Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT JALAK v3

Selama ini, siapakah tokoh antagonis yang bikin suhu-suhu di sini geregetan dan emosi?

  • Ki Juru Martani

    Votes: 149 33,3%
  • om Janu

    Votes: 82 18,3%
  • Bambang Jenggo

    Votes: 91 20,3%
  • Joko Gunar

    Votes: 6 1,3%
  • Reynaldi

    Votes: 187 41,7%
  • Rama

    Votes: 25 5,6%
  • Rahu Kala

    Votes: 7 1,6%
  • Darsono

    Votes: 3 0,7%
  • Mox

    Votes: 3 0,7%
  • Tokoh antagonis lain

    Votes: 3 0,7%

  • Total voters
    448
  • Poll closed .
BAGIAN 18.2
BUKAN RAHASIA




Kadang kita harus dipukul terlebih dahulu,
supaya tersadar.
Bahwa kita sedang bertarung.”

- Michael Jordan





Tidak seperti Tarung Antar Wakil yang pada umumnya pertarungan antar kelompok yang gempar oleh ributnya para pengikut, pada pertarungan antara JXG dan KRAd di depan Museum Sang Pangeran, penonton yang berasal dari kedua kelompok semuanya diam dan tenang di posisi masing-masing, wajah-wajah tegang nampak dari mereka.

Tidak ada yel-yel, tidak ada saling ejek, tidak ada suara dukungan, semua penonton hanya diam dan duduk tenang agar kedua petarung dapat berkonsentrasi tanpa gangguan, mereka hanya dapat menunggu dan berharap. Para penonton dari kedua kelompok memang sengaja memilih diam karena semua orang tahu tingkat ketegangan malam itu sudah mencapai tahap maksimum. Sedikit saja kehilangan konsentrasi, mereka akan kehilangan target lokasi yang dipertaruhkan.

Ini adalah saatnya.

Pertarungan pertama.

Bambang Jenggo si Raja Para Anjing lawan Sulaiman Seno sang Jagal. Yang satu pimpinan lapangan KRAd, yang satu lagi si pembunuh dari Empat Anak Panah JXG.

Bambang Jenggo berdiri di tengah tempat yang biasanya digunakan sebagai lapangan tenis dengan penuh seringai. Senyum menjijikkan seorang Raja Para Anjing yang entah bagaimana caranya selalu bisa lolos dari maut. Salah satu alasan kenapa dia bisa lolos dari kematian pada pertempuran terakhir adalah berkat orang yang hari ini akan dia hadapi.

Di hadapan Jenggo kini, berdirilah seorang warrior sejati – petarung dan prajurit andalan JXG, sang ujung tombak Empat Anak Panah, Sulaiman Seno sang Jagal. Pria yang tidak takut menghadapi maut seperti apapun.

“Pasti kalian mengira aku akan dipasang sebagai petarung terakhir. Heheheh. Surprise surprise, terkejut ya? Terkejut dong. Kalau tidak terkejut percuma aku bikin surprise. Haahahah.” Jenggo tertawa sambil menggoyang-goyang kepalan tangannya. Ada aura hangat keluar dari tubuhnya – penanda bahwa ia sedang perlahan-lahan menenangkan dan menyalakan Ki. “Ada sedikit ironi karena hari ini kita berdua harus berhadapan ya, Seno? Tidak menyangka lagi-lagi kita yang bertemu. Mungkin memang sudah jodoh kita.”

Sang Jagal hanya terdiam.

“Tidak ada tanggapan, Seno?”

“Buat apa?”

“Ya tentu saja supaya pertarungan ini lebih seru. Aku tahu kamu harus mengalah padaku karena masih punya hutang. Hahahahahah.”

“Mana bisa. Lebih baik aku mati daripada menyerahkan pertarungan ini padamu. Hutangku sudah lunas. Tidak akan ada lagi bantuan untukmu, bangsat. Aku menyesal telah membantu memanjangkan nyawamu. Orang sepertimu seharusnya tidak pantas hidup lebih lama.”

“Hahahahahah! Jangan begitu, Seno! Cobalah hitung dulu kesepakatan kita! Kamu masih berhutang! Hahahahaha!” Jenggo tertawa terbahak-bahak sampai tersengal-sengal, perutnya yang gemuk terguncang-guncang. “Kamu mau tahu kenapa sangat beruntung? Kenapa aku selalu lolos dari kematian? Hahahaha. Tidak mau? Tidak peduli? Tetap aku beritahu! Bwahahahah! Begini-begini aku ini punya lucky charm yang akan selalu menyelamatkanku dari maut. Dengan jimat bertuah ini aku tidak akan mudah mati begitu saja. Bahkan kamu sekalipun tidak akan sanggup membunuhku.”

“Kita buktikan saja. Mana yang lebih handal. Jimatmu atau kepalan tanganku.”

Jenggo mengedipkan mata, “Tidak semudah itu, ferguso.”

Jagal menyalakan Ki. Aura dahsyat terbaca menyusuri tubuhnya, menghempas keluar bagaikan wedhus gembel berlarian menuruni lereng Gunung Menjulang.

“Tunggu.”

Jagal terhenti.

“Tunggu sebentar.” Jenggo tiba-tiba saja menggelengkan kepala. Ia mencibir dan berkacak pinggang, kepalan tersandar di pinggulnya. Dia berjalan memutar-mutar di tempat sembari geleng kepala. “Tunggu sebentar. Ini tidak bisa. Tidak bisa tidak bisa. Ini sama sekali tidak seru. Kita berdua sama-sama tahu pertarungan dengan pemanfaatan Ki di antara kita berdua sudah sangat tidak seru. Selain tidak seru juga tidak menantang, dan tidak pantas. Kita berdua sama-sama tahu kekuatan masing-masing, kita bisa meng-cancel satu sama lain dengan mudah. Apalagi yang diharapkan dari pertarungan kita? Bacok-bacokan jurus sampai modar? Yang ada dua-duanya seimbang.”

Jagal mendengus kesal, apalagi maunya si Raja Para Anjing brengsek ini?

“Kamu tentunya setuju kalau pertarungan kita tidak seru kan, Seno? Semua orang sudah tahu kamu menguasai beberapa gerbang Kidung Sandhyakala dan aku menguasai Hikayat Pemuja Malam. Tapi rasa-rasanya kita tidak perlu memperlihatkannya di arena ini untuk dapat menyelesaikan pertarungan.”

Semua orang melongo mendengar ucapan Jenggo, terutama orang-orang JXG. Siasat macam apalagi yang hendak ia lakukan malam ini? Kenapa dia tidak ingin bertukar adu ilmu kanuragan di ajang seperti Tarung Antar Wakil?

“Jagal… Seno. Begini cara kita melakukannya dengan lebih stylish… kita akan melakukannya tanpa tenaga dalam. Mano-a-mano dalam arti sebenarnya. Kamu melawanku dengan tangan kosong seperti petarung jalanan sejati. Kita buktikan di atas arena, siapa sebenarnya yang lebih anjing! Tangan kosong! Gontok-gontokan! Itu lebih brutal! Bagaimana?”

Jagal mendengus. “Tidak masalah.”

Bambang Jenggo tersenyum culas. “Baiklah kalau begitu.”

Seakan menepati janji, Bambang Jenggo melepas aura tenaga dalamnya. Keduanya saling berhadapan di arena tanpa Ki menyala. Hanya tendangan, kepalan, sundulan, dan serudukan yang diperbolehkan. Sebuah peraturan yang mereka berdua tentukan sendiri.

Sebagian orang yang menatap perkembangan terbaru itu terheran-heran, tapi mereka semua paham. Jenggo memang seorang petarung yang unik.

“Si Bangsat itu hendak menyimpan tenaga,” ucap Hanzo dengan kesal, ia bersungut-sungut saat melihat lagi-lagi Bambang Jenggo berulah dengan taktiknya.

Nohara dan Usagi yang berada di dekat pimpinan SSX itu menjadi bertanya-tanya, kenapa harus Jenggo memaksakan aturan baru untuk menyimpan tenaga? Untunglah mereka tidak perlu menanyakan apa maksud Hanzo, karena kemudian dia sendiri yang menjawabnya.

“Ada dua alasan Jenggo memaksakan pertarungan tangan kosong tanpa Ki. Pertama, karena dia ingin melakukan sesuatu di akhir Tarung Antar Wakil dan itu membutuhkan tenaga yang teramat besar, atau kedua – karena dia akan menggunakannya di saat-saat yang tepat saat melawan Jagal. Kalau dia curang… yah, ini bukan kali pertama dia akan berlaku curang. Kita toh semua tahu siapa itu Bambang Jenggo, dia yang paling anjing di antara para anjing. Jagal pasti sudah sangat paham apa yang akan dilakukan oleh Bambang Jenggo.”

“Dia akan melakukan sesuatu di akhir Tarung Antar Wakil ini?” Nohara meneguk ludah. “Apa itu?”

“Tidak tahu, yang jelas tidak akan menyenangkan. Aku berani bertaruh.”

“Hanzo,” panggil Ki Kadar.

“Iya, Ki Kadar.” Sang pimpinan SSX menjura saat menghadap ke wakil dari Empat Anak Panah sekaligus pengganti sementara kepemimpinan Pak Zein yang tidak dapat hadir.

“Pastikan pasukanmu menyebar dan menjaga di setiap parameter yang tadi kita bicarakan. Aku mencium gelagat tidak menyenangkan dari orang-orang KRAd. Mereka tidak bisa dipercaya, apalagi dengan hadirnya Bambang Jenggo dan Ki Juru Martani di sini.”

“Baik.”

Hanzo segera menyampaikan pada Shinsengumi X alias SSX untuk segera menyebar dan memastikan keamanan setiap anggota JXG di semua jalur keluar, Ia hanya menyisakan Nohara, dan Usagi bersamanya di samping Empat Anak Panah.

Perhatian mereka kembali terpusat ke tengah arena.

Sulaiman Seno – Sang Jagal dari JXG melawan Bambang Jenggo – Sang Raja Para Anjing dari kesatuan KRAd. Dua orang yang sudah saling mengenal satu sama lain, bahkan sebelum kehadiran Ki Juru Martani di kota. Ibarat koin dengan dua muka, keduanya bahkan berada di sisi yang sama.

Seno mendengus. Tidak perlu berlama-lama.

Dia maju dengan kedua tangan di depan wajah, memasang perisai ala petinju. Jenggo tersenyum dan melakukan hal yang sama, langkah kakinya ke depan menipiskan jarak di antara keduanya. Mereka berhadapan satu sama lain, saling menatap, dan saling memperkirakan gerakan.

Seno yang memulai.

Tangan kanan bergerak, lecutan pukulan dilepas membentuk setengah lingkaran melawan arah jarum jam. Pukulan cross. Jenggo menghindar dengan memutar tubuh ke kiri bawah. Tangan kiri Seno menyusul, pukulan menghantam ke bawah, hampir setengah lingkaran dengan lecutan sedang. Pukulan jab. Lagi-lagi Jenggo menghindar dengan menurunkan badan ke arah berlawanan.

Jab. Jab. Jab.

Gagal. Lewat. Lolos.

Tiga jab dari Jagal tidak menemui sasaran. Sungguh mengherankan seorang bertubuh gempal seperti Jenggo ternyata memiliki kelihaian gerak nan lincah. Orang-orang JXG mulai penasaran bagaimana mungkin seorang Jagal tidak bisa mengenai Jenggo sekalipun. Apakah Jagal tidak serius dalam pertarungan ini? Semua orang mulai bergunjing, termasuk Hanzo, Nohara, dan Usagi.

“Ini Jenggo yang lincah atau Jagal yang tidak serius?” tanya Nohara. “Masa iya Jagal tidak bisa memukul dengan tepat sekalipun? Dia assassin terbaik JXG!”

Hanzo mendengus dan menyilangkan tangan di depan dada. “Sebenarnya tidak semudah itu menyentuh Jenggo. Dia licik, lincah, dan lihai memanfaatkan peluang. Tarung satu lawan satu dalam kondisi seperti ini ternyata menguntungkan dia, sesuai dengan yang kita lihat sekarang. Dia tahu persis kemana harus menghindar. Kalau diperhatikan sejauh ini, justru Jagal yang harus berhati-hati seandainya dia meremehkan kemampuan Jenggo.”

Sulaiman Seno terus menerus menyerang, tapi tanpa hasil. Ini benar-benar di luar dugaan semua orang. Siapa yang menyangka bahwa orang yang lebih gemuk justru lebih lincah?

“Heaaaaaaaaah!!” Jagal berteriak kesal dan melontarkan satu cross kencang, menyamping ke bawah, menggerus udara, memanfatkan jangkauan.

Sudah bisa ditebak, lagi-lagi pukulannya berhasil dielakkan oleh sang lawan. Jenggo menapak satu kaki ke belakang, meliukkan badan bagaikan memindahkan massa lemak ke punggung. Menghindari pukulan Jagal pun seakan-akan dapat dilakukan dengan mudah.

Jagal tertegun, bagaimana bisa? Sejak kapan Jenggo menjadi selincah ini dalam…

Jagal lengah.

Kaki Jenggo yang tadinya menapak ke belakang, kini diulir maju, membentuk kekuatan pondasi kencang untuk menahan berat badan. Tubuhnya meliuk ke depan saat tangan Seno tidak dalam posisi bertahan. Kendali pertahanan sang Jagal bocor, kedua tangannya berada pada posisi tanggung. Itulah yang ditunggu-tunggu sang Raja Para Anjing.

Jboooookghhh!!

Kepalan Jenggo masuk dengan telak ke wajah Jagal.

Sang anggota Empat Anak Panah JXG terkesiap karena tak siap dan langsung terpapar pukulan yang masuk. Tubuhnya terdorong hingga mundur ke belakang. Melihat lawan mundur sambil tertatih beberapa langkah, tentu saja Jenggo yang paling ahli memanfaatkan kesempatan segera beraksi. Tangan kanan dan kirinya menyeruak ke depan.

Jboooookghhh!! Jboooookghhh!!

Wajah Jagal sampai terlempar ke kanan dan kiri karena kencangnya pukulan susulan dari sang Raja Para Anjing ke arah wajahnya. Kepalan tangan dan kiri menyerang bergantian. Tubuh Jagal sempoyongan ke belakang, tak mampu berdiri tegak dengan sempurna. Jenggo tak berhenti di situ saja. Sekali lagi double combo dilepaskan. Dua pukulan kencang meledak.

Jboooookghhh!! Jboooookghhh!!

Saat rahangnya terkena, tubuh Jagal makin sempoyongan, pukulan demi pukulan dari Jenggo membuatnya limbung. Seandainya saja ia tak kuat, Jagal sudah tersungkur karena kerasnya pukulan sang lawan. Tanpa mengaktifkan pelindung dengan Ki atau ilmu kanuragan membuat Sulaiman Seno tak awas menghadapi Jenggo. Entah kenapa pertahanannya tak sempurna.

Semua yang sedang menyaksikan seakan tak percaya melihat kemampuan Jenggo. Bagaimana bisa orang itu menghadapi salah satu Anak Panah JXG dengan begitu mudahnya?

Jbookghhh!! Jboooookghhh!! Jboooookghhh!! Jboooookghhh!! Jbookghhh!! Jbookghhh!!

Tengah! Keras sekali! Jagal terdesak mundur! Lalu kanan. Kiri. Kanan. Kiri. Kanan dan kiri lagi.

Rantai pukulan dari Jenggo tak berhenti, makin lama makin deras. Jab, hook, cross, dan straight punch semuanya masuk tanpa terhalang. Pukulan demi pukulan membuat wajah Jagal makin tak karuan, Jenggo tak memberi kesempatan.

Sampai suatu ketika, Jenggo salah menapak. Seharusnya kakinya lebih maju, tapi ia meletakkan kakinya hanya sampai separuh jarak. Gerakan itu membuat irama serangannya kacau. Untuk pertama kalinya sejak hujan pukulan dikirimkan, Jenggo tak mampu menjangkau lawan.

Kesempatan buat Jagal!

Keadaan berbalik. Seno menapak tegas dan menggunakannya sebagai dasar pijakan untuk melecutkan tubuhnya ke depan. tubuhnya bagaikan terbang ke depan. Cross setengah putaran diluncurkan.

Semua orang menarik napas.

Jboooookghhh!

Tapi sekali lagi Seno gagal dan justru sebaliknya, serangan Jenggo masuk lagi!

Jenggo ternyata berhasil menghindar di detik-detik terakhir. Ia menggeser berat badannya ke samping kiri, menurunkan tubuh dengan sedikit membungkuk, mengait kaki Jagal, dan menghentakkan satu pukulan kencang ke arah dada sang lawan. Pukulan Jenggo kali ini benar-benar keras dan telak. Menohok ulu hati Sulaiman Seno.

Jagal terpukul mundur, kakinya menapak tiga langkah ke belakang.

Jenggo mengejar tanpa ampun. Tubuh gempal si Raja Para Anjing melompat ke depan. Tangan kirinya melesat mengeluarkan sejurus pukulan silang yang mengincar rahang.

Bledaaaaakghhh!

Ledakan pukulan kali ini membuat kepala Jagal terlempar ke kiri, tubuhnya nyaris terjatuh ke samping! Jagal berteriak kencang karena kesakitan, tapi dia tetap bertahan! Jenggo tentunya tidak berhenti begitu saja karena kini Jagal kembali terekspos, pertahanannya terbuka.

“Sembrono sekali. Padahal kupikir kamu seorang profesional. Begini saja tidak bisa bertahan.”

Jbookghhh!! Jbookghhh!!

Rangkaian sentakan pukulan menyusul, tangan kanan Jenggo melesat. Pertama ke ulu hati - langsung masuk! Jagal tertohok. Semua yang ada di dalam tubuhnya seakan bisa dimuntahkan.

Tangan kanan Jenggo yang baru saja melontarkan pukulan ditarik mundur ke belakang sedikit, lalu melesat kembali dengan kecepatan tinggi bagaikan peluru kendali. Kali ini naik ke dagu. Jagal tak bisa menghentikannya! Masuk lagi! Satu uppercut yang mematikan!

Jboooooookghhh!!

Jagal tersambar, kepalanya terlempar ke belakang. Tubuhnya melayang. Bambang Jenggo mengejar ke depan. Jagal menghentakkan kaki ke tanah, menggunakannya sebagai tumpuan dan melayangkan satu dua pukulan ke depan. Lagi-lagi Jenggo berhasil mengelak, pukulan Jagal hanya mengenai ruang hampa. Keduanya terpisah oleh kemampuan yang seharusnya tak jauh beda, namun nyatanya jauh jaraknya.

Semua orang yang menyaksikan bertanya-tanya. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Jagal begini lemah? Benarkah Jenggo benar-benar sekuat itu? Tidak mungkin bukan? Ataukah pada pertandingan pertama ini Seno sengaja mengalah?

“Hahahahahahah!! Kena kamu sekarang!!”

Straight punch melesat. Jagal mencoba mengangkat lengan untuk bertahan, tapi sekali lagi kecepatan Jenggo benar-benar keterlaluan.

Jbooooooooookkghhhhh!!

Darah keluar dari hidung Jagal yang terkena hantaman.

Jbookghhh!! Jboooookghhh!! Jboooookghhh!! Jboooookghhh!! Jbookghhh!! Jbookghhh!!

Kepalan tangan kanan. Tangan kiri. Tangan kanan lagi. Kepala Jagal terlempar ke samping. Satu uppercut menyusul. Kepala Jagal mendongak, darah keluar dari mulutnya bagaikan air mancur, ke udara membasahi wajahnya sendiri.

Jenggo mendengus dan mundur dua langkah.

Sulaiman Seno jatuh berdebam ke arahnya. Wajah terlebih dahulu menghentak tanah. Darah kembali tersembur ketika kepalanya terbanting di bawah.

Darah menggenang di lantai lapangan tenis.

Sulaiman Seno tak bergerak.

Semua hening.

Masih hening.

Hening.

Bambang Jenggo berdiri dengan jumawa sembari mengangkat kepalan tangan kanannya ke udara. Sorak-sorai anggota KRAd terdengar. Mereka semua melonjak-lonjak dengan gembira, berteriak bahagia, senang dengan hasil yang tidak diduga-duga.

Ki Kadar menggemeretakkan giginya. “Sial. Jagal lengah. Bajingan itu berlaku curang.”

Nohara mengerutkan kening, “Curang? Bagaimana bisa?”

Hanzo mendengus, “Dia menggunakan Ki untuk meningkatkan kecepatannya. Tapi entah bagaimana kita tidak bisa membaca aura tenaga dalamnya. Seperti ada selubung yang melindungi para pengguna Ki dari tengah arena. Aku sudah curiga sejak tadi pasti dia akan bertindak curang.”

Ki Kadar menatap ke arah jauh, ke arah seseorang yang duduk dengan santai di sebuah batang pohon. Ongkang-ongkang kaki sembari menatap ke arah tengah arena. Pria itu menatap balik Ki Kadar dari balik Topeng Klana Merah-nya.

Pria bertopeng itu menganggukkan kepala sambil memberi hormat.

Ki Kadar mendesis, “Ki Juru Martani. Hanya dia yang bisa melakukan ini. Dia menyelubungi kekuatan Jenggo dari mata batin awam. Bahkan pengguna Ki sekalipun tidak dapat membaca kapan Jenggo menyalakan Ki-nya. Aku yakin sekali Jagal juga tidak dapat membacanya. Mereka berdua benar-benar busuk - Si Jenggo dan Ki Juru Martani.”

“Sial!” Nohara mendengus, “Kita protes saja mereka! Toh mereka curang!!”

Ki Kadar menggeleng, “Mana bisa menuduh begitu saja tanpa bukti yang jelas. Mereka berdua main aman, kita tidak bisa menuduh keduanya karena tidak ada bukti-bukti konkrit.”

Nohara menggeram karena kesal.

Ki Kadar bangkit dan memanggil Hantu dan Rogo sang Barakuda. “Petarung berikutnya, bersiaplah. Kita kalah di ronde pertama.”

Satu.

Dua.


Hitungan dimulai. Jagal sama sekali tak bergerak. Dadanya hanya terangkat sesekali, menandakan napasnya ada tapi berat. Nohara geram tapi tak bisa berbuat apa-apa. Dengan kesal ia menghentakkan kaki ke tanah.

Tiga.

Empat.


Hanzo terdiam, lalu menunduk. Satu wilayah sudah jatuh ke tangan lawan. Sayang sekali.

Lima.

Enam.


Usagi menyeringai buas saat melihat anggota KRAd yang bersorak-sorai sembari menunjuk-nunjuk ke orang-orang JXG, teriakan menghina, dan merendahkan pun terdengar. Bahkan ada yang menghina Usagi sembari melakukan gerakan menyepong.

“Bangsat-bangsat itu… Kita tak bisa dihina seperti ini. Harus ada cara untuk membalas mereka. Petarung berikutnya! Hajar mereka!!”

Tujuh.

Tubuh Jagal masih tergeletak tak bergerak tanpa ada tanda-tanda kesadaran, hitungan sang penengah yang menjadi pertanda kesempatan bangkit pun hampir usai. Jika dalam sepuluh hitungan Jagal tak segera tegak berdiri, pertarungan ini berakhir untuk keunggulan sang Raja Para Anjing.

Bambang Jenggo berjalan dengan santai ke arah sisi KRAd, tangan kanannya terus diangkat ke udara sebagai pertanda kemenangan puncak atas sang Anak Panah JXG. Ternyata Sulaiman Seno hanya segitu saja. Begitu mudah dikelabui dengan teknik kelas rendah.

Sorak-sorai para anggota KRAd terus saja membahana. Untuk pertamakalinya mereka memutarbalikkan fakta, bahwa kekuatan sang junior mampu menundukkan sang senior.

Delapan.

“KRAd!! Kita unggul 1-0! Kita unggul dengan tangan kosong! Kita unggul dari pepesan kosong!!” Jenggo berteriak kencang, menimbulkan keramaian.

Sorak sorai para anggota KRAd menggelora.

Sembilan.

“Malam ini kita tunjukkan pada dunia, siapa kita sebenarnya!!” teriak Jenggo, “Kita yang akan memimpin kota ini!! Merebutnya dari kelompok lama yang sudah usang dan tak lagi punya gigi! Kita yang lebih muda yang akan mengambilalih kepemimpinan dan penguasaan kota secara utuh!! Kita yang akan…”

“Sudah bacotnya, Nyuk?”

Jenggo melirik ke belakang.

Pria bertubuh tambun itu terkekeh saat mengetahui siapa yang baru saja bicara, “Seno…”

Sulaiman Seno berdiri dengan tenang, kedua tangannya mengepal dan dihentakkan ke bawah bergantian. Seakan-akan tengah mengokang senjata. “Namaku Sulaiman Seno, aku sering dipanggil Jagal, bagian dari Empat Anak Panah JXG, setia pada kelompok, setia pada Pak Zein. Aku tidak akan pernah menyerah begitu saja dari seekor anjing jalanan yang bahkan untuk bertarung jujur pun dia harus berlaku curang.”

Jenggo membalikkan badan ke belakang sambil cengengesan. Orang-orang KRAd yang tadinya bersorak-sorai kini terdiam seribu bahasa. Sulaiman Seno masih berdiri tegap!!

Jenggo terkekeh lagi.

Sulaiman Seno menggelengkan kepala sambil mencibir. No more Mr Nice Guy. Dia melesat ke depan.

Jenggo bergerak.

Tapi kali ini terlambat.

Jblaghhhkhhhh!

Kaki Jagal melesat menyambar kaki kanan Jenggo dengan satu tendangan yang teramat kencang, sang Raja Para Anjing berteriak kesakitan. Meski tidak sampai jatuh, tapi tubuh Jenggo kini oleng. Pria gempal itu mundur beberapa langkah ke belakang dengan kaki nyeri dan nyut-nyutan, ia langsung mempersiapkan kuda-kuda.

Kedua petarung saling memutari satu sama lain, saling mengincar kelemahan dan kelengahan. Keduanya sama-sama mendengus seperti binatang di arena adu pejantan

Jenggo bergerak ke depan untuk menyerang.

Jblaghhhkhhhh!

Kakinya kembali terkena sambaran, bahkan kini hingga sampai tertekuk. Sejak kapan serangan Jagal bisa secepat itu!? Bukankah tadi dia kewalahan menangani kecepatan Bambang Jenggo? Kali ini Sang Raja Para Anjing yang terbelalak. Apakah dia sudah sadar kalau sejak tadi Jenggo sebenarnya menggunakan Ki secara diam-diam?

Jblaghhhkhhhh! Jblaghhhkhhhh! Jblaghhhkhhhh!

Satu tendangan mengenai lengan Jenggo, satu lagi mengenai kepala sebelah kanan, dan akhirnya yang terakhir menyeruak masuk dari tengah. Bambang Jenggo mundur karena tertohok! Jagal masuk ke ruang pertahanan sang lawan, dengan cepat ia mengunci kepala Jenggo sebelum pria itu sadar apa yang terjadi. Jagal mengempit Bambang Jenggo – lalu menghentakkan lututnya berkali-kali ke dada sang Raja Para Anjing yang menyilangkan tangan untuk bertahan.

Jblaghhhkhhhh! Jblaghhhkhhhh! Jblaghhhkhhhh! Jblaghhhkhhhh! Jblaghhhkhhhh!

Jenggo kewalahan menahan. Sekali dua kali ia berhasil bertahan, tapi sekali dua kali ia terkena hantaman. Dadanya terasa nyeri tiap kali sengatan itu datang. Teriakan kesakitan tak lagi ditahan.

Lalu tiba-tiba tubuhnya terangkat.

Jenggo terbelalak.

Ia dibanting di tengah arena.

Jblaaaaaaaaaaaaammm!!

“Hraaaaaaaaaaaarrghh!”

Punggungnya bagaikan hancur dihantamkan ke lantai lapangan tenis. Kaki Jagal melesat.

Jblaaaaaaaaaaaaakghhhh!!

Kepala Jenggo hampir hancur disengat tendangan itu. Tapi orang seulet Jenggo tidak akan menyerah dengan mudah. Ia mencoba beringsut menjauh dari sang lawan. Ia menggulingkan badan sebelum Jagal kembali menyerang. Saat semua aman, dengan satu lompatan Jenggo berhasil berdiri tegap, ia mendengus kesal dan membersihkan bibirnya dari darah.

“Mantap jiwa, Seno. Begitu baru Jagal yang kukenal.” Puji Jenggo.

“Kamu curang.”

“Yah, namanya juga Bambang Jenggo.” Jenggo mengedipkan mata. “Kamu kan kenal siapa aku.”

Jblaaakghhh! Jblaaaaaaakghh!

Dua pukulan Jenggo menyeruak masuk ke wajah Jagal yang lagi-lagi lengah dan terlambat mengangkat lengan untuk memasang pertahanan. Tapi kali ini kakinya kokoh memijak, tumpuannya kuat. Sang Jagal memutar badan, kakinya melesat membentuk lingkaran. Itu tendangan berputar.

Jbkkgh!

Jenggo menahan dengan melemparkan lengan kanannya. Ia tersenyum dan bersiap melontarkan pukulan, hatinya senang karena berhasil menahan serangan sang lawan. Kesempatan untuk menyerang balik.

Tapi saat itulah pertahanannya terbuka.

Kaki kiri Jagal yang masih mengudara tiba-tiba saja menyambar kepala Jenggo.

Jblaaaaaaakghh!

Telak sekali.

Seketika Jenggo terbanting ke tanah. Ia kembali berteriak kesakitan saat wajahnya terantuk di bawah. Sang Raja Para Anjing tidak hanya kesal karena dipermalukan, pandangannya juga berkunang-kunang, dan kepalanya teramat pusing.

Jagal bersiaga begitu turun ke tanah dengan anggun karena Jenggo juga sudah kembali berdiri tegap. Keduanya sama-sama bersiap, lalu berlari ke depan untuk menyerang. Kaki Jenggo menghentak dada Jagal, tangan Jagal menghantam rahang Jenggo.

Jblaaakghhh! Jblaaaaaaakghh!

Keduanya terlempar ke belakang dan jatuh secara bersamaan hampir tiga meter jarak masing-masing. Rupanya tadi mereka sama-sama menggunakan sedikit Ki.

Keduanya mengerang kesakitan dan menggeliat hendak berdiri.

Terasa ada kekuatan Ki yang menanjak naik dengan cepat. Terlalu cepat bahkan.

Jagal tertegun.

Mau apa lagi si bajingan itu sekarang?

Dengan susah payah sang ksatria JXG itu bangkit dan kembali memasang kuda-kuda. Badannya sudah tidak karuan, tapi dia tetap harus berstrategi. Jurus-jurusnya sudah bisa dibaca oleh Jenggo, dia harus mengeluarkan sesuatu yang baru. Ini tidak akan berakhir dengan baik kalau semua yang dikerahkannya dimentahkan oleh si Raja Para Anjing. Kampret memang si Jenggo. Sejak diselamatkan dari gudang RKZ, kekuatannya seperti bertambah.

Padahal ini belum adu ilmu kanuragan.

Bambang Jenggo tersenyum, ia berdiri dengan jumawa di hadapan Jagal. “Luar biasa, masih bisa bangkit juga rupanya. Tapi ya sudahlah. Kita selesaikan saja ya main-mainnya? Aku tidak ingin pertarungan ini berlama-lama. Boyokku wes pegel. Kekekeke… malam ini kusudahi perlawananmu, kawan lama. Tidak apa-apa. Tidak perlu malu. Setidaknya kita tahu siapa di antara kita berdua yang lebih unggul.”

Sulaiman Seno mendengus. Ia bisa merasakan Ki milik Bambang Jenggo mulai meningkat.

Bambang Jenggo memutar tangannya. Sembari masih tetap menyeringai dan menatap tajam ke arah Jagal, Ia mengedipkan mata. Bibirnya yang hitam dan terluka membuka sedikit, “Avengers Assemble.”

Sang Jagal mengerutkan kening. Apa maksudnya?

Sang Raja Para Anjing memperlihatkan sesuatu yang aneh dan mengerikan, aura yang keluar dari dirinya berlipat-lipat ganda meskipun tidak terpusat di satu titik, tubuh gempal sang pimpinan KRAd itu bergetar hebat, seakan-akan kerasukan. Ini jelas tanda awal penggunaan Hikayat Pemuja Malam.

“Dasar bangsat, kamu melanggar peraturanmu sendiri! Katanya tidak akan menggunakan tenaga dalam!” Jagal dengan kesal menghapus darah dari bibirnya. “Kalau kamu menggunakannya maka aku juga akan…”

Kalimat Sulaiman Seno terhenti karena kemudian ia menyaksikan sesuatu yang tak pernah ia saksikan sebelumnya. Jurus yang baru kali ini diperlihatkan oleh sang lawan. Mata pria yang sangat jarang terkejut itu terbelalak.

Di belakang tubuh Jenggo yang masih bergetar tiba-tiba saja muncul bayangan-bayangan, satu demi satu melesat dari punggungnya. Masing-masing bayangan itu berjajar dengan gerakan yang sama seperti yang dilakukan oleh si Raja Para Anjing. Bayangan-bayangan yang menyerupai sosok Jenggo itu kemudian menyebar, dan memisahkan diri. Masing-masing dengan aura yang berbeda-beda, masing-masing dengan gerakan yang perlahan-lahan berbeda dari sang inang.

Apa-apaan ini? Jagal sama sekali belum pernah menyaksikan yang seperti ini! Kekuatan Jenggo bagaikan tumbuh dengan cepat berkali-kali lipat! Emangnya dia pikir dia siapa? Naruto!? Tapi kalau melihat orang-orang lain diam saja, kemungkinan besar kekuatan ini hanya bisa dilihat oleh mereka pengguna Ki. Jagal tidak boleh kalah! Dia harus segera menyiapkan ilmu kanuragannya juga!

Buru-buru andalan JXG itu memasang kuda-kuda. Kali ini Jagal kalah dalam hal mengejutkan lawan. Jenggo memang jago bikin surprise.

Sang Raja Para Anjing kemudian membuka mata – mata yang memerah, seringainya melebar. Bibirnya terbuka sedikit, rapalan mulai diucapkan. “Hikayat Pemuja Malam. Rekursi Budhalan, Pemuja Wadya Bala Kuraw…

Boooooooooooooooooooooooom!

Tiba-tiba saja tubuh Jenggo terlempar ke belakang. Sang Raja Para Anjing gagal merapal jurusnya. Semua bayangan di belakang tubuhnya pudar begitu saja. Tubuhnya terguling-guling, Ia lantas tersadar saat sudah mencapai ujung lapangan. Ketika Jenggo membuka matanya kembali, warnanya sudah seperti semua, tak lagi merah.

Apa-apaan ini? Apa ini ulah Jagal?

Ternyata bukan. Di sisi lain, Jagal juga terlempar jauh sama halnya seperti Jenggo.

Hembusan angin kencang menerbangkan Jagal dan Jenggo bersamaan. Mengosongkan ruang tengah lapangan, mengosongkan arena, dan tetiba mengosongkan pikiran semua orang. Mereka yang hadir melongo, terpana, dan terdiam seribu bahasa.

Sepertinya ada yang mengganggu tapi tak bisa terlihat karena ada pusaran angin di tengah lapangan. Pusaran pekat yang membawa debu dan kabut.

Apapun yang terjadi sungguh di luar dugaan siapapun. Padahal ini baru pertarungan pertama. Sudah langsung ada gangguan. Tapi siapa yang mengganggu? Kenapa pertarungan ini diganggu? Banyak sekali pertanyaan yang tak terjawab.

Apa yang terjadi?

Siapa yang berani?

Jawaban muncul beberapa saat kemudian.

Ketika kabut dan debu tersingkap, muncul satu sosok bayangan berdiri dengan tenang di tengah arena. Sosok seorang… wanita?

Ya. Sosok seorang wanita berambut panjang bergaun putih. Wanita dengan senyum lembut memabukkan, anggun dan berkesan santun.

Tapi sungguh yang baru saja menerbangkan Jagal dan Jenggo adalah seorang wanita? Wanita mana yang sekuat itu? Wanita mana yang berani mengganggu ajang Tarung Antar Wakil antara JXG dan KRAd yang sudah dijaga ketat ini? Bagaimana mungkin dia bisa lolos dari semua penjaga yang sudah berjaga di semua jalur?

Wanita itu berdiri dengan tenang sembari memutar badan, melongok ke kanan dan kiri, seakan-akan sedang mencari seseorang. Dia bahkan tidak peduli pada Sulaiman Seno dan Bambang Jenggo.

Siapa dia?





.::..::..::..::..::.





Sementara itu di sebuah lokasi nun jauh dari arena Tarung Antar Wakil yang diadakan di depan Museum Sang Pangeran, ada gejolak perseteruan lain terjadi di sebuah hotel di dekat Candi Prambaru.

Ada pembantaian. Ada kekejaman. Ada tangis dan duka.

Ada kebimbangan.

Melihat wajah sang kekasih yang tengah terlelap dalam tidurnya di layar monitor membuat Nanto bergejolak, perasaannya bimbang, sudah berapa lama ia tak berjumpa? Betapa rindunya ia pada sang kekasih hati yang sudah lama tak ditemui.

Tapi sungguh situasi ini tidak tepat, sangat tidak tepat. Dia harus memilih dan pilihan yang diajukan padanya sangat berat.

Om Janu tersenyum. “Sudah diputuskan?”

Nanto mendengus-dengus, auranya hancur, pikirannya kacau balau. Dia tidak bisa fokus. Berulangkali ia memandang ke arah layar.

Om Janu menepuk tangannya seperti sedang membersihkan debu.

“Situasinya tidak menguntungkanmu, Nanto cah bagus. Kamu tahu sendiri aku tidak ingin menyakiti siapapun kecuali sangat terpaksa. Keturunan Trah Watulanang akan menjadi penghalang bagiku sehingga mereka harus dimusnahkan – dan percayalah kalau pengambilan keputusan itu sangat berat dilakukan. Aku harus banyak berdebat mengenai hal ini, namun pada akhirnya keputusan adalah keputusan. Tidak boleh ada banyak darah Trah Watulanang di negeri ini. Untuk berikutnya darah itu hanya boleh berasal dariku… dan kalau kamu berkenan, maka darimu. Kamu tidak rindu pada Kinan? Dia sedang mengandung darah dagingmu.”

“Aku…” Ki milik Nanto semakin kacau, auranya menjadi abu-abu, dinyalakan tapi tak kunjung meningkat karena batinnya hancur. Apa yang harus dilakukannya? Dia manusia biasa, yang bisa kebingungan, yang tak tahu harus berbuat apa karena kondisi saat ini memang di luar jangkauan otaknya yang masih muda. Pilihan yang benar-benar sulit.

Saat itulah datang seseorang.

Seseorang yang langsung menyalakan Ki. “Ini balasan untuk yang tadi.”

Nanto terkejut.

Bledaaaaaaaaaaaaaaaaaammmm!

Satu pukulan kencang menyambar rahang, tubuh Nanto pun melayang. Dia bahkan tak bisa melihat siapa yang menghantam. Tubuh si Bengal berputar-putar di udara karena kencangnya pukulan sampai dia terhadang tembok besar. Tembok yang langsung runtuh ketika ditimpa tubuh Nanto. Pemuda itu pun lenyap di balik reruntuhan tembok.

Rahu Kala sang Dewa Iblis berdiri tegap dengan tangan terkepal. “Tidak ada yang boleh memukul Rahu Kala dan bebas hidup begitu saja. Dia harus mati atau cacat.”

Om Janu nyengir dan geleng-geleng kepala, “Kalian ini memang…”

“Haaaaaaaaaaaarrghhh…”

Tubuh Om Darno luruh ke bawah dan jatuh di samping Tante Susan. Kedua saudara dekat Nanto itu tak sadarkan diri dengan racun menjalar di tubuh keduanya. Hidup mereka mungkin sudah terbilang. Tak akan lama lagi napas mereka akan sesak dan jantung keduanya berhenti berdetak. Satu-satunya harapan hanyalah jika ada keajaiban.

Reynaldi terkekeh dan berdiri di samping Rahu Kala dan om Janu. Ia menjilat bibir sendiri. “Lezat sekali. Asupan tenaga luar biasa dari dua orang itu. Sampai di mana kita, Mas?”

“Sampai di situ saja.”

Terdengar suara dari balik tembok yang runtuh. Ada aura Ki yang makin membentuk dan makin lama makin membesar.

Rahu Kala menyeringai, “Bagus sekali. Bocah itu belum mati. Kalau mati semudah itu maka eksekusi malam ini tidak akan seru, tidak ada perlawanan.”

Om Janu menepuk punggung Rahu, “Aku tahu kamu pasti akan bergembira malam ini, sobat lama.”’

“Mas?” Reynaldi bertanya kepada om Janu. “Ini beneran Ki-nya segini?”

Om Janu mengangguk dan tersenyum.

Sang Durjana pun mengerutkan kening sembari menatap khawatir ke arah depan, apakah kakaknya tidak akan mengambil sikap terhadap tenaga sebesar ini? Aura Ki yang menyeruak dari balik reruntuhan tembok semakin lama semakin tidak main-main. Terus besar, membesar, dan tambah besar.

“Heheh. Yang begini ini lho yang aku cari-cari.” Rahu Kala berjalan ke depan. “Yang begini barulah…”

“Awas!” Reynaldi tiba-tiba berucap kencang sembari meloncat beberapa langkah ke depan secara reflek. Maksudnya untuk menyelamatkan Rahu.

Wgwgwgwgwgwgwg.

Ada yang terbang.

Sebuah benda panjang yang berputar dengan kecepatan tinggi di udara menyerang Rahu Kala sang Dewa Iblis. Kencangnya putaran membuat benda itu berbahaya buat siapa saja yang tersambar. Rahu mendengus dan menghindari serangan benda panjang itu dengan mudah. Ia menggeser tubuhnya hampir dua meter untuk menghindar. Padahal dia tahu dia sanggup mengatasinya.

“Cih.” Sang Dewa Iblis benci gimmick-gimmick semacam ini.

Tapi benda terbang itu ibarat punya mata dan punya hati, tak dapat menyambar Rahu Kala, benda itu menyerang Reynaldi. Pemuda itu tidak punya kelihaian seperti Rahu Kala, dia tidak menyangka benda terbang itu beralih menyerangnya. Beruntung satu tangan menarik baju Reynaldi dan melontarkannya ke belakang, supaya sang Durjana terhindar dari serangan.

Reynaldi diselamatkan oleh om Janu.

Pemuda itu terengah-engah di belakang sang pimpinan QZK. “A-apa itu, Mas?”

Benda yang terbang berputar menjauh dari ketiga orang yang tengah berkumpul di taman tengah dan kembali masuk ke dalam ruangan. Benda itu terus saja terbang berputar sampai akhirnya mendarat di tangan seseorang yang tengah berdiri sembari terengah-engah.

Benda itu ternyata adalah sebuah tongkat.

Benda itu adalah sebuah tongkat dan yang melemparnya tadi adalah Pakdhe Wira. Sang pria tua berjalan tertatih melalui pintu lain menuju taman di seberang Om Janu dan kawanannya. Pakdhe Wira menunjuk ke arah om Janu.

“Janu, aku tahu kamu licik, aku tahu kamu haus ilmu. Tapi tak kuduga kamu juga sejahat dan sekeji ini. Kamu adalah perwujudan iblis dalam bentuk manusia, membunuh yang tak bersalah tanpa berkedip.” ucap Pakdhe Wira. “Jadi yang kamu bilang dulu, saat bertahun-tahun lalu kamu mengirimku ke luar pulau karena berusaha menyelamatkanku dari kasus kepolisian… itu semua adalah kebohongan! Aku tak melakukan hal itu dengan sengaja. Kamulah yang berusaha menjebakku!! Kamulah pembunuh yang sejati dan menimpakan kesalahan itu padaku!”

“Hehheh. Sayang sekali kamu mengetahuinya di saat usiamu sudah setua ini, sobat lama. Bagaimana rasanya membunuh saudara ipar sendiri? Bagaimana kamu akan menjelaskan pada Nanto kalau kematian ayahnya ada keterlibatanmu? Aku akan menyaksikannya dengan makan snack dan minum kopi. Buahahahahah.”

“Aku tidak membunuh siapa-siapa dan kamu tahu itu! Kamu menjebakku!!”

Bledaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaam!!

Tubuh Rahu kembali terbang ke belakang. Ada satu tapak merah muncul di dadanya. Ia terkena pukulan jarak jauh yang sungguh sangat kuat. Tapi tak seperti sebelumnya, sang Dewa Iblis menapakkan kakinya ke bawah dan menghentikan dorongan tenaga itu dengan tapak menyeret di tanah.

“TIDAK AKAN TERJADI LAGI!!” Rahu berteriak marah. Dia tidak akan dipermalukan dua kali! “KELUAR KAMU!!”

Ia memutar-mutar kedua telapak tangannya di samping pinggang dengan posisi saling berhadapan. Lalu menyodokkannya ke depan dengan satu sentakan!

Tembok yang runtuh didorong dengan kekuatan sentakan Ki dari jarak jauh berkekuatan sedang.

Seharusnya reruntuhan tembok itu roboh.

Tapi ternyata tidak.

Rahu Kala mendengus kesal. Apa yang…

Pundak Rahu ditepuk dari sisi kanan.

“Nyari siapa, Bang?”

Rahu menengok ke samping, Nanto sudah berdiri di sana dengan kanan terkepal dan penuh tenaga dalam menyala dahsyat. Wajah si Bengal terlihat bengis dan tanpa ampun. Dia bahkan tidak menatap om Janu sekalipun. Fokusnya hanya pada si Dewa Iblis.

Sblaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaam!!

Pukulan menghantam Rahu Kala. Ini yang kedua yang masuk secara telak. Sang Dewa Iblis terbang karena hantaman yang masuk ke wajahnya. Tubuhnya yang besar, bongsor, dan raksasa menghantam pintu kaca yang langsung pecah berantakan. Ia terguling-guling masuk ke dalam ruangan yang dicegat dengan Cagak Bebandan dari empat sudut.

Pakdhe Wira dan Nanto berdiri bersama.

Di sisi lain ada om Janu dan Reynaldi.

Cah Bagus, tawaranku masih berlaku,” kata om Janu. “Lihat di layar monitor itu. Gadis cantik yang sedang terlelap itu sangat merindukanmu. Kamu tidak rindu? Apalagi dia sedang hamil. Kamu tidak khawatir dengan nasib calon anakmu? Kalau kamu menyerang kami, kamu tidak akan pernah bisa menemuinya lagi sampai kapanpun.”

“Jangan peduli ocehannya, Le. Kita akan menemukan gadismu itu bersama-sama. Pakdhe Wira-mu ini bersumpah demi semua dosa yang telah Pakdhe lakukan.”

Ki milik si Bengal menyala dahsyat, kini dia jauh lebih fokus.

“Baiklah kalau itu keputusanmu. Aku tidak akan memaksa, toh kita semua sudah dewasa dan sanggup berpikir apa yang sebaiknya dilakukan pada situasi apa.” Om Janu tersenyum, “Pak Mangku!! Bunuh semua anggota Trah Watulanang di tempat ini. Penggal kepala dua yang pingsan di depan sana itu.”

Pak Mangku melirik ke arah Om Darno dan Tante Susan, lantas mengangguk. “Siap.”

“Rey.”

“Ya, Mas?”

“Kamu mau ngentotin cewek cantik yang sedang hamil?”

Reynaldi terkekeh-kekeh. “Tentu saja. Yang tadi di video itu kan? Mau banget kalau itu.”

Om Janu mengangguk. “Dia akan kuberikan padamu.”

Reynaldi tertawa terbahak-bahak.

Nanto menggemeretakkan gigi. Dia sudah tidak tahan lagi!! Kekuatannya makin menghebat. Bagaimana ini? Haruskah dia menyelamatkan Kinan, Om Darno, Tante Susan, dan semua anggota keluarga Trah Watulanang dengan menyerahkan ilmu kanuragannya? Sepertinya tidak sebanding semua pengorbanan mereka dibandingkan ilmu yang bisa dipelajarinya kembali.

“Satu lagi, Rey.” Om Janu melihat Nanto yang masih bimbang, dia melakukan satu penawaran lagi pada sang adik.

“Apa itu?”

“Aku ada seorang guru cantik yang masih sangat ranum di desa. Seorang janda kembang. Apakah mau kamu lahap juga? Dibikin hamil kalau perlu. Kalau kamu mau akan ku berikan kepadamu. Sepertinya kamu sering sekali mengincar guru itu.”

“Hahahahahah Bu Asty!? Pucuk dicinta ulam pun tiba! Memang kalau sudah jodoh tidak akan lari kemana. Hahahahahah.”

Booom!

Nanto meloncat ke depan dengan satu pukulan kencang terhunus hendak menghantam Reynaldi. Tapi belum sampai ia mencapai poisi sang Durjana, pergelangan tangannya sudah ditangkap oleh om Janu. Sang pimpinan memutar tangan Nanto dan menelikungnya.

Kekuatan ini… besar sekali! Nanto terkejut karena ia tidak dapat melepaskan diri dari cengkraman om Janu! Sekuat apa sebenarnya pria yang ternyata jahat dan keji ini?

Sblp! Sblp! Sblp!

Tangan om Janu tergores sesuatu benda tajam, mengiris dan menimbulkan luka panjang.

“Uh!”

Om Janu melepaskan cengkramannya pada si Bengal karena terkejut dengan serangan mendadak itu. Memanfaatkan peluang yang tiba-tiba saja muncul, Nanto mundur ke belakang hingga empat meter jauhnya.

“Terima kasih, Pakdhe Wi…” Nanto yang mundur untuk mendekati Pakdhe Wira pun berterima kasih pada sang Pakdhe yang telah menyelamatkannya.

Tapi Pakdhe Wira menggelengkan kepala dan menunjuk ke atas, “Bukan aku.”

Semua orang menatap ke atas, di sana ada bayangan yang seakan-akan turun dari langit.

Angin berhembus dengan kencang.

Begitu kencangnya sehingga daun-daun yang berserakan membentuk satu pusaran ke atas untuk menjemput sosok yang turun. Saat bayangan itu benar-benar turun, debu dan dedaunan yang terbang luruh perlahan-lahan ke bawah dengan lembut.

Bayangan pun semakin terlihat dengan jelas.

Aura Ki terbaca.





.::..::..::..::..::.





Di depan Museum Sang Pangeran, seorang wanita dengan kisaran usia 40-an muncul di tengah arena.

Meski usianya tak lagi muda wajahnya tetap cantik jelita, bahkan cenderung awet muda dengan paras halus mulus yang masih pantas disejajarkan mereka yang dua puluh tahun lebih muda. Tubuhnya langsing terbayang dari pakaian selembut sutra yang ia kenakan. Wajahnya dihiasi senyum nan mempesona, merekah, dan ramah, dengan jajaran gigi apik berbaris rapi. Rambut panjangnya berkibar ditiup angin malam, gaunnya yang putih bersih membuatnya nampak semakin anggun digoyang sepoi nakal.

Orang-orang pun bertanya-tanya siapa wanita ini. Tidak hanya KRAd, orang-orang JXG pun tidak paham siapa wanita ini sebenarnya. Beberapa di antara mereka malah main tebak ngawur.

“Itu Mbak Ku-kunti…”

“Hush!”

Ada bau bunga melati semerbak ketika wanita itu hadir, membuat bulu kuduk semua orang yang hadir di tempat itu merinding. Ini orang atau peri? Cantik tapi jika ditatap berlama-lama agak ngeri. Ada aura aneh dan lawas dari sang perempuan, seakan-akan dia tidak berasal dari dunia ini, seakan dia berasal dari jaman yang telah lalu, tapi dia bukan hantu – kakinya jelas-jelas menapak tanah.

“Selamat malam, sejenak mohon bertamu. Saya mencari seseorang yang sangat dirindu.” ucap sang wanita bergaun putih, ia menyunggingkan senyum yang sangat cantik yang langsung mencuri hati semua yang melihatnya. Kata-katanya diatur dengan rapi, berima dengan nada lembut yang menyejukkan jiwa. Seperti berbicara, tapi juga berpuisi, bahkan hampir seperti menyanyi. “Dari informasi yang saya dapat, kemungkinan kesinilah beliau merapat. Kalau memang beliau ada, ingin saya hadir untuk menyapa.”

Jenggo berkacak pinggang. Siapapun wanita ini, perempuan tetaplah perempuan, tak akan pernah bisa menandingi seorang laki-laki dari segi kekuatan dan kemampuan. Apalagi dengan tubuh langsing seperti itu. Bisa apa wanita cantik ini melawan sang Raja Para Anjing?

“Heheheh. Tak kusangka akan kedatangan seorang Ibu Peri. Dengar sayang, kamu boleh mencariku kapan saja kamu mau. Pintu kamarku akan selalu terbuka untukmu, ranjangku akan kuhias kembang mewangi demi kamu. Tapi mohon maaf jangan ganggu kami dulu, karena saat ini kami sedang bertarung hidup mati dan mengasah ilmu.” Bambang Jenggo mengedipkan mata pada sang wanita anggun dan memainkan lidahnya di bibir. Dia menoleh kepada anak-anak buahnya yang semua berdiri dengan siaga, “Sudah berumur tapi jelas masih lezat. Makin tua makin jadi. Kalau yang matang begini biasanya binal di ranjang.”

Tawa para anggota KRAd menggema mengikuti ledekan sang pimpinan kepada wanita yang datang. Sebaliknya para anggota JXG keheranan, siapa wanita ini? Dari mana datangnya?

Ssst.

Jari jemari lembut berubah menjadi keras, tulang mengeras, kuku panjang dan tajam menancap di leher. Napas Jenggo berubah menjadi sesak hanya dalam hitungan detik. Tubuhnya terdorong bagaikan terbang ke belakang, kakinya terseret lantai lapangan.

Cepat sekali!

Hanya dalam sekedipan mata, tangan sang wanita jelita sudah mencengkeram leher Bambang Jenggo, mencekiknya. Jenggo melotot kesakitan, napasnya mulai tak teratur! Sejak kapan wanita ini bisa mencekiknya? Padahal jarak mereka tadi cukup jauh!

Saat melihat wajah sang penyerang, Jenggo menjadi lebih kaget lagi!

Wajah jelita wanita yang baru saja tampil anggun berubah menjadi wajah mengerikan yang hitam legam bagaikan tengkorak yang hangus karena gosong. Hanya nampak putih di soket matanya, tanpa pupil dan tanpa iris. Ketika bibirnya terbuka, barisan gigi-gigi tajam berjajar dengan lidah panjang dengan ujung bercabang yang mendesis. Tangan-tangan wanita itu pun berubah menjadi hitam dengan kuku yang bertambah panjang dan semakin tajam, menusuk leher Jenggo dan siap menembus kulitnya.

Ini… ilmu hitam?

“Yakin mau bermain denganku di atas ranjang?” suara wanita jelita yang tadinya lembut, kini berubah menjadi desisan mengerikan. “Ataukah mulai berpikir ulang?”

Jenggo meronta! Ilmu apa pula ini!? Siapa wanita ini?

“Su-sundal!!” Jenggo memaki wanita yang tiba-tiba menyerangnya!

Desakan di leher Jenggo oleh sang wanita menyebabkan keduanya bergerak bersamaan, Jenggo terdorong ke belakang. Terus, terus, dan terus sampai akhirnya tubuh Jenggo terhantam kisi-kisi jeruji pagar besi lapangan tenis. Jenggo bahkan tidak bisa mengeluarkan Ki yang terus menerus dinihilkan oleh sang wanita penyerang, entah bagaimana ia bisa melakukannya.

Bambang Jenggo jadi teringat dengan seseorang.

Jurus ini… mirip dengan…

Kampret!

Kenapa kok malah mikir seng ra nggenah? Ini bukan saat yang tepat untuk berpikir ngalor ngidul! Ini saat untuk melawan! Jenggo pun meronta sekuat tenaga, meski terlihat percuma, tapi setidaknya dia harus berusaha! Seandainya tadi dia siaga, tak akan semudah ini dia didesak. Dia hanya kalah langkah dan itu ternyata berakibat seperti ini.

Jenggo tentunya kagum sekaligus terkejut dengan kemampuan sang wanita jelita. Seandainya saja dia bisa membuka rapalannya, maka semua akan berubah!

Semua orang yang melihat kejadian itu juga sama terkejutnya.

Semua… kecuali satu orang yang sedang berdiri di barisan JXG. Mungkin hanya dia yang paham ajian apa yang sedang dipertontonkan oleh sang wanita jelita yang berubah menjadi mengerikan.

Seratpati Setro Gondomayit?” Bisik orang itu dalam hati karena ia sendiri tidak paham dan menebak saja siapa yang datang ini. Satu-satunya yang paham jurus ini adalah kelompok yang menyepi dari hidup carut-marut di dunia persilatan, apakah ini anggota mereka? “Bukankah itu ilmu kanuragan yang dimiliki oleh…? Jangan-jangan…?”

Terdengar teriakan kesakitan menyayat hati.

Brrrkkghhhh!

Tubuh Jenggo menghantam jeruji pagar besi. Sekali. Dua kali. Tiga kali. Empat kali. Tulang punggungnya terpapar dan nyeri.

“Hkkkkghhh!!” tangan Jenggo mencoba melepas cengkraman sang lawan dengan sekuat tenaga. Tapi tangan sang wanita menyeramkan itu benar-benar tak bisa dilepas karena mencengkeram dengan begitu kuatnya. Jenggo bahkan tak bisa mengeluarkan Ki untuk mengundang Hikayat Pemuja Malam yang harus dirapal. Tenaga yang dihimpunnya selalu mendadak hilang seperti dinihilkan oleh cengkraman sang wanita mengerikan, tapi bukankah itu tidak mungkin? Jadi apa yang dia lakukan?

Sesaat kemudian terdengar seseorang merapal barisan kata.

Jblaaaaaaaaaaamm!

Tubuh wanita yang menyerang Jenggo terkena hantaman kencang dari samping, menerbangkannya jauh ke atas. Tapi alih-alih kesakitan, wanita itu malah tertawa cekikikan dengan mengerikan, ia berputar-putar dengan anggun di udara, dan berubah bentuk menjadi sosok semula - sosok seorang wanita cantik jelita, tidak nampak lagi seperti seorang monster berwajah tengkorak. Ia bertengger di atas pagar dengan dua kaki menapak palang besi yang hanya selebar beberapa sentimeter saja.

Di depan Jenggo, berdiri sosok Sulaiman Seno yang terengah-engah sembari memegang tangannya. “Itu terakhir kalinya aku menyelamatkanmu, bangsat. Perjanjian kita sudah selesai sampai di sini. Aku tidak ada hutang lagi denganmu!”

Tapi Jenggo tidak peduli dengan hal itu, dia mengacuhkan sang Jagal.

Jenggo yang tadinya jatuh terduduk dengan tersengal-sengal memegang lehernya. Ia mendengus kesal saat melihat ke arah sang wanita cantik yang baru saja menyerangnya. “Sundal! Bajingaaan! Siapa kamu sebenarnya?!”

Bambang Jenggo langsung terbatuk-batuk.

Wanita cantik itu tertawa renyah, “Namaku Dewi Uma dan aku sedang mencari kekasihku. Di mana gerangan ia berada setelah lama kami tidak bertemu? Adakah kalian di sini mengetahui keberadaannya? Aku akan berterima kasih dan untuknya kuhunjukkan doa.”

“Bajilak! Boro-boro kenal kekasihmu! Kamu siapa saja kami tidak tahu! Heh sundal! Jangan ganggu acara sakral kami ini! Menyingkirlah!” Jenggo yang biasanya menghadapi lawan dengan kalem seperti terpancing emosinya karena dipecundangi dengan mudah oleh sang wanita cantik yang terlihat lemah. “Ini Tarung Antar Wakil dan siapapun yang mengganggu, akan menerima akibatnya!! Aku tidak peduli kamu wanita!!”

Seperti yang sudah disinggung, satu-satunya orang yang paham siapa sosok wanita itu, mungkin hanya satu orang saja.

Satu orang yang kemudian melangkah perlahan ke tengah lapangan, Ki Kadar.

Ki Kadar menjura, ia memberikan penghormatan pada sang wanita.

Sebenarnya dari wajah pria tua itu terlihat kalau dia sendiri pun masih sangat kaget dengan kehadiran sang wanita jelita, ia sama sekali tidak menyangka akan hadirnya sosok itu di ajang Tarung Antar Wakil ini, bahkan ia tidak menduga sama sekali bahwa wanita itu bakal muncul kembali di dunia luar. Dia hanya pernah bertemu dengan sosok wanita itu beberapa kali di waktu yang telah lampau. Entah apakah sosok itu juga masih ingat dengannya.

“Kanjeng Putri, apa gerangan yang anda lakukan di sini?”

Wanita jelita itu menunjukkan wajah terkejut! “Kamu bilang apa?”

Njenengan… adalah Kanjeng Putri dari Perguruan Ku… Perguruan yang telah lama menghilang.”

Buru-buru Dewi Uma terbang untuk menemui Ki Kadar. Ternyata ada juga yang mengetahui siapa dia!

Ia juga akhirnya mengenali siapa sosok yang tengah menjura itu, sosok dari masa lampau. “Ah, lama kiranya tidak bertemu, Ki Kadar – bagaimana kabarmu? Apakah baik-baik saja? Lama kita tak berjumpa. Aku kemari untuk mencari mas Nazar, di manakah ia, Ki Kadar? Beritahukan segera padaku, karena aku sudah sangat merindu.”

“Tapi Kanjeng Putri… masalahnya…”

Booom!

Satu orang lagi hadir di arena. Tenaga dalamnya menyeruak dan mengganggu pertemuan Ki Kadar dan Dewi Uma. Hentakan energi menghempas dan mengakibatkan debu-debu terbawa angin menyeruak keluar dari tengah lapangan tenis.

Orang itu bersuara parau.

“Siapapun Njenengan, Mbok Ayu, Den Ayu, Kanjeng Putri, Dewi Uma, mbuhlah. Saya sebenarnya tidak peduli siapa njenengan… tapi njenengan sudah menganggu acara tanding kami. Kekkeekek. Sepertinya njenengan bertamu di saat yang tidak tepat. Atau malah memang sudah diatur untuk datang cepat? Tapi tidak apa-apa, njenengan adalah sosok yang sangat menarik yang membuat saya sangat penasaran.” Di belakang wanita yang mengaku bernama Dewi Uma, sosok pria bertopeng Klana Merah menyapa. Dia berdiri sembari bertopang pada tongkatnya.

“Ki Juru Martani! Tidak usah ikut campur urusan ini! Kami yang akan menyelesaikannya!” ancam Ki Kadar yang langsung berdiri di antara Dewi Uma dan Topeng Klana Merah. “Pertarungan kita akan dilangsungkan setelah Tarung Pertama dan Tarung Kedua selesai diadakan! Bersabarlah!”

“Aku tidak peduli, Kkekekeekek. Dia sudah mengganggu Tarung Antar Wakil. Pilihannya kan hanya dua, mati… atau…”

Dewi Uma mendorong Ki Kadar ke samping. Wanita cantik itu mengedipkan mata pada si Topeng Klana Merah. “Kalian berdua akan bertanding? Sepertinya tidak sebanding. Ki Kadar lebih bijaksana daripada seseorang bertopeng Klana. Ada aura tenaga besar darimu yang disembunyikan, tapi aku tahu harus diapakan. Baiklah – aku tidak akan mengganggu, itu janji. Aku akan menunggu, tapi sebagai pengganti.”

“Pengganti? Apa maksudmu? Wekekekeke, jangan bicara yang aneh-aneh. Kamu tidak tahu siapa aku… dan…”

Tiba-tiba saja Topeng Klana Merah mundur beberapa langkah ke belakang. Dia seperti terkejut, tidak hanya dia saja – tapi beberapa orang di arena yang mampu membaca Ki semuanya terbelalak. Wanita ini… sakti mandraguna! Aura tenaga dalam yang baru saja ia keluarkan sungguh terlalu hebat untuk dibaca.

Tanpa basa-basi Dewi Uma membuka Ki-nya dan hempasan tenaga yang ia keluarkan bahkan lebih besar daripada yang baru saja dikeluarkan oleh si Topeng Klana Merah. Meskipun keduanya sama-sama tahu, mereka sama-sama menyembunyikan kekuatan yang sebenarnya.

“Kanjeng Putri!” Ki Kadar mencoba menghentikan sang wanita jelita. “Saya mohon… pertimbangkanlah keputusan ini karena…”

Ki yang menyala itu pun perlahan-lahan kembali padam.

Dewi Uma menatap sang Topeng Klana Merah. “Aku memang wanita, tapi untuk melawanmu aku masih bisa. Aku tidak gugup, karena aku pasti sanggup. Kita adu saja, bagaimana? Seperti yang aku bilang tadi, aku akan menunggu untuk menjadi pengganti. Kugantikan Ki Kadar, sebagai baktiku pada mas Nazar.”

Semua orang terkejut – tidak JXG, tidak KRAd, bahkan si Topeng Klana Merah pun tidak menyangka akan perkembangan ini. Siapa yang menyangka tiba-tiba saja ada sosok yang tidak pernah ada dalam catatan dan rangkaian rencananya. Seseorang yang tiba-tiba saja muncul dan mengganggu, tapi mampu. Seorang anomali lain.

Sebelum sang penopeng memberikan jawaban, Jenggo berlari mendekatinya, pria bertubuh gempal itu kemudian membisikkan sesuatu.

Sang Topeng Klana Merah terdiam sejenak mendengar kabar yang disampaikan oleh Bambang Jenggo. Tapi tak lama kemudian ia tertawa. “Sungguh elok perubahan yang terjadi malam ini. Yang direncanakan tak seperti yang diperkirakan. Hahahaha. Wangun jan wangun tenan! Tapi inilah hidup. Panggung kehidupan harus terus dipentaskan, tidak peduli ke arah mana roda berputar.”

Bambang Jenggo menjura.

Ki Juru Martani mengetukkan tongkatnya ke tanah. Sekali. Dua kali. Tiga kali.

“KRAd! KALIAN SEMUAAAAAA!!” teriak Sang Topeng Klana Merah. “DENGARKAN AKUUUU!”

“Siaaaaaap!”

“Siaaaaap!”

“Siaaaaaaaaaaaap”

Semua anggota KRAd yang tadinya tenang berteriak-teriak. Mereka semua langsung memperhatikan sang pimpinan tertinggi yang hadir untuk memimpin mereka itu.

“Hari ini… kita berencana hendak melakukan Tarung Antar Wakil secara jantan dengan JXG. Tapi ternyata keadaan berubah tanpa kendali! Mereka secara pengecut menghadirkan singa perempuan ini untuk membantu mereka!! Perempuan yang menyerang pimpinan kita secara tidak hormat!! Padahal kita telah mengikuti aturan main!! Kita telah berusaha sopan dan hormat pada kelompok yang lebih senior!! Tapi ternyata perlakuan mereka terbalik dari kita!! Kita tidak bisa menerima itu!!”

Teriakan-teriakan protes terdengar.

“Wuuuuu… banci!!!”

“Beraninya minta bantuaaaaaann!!”

“Dasar banci semuaaaaaa!!! JXG Banci!!!”

“Tunggu dulu! Kami tidak…” Ki Kadar hendak memprotes, tapi tindakannya dicegah Dewi Uma. Wanita jelita itu menggelengkan kepala. Sepertinya ia menyadari sesuatu. Ki Kadar mengerutkan kening, “Kanjeng Putri?”

Dewi Uma lantas berbisik pada Ki Kadar. “Aku tidak tahu siapa orang itu, tapi aku tahu apa yang dia mau. Kalau tidak salah menebak, akan terjadi sesuatu yang menjebak. Bersiaplah dan persiapkan, yang akan datang akan sangat mengerikan. Aku akan membantu kalian, tapi tidak bisa membantu sekalian.”

Ki Kadar terbelalak, ancaman itu datang lebih cepat dari seharusnya. Tapi dari tabuhan dan teriakan dari para anggota KRAd, dia juga sebenarnya langsung paham apa yang akan terjadi.

“JXG!! Semuanyaaaa!! Bersiaplaaaah!!”

SSX terbang ke arena dan membentuk barisan di depan Ki Kadar dan Dewi Uma. Bersama dengan mereka, tiga anggota dari Empat Anak Panah JXG muncul. Semuanya bersiap sedia menghadapi apapun yang akan segera terjadi.

Sang Topeng Klana Merah mulai menghimpun tenaga dalam yang makin lama makin meningkat.

“Siapapun yang mengkhianati Tarung Antar Wakil harus menerima konsekuensinya. Kami sudah bersikap hormat, dan bertarung dengan jantan, tapi kalian yang mengingkari.” Si Topeng Klana Merah terkekeh dari balik topengnya. Dia mengangkat tangannya ke atas. “KRAd…! Maju dan bantai mereka semua. Bunuh seluruh anggota JXG tanpa sisa. Kita jadikan malam ini malam terakhir keberadaan kelompok JoXoGendeng. Hapus keberadaan mereka dari muka bumi, sekali untuk selamanya! Maju!”

Jenggo dan seluruh pasukannya berteriak kesetanan.

“Majuuuuuuuuu!!!”





BAGIAN 18.2 SELESAI.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 18.3
 
Widih pak Zein nazar punya kekasih lain kah hehehe... Pak Zein pasti kekuatan penuhnya sangat kuat sampai punya kekasih yang sangat kuat juga....Jgn" nada anak si kanjeng putri itu lagi....ada tokoh kuat lain yang akan bantu krad juga sepertinya nya...menarik ditunggu mweheheh
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd