Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT JALAK v3

Selama ini, siapakah tokoh antagonis yang bikin suhu-suhu di sini geregetan dan emosi?

  • Ki Juru Martani

    Votes: 149 33,3%
  • om Janu

    Votes: 82 18,3%
  • Bambang Jenggo

    Votes: 91 20,3%
  • Joko Gunar

    Votes: 6 1,3%
  • Reynaldi

    Votes: 187 41,7%
  • Rama

    Votes: 25 5,6%
  • Rahu Kala

    Votes: 7 1,6%
  • Darsono

    Votes: 3 0,7%
  • Mox

    Votes: 3 0,7%
  • Tokoh antagonis lain

    Votes: 3 0,7%

  • Total voters
    448
  • Poll closed .
BAGIAN 18.3
BUKAN RAHASIA




Tidak akan pernah ada perubahan apapun,
jika kita hanya menunggu dan menunda waktu.
Kita sendiri adalah hal yang kita tunggu.
Kita sendiri adalah perubahan yang kita cari.”

- Barack Obama





Roy menatap ke arah Bian.

Bian menatap ke arah Hageng.

Hageng menatap ke arah Roy.

Ketiga anggota Lima Jari itu saling berpandangan, saling paham bahwa mereka sedang berada dalam situasi yang tidak menguntungkan. Akankah mereka all out ataukah harus menahan diri? Tempatnya sempit, gelap, dan jumlah musuh terlalu banyak.

Apapun pilihan yang mereka pilih, Aliansi sudah dipastikan akan kena getahnya. Mereka tetap akan dianggap ikut campur di perang antara JXG lawan QZK. Tidak ada jalan keluar dari situasi itu dan tidak ada alasan untuk mengelak. Orang-orang akan beranggapan bahwa gara-gara mereka bertiga, Aliansi terpaksa terjun ke perang antar geng.

Bagi ketiga sahabat, tidak ada jalan lain kecuali melawan. Mereka tidak mau mati konyol tanpa beraksi. Apalagi lawan telah siap dengan semua strategi, pabu sacilad memang, tapi harus bagaimana lagi. Tangan terkepal, target diincar, bersiap diri.

Mereka bertiga tahu malam ini keadaan mereka tidaklah baik dan kurang beruntung. Mereka terjebak dan terkurung – oleh pasukan QZK dan KRAd yang telah bergabung, gabungan dua kekuatan besar yang jelas saling memperoleh untung. Bukan keadaan yang ideal bagi mereka bertiga yang sekarang ibarat kadal buntung. Mungkin tidak bingung, tapi lebih ke bagaimana menata detak jantung.

Apalagi sebelumnya mereka bertiga membayangkan keadaan yang jauh berbeda, bukan tiga melawan dunia. Situasi ini bukan yang mereka harapkan. Rencana mereka hancur berantakan. Mereka berharap bisa masuk diam-diam ke rumah sekap KRAd, menyelamatkan Dinda, dan kabur tanpa menimbulkan banyak masalah. No fuss no muss, sat set sat set. Masuk – ambil – keluar. Sungguh rencana yang simpel.

Sayang sekali ekspektasi dan realita tidaklah sejalan.

Yang terjadi kali ini sungguh tae kocheng. Ini jebakan bangsat yang mungkin tidak akan bisa mereka lalui dengan mudahnya. Gabungan QZK dan KRAd, sungguh membagongkan. Tapi tidak berarti mereka lantas akan menyerah kalah begitu saja bukan?

Bukan.

Bian menekuk lengan bajunya. Ia menyeringai sembari menatap ke arah Agus Lodang yang juga menatapnya balik. Mereka berdua punya urusan yang harus diselesaikan, dan malam ini urusan mereka harus tuntas.

Si Bandel meringis pada kedua sahabatnya, “Kita tersudut, gaes. Jelas harus melawan, tidak mungkin hanya berdiam diri saja menunggu digebukin – dan aku tahu siapa yang harus aku lawan. Peduli setan dengan segala urusan Aliansi harus melakukan ini itu secara diam-diam. Kita sudah tertangkap basah dan tidak mungkin diam saja. Ini saatnya menghajar orang-orang KRAd tanpa peduli masalah politik apapun.”

Hageng mendengus sembari menekuk jari-jemarinya. Meski tak mengucap kata, ia setuju dengan Bian. Sang T-Rex bersiap dengan kuda-kuda, lengannya yang kekar melindungi wajah dan badan dengan disilangkan di depan badan yang sedikit membungkuk. Ada tenaga Ki besar yang ia himpun saat ini dan itu terbaca dari aura dahsyat yang muncul dari tubuhnya.

Melihat Hageng dan Bian sudah siap bertempur, Sang Pengendara Angin melesat.

Seperti biasa Roy memilih untuk meloncat dan naik ke atas pagar, dia lebih nyaman bertarung dari atas. Dari posisinya, ia bisa melihat banyak orang yang siap menyerangnya dan Sang Pengendara Angin pun mulai memindai mana saja yang akan dia incar. Ia berhenti sejenak untuk menarik napas panjang dalam-dalam, lalu dilepaskan, lalu tarik lagi, hembuskan, lalu sekali lagi, dan dilepaskan. Matanya berkelebat dari sudut ke sudut, memastikan posisi di mana ia bisa berpijak dan terbang.

“Sekarang!” teriak Roy.

Ketiga sahabat itu mulai membagi tugas tanpa perlu mengucap kata, mereka sudah tahu harus bagaimana, kapan, dan mengapa. Kombinasi yang sudah menjadi ciri khas mereka setelah bertarung bersama selama bertahun-tahun, meskipun biasanya dikerjakan berlima. Roy, Bian, dan Hageng menyambut marabahaya tanpa rasa takut, dengan gagah ketiganya berlari kencang bersamaan dalam satu kesatuan irama. Roy dari atas pagar, Bian berlari zigzag sembari melompat dan menjejak tembok, sementara Hageng berjalan cepat lurus ke depan bagaikan tank yang siap melindas siapapun.

Meski begitu, para anggota KRAd x QZK tetap menganggap remeh ketiganya.

Muge sang Monster tersenyum melihat gerakan anggota Lima Jari, bergerak bersamaan untuk menyerang. Maksud mereka apa? Memang mereka pikir mereka itu anggota timnya Kapten Tsubasa? Bisa apa sih kroco-kroco ini? Orang-orang Aliansi kan hanya sekumpulan anak kuliahan yang belum sekelas dengan QZK dan KRAd. Muge Monster memandang enteng kekuatan ketiga anggota muda Lima Jari. Meski begitu mereka harus segera cepat dilenyapkan.

Hanya ada satu perintah yang tepat malam ini.

“Bunuh.” ucapan Muge menjadi penanda.

Komando lawan pun siap membumihanguskan ketiga kawan. Mereka merasa jumawa, bisa apa tiga orang anak kuliahan melawan sepasukan? Roy diincar empat orang cekatan, enam orang menghadang Hageng dari tiap belokan, lima mengepung Bian. Mereka seakan tahu siapa harus diapakan. Terutama Hageng, lawan sudah sadar, dari ukuran tubuhnya, orang ini terlihat berbahaya dan harus dijinakkan. Mereka harus segera menjatuhkannya tanpa menunggu lain kesempatan. Toh sebesar apapun tubuh bocah satu ini, mereka yakin dia tak akan bisa melalui mereka sekawanan.

Tapi Hageng adalah Hageng. Sang T-Rex tak berhenti untuk bertahan. Dia ingin maju untuk melawan. Bagaikan mesin panser yang menyala pelan, lajunya tetap, dan fokus ke depan.

Tch.” Hageng mendesis sebal melihat kepungan lawan.

Sembari terus berjalan dengan cepat, pemuda bongsor itu menghentakkan kedua lengannya bergantian bagaikan melakukan reload isi shotgun. Sebelah kanan sekali, lalu sebelah kiri, lalu sebelah kanan lagi, dan akhirnya sebelah kiri. Sentakan tenaga kuat itu menimbulkan percikan-percikan energi yang menjalar di kedua kepalan tangannya. Bagi yang dapat melihatnya, ada aura Ki yang berpijar di kedua kepalan Hageng, dari sedikit lama-lama memancar seperti kembang api.

Ini adalah sesuatu yang dipelajarinya dengan susah payah dan penuh pengorbanan, jurus penghantar maut Pukulan Geledek tahap awal. Salah satu yang dapat menyaksikan letupan tenaga itu adalah Muge. Dia mendelik melihat besarnya Ki yang disentakkan oleh Hageng!

“AWAAAAAASSS!!” Muge mulai beringas melihat keenam anak buahnya terancam bahaya.

Terlambat.

Jboookghhh! Jboookghhh! Jboookghhh! Jboookghhh! Jboookghhh! Jboookghhh!

Hageng merajalela dan korban berjatuhan. Keenam anggota QZK dan KRAd yang menghadang Hageng langsung roboh seketika dengan gempuran ke wajah mereka. Kecepatan, presisi, kekuatan. Semuanya tepat takaran. Ia melompat ke arah empat orang yang hendak mengincar Roy.

Jbooooommm! Jbooooommm! Jbooooommm! Jbooooommm!

Sang T-Rex berdiri dengan tegap sementara di sekelilingnya sepuluh orang bergelimpang kesakitan. Mereka bahkan tak tahu apa yang telah menyambar mereka karena serangan itu begitu cepatnya. Sambaran Hageng sangat kuat, cepat, dan tak terhentikan. Mereka baru berlari dan mengincar sasaran ketika pukulan menyambar wajah mereka. Hasilnya, kesepuluh orang luruh tak berdaya.

Hageng masih belum berhenti. Ia melompat mendekati Bian. Tangannya yang lebar langsung menangkup dua kepala lawan Bian. Lalu membenturkannya ke masing-masing dengan sangat kuatnya.

Bledaaaaaaaaaaaaaaaagkkkksss!

Keduanya ambruk dengan kliyengan.

Sosok Hageng berdiri dengan mengerikan di tengah arena, tak bergeming bagaikan prajurit Sparta menghadang pasukan Persia di celah Thermopylae, mampu menaklukkan lawan-lawannya satu persatu bagaikan Hulk yang buas. Tanpa ampun, tanpa rasa takut.

Sang T-Rex lantas berteriak kencang bagai kesetanan, sembari mengencangkan urat-urat tubuhnya. “Hoooooaaaaaaaaaaarrrrghhhhh!!!”

Raungannya menggema di sepinya malam.

Asuw!!” Muge menghardik kesal, “Hugo! Maju kamu! Hadang dia!”

Hugo adalah anggota andalan Phantom Gate, unit kecil QZK yang dipimpin oleh Muge sang Monster. Seorang pria maju ke depan untuk menghadapi Hageng. Dari segi fisik, Hugo nampak kuat dan berangasan. Ia bertubuh besar – sebanding dengan Hageng, punya berambut keriting, berkulit kelam khas warga negeri timur, dan memiliki tato pistol di lengan kirinya. Turunnya punggawa QZK itu disertai oleh sepuluh anak buah lain.

Raksasa melawan raksasa.

Muge akhirnya paham kalau ketiga anggota Aliansi yang saat ini turun ke arena ternyata punya sesuatu yang lebih. Kali ini dia tidak ingin main-main lagi, itu sebabnya dia tidak lagi gegabah dan memilih menurunkan anggota-anggota terbaiknya. Selain Hugo, dari Phantom Gate ada juga JJ si Crazy Horse dan Yon alias Papilon. “JJ, kamu hadapi yang di bawah! Yon, kamu hadapi yang di atas!”

Dua anggota Phantom Gate yang dipanggil Muge segera menyebar. Keduanya punya target masing-masing. Si sumbing Crazy Horse JJ menghadapi Bian sementara si kurus Papilon menghadapi Roy. Masing-masing membawa sepuluh orang anak buah. Total tiga puluh tiga anggota QZK x KRAd melawan tiga anggota Aliansi. Jumlah jelas imbalance.

Muge bersikedap untuk menyaksikan dari kejauhan. Nah, sekarang bagaimana? Masa iya Phantom Gate bakalan kalah menghadapi ketiga ubi rebus ini?

“Hraaaaaaaaaaaaooooorrrrghhhhh!!!”

Hageng berteriak lagi saat Hugo datang. Keduanya berhadapan dan saling bertatapan, bagai T-Rex lawan Triceratops. Sama-sama besar, sama-sama medeni. Godzilla vs King Kong. Urat ke leher dan kepala keduanya sama-sama mengeras. Tapi Hugo tidak ingin langsung maju. Dia mengayunkan tangan dan kesepuluh anak buahnya maju bersamaan, mengepung Hageng dari seluruh penjuru mata angin, kalau punya anak buah – kenapa tidak digunakan?

Sang T-Rex menghela napas.

Kembali kepalan tangannya menyala, tapi tidak lagi seperti kembang api, kali ini lebih mirip selubung kebiruan yang menyala seperti nyala api. Pertanda varian dari Pukulan Geledek yaitu Gaman Gegala Rujakpolo yang didapatkan Hageng dari Ki Buwang sudah dirapal dan siap dilontarkan. Konon ada dua belas tahapan pada ilmu kanuragan ini, semakin tinggi level, semakin tinggi daya gebraknya, semakin besar nyala apinya. Entah sudah berapa tingkat yang telah dikuasai oleh sang T-Rex karena tidak ada yang tahu pasti.

Dua orang maju ke depan, sekitar satu meter jaraknya dari Hageng. Mereka bersiaga.

Sang raksasa gundul menerjang ke depan dengan setengah lompatan. Tangannya direntangkan. Kedua lawan langsung tersentak hendak bersiap, namun ternyata mereka kalah cepat! Keduanya salah memperkirakan kecepatan dan kemampuan Hageng meringkas jarak. Leher mereka disambar oleh lengan Hageng yang besar dan berselimutkan api Ki! Double clothesline from hell!!

Jboooooommhhh! Jboooooommhhh!

“Hnnghhh!!”

“Hgkkkhhh!!”

Kedua orang yang tadinya menyerang Hageng kini terpelanting hingga hampir satu putaran lingkaran saking kerasnya sambaran. Mereka jatuh berdebam di belakang sang T-Rex sambil memegangi leher yang terasa sesak dan kesakitan. Hageng menggeram seperti binatang buas. Kedua kepalan tangannya masih menyala, matanya terbuka lebar dengan nyalang, dan napasnya berderu. Benar-benar seperti mesin panser yang tak terhentikan, The Incredible Hulk.

Dua orang lagi maju menyergap, namun kali ini kedua lawan tersebut melakukan flanking dari kanan dan kiri. Sayang untuk keduanya karena Hageng yang sekarang sudah paham bagaimana cara mengatasi serangan semacam itu. Ia menerjang ke kiri terlebih dahulu, sang T-Rex melompat dan mengirimkan kepalan tangannya.

Bkkghhh! Bkkghhhhh! Bkkghhh! Bkkghhhhh!

Satu orang di kiri Hageng menerima empat sambaran telak tepat di wajahnya berulang-ulang kali. Ia terhuyung-huyung ke belakang dan akhirnya terkapar dengan hidung bengkok bersimbah darah. Orang yang tadinya di kanan Hageng melompat sembari menendang. Sang T-Rex memutar badan untuk menghindari serangan, menggunakan lengan untuk menghadang tendangan, mencengkeram kaki sang lawan dengan satu tangan sementara tangan lain melompatkan jotosan berselimut Ki. Ketika kepalannya melesat, ada sinar melompat dari sisi kiri ke kanan.

Sblaaaaaaammm!!

Krrrghhggkk!


Wajah sang penyerang terhantam sangat kencang! Dia terbang sampai empat meter ke belakang dengan meninggalkan jejak darah berceceran. Entah bagaimana rusaknya wajahnya setelah dirombak oleh Hageng meskipun hanya dengan satu pukulan saja. Hempasan itu sangat kencang sampai-sampai Hugo terkejut, karena prajurit itu terbang melewatinya.

Hugo Si hitam bongsor mendorong sisa pasukannya ke depan sementara dia juga bersiap. Kini Hageng diserbu enam orang sekaligus. Bak tank yang tidak tahu kapan harus berhenti, Hageng menerjang ke depan lagi. Gerakannya berbeda dengan dahulu saat ia lebih sering memanfaatkan gerakan wrestling. Jika sebelumnya gerakannya kaku dan terbatas karena hanya bisa dilakukan dari jarak dekat, kali ini Hageng lebih cekatan dan lugas dalam bergerak. Ia pandai memanfaatkan ruang kosong, mampu menyelipkan badannya saat lawan bergerak bersamaan, dan mampu menempatkan dirinya secara efektif ke posisi yang menguntungkan.

Muge sang Monster mendengus. “A fookin’ fighting machine.”

Hugo mencoba memindai posisi incarannya, meskipun Hageng sudah mampu bergerak dengan cepat, tapi Hugo masih bisa melihat dan memindai sosok sang T-Rex. Bagi Hugo, level Hageng sepertinya masih belum terlalu tinggi, karena kemanapun bocah itu bergerak, Ia masih dapat memindainya. Dia menunggu kesempatan untuk… sekarang! Si hitam bongsor melesat ke depan di saat keenam anggotanya masih mencoba menyarangkan pukulan ke arah Hageng. Pria dengan call sign Hugo itu pun menyelip melalui dua prajuritnya, ia sudah tahu kemana Hageng akan melangkah.

Si hitam kribo bukanlah prajurit kemarin sore, dia sudah menghapalkan dan memahami arah gerakan Hageng. Kini ia tahu dan hapal kemana sang T-Rex akan melangkah dan mampu memprediksi posisinya. Saat bayangan besar sang lawan benar-benar masuk ke area yang dia inginkan, Hugo menyeringai, “Apa yang Hugo inginkan, Hugo dapatkan.”

Satu kepalan dari si hitam kribo meledak. Tangan kanannya melesat ke depan dengan kecepatan tinggi bak peluru kendali. Dua anggotanya yang sudah hapal cara kerja serangan dari Hugo bergeser untuk memberikan ruang, pria berkulit kelam itu pun menyeruak dari kerumunan untuk menghantarkan serangan dahsyat. Itu adalah salah satu jurus andalannya. Tidak ada yang bisa menahan ledakan kepalan tangannya. Konon dia bahkan bisa merobohkan tembok dengan hantamannya itu.

Jblaaaaaaammm!!

Seperti biasa, Hugo berhasil melakukan apa yang dia inginkan. Pukulan itu masuk tanpa ada yang sanggup menahan. Lawan langsung terjerembab ke belakang empat meter sambil terguling-guling tanpa bisa menahan masuknya serangan.

“Mati kamu,” desis Hugo. Selesai sudah. Mudah sekali ternyata menghancurkan lawan. Ia menatap ke atas pagar, mencoba mengincar Roy sebagai lawan berikutnya sekaligus membantu Papilon sahabatnya.

Satu tangan masuk tanpa bisa dihalang.

“Hkkkkkkkkkghhhh!”

Hugo melotot! Leher Hugo dicengkeram dari samping oleh satu tangan kekar yang tak bisa ia lepaskan sebagaimanapun ia meronta. Hageng! Yang baru saja kena jotosan Hugo ternyata bukan Hageng!!

“Hugoooooooooooooo!!” Muge sang Monster terkejut dan terbang ke depan. Sehebat inikah kemampuan sang pemuda bongsor itu? Tubuh Hugo dilemparkan oleh Hageng.

Muge menangkap tubuh salah satu kawannya dari Phantom Gate itu sebelum Hugo jatuh ke tanah. Ia menurunkannya di samping. Sebelum terlambat, sekali lagi Muge mengayunkan tangan dan sepasukan prajurit kembali mengepung Hageng.

Berhasil mengandaskan Hugo, sang T-Rex semakin kesetanan dan mengamuk. Ia menghentakkan kaki ke tanah dan saat itu juga gerakannya seakan tak terhalang. Tangannya dihantamkan ke kanan dan kiri bagaikan mengayun gada. Meski serangannya cukup berat, Hageng bergerak dengan efektif – simbol dari pelatihan yang berat dan tertata. Entah apa yang sudah dilakukannya di bawah petunjuk Ki Buwang di Alas Mentas.

Empat orang roboh bersimbah darah di sekeliling Hageng. Pemuda itu terlihat mulai sedikit terengah-engah tapi tak bergeming dan berdiri kokoh tanpa terlihat lemah. Sepertinya Hageng paham kalau memang harus begini caranya, maka dia akan terus melakukannya. Dia akan merobohkan semua lawan sampai tak ada yang tersisa.

Muge mendesis kesal. Kenapa tiba-tiba ada orang sehebat ini di kubu Aliansi? Dia juga masih belum paham ilmu kanuragan apa yang digunakan si T-Rex.

Tak ada yang benar-benar dapat melihat sebenarnya bagaimana wujud ilmu kanuragan Gaman Gegala Rujakpolo. Muge yang belum paham ilmu kanuragan yang digunakan sang lawan sebenarnya sudah mencoba mengamati aura Ki milik Hageng sejak awal. Tapi dia tetap tidak paham apa sebenarnya yang bocah itu miliki? Pukulan Geledek kan? Seharusnya dari pattern Ki, Hageng terbaca menggunakan Pukulan Geledek. Tapi kenapa jurus itu bisa sedemikian mengerikan? Hageng menggunakan Pukulan Geledek yang berbeda dari pengguna-pengguna lain jurus itu, Pukulan Geledek biasanya digunakan oleh hanya satu tangan – Hageng mampu menggunakan kedua tangannya. Ini jelas di luar kebiasaan. Semestinya pula Pukulan Geledek seperti namanya hanya untuk memukul, apa yang dilakukan Hageng lebih dari itu. Jadi… siapa bocah ini dan apa yang dikuasainya?

Satu. Dua. Tiga. Empat. Lima. Enam. Tujuh.

Silih berganti pasukan lawan diterbangkan oleh Hageng. Tujuh orang sudah tumbang dan ditundukkan. Tidak ada yang berhasil menghadangnya!

Hageng menghempaskan tubuh pasukan lawan nomor delapan ke tanah. Sang lawan tak mendapatkan ampun. Ia dibanting dan diangkat, dibanting dan diangkat, dibanting dan diangkat, berulang-ulang kali. Hageng memastikan tubuh sang lawan remuk dan tak mampu melawan lagi. Begitu sang lawan terkapar dan terkulai tak berdaya, kaki Hageng bergerak dan menginjak rusuknya dengan teramat kencang.

Brkrkkkghhh! Krrrgkkhh!

Salah satu tulang rusuk lawan Hageng remuk. Ia pun berteriak kesakitan dan mohon ampun sambil berguling-guling menahan nyeri.

Hageng mendengus dan meninggalkannya.

Bledaaaaaaaaaaaaaaarrr!!

Hageng menyilangkan tangan di depan wajah. Tubuhnya terseret ke belakang beberapa meter jaraknya. Kakinya bahkan sampai membuat garis di tanah. Untung saja dia sempat menahan serangan yang baru saja dihempaskan ke arahnya. Matanya mendelik ke depan, mencari tahu siapa penyerangnya.

Hageng mendengus saat kemudian ia sadar ia sedang berhadapan dengan tidak hanya satu, tapi dua penyerang sekaligus. Keduanya sepertinya merupakan punggawa yang mengerikan, salah satunya dari Empat Perisai QZK.

Satu orang tak dikenal dan Muge sang Monster.

Orang tak dikenal itu… dari KRAd?

Muge mengangkat kepalan tangannya, “Selamat. Kamu baru saja mendapatkan perhatian penuh kami. Supaya kami memenangkan pertarungan malam ini, kami harus meringkusmu. Hidup atau mati.”

Orang yang tak dikenal Hageng di sebelah Muge memutar lengan dan tangannya, membentuk gerakan melingkar yang kadang teramat lembut tapi kadang juga tegas. Tubuhnya merunduk, kakinya ditekuk, posisinya tegap tak membungkuk. Gemulai tangannya membentuk gerakan seperti arus air yang berkejar-kejaran di sungai. Satu ilmu kanuragan yang teramat populer yang orang langsung paham kemampuannya.

Tapi Hageng peduli setan dengan semua jurus lawan-lawannya. Ki-nya menyala terang. Kepalannya tergenggam erat. Ia memusatkan tenaga di kedua kepalan tangannya yang berpendar kebiruan.

Bledaaaaaaaaaaaaaaarrr!!

Hageng terkejut. Apalagi sekarang? Masih banyak lawan yang harus dihadapi dan tiba-tiba saja tembok di sampingnya hancur berantakan. Tidak hanya Hageng, semua orang terkaget-kaget dan mencoba melihat siapa yang menimbulkan kerusakan itu. Salah satu sisi pagar tembok tinggi yang sebelumnya dipanjat dengan susah payah oleh ketiga anggota Lima Jari rubuh ke arah dalam. Mereka tak akan bisa menggunakannya lagi dan pelarian mereka sudah pasti terekspos.

Debu-debu berterbangan sebelum akhirnya satu bayangan berjalan dengan langkah perlahan memasuki halaman belakang rumah sekap KRAd. Aura yang menyala dari sosok itu terasa berbeda, menyejukkan sekaligus mengancam.

Muge sang Monster dan sang pria tak dikenal saling bertatapan. Pria itu menggelengkan kepala menandakan kalau itu bukan ulah dari pasukan mereka. Muge menggerakkan tangan untuk sekali lagi mengomando pasukannya.

“Seraaaaaaaaang!!”

Para anggota QZK dan KRAd melesat untuk menyerang sosok yang baru hadir. Tapi saat mereka melintasi kabut debu bekas hancurnya tembok, saat itu juga satu persatu dari mereka diterbangkan oleh kepalan yang menyambut.

Jbmmmmm! Jbmmmmm! Jbmmmmm! Jbmmmmm! Jbmmmmm!

Tubuh demi tubuh terbang dan terlempar, jatuh berdebam bergulingan, menyeringai kesakitan. Beberapa bahkan sampai patah tulang. Muge terbelalak. Pria misterius bersiaga. Siapa? Siapa yang datang dan punya ilmu kanuragan yang sedemikian menyeramkan?

Hageng mendengus, ia menyapu keringat yang membasahi kening dan menutup pandangannya.

Muge menggeram, sang pria misterius penuh fokus. Keduanya paham, yang baru saja datang adalah sosok yang harus diperhatikan. Sosok itu mengucapkan kata dengan tenang dan hati-hati. Ucapannya tegas dan mengintimidasi.

“Kalian telah menculik gadis tak berdosa dan menyakitinya, menggunakannya sebagai umpan untuk menjebak kami ke tempat ini. Kalian mengira kami akan dengan mudahnya dihancurkan. Tapi kalian kaget karena ternyata berhadapan dengan tiga sosok pria gagah yang mewakili Aliansi. Tiga pemuda yang tak bisa dengan mudah kalian robohkan. Kalian mulai kewalahan. Entah kenapa tiba-tiba saja kalian juga menghancurkan markas kami dan membuat beberapa anggota kami kritis – beberapa bahkan harus kehilangan nyawa. Sedemikian takutnya kah kalian pada kami?”

Sosok itu melangkah dengan pasti, “Dulu saat aku baru bergabung dengan Dinasti Baru aku mendapatkan satu petuah dari sang pimpinan yang aku ingat sampai sekarang: seekor gajah tak pernah melupakan wajah orang-orang yang telah menyakitinya, dan dia tidak akan pernah memaafkan mereka. Elephants never forget. Kalian semua paham kan apa itu artinya?”

Muge menggerakkan tangan, mengomando pasukan untuk mundur dan tidak menyerang. Tapi dia terlambat karena pasukannya sudah terlanjur berlari ke depan. Bahkan ketika dia mulai berteriak pun rasa-rasanya itu sudah terlambat, “Munduuuuuurr!!”

“NYAWA DIBAYAR NYAWA!!”

Roaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaarrrr!!

Belasan pendukung QZK x KRAd terbang dan jatuh terkapar karena terhempas gebrakan tenaga dalam super yang tiba-tiba saja menggelegar. Sudah pasti siapa yang datang. Hanya ada satu orang yang mereka kenal yang sanggup melakukan serangan nan devastating semacam ini.

Orang itu adalah sang Panglima Singa Emas dari Aliansi.

Muge dan pria tak dikenal bergerak bersamaan untuk berada di depan pasukan mereka demi melindungi dari amukan orang yang baru saja datang. Pria tak dikenal langsung mempersiapkan tenaga dalamnya karena kini dia tahu siapa yang telah datang. Sang punggawa KRAd itu meringis, “Amar Barok. Kenapa kami tidak heran kamu akan datang juga? Mau setor nyawa?”

“Kamu juga datang kesini? Bagus.”

Sosok mengerikan Amar muncul dari balik debu-debu yang berterbangan, rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai dan berkibar-kibar ditiup angin dan aura tenaga dalam yang teramat besar. Sosok pria yang baru datang itu memang bukan pria yang mereka kenal seperti biasanya, dia terlihat mengerikan – jauh lebih mengerikan dari biasanya.

Matanya memerah, giginya bergemeretak. Ia melemparkan sesuatu ke samping, seperti sepotong kain lebar. Tiba-tiba saja ada seseorang menerima kain itu dan melesat ke arah Dinda yang tak sadarkan diri dan diikat di tiang hampir setengah telanjang.

“Siapa yang…” Muge mencoba memindai siapa yang melesat dengan sangat cepat itu, tapi sebelum dua berhasil mengenali orang yang bergerak dengan sangat cepat, Amar Barok sudah menggertak dengan suara yang berat dan penuh emosi.

“Kalian berani-beraninya menyakiti seorang wanita tak bersalah yang tak ada hubungan apapun dengan masalah kita. Kalian dengan keji menculik, menganiaya, dan entah melakukan apalagi padanya,” suara Amar semakin serak dalam tiap hempasan kata. Muge tahu seberapa mengerikan orang ini jadinya. Tidak ada satupun dari mereka yang ingin berhadapan dengan orang yang tengah terluka hatinya ini.

“Kalau kalian berpikir aku akan memaafkan kalian, maka kalian salah besar. Sudah terlalu banyak dosa kalian. Malam ini – aku ingin nyawa kalian membayarnya.” Amar sudah semakin gelap mata. Tubuhnya sudah diselubungi oleh aura Ki yang penuh dan tebal. Kedua tangannya terkepal, matanya semakin memerah menatap ke depan sementara kakinya menapak teguh ke tanah.

Muge dan rekannya yang sudah sama-sama memasang kuda-kuda tahu, ada kemungkinan hari ini mereka tidak akan pulang hidup-hidup.

Sang singa tengah murka.





BAGIAN 18.3 SELESAI.
BERSAMBUNG KE BAGIAN 18.4
 

Similar threads

Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd