pria kulit putih bertubuh besar itu, tiga pengawalnya juga mendapatkan hidangan yang sama.

Pria bule itu segera makan dengan lahap. Semua jenis hidangan tandas dia makan.

Great food. Selalu menyukai makanan di sini.” Pria berambut blonde yang sering dipanggil dengan nama belakangnya – Logan, itu mengambil sendok dan garpu. Sepertinya sang expatriate sudah sangat fasih berbahasa. Tidak ada yang janggal dan awkward dari lafal dan aksennya. “Ikan di sini? One of the best.”

“Oh, sudah pernah kesini juga sebelumnya? Ke kedai makan ini maksudnya, kalau ke kota ini pasti sudah sangat sering.” Orang di depan Logan menanggapi dengan mengambil alat makan yang sama. Dia juga menikmati makanan sedap di depan mereka dengan lahap.

“Sudah sangat sering kemari. Selalu jadi tempat yang jadi favorite saya kalau datang ke kota ini. This Ketupat Pengandang thing is really-really tasty.” Sembari menyapukan tissue ke bibirnya, Logan melirik ke arah sang lawan bicara yang ada di depannya, wajah Logan yang tersenyum misterius terlihat sangat bule dengan bintik-bintik merah di wajah. “Tapi that’s not the reason why we are both here right now, kan? Itu bukan alasan kenapa you mengajak makan di sini, kan?”

“Tentu saja bukan.” Orang di depan Logan terlihat sangat tenang. Ia mengambil secarik kertas dari dalam saku bajunya. Kertas itu kemudian dilebarkan dan dibuka di depan Logan. “Saya tahu Anda sedang dalam perjalanan bisnis ke kota ini.”

“Bisnis. Heheh.”

“Seperti biasa bukan? Memanen bocah dan remaja di kota-kota kecil, dimasukin ke kontainer, lalu disortir ke dalam beberapa klaster dan klasifikasi. Yang menarik dijadikan prostitusi, yang balita dipajang di katalog underground untuk target adopsi, yang kurang menarik dikirim untuk dipotong-potong sesuai kebutuhan organ dan berbagai komoditi. Saya dengar ada juga yang dikirim untuk video snuff ke negeri-negeri tetangga, dan ada yang dikirim untuk komoditi deep web. Kalian memang luar biasa, bisa membaca pasar dan terjun ke bisnis yang menarik yang tidak semua orang mampu melakukannya. Semua itu dilakukan dengan menghindari kejaran polisi.”

Logan tersenyum dan melanjutkan menyantap hidangannya, “Jujur saya tidak pernah menganggap pekerjaan saya sebagai sesuatu yang luar biasa. It’s not something awesome. Pada intinya saya hanyalah seorang pebisnis. Saya mengerjakan apa yang menghasilkan uang, dan yang lebih penting lagi saya mengerjakan apa yang diminta sesuai kontrak. Saya tidak pernah mengerjakan apapun berdasarkan keinginan saya sendiri. Tidak pernah. Never. Semua adalah permintaan klien. Tidak ada something personal. Selama ada peminat, di situ saya terima syarat.”

“Tapi Legion gagal memenuhi permintaan kami.”

“Gagal? Jangan bercanda. Kami tidak pernah gagal. Batas waktunya belum selesai. Due date masih jauh dari apa yang tertera pada kontrak. Kami selalu meminta batas waktu yang lebar. Kami juga punya asuransi kegagalan pengerjaan kontrak. Jadi yah, tidak perlu jauh-jauh datang kemari untuk bertemu dan memperingatkan saya, karena Legion pasti akan melakukan apa yang diminta. Legion always do.”

“Anggota-anggota kalian ditangkap di Kota – oleh tim Garangan.”

Logan mengangkat bahu, “Tidak masalah. Mereka tidak akan menyebutkan nama kalian di depan pihak yang berwajib kalau itu yang kalian takutkan. Karena jika sampai mereka kedapatan menyebutkan nama klien di depan penyidik, seluruh keluarga mereka akan dibantai.”

“Ya… ya… saya juga sudah pernah dengar kasus satu keluarga yang disekap sampai mati di kamar mandi itu. Mereka dibunuh karena sang ayah membuka rahasia mengenai Legion. Begitu juga dengan ayah dan anak yang mati di dalam mobil.” Orang di depan Logan mencibir, “tapi ditangkapnya anggota-anggota kalian menunjukkan seberapa tidak kredibelnya kalian dalam menyelesaikan tugas. Bukan begitu?”

Logan tertawa sampai-sampai kuah Ketupat Pengandang yang mirip opor itu muncrat-muncrat dari mulutnya. “Jangan mengira Legion akan terhenti setelah anak buah saya atau bahkan saya tertangkap. Jangan meremehkan kami. Kami bekerja siang malam tanpa henti demi memenuhi target kontrak. Kami tak peduli harus membunuh tua muda, bayi dewasa, laki perempuan. Kami bukan seperti yang nampak di permukaan. Kami adalah kesatuan.”

Logan memberi tanda pada bodyguard-nya dengan membentuk jarinya seperti lingkaran. Sang bodyguard mengeluarkan sekantong kelereng susu dan meletakkannya di depan Logan.

Marbles. Simple but strong. Benda remeh ini akan berada di TKP yang you inginkan.” Logan menunjuk ke arah kantong itu, “Tertangkap atau mati tidak akan menghentikan kami. Kenapa? Karena kami punya jargon : Legion always do. Kami akan menyelesaikan pekerjaan kami sesulit apapun itu. Kami tidak mengenal anda, anda tidak mengenal kami, saya bahkan tidak tahu siapa nama Anda, dan tidak perlu. Anda tidak perlu percaya pada kami secara verbal, karena kami akan membuktikannya lewat aksi. Trah Watulanang yang dipesan akan dibasmi sesuai kontrak.”

Orang di depan Logan tersenyum.

Grant Logan pun berdiri. Makanannya sudah habis. “Sudah saatnya kita berangkat. Kami sudah memantau orang bernama Janoko itu selama berhari-hari, dia tidak akan lolos.”

Orang di depan Logan mengangguk. “Saya akan ikut dari belakang.”

“Silakan saja. Berdasarkan pengamatan, di sekitar jam segini, Janoko akan melewati Jalan Lingkar Dalam Selatan untuk menghindari kemacetan di tengah kota. Itu jalan yang cukup sepi. Kami akan mencegatnya di tengah jalan.”

Orang di depan Logan mengambil sebuah barang yang ada di dalam tas, barang tersebut berwarna gelap. Ia mengenakannya tanpa takut-takut karena kedai tempat mereka berada saat itu sedang sepi. Klien Logan mengenakan sebuah topeng Klana berwarna hitam, Ia juga kemudian meletakkan kartu nama di atas meja.

“Anda bilang tadi tidak mengenal saya. Kalau ingin hubungan kita baik, mari berkenalan,” ujarnya.

Sebuah kartu nama hitam dengan angka 21 berwarna emas.

Blackjack?” Logan mengerutkan kening saat mengambil kartu nama itu. “Jadi Anda-lah sang Blackjack?”

Si Topeng Klana Hitam terkekeh.

Grant Logan mengangguk-angguk saat akhirnya mengenali siapa sosok yang sejak tadi sebenarnya tidak dia kenal ini. “Awalnya Saya pikir Anda hanyalah messenger biasa saja. Heheheh. Tak menyangka akan berjumpa dengan seorang legenda hidup, masih muda tapi sudah punya nama besar. Salam kenal, wahai Blackjack.”

At your service.” Pria bertopeng Klana Hitam menganggukkan kepala. “Aku akan membayar hidangan kali ini. Terima kasih atas kerjasamanya. Pastikan di tanggal deadline semua urusan kita sudah bisa dirampungkan. Untuk saat ini, aku ingin melihat kalian menuntaskan kontrak.”

“Tidak masalah. Terima kasih traktir makannya, jangan lupa melepas topeng Anda kalau jalan ke kasir. Mereka pasti bakal kaget berjumpa dengan orang aneh yang kemana-mana memakai topeng Jawa.” Logan tertawa dan meninggalkan sang pria bertopeng Klana Hitam yang hanya menimpalinya dengan helaan napas.

Logan dan ketiga bodyguard-nya berjalan keluar dari kedai makan dan masuk ke sebuah mobil. Tak lama setelah mereka, sang Blackjack dan rombongannya juga melakukan hal yang sama. Mereka masuk ke mobil yang berada di belakang mobil Logan.

Kedua mobil itu pun segera berjalan beriringan menyusuri jalanan panjang yang membentang dan disebut dengan nama Jalan Lingkar Dalam Selatan. Jalan lingkar ini bukan jalan biasa, melainkan jalan melingkar yang sangat sepi. Di kiri kanan jalan tidak banyak rumah penduduk ataupun toko. Benar-benar hanya kebun dan padang ilalang kering.

Baru sekitar dua puluh menit perjalanan, kedua mobil itu terhenti. Ada barisan mobil berjajar memenuhi jalan utama sementara di kanan kiri mereka tergelar ladang kering penuh semak beluar.

Mobil Logan berhenti di tengah jalan, demikian pula mobil sang Blackjack. Barisan mobil SUV warna hitam di tengah jalan yang berada di depan menghalangi laju mobil mereka. Di belakang, mobil-mobil lain yang ada di belakang tiba-tiba saja menutup akses mobil milik Logan dan Blackjack. Menyadari mereka tidak bisa kemana-mana, Logan bahu menepuk supirnya untuk mematikan mesin mobil. Di depan dan di belakang mereka, sosok-sosok penghadang keluar dari dalam mobil.

“Siapa?” tanya Logan.

“Mereka polisi, Bos.”

“Polisi kota ini?”

“Sepertinya. Tapi saya mengenal orang yang berdiri paling kiri. Itu Kapten Rozan dari Tim Garangan. Mereka berlibur agak terlalu jauh kalau sampai ke sini.”

Logan mendengus. Ia lalu menyeringai dan menganggukkan kepala. Sepertinya tidak ada jalan lain lagi bukan? “Baiklah kalau begitu. Mereka mencari neraka, kita berikan saja neraka.”

“Apa perintahnya, Bos?” Tiga orang bodyguard Logan menatap sang Bos.

“Apa lagi? Sudah jelas kan?” Logan menyeringai, “Turun – dan bunuh mereka semua.”

Pintu mobil dibuka.





.::..::..::..::.





.:: ENAM
SANG PEMIMPIN




Di satu sisi ada Abe, Kapten Rozan, Amy, Malih, dan Jano. Di sisi lain – ada Grant Logan dan kawanannya. Pemburu melawan yang diburu, orang yang dicari-cari tim Garangan sampai harus menyeberang ke negeri seberang, akhirnya kini bersua. Pria asing bertubuh raksasa itu sama sekali tidak gentar saat berhadapan dengan Kapten Rozan, ia bahkan terus menerus menyeringai tanpa dosa. Seakan-akan hari ini dia sedang melakukan permainan yang amat digemari.

Di sebelah Kapten Rozan dan pasukannya berdiri sudah berjajar pasukan khusus Kota Seribu Sungai dan satuan khusus dari Bandaranyar untuk membantu membekuk pasukan bayaran yang sudah sangat sering menimbulkan keresahan di masyarakat.

“Aku akan menghadapi Grant Logan secara frontal sementara Abe Bison dan Malih menyelesaikan ketiga kawanannya. Amy akan memberikan support seperti biasanya. Pasukan yang lain akan menghadapi mobil yang di belakang.” Kapten Rozan kemudian melirik ke arah Jano, “dan kamu… kamu bebas melakukan apapun yang kamu mau asal tidak menghalangi kinerja tim kami. Jangan bikin situasi jadi kacau, kalau terjadi hal yang berbahaya menyingkirlah dan biarkan kami menanganinya dengan kemampuan kami.”

Jano hanya tersenyum.

Kapten Rozan melangkah ke depan Grant Logan. Kedua sosok bertubuh perkasa itu saling berhadapan. Kapten Rozan tidak melepas kacamata hitamnya, tapi ia menatap tajam ke mata sang lawan.

Schieeeet. Ya’ looks just like a lazy Indian police officer in a steroid,” ejek Grant. “What’ca gonna do, Captain Midget? Step on my toes? Kalian bahkan tidak punya bukti apapun untuk menangkapku. Kalaupun ada bukti, kalian tetap tidak akan mampu menangkapku. Heheh. Coba saja kalau berani.

“Grant Logan! Bajingan bermata biru. Memang bedebah sampeyan, suka sekali merepotkan kami sampai-sampai harus kami jemput ke lain pulau. Dengan ini kami minta Anda ikut dengan kami untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatan Anda dan Legion di mabes Tim Garangan,” Kapten Rozan mendengus – dia tidak tersenyum sama sekali menanggapi semua receh dari Logan, “Sudah saatnya kamu dibekuk dan dijebloskan ke penjara.”

Logan geleng-geleng kepala sembari menunjuk-nunjuk ke arah Kapten Rozan dan pasukannya, “Apa ini? Bisa-bisanya kamu berusaha menjebloskanku ke penjara tanpa pengadilan? Menuduhku tanpa bukti? Mengancamku secara sepihak? Melampaui yurisdiksi!? Ini bahkan bukan wilayah tim Garangan!! Begini yang dinamakan pihak yang berwajib yang akan menuntut keadilan? Keadilan macam apa yang dimiliki negara busuk ini? Orang-orang seperti aku ditangkap di jalan! Dijebak! Out of nowhere! Aku juga tidak mendapatkan kesempatan untuk membela diri dan langsung dituduh melakukan kejahatan yang tidak dilakukan!”

“Jangan banyak bacot! Bedebah! Kamu juga punya kewarganegaraan di sini! Kamu terikat dengan hukum di negara ini!” maki Malih yang lantas berdiri di samping Kapten Rozan. Tangan Kapten Rozan bergerak mencegah dan menahan Malih sebelum ia berlaku seenaknya terhadap Logan sebelum perintah diturunkan.

“Kita bisa melakukan ini baik-baik atau dengan tidak baik. Semua terserah padamu, aku begini adanya.” Kapten Rozan menyeringai.

“Kalian…!!”

Belum sampai Logan menyelesaikan kalimatnya, Jano melangkah ke depan. “Namaku Jano dan aku adalah salah satu alasanmu datang ke Kota Seribu Sungai. Aku di sini sekarang, tepat di depan hidungmu. Kamu tidak perlu jauh-jauh mencari karena targetmu ada di depan mata.”

Logan terbelalak dan tertawa terbahak-bahak. “Mencarimu!!?? Tuduhan apalagi ini? I don’t even friggin’ know ya!! Ya piece of schieeet!! Bagaimana mungkin aku mencarimu!? Aku bahkan tidak mengenalmu!! Tidak ada urusan denganmu!!”

Well now you do,” sanggah Jano, “Kalian dari Legion telah menyakiti keluarga Trah Watulanang dan aku tidak ada niat untuk mengampuni. Kalian akan hancur hari ini.”

“Menyakiti keluarga… tuduhan bohong!! Aku tidak kenal mereka! Berjumpa saja tidak pernah!”

Jano melirik ke mobil belakang. Tidak ada yang turun dari mobil kedua rombongan Logan. Tapi kaca jendela diturunkan dan ia melihat sesuatu yang tak terbayangkan. Di dalam mobil kedua itu… ada seseorang mengenakan Topeng Klana Hitam!!

Topeng Klana Hitam!! Itu tidak mungkin kebetulan!! Keluarganya pernah bermasalah dengan seorang lawan yang mengenakan Topeng Klana Merah!!

Jano segera melesat ke depan dengan sangat cepat. Ia terbang dan mengudara dalam satu loncatan tinggi, begitu tingginya bahkan sampai melewati Grant Logan dan kawanannya. Tapi saat ia berada di atas Logan, pria bermata biru itu meloncat ke atas tegak lurus dan mencengkeram kerah baju Jano!!

Hanya dengan satu tangan, Logan memutar tubuh Jano di udara, dan menghempaskannya ke bawah!

Jano terkejut! Dia sama sekali tidak siap dengan kecepatan, ketangguhan, dan kekuatan Logan! Sang serigala tidak mengira Logan akan sehebat ini. Jano segera menyilangkan tangan di atas kepala, berharap pendaratannya tidak akan sakit. “Kalis ing rubeda, nir ing sambikala.”

Jbooooooooooommmmmhhhhh!!

Haaaaaarghhh! Meski sudah membuka gerbang pertahanan, tetap saja rasa sakit itu tidak lantas nihil, tetap saja membuat Jano jadi pusing dan bocor kepalanya! Darah mengucur dari ubun-ubunnya sang Serigala. Saat Jano berusaha berdiri, tubuhnya oleng. Ia merasa pusing tujuh keliling dan kehilangan orientasi, tiba-tiba Logan meluncurkan serangan bertubi-tubi ke badannya!

Jbkkghh! Jbkkghh! Jbkkghh! Jbkkghh! Jbkkghh!

“Janoooooooo!!” Abe Bison yang khawatir sudah siap maju ke depan, tapi tangan Kapten Rozan menahannya.

Lima hantaman masuk ke dada Jano yang lengah, ia tersengal-sengal ke belakang, tidak menduga Logan selain besar juga cekatan dan sangat cepat. Logan melesakkan satu tendangan yang teramat kencang dan Jano pun terlempar ke belakang!

Jbkkkkkghhhhhh!!

Tubuhnya berputar-putar ke ladang semak kering.

Kapten Rozan mendengus kesal melihat Jano sudah maju sendiri tanpa aba-aba. Dia bisa saja mengacaukan seluruh rencana. Kini saatnya meringkus bedebah ini hidup-hidup! Tangannya mengayun ke depan. “TANGKAP HIDUP-HIDUP!!”

Bentrok tak bisa dihindari.

Pasukan gabungan kebingungan, kenapa tidak menggunakan senjata saja untuk menangkap Logan? Bukankah bisa memaksanya berlutut dan memborgolnya di bawah ancaman senjata api? Bukankah begitu saja bisa?

Tidak. Kapten Rozan ingin menangkap Logan dengan tangannya sendiri. Menggunakan senjata bukan cara mereka.

Malih, Amy, dan Abe Bison masing-masing berhadapan dengan satu bodyguard Logan, sementara sang bule dihadapi langsung oleh Kapten Rozan. Mobil di belakang masih tetap diam tak bergerak – si Topeng Klana Hitam tak berminat dengan upaya Tim Garangan meringkus Logan, pandangannya tertuju ke arah semak-semak tempat Jano tadi terhempas.

“Mencariku?”

Sang Topeng Klana Hitam terkejut!! Jano ternyata berada di atas mobil mereka!!

Blackjack membuka pintu dan keluar dari mobil dengan santai. Dua orang lain mengikutinya. Si Topeng Klana Hitam bertepuk tangan sembari menatap Jano. “Luar biasa, luar biasa. Anda memang hebat sekali. Tak kusangka terhempas ke semak-semak adalah pengalihan saja. Pertunjukan ini membuktikan kehebatan keluarga dari Trah Watulanang.”

Jano tak ingin terpancing.

“Aku tidak tahu siapa kamu, dari mana kamu berasal, dan apa urusanmu dengan keluarga Trah Watulanang. Tapi aku yakin sekali bahwa kamu yang menyewa si Bule dongo itu dan kawanannya.” Jano menggemeretakkan gigi, “Apa yang kamu inginkan dari kami? Kenapa keluarga kami?”

“Kenapa tidak?” sang Topeng Klana Hitam kembali bertepuk tangan, tapi kali ini seperti memberi kode pada kedua rekannya.

Saat itulah ada tangan besar melayang hendak menyambar Jano.

Sang Serigala mengelak, dia menundukkan badan ke belakang seperti kayang. Tangan kanan besar yang menyerangnya menyambar ruang hampa. Mengetahui lawan saat ini terbang di atasnya, Jano bertindak, menjejak ke atas dengan lutut. Tapi lagi-lagi satu tangan menahan serangannya. Lutut Jano dikunci dan diputar. Seandainya dia diam saja, Jano akan kehilangan satu kaki.

Kedua tangan Jano berputar di dada. “Lir handaya paseban jati.”

Bledaaaaaaaaaaaaaaaaaammm!!!


Tubuh sang penyerang terbang ke atas ketika sentakan tenaga dalam dieksekusi Jano dari jarak dekat. Begitu hebatnya sentakan tenaga sang Serigala sampai-sampai baju sang penyerang terkoyak berbentuk lingkaran, darah muncrat keluar dari mulutnya. Jano cepat-cepat menghindar turun dari atas mobil. Orang yang terbang terjatuh dan terhempas ke kap mobil.

Jblmmmmmmmmm!!

Satu orang datang dan langsung menghujani Jano dengan tendangan. Kiri, kanan, atas, bawah, kanan, kiri, bawah, atas. Tangan Jano bergerak bagaikan octopus bertentakel delapan, menghadang setiap serangan dengan telapak tangan. Basic wing chun. Jano terus menyerang tanpa takut.

Sampai kemudian serangan itu berhenti tiba-tiba.

“Sudah? Begitu saja?” Jano menyeringai, “Giliranku.”

Jano berlari ke depan dan melakukan serangan berkecepatan tinggi. Tubuhnya seakan-akan terbagi menjadi delapan yang semuanya melakukan serangan secara bersamaan, kedelapannya mengirimkan tinju maut! Itu adalah jurus Dahagi Delapan Serigala! Jano memadukannya dengan Kidung Sandhyakala.

Angkara gung ing angga anggung gumulung!

Jblmmhhkkkgh! Jblmmhhkkkgh! Jblmmhhkkkgh! Jblmmhhkkkgh!

Jblmmhhkkkgh! Jblmmhhkkkgh! Jblmmhhkkkgh! Jblmmhhkkkgh!


Sang penyerang tidak punya kesempatan. Duet jurus andalan Jano yang merupakan hasil penggabungan membuat tubuh sang lawan tersengal-sengal dan tidak mampu bertahan, Ia langsung ambruk tak berdaya hilang kesadaran.

Di lain tempat, pasukan gabungan Tim Garangan, Malih, Amy, dan Abi Bison juga sudah berhasil menundukkan ketiga lawan-lawannya. Para pengawal Logan tak berdaya dikeroyok banyak orang. Mereka segera diantisipasi dengan mudah.

Hanya tinggal Tim Garangan versus Grant Logan sekarang. Untuk menghadapi pentolan Legion itu pasukan gabungan tak boleh maju atas perintah Kapten Rozan. Dia khawatir jika pasukannya berhadapan langsung dengan Logan yang garang maka akan memakan korban.

Hanya tinggal Logan?

Jano mengejapkan mata.

Tunggu sebentar… di mana bedebah yang satu lagi? Di mana si Topeng Klana Hitam? Jano dan yang lain tak dapat menemukannya. Tiba-tiba saja orang itu lenyap tanpa jejak!! Sialan! Ilmu kanuragan macam apa yang dimiliki orang itu sehingga sejumlah pasukan gabungan ditambah tim Garangan dan Jano tak dapat mendeteksi kepergiannya? Kemana dia pergi? Bagaimana dia bisa pergi? Ke belantara semak belukar sejauh mata memandang ini?

Bangsat itu tidak boleh lolos! Dia harus berhasil membekuknya dan bertanya kenapa dia mengincar keluarga Trah Watulanang!

Jano terdiam, berkonsentrasi, memejamkan mata, dan berusaha membuka gerbang kedelapan. Dengan gerbang ini dia bisa melihat dan membaca aura Ki yang bertebaran. Termasuk milik si bedebah Topeng Klana Hitam seandainya dimungkinkan. Jano mulai membaca rapalan, “Weruh ro…”

“Kyaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!”

Jeritan Amy membuat Jano terkejut! Rapalan dan konsentrasinya buyar.

Ketika membuka mata ia lebih terkejut lagi. Sebagian besar pasukan gabungan sudah tumbang! Apa-apaan ini!?

Grant Logan ternyata bukan lawan kelas teri, dikeroyok pun dia masih bisa bertahan. Bukan… bukan bertahan, Logan malah berhasil membalikkan keadaan. Padahal hanya tinggal dia sendiri yang tersisa dari Legion. Dengan tangan kosong, Logan menundukkan satu persatu pengeroyoknya dan menyisakan Kapten Rozan, Abe Bison, Amy, Malih, dan segelintir pasukan gabungan.

Amy dalam bahaya.

Posisinya berada di bawah sang bule, kakinya terangkat ke atas, pergelangan kakinya dicengkeram oleh sang lawan, dan terus menerus diangkat. Posisi tubuh gadis mungil itu kini tidak menguntungkan. Dia bergelantungan terbalik. Kaki di kepala, kepala di kaki. Logan bisa membunuh gadis itu dengan satu gerakan.

Logan tertawa sembari menatap Kapten Rozan. “Well? Masih berniat menangkapku? Mau mengorbankan anak buahmu, he? Ya’ freakin’ fookface.”

Kapten Rozan, Malih, Abe Bison, dan pasukannya tertahan tak bergerak, perhatian mereka fokus pada gerakan Logan dan Amy. Mereka tidak mungkin menyerang karena nyawa Amy taruhannya. Logan tertawa terbahak-bahak melihat rencananya berhasil. Dia menyeret Amy secara terbalik ke arah sebuah mobil. Logan melirik ke dalam dan melihat kunci masih terpasang di tempatnya.

“Lepaskan senjata kalian dan lemparkan ke arah semak-semak,” perintah Logan pada pasukan gabungan yang masih memegang senjata. “THROW IT!!

Pasukan itu saling berpandangan dan menatap ke arah Kapten Rozan. Sang Kapten mengangguk. Pasukan gabungan pun menurut. Mereka melemparkan senjata api mereka ke semak-semak, tapi lantas mengepung sang bule.

“Mau bagaimanapun kamu tidak akan bisa lolos, Grant Logan. Saat kamu masuk ke mobil itu, kami akan menyergapmu,” ancam Kapten Rozan. “Tidak ada skenario apik apapun yang menyebutkan bahwa kamu bisa lolos dari kami – dengan atau tanpa senjata.”

Abe Bison fokus ke belakang Logan. Ada pergerakan bayangan di sana. Dia tersenyum.

Logan yang melihat sekilas perubahan wajah Abe mengernyitkan dahi. Kenapa si bongsor itu tersenyum? Dia pasti melihat sesuatu yang tak nampak olehnya. Pria bule itu melirik ke arah spion mobil. Benar saja. Di atas kap mobil ada seseorang!

Angkara gung ing angga agung gumulung.”

Bleeeedaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaam!!

Tubuh Grant Logan terbang dengan satu hantaman di wajahnya, tepat telak di samping, meremukkan rahang. Pria sadis itu bahkan tak sempat memperhatikan dengan pasti siapa yang telah melontarkan pukulan. Tubuhnya berputar-putar bak gasing liar.

Pegangan eratnya pada Amy pun terlepas. Gadis itu terlempar namun tak jatuh. Karena ada satu tangan kokoh menopangnya. Amy sempat menutup mata karena dia mengira bahwa itu akhir hidupnya. Tapi satu pertanyaan lembut membuatnya tersadar.

“Kamu tidak apa-apa?”

Saat Amy membuka mata, dia aman di tangan Jano. “Ti-tidak apa-apa. Terima kasih.”

Jano mengangguk dan membantu Amy berdiri kembali. Kini tim Garangan sudah kembali lengkap. Grant Logan yang terjerembab ke tanah juga sudah berdiri dengan wajah penuh amarah. “Young man, ya’ have such a nerve. Ya’ piece of schieet! Get ready fer sumthin’ shockin. Bersiaplah karena yang berikut ini akan mengantarkanmu ke neraka.”

Karepmu.” Ledek Jano. Dia mengayunkan jari-jemarinya ke dalam, mengundang Grant Logan ke arahnya.

Sang bule maju dengan amarah. Bagaikan binatang buas yang terluka dia meradang dan menyerang. Sebelumnya dia sanggup menaklukkan banyak orang seorang diri, tentu saja itu kemampuan yang bukan main-main.

Dari gerak-geriknya, Jano langsung tahu kalau Logan adalah petarung bertipe boxer. Pertarungan keduanya tak terelakkan. Gempuran Logan yang rahangnya terluka sungguh bagai binatang buas. Dia menyerbu tanpa ampun dengan maksud untuk menghancurkan Jano. Setiap pukulannya bertenaga, Jano menghindar ke arah mobil. Punggungnya berbenturan dengan sisi-sisi mobil sang bule.

Saat Logan memukul, saat itu pula mobilnya penyok, karena Jano selalu menghindar. Semakin lama, Logan semakin geram karena dia tak kunjung bisa menghantam sang lawan. Bule itu marah-marah. “Diam dulu kenapaaaa!?”

Jano mengedipkan mata. “Kalau aku diam. Kamu akan kalah. Mau dicoba?”

Jano pun terdiam di tempat tak bergerak, memancing kemarahan lawan.

“Bangsaaaaaaaaaaaaa…!!”

Bkghh! Bkghh! Bkghh! Bkghh! Bkghh! Bkghh!

Rangkaian pukulan meledak dari Jano, setiap hentakan tangannya masuk ke tubuh Logan. Dagunya, dadanya, pundaknya, rusuknya, bahunya, rahangnya, wajahnya. Semua tersambar sentakan tangan sang ksatria muda.

Logan tersengal-sengal, dia tak mengira Jano akan menyerangnya dengan kecepatan tinggi. Tubuhnya yang terdesak mundur ke belakang setiap hentakan. Untung saja kakinya mampu menapak dengan kokoh sehingga dia tak kunjung roboh.

Dari hidung pria bule itu mengucur darah. Logan menghapus darahnya dengan punggung tangan. Wajahnya kian memerah karena amarah. “This is not funny. THIS IS NOT FUNNY!!

Tapi dia tak menduga kalau selanjutnya telapak tangan Jano justru menghajar wajahnya berulang-ulang kali dan membuat darahnya kian tak beraturan.

Bkghh! Bkghh! Bkghh! Bkghh! Bkghh! Bkghh!

Kali ini Logan roboh, tapi masih mampu menopang dengan kaki kanan kokoh sementara kaki kiri tertekuk.

“Hraaaaaaaaaaaaaarrghhhhhhh!!!!”

Jboooooooooooooogkkkhkkkkk!!

Satu loncatan dari samping. Pukulan kencang dilontarkan. Pukulan mentah tanpa diselubungi Ki. Meski tanpa tenaga dalam, kekuatan dan kencangnya pukulan di wajah sang bule membuat kaki kanan Logan tertekuk. Tubuhnya jatuh bersimpuh.

Sang penyerang mendarat di samping Jano – Abe Bison.

Logan menggemeretakkan gigi. “Kalian memang harus mati hari ini…!!”

Ada tenaga dalam menyala dari tubuh sang bule. Tenaga yang tak disangka-sangka ternyata dimilikinya. Jano dan Abe saling berpandangan. Bagaimana mungkin seorang berkulit putih memiliki tenaga dalam yang cukup besar? Ternyata dia juga punya ilmu kanuragan? Pantas saja tadi dia berhasil merobohkan banyak orang!

Logan berancang-ancang untuk berdiri sementara Jano dan Abe Bison bersiap dengan kuda-kuda masing-masing. Ada tenaga seekor binatang buas terasa dari sosok Logan – itu yang diwaspadai oleh Jano dan sahabatnya. Orang ini pasti punya sesuatu yang mumpuni. Tidak mungkin dia bisa menjadi pimpinan lapangan Legion jika tidak punya sesuatu.

“Kamu sudah kalah.”

Logan terbelalak! Dia menoleh ke samping dan di sana sudah berdiri Kapten Rozan!! Tangan sang Kapten terhunjuk ke depan dengan telapak tangan terbuka lebar tepat di pelipisnya. Ada tenaga Ki yang besar di telapak tangan sang Kapten. Logan tahu dia tak punya kesempatan untuk mengelak.

Son of a b…”

Hfah.”

Bledaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaam!!

Wajah Logan terpapar serangan sentakan Ki jarak dekat dari Kapten Rozan. Kali ini dia tak mungkin menahannya dan tak bisa bertahan. Tubuhnya akhirnya roboh ke tanah dengan berdebam. Ada asap di sisi wajah yang memerah seperti gosong.

Napas Logan tersengal-sengal. Ia sudah tak bisa lagi melawan. “Hrrrh… hrrrhhh… hrrrhh…”

“Ringkus dia!” perintah Sang Kapten.

Tangan Logan dipelintir ke belakang oleh Malih dan Amy, lalu dikunci dengan borgol.

“Heheh… hrrh… hrrhh… kalian pikir dengan mengalahkanku kalian akan menghentikan aksi kami? Heheheh… bodohnya orang-orang seperti kalian ini. Kalian naif dan tidak pernah berpikir menggunakan logika, kalian tak mampu melihat dengan pandangan yang luas. Kalian terjebak dalam sempitnya pemahaman yang tidak bisa diajak maju. Jangankan di negeri ini. Kami sudah bergerak secara sistematis di lokasi-lokasi yang strategis di seluruh penjuru dunia. Saat aku jatuh – yang lain akan menggantikan,” Grant Logan menyeringai meski tubuhnya sudah sangat lemah, ia bahkan tak bisa berdiri. Darah mengucur dari sela-sela bibirnya. “Kami akan selalu hadir. Legion always do.”

Logan melirik ke arah Jano dan mengedipkan mata. Sesaat kemudian ada bayangan menutup wajahnya. Ada sosok yang berdiri di depannya. Sosok yang tengah mengangkat kakinya. Logan mendengus. Sang Kapten berdiri di hadapannya, siap memberikan tanggapan.

“We are Legion, for we are many,” desis Logan.

“Satu kata saja,” desis Kapten Rozan. “Bacot.”

Jboooooooooookghhhhh!!

Bagian bawah sepatu boot sang Kapten menginjak wajah Grant Logan. Bule itu akhirnya pingsan.

Malih dan Amy menarik napas lega. Mereka melakukan tos.

Abe yang terengah-engah berdiri dengan tegap di samping Jano. Keduanya saling bertatapan, Abe mengangguk dan menepuk pundak sang sahabat. Mereka sudah berhasil, mereka telah meringkus gembong prajurit bayaran kelas kakap.

“Cukup. Zudah cukup.” Abe tersenyum.

Jano mengangguk.

Ia menengadah untuk menatap langit terang. Hari ini terasa begitu indah. Indah ketika semua masalah telah berhasil diselesaikan dengan sempurna.

Selesai sudah tugasnya.

Jano tersenyum.

Aku berhasil, Kak.





.::..::..::..::.





.:: TUJUH
SANG TAMU






Bison Aji Pradana melangkah perlahan menuju ke pintu depan bandara. Dari tempat parkir mobil ke pintu depan bandara harus melewati jalur jalan kaki yang cukup panjang. Untung saja barang bawaannya tidak terlampau banyak. Ia hanya membawa satu kardus tambahan sebagai oleh-oleh untuk orang-orang di kampung halaman.

Seperti biasa, Abe datang jauh lebih awal dari jadwal seharusnya, sehingga kali ini pun dia berjalan dengan santai tanpa takut akan ketinggalan pesawat. Semua sudah diperhitungkan dan sesuai rencana awal.

Apalagi dia tidak sendiri.

Kapten Rozan, Amy, dan Malih sudah ada di dalam. Hanya tinggal dia yang terakhir datang karena memang mereka berempat semalam tidak menginap di tempat yang sama.

Di sampingnya, Abe ditemani oleh Jano yang mengantarkannya sampai bandara. Lokasi bandara di Kota Seribu Sungai ini memang cukup jauh dari pusat kota – kurang lebih dua puluh lima kilometer. Kalau dari waktu tempuh, mungkin ada sekitar empat puluh lima menit atau satu jam perjalanan jika jalanan padat. Kalau pakai taksi online pasti biayanya melejit tinggi, jadi Abe meminta tolong pada Jano untuk mengantarkannya.

“Tidak kuzangka ternyata kita akhirnya bisa reunian, Brother. Mezki reuniannya dalam kondizi zeperti ini.” Abe tersenyum dan menepuk pundak sang sahabat. “Zeperti anak zeperti bapak. Heheheh. Biza banget kita dapat mazalah zeperti ini kayak Bapak-Bapak kita dulu. Mungkin zeperti ini ya razanya zewaktu mereka dulu nongkrong bareng. Ada aja mazalahnya.”

“Hahaha. Jadi gimana? Kapok datang ke sini gak, Be?”

“Mana ada kapok? Juztru zeru zekali razanya karena biza mengerahkan kemampuan yang zudah dipelajari zejak lama, atau dengan kata lain… zelama biza getok kepala orang, pazti azyik. Hahahaha. Di kota kita zemua aman karena zi Kembar menjadi penjaga baik – tidak lagi biza praktek gebuk kepala orang dengan bebaz. Hahaha.” Bison tersenyum lebar, “Omong-omong zoal kota kita… lain kali kalau pulang – kunjungilah aku di rumah. Oke? Ziapa tahu kita juga akan berpetualang lagi. Ibu juga pazti akan zenang kalau kamu datang. Pazti bakal dibikinin kue atau gorengan. Hahahaha.”

“Hahhaha, wueeenaaak itu. Aku selalu suka masakannya Tante. Siap, Be. Kapan-kapan ya. Sudah lama juga tidak sowan ke Tante. Akan aku ajak Syahnaz dan si kecil ke sana nanti kalau sudah lahir dan agak besar.”

Abe menghela napas. Dia menatap Jano dengan pandangan mata serius. “Orang-orang ini… mereka mazih belum habiz, Bro. Berhati-hatilah. Negeri di Awan bukanlah kelompok geng ecek-ecek kelaz teri dituang di ataz nazi bazi. Jaringan mereka luaz, kelaz nazional atau bahkan internazional. Bukan lagi wilayah kota. Mereka punya kemampuan untuk menyebar zampai ke sini, itu artinya mereka memiliki kekuatan lintaz wilayah. NDA juga punya jendral lapangan mizteriuz yang kita lihat itu… zi Klana Hitam berjuluk Blackjack. Dia legendaris di NDA. Aku mazih penazaran ziapa dia zebenarnya.”

“Aku juga penasaran, Be. Bukan sosok yang biasa-biasa saja. Tubuhnya berperawakan gagah, pandangan mata tajam, dan yang lebih mencolok lagi… dia memakai topeng Klana berwarna hitam. Kamu tahu sendiri bagaimana ngerinya cerita Bapak-Bapak kita dulu perihal sosok yang menggunakan topeng Klana Merah. Pembantaian-pembantaian yang terjadi…”

“Kenapa juga orang mizteriuz itu pakai topeng Klana ya? Apakah dia zebenarnya zozok yang terkenal di publik? Menyebalkan uruzan ini. Mazih banyak yang belum terungkap. Zeperti mizalnya kenapa zi Klana Hitam tidak membantu Logan? Kalau mereka berazal dari kelompok yang zama, kenapa tidak menolongnya? Itu zaja zudah aneh menurutku.”

“Persis, aku yakin masih banyak hal yang tidak kita ketahui tentang orang-orang ini, Be. Kamu hati-hati saja. Entah kenapa perasaanku tidak enak sewaktu melihat ke arah si Klana Hitam. Ada perasaan yang unik. Kayaknya dia mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui. Kan kampret.”

“Aku akan menyelidiki ziapa dia. Kalau memang dia ada hubungan dengan NDA, pazti akan ada datanya. Nanti aku kabari perkembangan lebih lanjut. Orang zeperti dia biazanya berbahaya. Paztikan kabarkan ke aku juga kalau kamu bertemu dengannya lagi.”

Bison membenahi tas dan bawaannya. Satu barang yang ia bungkus dan diikat di luar kardus membuat Jano tersenyum. “Tongkat kursi lipat? Kamu beli ginian juga, Be?”

“Buat Ibu,” ujar sang Bison sembari menggaruk-garuk kepala dan tersenyum lebar. “Hehehe… akhir-akhir ini beliau sering olahraga pagi di sekitaran Kampus Negeri kalau hari minggu, menikmati Sunday Morning. Kalau dengan tongkat seperti ini, mudah-mudahan bisa lebih membantu. Bisa duduk kalau pas capek. Tahu sendiri kondisi Ibu bagaimana.”

Jano tersenyum.

Bison menunjuk ke pintu masuk. “Zudah zampai. Pulanglah, Bro. Tugaz kita zudah zelesai. Buruan utama Tim Garangan zudah ditangkap dan negeri ini jadi lebih aman dengan tertangkapnya orang zeperti dia. Berkurang zatu bajingan di ataz bumi pertiwi. Ga ngira zama zekali dia akan lari ke zini.”

“Ulet banget memang orang satu itu. Bikin kita semua kewalahan. Susah juga jika punya buronan semacam dia. Awas kalau dia sampai lepas, Brother.”

“Tidak akan. Kami dari Tim Garangan tidak melepaznya zampai kapanpun.” Bison terkekeh. “Bajilak memang kok biza-bizanya orang zeperti zempat hidup tenang dan mewah di dunia ini.”

“Aku siap membantu lagi kalau dibutuhkan.”

“Pazti Bro… Pazti…”

Jano mengulurkan tangan, “Sampai jumpa di lain kesempatan, Be. Sampaikan salamku pada semua, pada keluarga. Kalau ketemu si Kembar atau si Bungsu, sampaikan salamku juga.”

“Pazti. Apalagi zedang ada Kak Aira… Uuuuh… aku kangen zekali zama Kak Airaaaaa. Mazih ada tidak yaaaa? Jangan-jangan zudah pulang? Huuhuhu… Padahal aku ingin zekali menjaganya dalam pelukankuuuu. Huhuhuhu…”

“Asem. Yang sedang kamu bicarakan itu Mbakyu-ku, kampret.” Jano memukul pundak Bison sambil tertawa. “Urusin dulu itu si Logan. Kak Aira mah gak perlu dijaga siapa-siapa. Kamu juga pasti bakalan dibanting kalau berani macam-macam.”

“Hahahaha. Baiklah.” Bison tertawa dan membalas dengan memukul pelan pundak Jano, “Zetelah ini, kamu juga lupakan uruzan Loga. Kamu zudah membantu… ralat… zudah zangat banyak membantu. Zekarang tidak perlu lagi khawatir dengan dia, aku yang akan memaztikan dia pulang dan mazuk penjara. Pulanglah. Ada iztri cantik yang zedang mengandung calon anakmu menunggu di rumah.”

“Oke. Sekali lagi, sampaikan salamku pada yang lain,” ujar Jano. “Jujur sih, aku selalu kangen kampung halaman. Tapi seperti yang kamu bilang, aku punya istri cantik yang sedang menungguku di rumah. Aku sudah terikat di sini dan akan tetap di sini sampai hari tua. Tugasku di sana sudah selesai. Gelar serigala penjaga kota sudah dipegang si Kembar.”

“Zebenarnya zayang zekali kalau kamu tidak akan lagi pulang ke kota kita, Brother. Kamu itu zalah zatu azzet yang kadang membagongkan tapi zangat berharga baik buat Alianzi maupun Tim Garangan. Tapi aku paham zih. Aku lihat kamu zudah bahagia di zini. Jadi jangan khawatir, kami akan memberezkan zegala zezuatunya di zana dengan zi Kembar. Kami benar-benar akan sangat merindukanmu. Baik-baiklah kamu di zini. Au revoir, mon ami. Zampai kita berjumpa lagi.”

“Sampai jumpa lagi, Be.”

Kedua sahabat itu berpisah di depan pintu masuk. Saling melambaikan tangan, lalu berbalik arah dan melangkah ke tujuan masing-masing.

Entah kapan mereka akan bertemu kembali.

Mungkin saja lebih cepat dari dugaan mereka sendiri.





.::..::..::..::.





.:: EPILOG
SANG PENUNTAS




Lelah sekali rasanya.

Untunglah akhirnya Jano bisa menyelesaikan semua masalah dengan baik. Kadang memang butuh waktu untuk bisa menyelesaikan sebuah persoalan - tidak ada yang instan di dunia ini kecuali indommie dan kopi sachetan. Jika sedang menghadapi masalah yang berat, harus punya kesabaran. Harus paham kemungkinan, kesempatan, dan fokus pada tujuan. Sebenarnya semua bisa saja diselesaikan dengan baik-baik, tidak perlu ada keributan, tidak perlu ada pertarungan.

Tapi yah, yang namanya prajurit jalanan. Bertempur adalah keseharian.

Ya sudahlah.

Yang penting semua urusan hari ini sudah diselesaikan, dia ingin langsung ambruk di pembaringan, santai sejenak, istirahat, mengakhiri hari dengan hati yang tenang, tidur sembari memeluk istri tersayang, dan mendengarkan detak suara sang calon bayi di dalam perut sang bidadari surganya. Jano duduk di kursi pendek yang ada di samping pintu depan, melepas sepatu yang ia kenakan.

Minum kopi dan makan soto sepertinya akan sangat nikmat. Menyegarkan suasana, memberikan nuansa hangat dalam jiwa. Setelah ini dia akan memesan soto dan rawon saja. Dia suka soto, istrinya suka rawon. Dipadu padan dengan krupuk jadi hidangan lezat.

Ponselnya bergetar dalam saku. Siapa lagi ini? Jano sedang tidak ingin menerima telpon dari siapapun.

Pemuda itu menarik smartphone dari dalam kantong dan melihat ke layar. Tidak ada nama, hanya nomor saja. Tapi entah kenapa dia penasaran, lagipula tidak semua orang mengetahui nomornya. Jano menekan tombol terima.

“Ya?” Jano mulai mendekatkan ponsel itu ke telinga, ia mengempit ponsel itu dengan bahu sementara ia melepas kaus kakinya.

Janoko.

Suaranya berat dan asing. Jano belum pernah mendengar suara orang ini. Dia juga sangat jarang dipanggil dengan nama depannya secara lengkap. Sepertinya bukan orang yang ia kenal dekat.

“Siapa ini? Dari mana kamu dapat nomorku?” Jano jadi waspada. Ada yang tidak nyaman dari panggilan ini. Entah apa itu.

Trah Watulanang. Darah dibayar darah.”

“Trah…” Jano mengerutkan kening. Alisnya yang tebal bagaikan hendak bersatu, “Kamu pasti orang bertopeng tadi. Yang hanya mengamati dari kejauhan. Sang pengguna Topeng Klana Hitam ya? Dasar bajingan klonengan. Sepertinya kamu mengetahui sejarah kelam Topeng Klana Merah. Kenapa meniru aksi bajingan lain seperti pengecut yang bersembunyi di balik topeng? Kenapa tidak langsung datang saja padaku kalau memang ada masalah? Kamu takut atau memang dasarnya pengecut?”

Heheh.”

Tawa yang dingin terdengar. Jano masih belum tahu siapa dia.

“Tidak masalah dipanggil pengecut, tapi aku hanya menelpon karena rasa simpati dan empati. Kalau aku datang menemuimu sekarang, kamu tidak akan siap melawanku. Aku benci berhadapan dengan orang yang lemah. Aku akan mengalahkanmu dengan mudah seperti kalian mengalahkan Grant Logan. Antiklimaks. Sungguh mengecewakan. Tapi itu semua bagian dari rencana. Heheheh.

“Kamu pikir kamu dapat mengalahkanku? Tidak. Tidak semudah itu. Ki-mu masih dibawahku. Aku juga tidak ingin langsung membunuhmu, aku akan membuatmu nelangsa dan merasakan apa yang aku rasakan selama ini melihat Trah Watulanang berkuasa. Lagipula… aku tidak akan melawan orang yang sedang mengalami kesedihan. Jadi… ijinkan aku turut berduka cita.


“Berduka? Apa maks…?”

Saat itulah Jano menyadari sesuatu.

Ada jejak di lantai. Jejak-jejak berwarna merah. Jejak sepatu. Mata pemuda itu langsung terbelalak. Jantungnya berdegup dengan kencang. Sangat-sangat kencang.

Apa yang

Heheh.”

Tidak. Tidak. Tidak. Tidak. Tidak…!!

Janoko.” Suara di seberang terdengar sangat tenang, dia sudah tahu Jano akan mengeluarkan reaksi seperti itu. “Kutunggu kamu pulang ke kota kita. Jangan khawatir, aku akan menunggu sampai kamu datang dan mempersiapkan diri baru akan mengerahkan semua rencanaku terhadap keluarga terakhir Trah Watulanang. Akan kupastikan kalian semua menderita sebelum mati. Satu demi satu. Sebelumnya mohon maaf, karena aku tidak sepemaaf itu, ini masalah personal. Aku akan menghabisi tali keturunan Trah Watulanang sekali dan selamanya. Kalian terlalu merepotkan.” Suara di ponsel itu terdengar kembali.

Jano langsung berdiri dan menyusuri jejak-jejak yang ada di lantai dengan perasaan kacau balau. Lebih dari satu tipe tapak sepatu, lebih dari satu orang. Batinnya makin berkecamuk saat jejak itu mengarah ke kamar tidur. Jejak-jejak yang tidak ia inginkan itu ada yang mengarah ke dalam dan ada yang mengarah keluar, seperti keluar masuk dari sana. Jejak-jejak sepatu yang hanya dimungkinkan tertinggal setelah menginjak genangan berwarna merah.

Siapapun yang meninggalkan jejak-jejak itu mereka bahkan tidak repot-repot untuk membersihkannya. Sebuah pertanda, bahwa mereka memang tidak ingin melakukannya, mereka tidak ingin membersihkan jejak. Mereka ingin menjadikan jejak-jejak itu sebagai peringatan, ancaman, dan hukuman. Siapapun orang-orang yang meninggalkan jejak-jejak itu… mereka ingin dikenali dan ingin diketahui.

“Tidak. Tidak… Apa yang telah kamu lakukan? APA YANG TELAH KAMU LAKUKAAAN!?”

Salah. Bukan apa yang telah aku lakukan, tapi apa yang sudah aku rencanakan. Ini semua sudah direncanakan sejak awal. Ketahuilah, JanoAkulah pembalasan. Akulah perwujudan dendam. Sakit hati ini akan kutuntaskan, dan kalian semua akan membayarnya. Satu persatu dari kalian. Aku akan mengantarkan kalian ke neraka sampai tuntas.”

“BEDEBAAAH!! APA YANG TELAH KAMU LAKUKAAAAN!?”

Kejarlah aku, Jano. Kutunggu di kota.”

Klk.

Detak jantung Jano serasa hampir copot di setiap langkahnya. Dia tahu apa yang akan dia lihat, tapi berharap dia tidak akan melihatnya. Dia ingin memejamkan mata tapi tak bisa melakukannya, dia tahu kenyataan akan sangat menyakitkan.

Kamar tidurnya berantakan.

“Sya… sayang…?”

Mimpi buruk itu nyata.

Tubuh Syahnaz Juliana tergeletak di lantai, ada genangan darah di sekitar tubuhnya. Tubuhnya telanjang. Ada bekas gigitan memerah di buah dada dan pahanya, kakinya terbentang melebar, darah juga keluar dari selangkangan.

Tebaran foto polaroid langsung jadi tersebar di kamar menggambarkan kengerian. Gambar yang menunjukkan empat sampai lima orang memperkosa Syahnaz yang menangis hebat. Jano tak ingin memperhatikan foto-foto itu, tapi posisi mereka membuatnya terpaksa melihat.

Jano jatuh bersimpuh di dekat sang istri. “Sya? Sayang…?”

Tapi Syahnaz dengan matanya yang menatap ke atas tak menjawab, tangisannya pun telah kering, atau setidaknya garis bekas membasahnya telah kering. Ia tadi pasti menangis dengan hebat. Kamar yang berantakan menandakan bahwa ia melawan sampai akhir. Darah di mana-mana.

“Sya…”

Syahnaz tak akan pernah lagi menjawab pertanyaan Jano.

Ada garis merah di lehernya, garis merah yang membuka lebar bagian tenggorokannya begitu dalam sampai-sampai hendak putus. Perutnya terburai, seakan ada seseorang yang hendak mengeluarkan janin di dalam perut Sya secara paksa namun tak berhasil melakukannya. Sya pasti melindungi buah hatinya dengan sekuat tenaga.

Sya telah berjuang.

“Syaaaaa… bangun sayang… banguun. Aku sudah pulang… aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitimu lagi…” Jano mulai berderai air mata, bibirnya gemetar mengucapkan setiap kalimat. Tangannya mengelus rambut istrinya tercinta yang sebenarnya tengah hamil muda anak pertama mereka. “Syaaaaaa… Maafkan aku sayang, maaf aku terlambat datang… Syaaaaa…”

Jano meraung dengan hebat.

Jano sempat merasa punya segalanya. Dia tahu sekarang dia tidak punya apa-apa.

Dia tahu dia sudah terlambat. Apapun yang dia lakukan sekarang, tidak akan merubah apapun. Sakit sekali rasanya menjadi seseorang yang tak bisa melakukan apa-apa untuk orang yang paling dicintai. Dia memiliki kemampuan tapi tak mampu melindungi orang yang paling ia sayangi. Ia menggerakkan tangan untuk menutup mata Syahnaz, dan memeluknya erat-erat.

“Jangan khawatir, Sya. Aku tidak akan membiarkan orang yang menyakitimu lepas begitu saja. Siapapun yang telah melakukan ini akan membayarnya. Dia akan membayarnya berkali-kali lipat. Dia akan merasakan pembalasan dendam kawanan serigala. Dia tak akan bisa lari karena kami akan mengejarnya sampai mati. Kamu tidurlah dengan tenang.”

Tentu tak ada jawaban dari Syahnaz. Dia juga tidak akan kesakitan lagi.

Dia sudah tenang dalam keabadian.

Bersama bayi mereka yang belum sampai menghirup udara sudah ikut menemani sang bunda ke alam keabadian. Bergandengan tangan di nirwana, berdua, menunggunya.

Jano memejamkan mata.

Seperti ada sesuatu yang tiba-tiba saja direnggut dalam diri Jano. Ada satu hal yang sangat besar yang hilang dari tubuhnya. Ia sadar sepenuh hati, ia tak akan pernah lagi bisa melihat senyum Sya, tak bisa lagi melihat wajah senang sang istri, tak bisa lagi bersenda gurau, berbagi tawa, bahagia bersama, merencanakan masa depan mereka, merencanakan kamar bayi, memikirkan nama sang bayi.

Ia juga tak akan pernah melihat bagaimana lucunya wajah sang bayi dan menggendongnya dalam pelukan yang aman. Dia sudah pergi bahkan sebelum menjadi.

Ada lebih dari sekedar kosong dalam jiwanya.

Tubuh Jano bergetar hebat.

Jano memeluk kepala Syahnaz, berteriak sekencang-kencangnya. Membiarkan air matanya tumpah. Membiarkan kesadaran lepas sesaat dari jiwanya. Membiarkan dirinya remuk redam dibawa duka nestapa yang tumpah ruah di dalam angan dan pikirannya.

Jano bukan orang yang selalu berharap lebih, dia orang yang hanya ingin hidup apa adanya. Tapi bahkan itupun rasa-rasanya terlalu berlebihan sekarang. Setega itu semua hal yang paling penting direnggut dari dirinya. Semuanya. Semua yang ia kasihi, semua yang ia cintai, semua yang ia jaga sepenuh hati dan ia rencanakan untuk hidup sampai nanti.

Semua hilang dalam sekejap.

Semuanya.

Bedebah-bedebah yang melakukan tindakan keji ini harus membayarnya.

Mereka semua harus membayarnya!

Sejak tadi Jano masih belum memeriksa ruangan secara menyeluruh karena dia fokus pada Syahnaz. Dia meletakkan Sya dengan hati-hati dan menutup tubuhnya dengan selimut. Setelah beberapa saat lamanya terdiam di samping Sya, Jano bergerak. Dia harus memeriksa ruangan terlebih dahulu. Setelah itu dia akan memanggil polisi. Sudut demi sudut ia periksa, ia amati dengan seksama. Apa yang kira-kira bisa dijadikan barang bukti? Apa yang bisa dijadikan petunjuk?

Sampai kemudian Jano menemukannya. Di atas meja rias Sya – ada kelereng-kelereng susu bewarna putih dan sebuah kartu nama hitam.

Kartu nama hitam.

Di balik kartu nama itu ada dua kalimat yang ditulis dengan warna emas.

Habisi Trah Watulanang. Darah dibayar darah.
- 21

Ini… ini kan yang diperingatkan Kak Aira? Sial! Jadi serangan ke Trah Watulanang itu benar-benar ada dan mereka menyerang semua target. Jano tahu dia lengah satu-satunya anggota Trah Watulanang di sini hanyalah dirinya. Tidak. Anaknya yang masih berada dalam perut sang Bunda juga Trah Watulanang. Siapa sebenarnya si Blackjack? Kenapa dia begitu dendam? Siapa dia?

SIAPAAAAAA!!??

Tak sadar Jano berteriak. Tapi teriakannya tidak akan pernah bisa membangunkan sang istri yang telah beristirahat dalam kekekalan. Juga anaknya… anggota Trah Watulanang yang bahkan sebelum lahir sudah menjadi korban para maniak.

Legion berhasil melaksanakan niatnya. Begitu juga Blackjack.

Mereka membuat Jano hancur.

Saat merasakan kesedihan manusia akan disadarkan bahwa seutuh-utuhnya mereka tetap tidak akan ada apa-apanya dibandingkan kuasa Langit. Sekuat dan setangguh apapun seorang manusia, ketika Langit ingin mereka jatuh, maka mereka akan jatuh. Manusia tidak akan pernah bisa menentukan apapun karena seampuh-ampuhnya manusia, mereka tak akan pernah menjadi dewa.

Manusia akan selamanya terjebak dalam perputaran roda kehidupan, kadang berada di atas, berikutnya di bawah. Seperti pagi menjadi malam, seperti malam berubah menjadi pagi. Tidak ada yang kekal kecuali perubahan.

Jano sedang berada di titik terendah kehidupannya.

Jano tidak pernah tahu kalau beberapa hari ini ternyata merupakan hari-hari terakhir bersama sang istri.

Seperti halnya Jano tidak akan pernah tahu, saat itu ada seorang pemuda yang sedang berjalan dengan tenang di bandara – hanya berselisih jam dengan kepergian Abe Bison, tidak ada yang mengetahui siapa dia, darimana asalnya, dan apa yang dia lakukan sebelumnya.

Saat ini tidak ada yang mengenalinya, tapi dia akan menjadi sangat dikenal di waktu-waktu mendatang. Dia akan menjadi ancaman utama bagi lima bersaudara harapan Trah Watulanang.

Khususnya bagi Jano, pembalasan akan menjadi miliknya.





.::..::..::..::.





Orang yang baru saja berbincang-bincang dengan Jano di telepon berjalan dengan tenang seakan tanpa beban. Tas ransel yang ia bawa menjadi barang paling berharga, karena di dalam tas itu terdapat satu topeng Klana berwarna hitam. Wajahnya sama sekali tidak menyunggingkan senyum. Dia tidak senang melakukan ini – menyakiti dan membunuh wanita tak berdaya bukanlah hal yang ia gemari. Tapi the show must go on dan rencana sudah dijalankan. Saatnya untuk menggulirkan rencana berikutnya.

Untuk menguasai kota, harus menghancurkan dinasti trah Watulanang. Untuk itu dibutuhkan rencana yang matang demi mendongkel mereka dari tahta.

Bahkan saat ini pun, di otaknya, berbagai rencana sedang disusun untuk menjalankan niatnya.

Saat ia berjalan menyusuri koridor panjang di bandara, tiba-tiba saja muncul empat orang bertubuh tegap berjalan dari empat penjuru arah. Mereka langsung mengawal di belakangnya sepanjang perjalanan di bandara tersebut. Keempatnya mengenakan pakaian serba hitam. Sang Klana Hitam tetap berjalan santai seolah itu hal yang biasa. Salah satu dari mereka berjalan lebih cepat, ia mensejajari sang pemuda, membuka ponsel dan memutar sebuah rekaman tanpa suara. Ia menunjukkannya pada sang pemuda.

Pemuda itu tahu tanpa harus menebak bahwa rencananya telah berjalan dengan baik.

Legion sudah mengirimkan video dan sudah disebarkan ke Mimbar,” ujar sang pengawal berbadan tegap. “Para Dewa sudah mengirimkan jawaban.”

Rekaman video itu berisikan adegan pemerkosaan Syahnaz dan kesadisan mereka saat menancapkan pisau berkali-kali ke perut sang wanita tak berdosa. Perutnya dibelah saat Syahnaz masih tersadar dan terus melawan dengan berani. Perlawanan wanita malang itu baru berakhir saat lehernya digorok sampai hampir putus.

Video itu di-share ke dalam sebuah grup aplikasi wikipedia yang dbentuk secara khusus oleh satu grup stakeholder yang terdiri dari 12 orang petinggi dan belasan orang anggota. Kesadisan yang dipublikasikan oleh sang pengawal langsung mendapat tanggapan. Emoticon jempol bertebaran, emoticon wajah mupeng terlihat dari beberapa orang. Orang-orang yang berada dalam grup itu tidak ada yang menggunakan nama asli. Ke-12 petinggi utama menggunakan berbagai nama samaran. Kedua belas orang itu disebut para dewa di Mimbar Annunaki, pemimpin kolektif kelompok underground besar Negeri di Awan atau sering disingkat NDA.

Salah satu wakil Mimbar Annunaki yang memiliki nama samaran Marduk mengetikkan sesuatu di keyboardnya. Tulisan itu muncul di layar.

Target pertama : si Kembar. Perlakukan yang perempuan seperti memperlakukan wanita yang baru saja tampil di video dan kuliti hidup-hidup yang laki-laki. Hancurkan mereka, permalukan mereka, dan kubur mereka hidup-hidup. Kuasai kota sebelum si sulung dan pemuda seberang pulau pulang. Lanjutkan kontrak dengan Legion.”

Melihat update tanggapan terbaru di grup, sang pemuda akhirnya puas. Ia menganggukkan kepala pada sang pengawal. Orang itu pun kembali menyimpan ponselnya. Mereka berlima berjalan menuju ruang tunggu keberangkatan di ujung bandara dengan wajah ketus dan serius, tanpa tawa, tanpa senyum, tanpa percakapan.

Sang pemuda yang berjalan paling depan itu tahu, dengan tragedi seperti ini Jano dipastikan akan kembali lagi ke kota untuk memburunya. Dengan begini, dia akan lebih mudah menghabisi satu persatu harapan Trah Watulanang karena terkumpul di satu kota.

Sang pemuda sudah tahu siapa saja yang akan ia incar. Aira, si Kembar, Jano, dan si Bungsu. Dia tidak akan membunuh mereka dengan mudah, dia akan memastikan mereka menderita terlebih dahulu… baru kemudian membunuh mereka satu persatu. Sesudahnya, tanpa mereka berlima, Aliansi akan runtuh dan kota akan chaos. Trah Watulanang akan habis dan regime baru akan menggantikan.

Saat itulah NDA datang dan merebut semua wilayah. Itu adalah rencana awalnya.

Tapi sesungguhnya pemuda itu tidak peduli siapa yang akan mengambil alih kekuasaan, dia tidak peduli apa keinginan Mimbar Annunaki dan apa tujuan NDA. Tujuannya hanya satu, untuk menimbulkan kekacauan. Tujuannya bukan kejayaan, tujuannya adalah penuntasan dendam.

Dendam terpendam kepada keluarga Trah Watulanang.

Sekilas lirik ia menatap ke arah kaca yang mengitari sebuah coffee shop di bandara Kota Seribu Sungai, kaca yang bisa membuatnya menatap diri sendiri.

Si Kembar akan menjadi target pertama.

Itu artinya Mimbar Annunaki akan mengerahkan pasukan besar untuk memburu kedua pemimpin lapangan Aliansi. Saat si Kembar berhasil mereka bunuh, sudah pasti Jano dan Aira akan pulang ke kota dan melakukan perburuan besar-besaran
. Tapi dia berharap, Jano akan langsung datang setelah peristiwa yang menimpa istrinya.

Jano oh Jano. Datanglah Jano, datanglah dengan dendammu, datanglah dengan kemampuan hebatmu. Aku akan siap menyambutmu. Kita adu sampai mati dendam siapa yang lebih mendarah daging. Kamu yang baru kesakitan, atau aku yang sudah sejak lama merasakan sakit itu. Kamu baru akan paham dengan siapa kamu berhadapan setelah berhadapan denganku.

Dendam adalah pemicu, Jano.

Kita adu, dendam siapa yang lebih hebat. Dendam siapa yang lebih kuat.

Suatu saat kelak pemuda itu yakin Jano pasti akan menemuinya dan saat mereka berdua bertemu, Jano pasti akan menuntut balas padanya. Karena si Klana Hitam adalah orang yang paling bertanggung jawab akan semua duka lara yang dia rasakan, Jano pasti berharap dendam itu dibayar lunas sampai tuntas.

Persis seperti apa yang ia rasakan saat ini.

Pemuda berpakaian hitam mendengus.

Tidak masalah siapa di antara dirinya dan Jano yang kalah atau menang, karena keadaan bisa berbalik kapan saja. Sang pemburu bisa menjadi buruan dan sebaliknya. Setahu sang pembawa topeng Klana Hitam, seumur hidupnya Jano tak pernah membiarkan satu pun buruannya hidup dengan tenang. Justru itulah yang dia harapkan, supaya Jano datang kepadanya dengan segenap kekuatan. Matipun ia tak akan menyesal, karena ia akan membuat mereka berlima menderita.

Itulah satu-satunya saat pemuda itu tersenyum.

Kejarlah aku, Jano. Kejarlah.

Aku akan siap menyambutmu.

Tapi sadarilah baik-baik, terus berlatih, dan jangan lengah. Karena ketika saat itu tiba, waktu pembalasan akan datang
.

Kita tahbiskan siapa yang bertahan dan siapa yang tuntas. Siapa yang menjadi pemburu dan siapa yang menjadi buruan. Siapa yang akan menjadi predator dan siapa yang akan menjadi mangsa. Datanglah dengan penuh amarah. Datanglah sebagai serigala buas, bawa kawananmu. Aku akan menunggumu. Aku akan menjawab tantanganmu.

Dengan segenap kemampuan aku akan siap menghadapimu. Aku akan mengalahkanmu, aku akan mempermalukanmu, dan Aku akan membunuhmu.

Kamu baru saja merasakan dendam. Tapi bagiku, dendam adalah hidupku. Dendam adalah pemicu
. Dendam adalah hasratku.

Dendam adalah aku.

Jano…

Pembalasan akan menjadi milikku
.





GAROU – VENGEANCE IS MINE.
SELESAI?
Makasih ceritanya bro @killertomato
 
Wah ane kira update Jalak, ternyata ada sisipan Garou.

Terlihat menjanjikan cerita sisipan Garou ini, hanya saja ane blum bisa meraba-raba dicerita Garou, gimana mau meraba-raba tokoh di Garou saja tidak tau anak siapa dengan siapa, yang ckup kental ditokoh Garou emang banyak tapi cuma satu tokoh yang paling kental kali ini, si manusia huruf Z saja mungkin jadi perhatian ane hahaha.
 
Review :
- Aira anak nada pasti dari bahasa Jepangnya
-si kembar anak Hanna
-Jano anak Kinan
-bison anak Hageng
-kapten Razan kayanya ada hubungannya sama Rao dari ciri"jurusnya hfft..bldmm wkwk
- Si rahu buset masih hidup ae asuu emg A+++ Deka berarti gagal balas dendam dong
-Di pihak musuh ada Legion sama NDA
- Nah bener kan topeng klana itu pasti ciri khas identitas suatu kelompok
- NDA kayanya Organisasi yg bunuh bapanya si.pasat deh
-Yang terakhir aduhh gimana ya jadi Nuansa DARK bgt ya suhu istrinya jano sama anaknya aduh parah amat...saya pas baca ini nyesek bgt suhu
 
Review :
- Aira anak nada pasti dari bahasa Jepangnya
-si kembar anak Hanna
-Jano anak Kinan
-bison anak Hageng
-kapten Razan kayanya ada hubungannya sama Rao dari ciri"jurusnya hfft..bldmm wkwk
- Si rahu buset masih hidup ae asuu emg A+++ Deka berarti gagal balas dendam dong
-Di pihak musuh ada Legion sama NDA
- Nah bener kan topeng klana itu pasti ciri khas identitas suatu kelompok
- NDA kayanya Organisasi yg bunuh bapanya si.pasat deh
-Yang terakhir aduhh gimana ya jadi Nuansa DARK bgt ya suhu istrinya jano sama anaknya aduh parah amat...saya pas baca ini nyesek bgt suhu
Bukan bapaknya pasat om tapi bapaknya junaedi
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd