Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Jalan nan terjal

Status
Please reply by conversation.
PART 7

AKHIR JADI SEBUAH AWAL

IANTONO

Masih di hari yang sama.
Selepas magrib kakek kembali memanggilku, memang aku serumah dengan kakek, tapi semenjak aku remaja kakek membangun satu rumah lagi,
jadi walaupun serumah tapi terpisah oleh dapur serbaguna yang memakan ruang lumayan luas, satu rumah habis untuk dapur, kamar mandi dan ruang makan,
Biar anak muda bebas katanya,
Maksud kakek memanggilku tak lain untuk membahas perihal hubunganku dengan Indriani,
Kakek nenek sangat setuju dengan gadis pilihanku itu,
Mangkanya aku dipanggil olehnya untuk menanyakan gimana baiknya,
Tentu aku jelaskan maksud hatiku untuk rencana membuat rumah sendiri dulu, sembari menunggu usia yang lebih pantas untuk menikah, sedangkan umurku sendiri baru mau sembilan belas tahun, terlalu muda menurutku,
Awalnya kakek keberatan kalau aku bikin rumah, karna rumah yang aku tempati sudah layak untuk bernaung aku dan istriku kelak,
Tapi aku jelaskan kalo saat ini kayu yang dipinggir rumah
Itu mau aku gunakan untuk membuat rumah sendiri,
Kakek pun setuju dengan keputusanku, dengan penjelasan yang masuk akal tentunya,
Akhirnya kakek mengikuti mauku,
Senyumnya mengembang, dan menepuk pundakku,

" Ngga percuma simbah ndidik kamu le, "

Begitulah kakek, dia tak pernah memaksakan kehendaknya kepadaku, aku diberi kebebasan menentukan pililanku,

Setelah selesai berembuk dengan kakek aku langsung ketempat Asti, mumpung ngga ada jadwal ngapel pikirku,
Kasihan anak itu, perhatianku sedikit berkurang untuknya,
Dia sudah seperti saudaraku sendiri, ntah orang yang menilai kami seperti apa,
Kata 'lupa' yang diucapkan nya tadi siang cukup membuatku merasa meninggalkannya,
Walaupun penyampaiannya sembari bercanda tetap aja memohokku,
Kebiasaan kalo dikampung habis hujan suasana jadi tambah sepi, begitu pun dirumah Asti sepi, apa jangan jangan udah molor nih anak gadis orang,
Tapi masa iya habis magrib langsung molor,
Ah palingan juga ndlosor depan tivi,
Mending nyender dibale aja lah, kuambil rokok disaku celana pendek dan kusulut,

'buul'.... "Uhuk uhuk, "

Asap pertama mengepul begitu banyak membuatku terbatuk, kode sih biar penghuni rumah keluar,
Suara gemericik air sungai yang belum terlalu deras mengalir itu memaksaku mengingat kejadian masa masa kemarau yang baru saja terganti,

' terimakasih sungai yang mengering karnamu aku dipertemukan gadisku, sekarang kisahku mengalir seperti air yang mengalirimu dengan irama indahnya,
Tapi aku tak ingin bernasib sepertimu yang harus menanggung kekeringan dikala kemarau, dan meluap dikala musim penghujan tiba, '

"Door!! ...hi hi hi, "

"Hoyyy!... "

Sontak aku teriak saking kagetnya,
'Dug dug dug' jantungku berdetak begitu kencang,
Sedangkan asti terlihat puas sudah sukses membuatku kaget,

" Hi hi hi, kaget ya masku, bengong aja siih mending ngopi, nih. "

Wadah sejak kapan ini bocah merhatiin aku,
kenapa kopi juga udah tersedia,

" Heeem ..... Ngagetin aja kamu Mbul, sengaja nyiksa orang sendirian diluar kamu ya,"

" Ngopi, ngemeng ajah! Lagian siapa suruh ngelamun kelamaan, "

Heeem kena lagikan, resiko punya temen cewek yang galaknya melebihi preman pasar, hadeeeh,
Mana habis marah senyum senyum lagi, curiga aku pasti ada sesuatu ini,

" Napa senyum senyum, minta jajan ya, "

" Iih kaya banyak duit aja kamu mas, mending kumpulin tuh duit buat ngawinin ayang Iin, eh nikahin ding kawinnya kan udah he he, "

Laaah apa hubungannya jajan sama nikah, ah pasti mau ngebahas ini pantesan senyum senyum,
Mending diajak jajan lontong aja ni bocah daripada rese,

"Jajan lontong yuk Mbul, enak hawa dingin gini, "

"Emooh! Ntar disangka selingkuhannya mas Ian, "

" Lhoo la maunya disangka apanya Mbul, "

"Auuuk"

Gagal juga ngajakin Asti jajan, akhirnya obrolan hanya sekitar pekerjaanku, dan Asti menawarkan diri membantuku diladang, kasihan aku sendirian katanya,
Tentu kutolak keinginannya, apakata dunia nanti,
Jam delapan aku pamit pulang, bingung juga mau ngapain,

Sebenernya sih waktu yang pas untuk ngerambah hutan,
Pasti sepi ngga ada polisi hutan yang patroli kalau habis hujan begini,
Tapi malaslah mesti nyamperin Heru Segala, mending dirumah aja,

Dirumah juga perasaan gelisah bener, satu jam mondar mandir dirumah, ah, masa mau keluar lagi, kalau keluar ujung ujungnya ketempat Asti lagi pasti,

Kubuka pintu dan lagi lagi kakiku melangkah menuju rumah Asti, paling udah tidur dianya, tapi ngga apalah nongkrong aja sendirian kayak tadi juga ga masalah,

Baru saja sampai samping rumah Asti,
Deeg! kok ada suara Indriani, bener ngga siih, masa udah malam kesini, ah sudahlah samperin aja,
Bener dia, ngapain coba,

"ehmmm"

Kedua gadis itu sontak melihat kearahku,
Berbeda dari siang tadi kekasihku malam ini terlihat muram, ada apa ini ngga seperti biasanya,
sedangkan Asti terlihat biasa saja sedikit senyum,

"Hai cewek, koq pada diem, aku ngeganggu yah, "

Masih pada diam, kenapa ini kok kaku banget, ah bikin penasaran aja mereka berdua ini,
lalu aku duduk di sebelah Indriani kugenggam jemarinya, pandanganku mengisyaratkan meminta penjelasan darinya,
di balas senyum tipis yang sedikit dipaksakan, aku bingung baru kali ini dia bersikap seperti ini padaku,
Ada apa gerangan, apa ini penyebab kegelisahanku dirumah tadi ya,

Astipun kulihat tak seperti biasanya, tak seperti tadi sebelum aku pulang,
sunyi padahal ada tiga anak manusia disini, tapi seolah tak ada satupun makluk hidup disini, semua diam menyelami pikiran masing masing,
Ah mesti dipancing lagi ini,

" Ya udah aku pulang lagi aja deh, sepertinya aku ngeganggu obrolan kalian, "

Kulepaskan genggaman tanganku tapi genggaman tangan Indriani makin erat menggenggam tanganku, tatapan mata sayunya membuatku urung meminggalkan mereka,
fix ada masalah ini mah, lalu kulihat Asti, masih sama seperti tadi senyumnya hanya sekali pas aku datang saja selebihnya hanya diam,
Jelas mereka menyembunyikan sesuatu padaku, tapi apa?
Rasa penasaran sedikit membuatku kesal kepada mereka,

"Ehm..... Masih pada diem berarti beneran ya aku ganggu kalian? maaf ya, mungkin bener aku harus pergi dari sini, lepasin dek, "

Kutepis tangan kekasihku agar genggaman tangannya dilepaskan, semakin kutepis semakin kencang genggaman tangannya, isak tangis mulai terdengar dari kekasihku, sedangkan Asti pamit dan masuk kedalam rumah,

" Mas hiks, "

" Deek mas ngga tau ada apa, tapi mas tau kalian menyembunyikan sesuatu, terus buat apa mas disini? Tadi kalian bisa ngobrol kok, jadi mending mas pergi, daripada disini cuma ganggu kalian, ya kan, "

Niatku tadi mancing, eh malah emosiku yang terpancing,
Asti lagi yang biasanya bisa mencairkan suasana malah kabur, bikin tambah ruwet pikiranku saja,
Ah mending beneran pulang,
Aku berdiri kutepis lagi tangan kekasihku, tetap nggak dilepas, malah tangisnya semakin menjadi,

" Maas jangan pergi, Adek hiks, "

" Ya udah, mas anter pulang udah malem, "

Kekasihku hanya menggeleng lalu berdiri dan memelukku sangat erat,

" Kamu kenapa sih dek? ditanyain kok, "

" Adek ikut pulang ya mas, hiks, adek ngga mau pulang kerumah, hiks, "

Mendengar ucapan dan isakan tangisnya seketika membuat rasa keselku meleleh, kubalas pelukannya dan kuelus rambut yang lurus tergerai,
Kini kaos yang kupakai basah oleh air matanya, wajahnya semakin ditenggelamkan didadaku,

" udah ah jangan gini, orangtuamu marah nanti kalo kamu ngga pulang lho dek, pulang ya? "

" Adek udah ijin kok mas, "

'Heeuuh' aku hanya bisa menghela napas menghadapi kekasihku, aku anterin pulang ngga mau, disuruh tidur ditempat Asti juga ngga mau, padahal aku tau, pasti ijin ke orang tuanya mau nginep ditempat Asti,
ya sudahlah ku iyakan saja maunya, lagipula udah malam ngga enak sama orang tua Asti, akhirnya aku pamit ke Asti, dan Indriani meminta maaf ke Asti tidak jadi tidur dirumahnya,
Asti cuma geleng geleng kepala melihat kelakuan temannya itu,
Sesampainya dirumah aku tidak langsung masuk kamar,
Begitu juga Indriani duduk di ruang depan bersamaku dan entah mengapa dia tak mau jauh jauh dariku, paras ayunya masihlah terlihat kusut,
kupandang lekat wajahnya dan dia menunduk entah malu entah apa, yang jelas masih ada raut kesedihan disana,
kutawarkan untuk membasuh muka dikamar mandi dia hanya menggelengkan kepala,
Aku tak menanyakan ada masalah apa kok sampai dia pergi dari rumah,

" Tadi kesini sendirian dek? "

Lagi lagi Indriani hanya menggelengkan kepalanya, membuatku salah tingkah menghadapi kekasihku sendiri, extra sabar ini mah,
' heuuh'
Kuhela nafas dan beranjak dari duduk menuju dapur untuk membuat segelas kopi,
Rupanya kekasihku beneran ngga mau jauh dariku, dia mengikutiku dari belakang seperti biasa berpegangan ujung kaosku,
' heem hobby bener pegangan kaos'

Indriani mengambil kopi dan gula dari tempatnya, dan aku ambil gelasnya, ah rupanya dia paham kalau aku pengen ngopi, ledekin ah, lalu kucium pipi kekasihku ada seulas senyum darinya,

" Ngga pake garem loh mbak " Ledekku,

" Biarin! masnya jahat kok, "

" Lho kok mas yang jahat to dek, "

" Lagian adek sedih masnya malah marah sama adek, "

" He he, dah ah ntar mewek lagi kamunya, "

Cubitan kecil pun mendarat diperutku, cukup lega sih dia sudah bisa tersenyum lagi,
Memang inilah yang kumau, ku pikir aku ngga bisa nanya masalah dia kalo keadaannya masih seperti tadi, lebih baik kucairkan dulu suasananya,
Rupanya suara berisik didapur karna ulahku dan Indriani membuat nenek terjaga dari tidurnya,

Nenek mencecarku berbagai pertanyaan kenapa Indriani ada disini malam begini, tapi anehnya nenek tidak menyuruhnya pulang,

Bahkan setelah mencecarku nenek ikut ngobrol bareng,
Heuuuh, ujung ujungnya dicuekin Indriani akunya,
Setelah kopiku habis barulah nenek beranjak meninggalkanku dan Indriani,
Ah sepertinya nenek ingin cepat punya cucu mantu ini,

Sampai jam setengah dua belas akhirnya kekasihku menguap juga,
Lalu kusuruh masuk kamar duluan tetapi dia ngga mau, dan memaksa tetap menemaniku,
segera kuhabiskan sebatang rokok yang sudah terlanjur kusulut, lalu kuajak kekasihku masuk kamar tidurku,
Ingin rasanya kutanyakan masalah apa yang membuatnya seperti ini tapi kok kayaknya belum pas,

Pertama kali tidur malamku ditemani sang kekasih, grogi luar biasa menderaku saat ini,

" Dek, "

"Heem..... "

" Mas kok itu ya, "

" Itu opo masku? "

" ngga ding, he he, ya udah bobok yuk, besok mas mau keladang lo takut kesiangan"

" Heem"

Entahlah malam ini terasa susah sekali memejamkan mata, kulihat kekasihku pun sama matanya masih saja melek, bodohnya aku tak menyadari kalau sedari tadi dia tidur miring meghadap kearahku, lalu kurengkuh tubuhnya,

"Loh kok ngga bobok sih dek? Sini biar anget, "

" Dari tadi apa mas, dingin tau, malah adek dicuekin aja,"

"He he takut khilaf kok dek "

" Hi hi, adek maunya kita khilaf kok mas, "

'Heeeuuh'
Sudah kuduga bakalan begitu jawabannya,
Jujur berat menahan hasrat kalau sudah bersamanya, entahlah kekasihku sendiri tidak menolaknya, seyakin itukah dia kepadaku sampai miliknya yang paling berharga pun rela diberikan untukku, ingin kujaga dia tapi apadaya setiap bersamanya hasrat itu begitu menggebu, aku tak tahu ntah apa yang terjadi malam ini, yang kutahu rasaku begitu dalam untuknya,
kucium keningnya untuk menyampaikan rasaku padanya.

***********

Ditempat berbeda.

Di rumah pak Karman setelah Indriani pergi dengan ibunya,

Pak Carik agaknya sedikit kecewa dengan tingkah Indriani yang membanting daun pintu kamarnya, sempat dihardik sang bapak tapi tetap saja anak gadisnya tak menghiraukan hardikan sang bapak,

Perbincangan kedua orang tua itu sejenak terhenti karena tingkah putri pertama pak Karman yang langsung pergi keluar rumah dan disusul oleh istri pak Karman, merasa sudah disusul ibunya,
obrolan mereka berlanjut masih seputar rencana untuk melamar putri pak Karman, dan membahas kenapa putri pak Karman tiba tiba pergi dari rumah,

" Baiklah pak Karman mungkin sebaiknya saya undur rencana untuk melamar putri bapak, mengingat kondisi barusan, sepertinya putri bapak kurang berkenan ya pak, "

Raut muka pak Carik terlihat kesal dan ucapannya lumayan menohok pak Karman, sebagai orang tua dirinya seolah tak becus mengurus kelakuan anak gadisnya,
Membuat pak Karman merasa tidak tak enak hati kepada pak Carik, yang notabene orang terhormat dikampung itu,

" Iya pak mungkin karna mereka belum kenal saja, nanti saya coba bujuk anaknya pak, mohon maaf kalau suasananya jadi begini ya pak, "

Kemudian pak Carik pun pergi meninggalkan rumah pak Karman dengan rasa kecewa,
Tanpa mereka sadari bu Karman sejak tadi sudah berada disamping rumahnya, mendengarkan percakapan kedua lelaki itu,
setelah pak Carik pergi barulah bu Karman masuk rumah.
Kedua orang tua Indriani terlihat begitu serius membahas putrinya,
Pak Karman mencecar sang istri menanyakan dimana keberadaan putri mereka kenapa tidak ikut pulang,
Dengan sikap lunak bu Karman menjelaskan kepada suaminya bahwa putrinya berada ditempat Asti dan menginap disana,
Semula pak Karman memaksa ingin menjemput putrinya tapi di cegah oleh bu Karman,

" Pak inget sifat anakmu, kalau sudah punya keinginan itu keras seperti bapaknya, apa iya bapak mau ribut sama anakmu sendiri ditempat orang, lagipula ini sudah malam, biarkan dia disana, kasihan pak, tadi dijalan dia nangis terus, biarkan dia disana menenangkan diri dulu ya pak, "

Mendengar penuturan sang istri pak Karman luluh hatinya,
Walau bagaimana pun yang dikatakan sang istri benar adanya,
Sifat keras kepalanya menurun ke anak gadisnya,

" Bapak malu sama pak Carik bune, gimana ini?
tadi pak Carik ngomongnya kayak orang kesel begitu bune, "

Perbincangan pun melunak dan mereka sepakat membiarkan putrinya menginap dirumah temannya, lalu mereka masuk kamar dan istirahat.

*********

Malam yang sama sekitar jam sembilan
Di rumah Marni.

Seorang perempuan muda sedang tertunduk lesu dihadapan suaminya, yah dialah Marni yang siang tadi ketahuan sedang melakukan perbuatan zina dengan tetangganya sendiri,
Perbuatannya dengan pakde Jono yang selama ini akrab dengan suaminya dan kebetulan suaminya sendiri yang melihat perbuatan itu,
sedangkan suaminya tak kalah lesunya, pernyataan istrinyalah yang membuat dia tak mampu berbuat apa apa,
Bagaimana tidak, istri yang begitu dia cintai membeberkan kekurarangan yang selama ini tak disadari olehnya, kelemahan diatas ranjangnya membuat sang istri nekat mencari pelampiasan diluar sana,
Entah apa yang akan dilakukannya, tiba tiba dia keluar dari rumah, tak Lama setalah itu dia kembali lagi bersama dengan orang yang telah menyetubuhi istrinya
Siang tadi,
Sontak membuat Marni kaget bukan main,
Apalagi setelah suaminya duduk di depannya, begitu juga pakde Jono yang ikut duduk di sudut agak jauh dari suami istri itu,
Lalu si suami membuka pembicaraan,

" Baiklah, dek Marni dan kamu kang Jono, aku sudah tau apa yang kalian lakukan siang tadi, sekarang jelaskan sudah berapa kali kalian melakukannya, "

Pertanyaan itu sontak membuat pakde Jono kaget, dia tak menyangka, kalau ternyata perbuatannya telah diketahui oleh suami Marni, yang juga temannya ngopi kalau malam hari,

" Ngga usah gugup kang biasa saja, bukankah tadi siang sampean bilang ngga peduli kalau aku tau? dan kamu dek, mana ungkapan binalmu siang tadi, "

Marni menatap nanar suaminya, bagaimana tidak, suaminya masih saja tak menunjukkan amarah yang seharusnya dilakukan seorang suami jika mengetahui istrinya main serong dengan lelaki lain, apakah karna suaminya sadar kelemahannya sehingga dia seperti ini,

Kemudian pasangan mesum itu menunduk menandakan mereka tak mampu menjawab pertanyaan yang ditujukan pada mereka,

" Baik kalau tidak ada yang mau jawab, dek kamu masuk kamar, biar kuselesaikan masalah ini dengan kang Jono saja, "

" Tapi mas, "

" Masuk! Sebelum aku berubah pikiran"

Jawab suaminya tegas, tentu membuat Marni tak berani membantah suaminya,
Kini tinggal pakde Jono dan suami Marni yang berada diruang tamu itu, lalu suami marni mengajak pakde Jono keluar rumah, entah apa yang dilakukan kedua lelaki itu lima belas menit mereka diluar rumah.

Pintu kembali terbuka seorang lelaki masuk langsung menuju kamar dimana Marni berada,
sontak Marni membelalakkan matanya, sosok yang masuk tak lain adalah pakde Jono, lalu kemana suaminya?

Belum sempat Marni menanyakan keberadaan suaminya pakde Jono langsung merengkuh tubuh Marni yang masih kebingungan, membuat Marni sedikit berontak dari rengkuhan pakde Jono,

" Kang iih, apa apaan ini? Mana suamiku, "

" Ada diluar deek, ngga mau masuk mau nunggu kita bikin anak katanya, he he, "

Pernyataan pakde Jono membuat Marni diam dalam rengkuhan pakde jono, dirinya masih tak percaya dengan apa yang dikatakan selingkuhannya itu,

"Iih sebentar ah, dimana suamiku kang, "

" Panggil saja dek pasti suamimu nyautin kok he he, "

Eehmm.... Lalu terdengar deheman dari luar, cukuplah membuat Marni percaya perkataan pakde Jono tadi,
Tak menunggu lama Marni langsung membalas rengkuhan selingkuhannya itu,
Dengan buas Marni melumat bibir lelakinya lidah mereka saling membelit liar,
Tak ada lagi raut bersalah dari mereka berdua, yang ada hanya nafsu liar yang baru saja mereka mulai,
Pakaian yang mereka kenakan pun sekarang sudah berceceran entah dimana,
nafsu yang sudah menggebu membuat mereka tak perduli lagi,
lenguhan halus mulai terdengar saat tangan kekar lelaki itu meremas buah dada Marni bergantian, masih dengan posisi berdiri mereka sibuk mencari titik nikmat pasangannya,
kini tangan Marni sibuk membetot dan mengocok batang lelakinya,
berharap agar lelakinya segera siap menusuk lubang kenikmatannya yang sudah mulai basah akibat ulah dari tangan pasangannya yang begitu semangat keluar masuk dilubang nikmatnya,

ciuman mereka pun akhirnya terlepas dan segera Marni merobohkan diri di ranjang,
dengan posisi terlentang dibuka lebar selangkangannya, menantang sang pejantan untuk segera menancapkan batang pejalnya,
Tapi sepertinya harapan Marni sia sia,
lelaki itu tidak melakukan apa yang di inginkan Marni, lelaki itu malah sibuk melahap buah dada wanitanya, ciumannya turun dan makin turun kepusar membuat Marni menggelinjang kegelian, dan turun lagi sampai selangkangan Marni,
lubang basah dan ditumbuhi bulu hitam yang lebat itu menjadi sasaran terakhirnya, mulutnya dengan buas mencecap memek Marni,
jilatan lidahnya mencari cari sesuatu diantara celah lubang yang makin basah oleh cairan lendir itu, setelah ketemu langsung dihisap dan dijilat bergantian oleh lelaki itu,
Membuat empunya memek kelojotan dan mengerang penuh nikmat, pinggulnya liar bergerak kekanan dan kekiri lalu mengejat berkali kali,

Senyum puas pun terlihat dari kedua orang itu,
Tak sabar Marni menarik tubuh lelakinya, kini dia tak sungkan lagi meminta untuk segera disodok memeknya,

" Ayo kang masukin sekarang aku sudah ngga tahan kang, hamili aku kang, "

Senyum kemenangan jelas terlihat dari pakde Jono,
dan masih saja menggoda wanita dibawahnya,
sengaja di gesek lubang itu berulang kali tanpa memasukkan batangnya,
alhasil siwanita tak sabar dipegang batang tegang itu lalu dimasukkan sendiri ke memeknya,

' bleees' "aaaaaah.... Kocok kangh, aaah aaaach, "

" Sabar deek, kenapa? Ketagihan kontolku ya? He he, "

Tak dijawab ocehan lelakinya, Marni segera menggerakkan pinggulnya dengan liar, membuat nafsu pakde Jono terpancing juga,
dengan sentakan kuat digenjot memek tembem Marni, genjotannya yang cepat membuat Marni tak sanggup berlama lama dihajar pejantannya itu,
jeritan panjangnya menandakan kalau dia sudah mulai mencapai puncak kenikmatannya, benar saja pinggulnya mengejat hebat disertai jeritan yang tertahan,
Sontak pakde Jono menghentikan genjotannya, dia lebih memilih menikmati momen dimana batang kesayangannya seperti di urut didalam lubang memek Marni,
Setelah dirasa mereda kedutan dimemek Marni pakde Jono kembali menyodok lubang Marni dengan sentakan kuatnya tanpa henti membuat Marni merintih antara geli dan nikmat,
Tak butuh waktu lama Marni kembali mendapat orgasme yang ketiga kalinya,
Kali ini orgasmenya berbarengan dengan keluarnya lahar panas pakde Jono,
Sehingga rintihan nikmatnya semakin panjang berulang kali pinggulnya mengejat hebat disertai keluarnya cairan dari lubang memeknya,
pakde Jono akhirnya ambruk menimpa tubuh Marni yang masih saja mengejat pelan,
sengaja pakde Jono tidak mengeluarkan batangnya dari lubang memek Marni malah sesekali digoyang naik turun, membuat Marni kegelian dan tangannya mencubit perut samping pakde Jono,

Setelah dirasa cukup istirahatnya mereka berbenah diri lalu pakde Jono pamit pulang diantar oleh Marni sampai depan pintu rumah,
Sepi, Marni kebingungan kemana gerangan suaminya berada,
tak lama suaminya muncul dari samping rumahnya dengan tatapan yang susah diartikan oleh Marni, tanpa kata suami istri itu masuk kedalam dan menutup pintu.


BERSAMBUNG
Udah gitu aj..ya udah kagak kenapa2 to be contolnyut
 
PART 7

AKHIR JADI SEBUAH AWAL

IANTONO

Masih di hari yang sama.
Selepas magrib kakek kembali memanggilku, memang aku serumah dengan kakek, tapi semenjak aku remaja kakek membangun satu rumah lagi,
jadi walaupun serumah tapi terpisah oleh dapur serbaguna yang memakan ruang lumayan luas, satu rumah habis untuk dapur, kamar mandi dan ruang makan,
Biar anak muda bebas katanya,
Maksud kakek memanggilku tak lain untuk membahas perihal hubunganku dengan Indriani,
Kakek nenek sangat setuju dengan gadis pilihanku itu,
Mangkanya aku dipanggil olehnya untuk menanyakan gimana baiknya,
Tentu aku jelaskan maksud hatiku untuk rencana membuat rumah sendiri dulu, sembari menunggu usia yang lebih pantas untuk menikah, sedangkan umurku sendiri baru mau sembilan belas tahun, terlalu muda menurutku,
Awalnya kakek keberatan kalau aku bikin rumah, karna rumah yang aku tempati sudah layak untuk bernaung aku dan istriku kelak,
Tapi aku jelaskan kalo saat ini kayu yang dipinggir rumah
Itu mau aku gunakan untuk membuat rumah sendiri,
Kakek pun setuju dengan keputusanku, dengan penjelasan yang masuk akal tentunya,
Akhirnya kakek mengikuti mauku,
Senyumnya mengembang, dan menepuk pundakku,

" Ngga percuma simbah ndidik kamu le, "

Begitulah kakek, dia tak pernah memaksakan kehendaknya kepadaku, aku diberi kebebasan menentukan pililanku,

Setelah selesai berembuk dengan kakek aku langsung ketempat Asti, mumpung ngga ada jadwal ngapel pikirku,
Kasihan anak itu, perhatianku sedikit berkurang untuknya,
Dia sudah seperti saudaraku sendiri, ntah orang yang menilai kami seperti apa,
Kata 'lupa' yang diucapkan nya tadi siang cukup membuatku merasa meninggalkannya,
Walaupun penyampaiannya sembari bercanda tetap aja memohokku,
Kebiasaan kalo dikampung habis hujan suasana jadi tambah sepi, begitu pun dirumah Asti sepi, apa jangan jangan udah molor nih anak gadis orang,
Tapi masa iya habis magrib langsung molor,
Ah palingan juga ndlosor depan tivi,
Mending nyender dibale aja lah, kuambil rokok disaku celana pendek dan kusulut,

'buul'.... "Uhuk uhuk, "

Asap pertama mengepul begitu banyak membuatku terbatuk, kode sih biar penghuni rumah keluar,
Suara gemericik air sungai yang belum terlalu deras mengalir itu memaksaku mengingat kejadian masa masa kemarau yang baru saja terganti,

' terimakasih sungai yang mengering karnamu aku dipertemukan gadisku, sekarang kisahku mengalir seperti air yang mengalirimu dengan irama indahnya,
Tapi aku tak ingin bernasib sepertimu yang harus menanggung kekeringan dikala kemarau, dan meluap dikala musim penghujan tiba, '

"Door!! ...hi hi hi, "

"Hoyyy!... "

Sontak aku teriak saking kagetnya,
'Dug dug dug' jantungku berdetak begitu kencang,
Sedangkan asti terlihat puas sudah sukses membuatku kaget,

" Hi hi hi, kaget ya masku, bengong aja siih mending ngopi, nih. "

Wadah sejak kapan ini bocah merhatiin aku,
kenapa kopi juga udah tersedia,

" Heeem ..... Ngagetin aja kamu Mbul, sengaja nyiksa orang sendirian diluar kamu ya,"

" Ngopi, ngemeng ajah! Lagian siapa suruh ngelamun kelamaan, "

Heeem kena lagikan, resiko punya temen cewek yang galaknya melebihi preman pasar, hadeeeh,
Mana habis marah senyum senyum lagi, curiga aku pasti ada sesuatu ini,

" Napa senyum senyum, minta jajan ya, "

" Iih kaya banyak duit aja kamu mas, mending kumpulin tuh duit buat ngawinin ayang Iin, eh nikahin ding kawinnya kan udah he he, "

Laaah apa hubungannya jajan sama nikah, ah pasti mau ngebahas ini pantesan senyum senyum,
Mending diajak jajan lontong aja ni bocah daripada rese,

"Jajan lontong yuk Mbul, enak hawa dingin gini, "

"Emooh! Ntar disangka selingkuhannya mas Ian, "

" Lhoo la maunya disangka apanya Mbul, "

"Auuuk"

Gagal juga ngajakin Asti jajan, akhirnya obrolan hanya sekitar pekerjaanku, dan Asti menawarkan diri membantuku diladang, kasihan aku sendirian katanya,
Tentu kutolak keinginannya, apakata dunia nanti,
Jam delapan aku pamit pulang, bingung juga mau ngapain,

Sebenernya sih waktu yang pas untuk ngerambah hutan,
Pasti sepi ngga ada polisi hutan yang patroli kalau habis hujan begini,
Tapi malaslah mesti nyamperin Heru Segala, mending dirumah aja,

Dirumah juga perasaan gelisah bener, satu jam mondar mandir dirumah, ah, masa mau keluar lagi, kalau keluar ujung ujungnya ketempat Asti lagi pasti,

Kubuka pintu dan lagi lagi kakiku melangkah menuju rumah Asti, paling udah tidur dianya, tapi ngga apalah nongkrong aja sendirian kayak tadi juga ga masalah,

Baru saja sampai samping rumah Asti,
Deeg! kok ada suara Indriani, bener ngga siih, masa udah malam kesini, ah sudahlah samperin aja,
Bener dia, ngapain coba,

"ehmmm"

Kedua gadis itu sontak melihat kearahku,
Berbeda dari siang tadi kekasihku malam ini terlihat muram, ada apa ini ngga seperti biasanya,
sedangkan Asti terlihat biasa saja sedikit senyum,

"Hai cewek, koq pada diem, aku ngeganggu yah, "

Masih pada diam, kenapa ini kok kaku banget, ah bikin penasaran aja mereka berdua ini,
lalu aku duduk di sebelah Indriani kugenggam jemarinya, pandanganku mengisyaratkan meminta penjelasan darinya,
di balas senyum tipis yang sedikit dipaksakan, aku bingung baru kali ini dia bersikap seperti ini padaku,
Ada apa gerangan, apa ini penyebab kegelisahanku dirumah tadi ya,

Astipun kulihat tak seperti biasanya, tak seperti tadi sebelum aku pulang,
sunyi padahal ada tiga anak manusia disini, tapi seolah tak ada satupun makluk hidup disini, semua diam menyelami pikiran masing masing,
Ah mesti dipancing lagi ini,

" Ya udah aku pulang lagi aja deh, sepertinya aku ngeganggu obrolan kalian, "

Kulepaskan genggaman tanganku tapi genggaman tangan Indriani makin erat menggenggam tanganku, tatapan mata sayunya membuatku urung meminggalkan mereka,
fix ada masalah ini mah, lalu kulihat Asti, masih sama seperti tadi senyumnya hanya sekali pas aku datang saja selebihnya hanya diam,
Jelas mereka menyembunyikan sesuatu padaku, tapi apa?
Rasa penasaran sedikit membuatku kesal kepada mereka,

"Ehm..... Masih pada diem berarti beneran ya aku ganggu kalian? maaf ya, mungkin bener aku harus pergi dari sini, lepasin dek, "

Kutepis tangan kekasihku agar genggaman tangannya dilepaskan, semakin kutepis semakin kencang genggaman tangannya, isak tangis mulai terdengar dari kekasihku, sedangkan Asti pamit dan masuk kedalam rumah,

" Mas hiks, "

" Deek mas ngga tau ada apa, tapi mas tau kalian menyembunyikan sesuatu, terus buat apa mas disini? Tadi kalian bisa ngobrol kok, jadi mending mas pergi, daripada disini cuma ganggu kalian, ya kan, "

Niatku tadi mancing, eh malah emosiku yang terpancing,
Asti lagi yang biasanya bisa mencairkan suasana malah kabur, bikin tambah ruwet pikiranku saja,
Ah mending beneran pulang,
Aku berdiri kutepis lagi tangan kekasihku, tetap nggak dilepas, malah tangisnya semakin menjadi,

" Maas jangan pergi, Adek hiks, "

" Ya udah, mas anter pulang udah malem, "

Kekasihku hanya menggeleng lalu berdiri dan memelukku sangat erat,

" Kamu kenapa sih dek? ditanyain kok, "

" Adek ikut pulang ya mas, hiks, adek ngga mau pulang kerumah, hiks, "

Mendengar ucapan dan isakan tangisnya seketika membuat rasa keselku meleleh, kubalas pelukannya dan kuelus rambut yang lurus tergerai,
Kini kaos yang kupakai basah oleh air matanya, wajahnya semakin ditenggelamkan didadaku,

" udah ah jangan gini, orangtuamu marah nanti kalo kamu ngga pulang lho dek, pulang ya? "

" Adek udah ijin kok mas, "

'Heeuuh' aku hanya bisa menghela napas menghadapi kekasihku, aku anterin pulang ngga mau, disuruh tidur ditempat Asti juga ngga mau, padahal aku tau, pasti ijin ke orang tuanya mau nginep ditempat Asti,
ya sudahlah ku iyakan saja maunya, lagipula udah malam ngga enak sama orang tua Asti, akhirnya aku pamit ke Asti, dan Indriani meminta maaf ke Asti tidak jadi tidur dirumahnya,
Asti cuma geleng geleng kepala melihat kelakuan temannya itu,
Sesampainya dirumah aku tidak langsung masuk kamar,
Begitu juga Indriani duduk di ruang depan bersamaku dan entah mengapa dia tak mau jauh jauh dariku, paras ayunya masihlah terlihat kusut,
kupandang lekat wajahnya dan dia menunduk entah malu entah apa, yang jelas masih ada raut kesedihan disana,
kutawarkan untuk membasuh muka dikamar mandi dia hanya menggelengkan kepala,
Aku tak menanyakan ada masalah apa kok sampai dia pergi dari rumah,

" Tadi kesini sendirian dek? "

Lagi lagi Indriani hanya menggelengkan kepalanya, membuatku salah tingkah menghadapi kekasihku sendiri, extra sabar ini mah,
' heuuh'
Kuhela nafas dan beranjak dari duduk menuju dapur untuk membuat segelas kopi,
Rupanya kekasihku beneran ngga mau jauh dariku, dia mengikutiku dari belakang seperti biasa berpegangan ujung kaosku,
' heem hobby bener pegangan kaos'

Indriani mengambil kopi dan gula dari tempatnya, dan aku ambil gelasnya, ah rupanya dia paham kalau aku pengen ngopi, ledekin ah, lalu kucium pipi kekasihku ada seulas senyum darinya,

" Ngga pake garem loh mbak " Ledekku,

" Biarin! masnya jahat kok, "

" Lho kok mas yang jahat to dek, "

" Lagian adek sedih masnya malah marah sama adek, "

" He he, dah ah ntar mewek lagi kamunya, "

Cubitan kecil pun mendarat diperutku, cukup lega sih dia sudah bisa tersenyum lagi,
Memang inilah yang kumau, ku pikir aku ngga bisa nanya masalah dia kalo keadaannya masih seperti tadi, lebih baik kucairkan dulu suasananya,
Rupanya suara berisik didapur karna ulahku dan Indriani membuat nenek terjaga dari tidurnya,

Nenek mencecarku berbagai pertanyaan kenapa Indriani ada disini malam begini, tapi anehnya nenek tidak menyuruhnya pulang,

Bahkan setelah mencecarku nenek ikut ngobrol bareng,
Heuuuh, ujung ujungnya dicuekin Indriani akunya,
Setelah kopiku habis barulah nenek beranjak meninggalkanku dan Indriani,
Ah sepertinya nenek ingin cepat punya cucu mantu ini,

Sampai jam setengah dua belas akhirnya kekasihku menguap juga,
Lalu kusuruh masuk kamar duluan tetapi dia ngga mau, dan memaksa tetap menemaniku,
segera kuhabiskan sebatang rokok yang sudah terlanjur kusulut, lalu kuajak kekasihku masuk kamar tidurku,
Ingin rasanya kutanyakan masalah apa yang membuatnya seperti ini tapi kok kayaknya belum pas,

Pertama kali tidur malamku ditemani sang kekasih, grogi luar biasa menderaku saat ini,

" Dek, "

"Heem..... "

" Mas kok itu ya, "

" Itu opo masku? "

" ngga ding, he he, ya udah bobok yuk, besok mas mau keladang lo takut kesiangan"

" Heem"

Entahlah malam ini terasa susah sekali memejamkan mata, kulihat kekasihku pun sama matanya masih saja melek, bodohnya aku tak menyadari kalau sedari tadi dia tidur miring meghadap kearahku, lalu kurengkuh tubuhnya,

"Loh kok ngga bobok sih dek? Sini biar anget, "

" Dari tadi apa mas, dingin tau, malah adek dicuekin aja,"

"He he takut khilaf kok dek "

" Hi hi, adek maunya kita khilaf kok mas, "

'Heeeuuh'
Sudah kuduga bakalan begitu jawabannya,
Jujur berat menahan hasrat kalau sudah bersamanya, entahlah kekasihku sendiri tidak menolaknya, seyakin itukah dia kepadaku sampai miliknya yang paling berharga pun rela diberikan untukku, ingin kujaga dia tapi apadaya setiap bersamanya hasrat itu begitu menggebu, aku tak tahu ntah apa yang terjadi malam ini, yang kutahu rasaku begitu dalam untuknya,
kucium keningnya untuk menyampaikan rasaku padanya.

***********

Ditempat berbeda.

Di rumah pak Karman setelah Indriani pergi dengan ibunya,

Pak Carik agaknya sedikit kecewa dengan tingkah Indriani yang membanting daun pintu kamarnya, sempat dihardik sang bapak tapi tetap saja anak gadisnya tak menghiraukan hardikan sang bapak,

Perbincangan kedua orang tua itu sejenak terhenti karena tingkah putri pertama pak Karman yang langsung pergi keluar rumah dan disusul oleh istri pak Karman, merasa sudah disusul ibunya,
obrolan mereka berlanjut masih seputar rencana untuk melamar putri pak Karman, dan membahas kenapa putri pak Karman tiba tiba pergi dari rumah,

" Baiklah pak Karman mungkin sebaiknya saya undur rencana untuk melamar putri bapak, mengingat kondisi barusan, sepertinya putri bapak kurang berkenan ya pak, "

Raut muka pak Carik terlihat kesal dan ucapannya lumayan menohok pak Karman, sebagai orang tua dirinya seolah tak becus mengurus kelakuan anak gadisnya,
Membuat pak Karman merasa tidak tak enak hati kepada pak Carik, yang notabene orang terhormat dikampung itu,

" Iya pak mungkin karna mereka belum kenal saja, nanti saya coba bujuk anaknya pak, mohon maaf kalau suasananya jadi begini ya pak, "

Kemudian pak Carik pun pergi meninggalkan rumah pak Karman dengan rasa kecewa,
Tanpa mereka sadari bu Karman sejak tadi sudah berada disamping rumahnya, mendengarkan percakapan kedua lelaki itu,
setelah pak Carik pergi barulah bu Karman masuk rumah.
Kedua orang tua Indriani terlihat begitu serius membahas putrinya,
Pak Karman mencecar sang istri menanyakan dimana keberadaan putri mereka kenapa tidak ikut pulang,
Dengan sikap lunak bu Karman menjelaskan kepada suaminya bahwa putrinya berada ditempat Asti dan menginap disana,
Semula pak Karman memaksa ingin menjemput putrinya tapi di cegah oleh bu Karman,

" Pak inget sifat anakmu, kalau sudah punya keinginan itu keras seperti bapaknya, apa iya bapak mau ribut sama anakmu sendiri ditempat orang, lagipula ini sudah malam, biarkan dia disana, kasihan pak, tadi dijalan dia nangis terus, biarkan dia disana menenangkan diri dulu ya pak, "

Mendengar penuturan sang istri pak Karman luluh hatinya,
Walau bagaimana pun yang dikatakan sang istri benar adanya,
Sifat keras kepalanya menurun ke anak gadisnya,

" Bapak malu sama pak Carik bune, gimana ini?
tadi pak Carik ngomongnya kayak orang kesel begitu bune, "

Perbincangan pun melunak dan mereka sepakat membiarkan putrinya menginap dirumah temannya, lalu mereka masuk kamar dan istirahat.

*********

Malam yang sama sekitar jam sembilan
Di rumah Marni.

Seorang perempuan muda sedang tertunduk lesu dihadapan suaminya, yah dialah Marni yang siang tadi ketahuan sedang melakukan perbuatan zina dengan tetangganya sendiri,
Perbuatannya dengan pakde Jono yang selama ini akrab dengan suaminya dan kebetulan suaminya sendiri yang melihat perbuatan itu,
sedangkan suaminya tak kalah lesunya, pernyataan istrinyalah yang membuat dia tak mampu berbuat apa apa,
Bagaimana tidak, istri yang begitu dia cintai membeberkan kekurarangan yang selama ini tak disadari olehnya, kelemahan diatas ranjangnya membuat sang istri nekat mencari pelampiasan diluar sana,
Entah apa yang akan dilakukannya, tiba tiba dia keluar dari rumah, tak Lama setalah itu dia kembali lagi bersama dengan orang yang telah menyetubuhi istrinya
Siang tadi,
Sontak membuat Marni kaget bukan main,
Apalagi setelah suaminya duduk di depannya, begitu juga pakde Jono yang ikut duduk di sudut agak jauh dari suami istri itu,
Lalu si suami membuka pembicaraan,

" Baiklah, dek Marni dan kamu kang Jono, aku sudah tau apa yang kalian lakukan siang tadi, sekarang jelaskan sudah berapa kali kalian melakukannya, "

Pertanyaan itu sontak membuat pakde Jono kaget, dia tak menyangka, kalau ternyata perbuatannya telah diketahui oleh suami Marni, yang juga temannya ngopi kalau malam hari,

" Ngga usah gugup kang biasa saja, bukankah tadi siang sampean bilang ngga peduli kalau aku tau? dan kamu dek, mana ungkapan binalmu siang tadi, "

Marni menatap nanar suaminya, bagaimana tidak, suaminya masih saja tak menunjukkan amarah yang seharusnya dilakukan seorang suami jika mengetahui istrinya main serong dengan lelaki lain, apakah karna suaminya sadar kelemahannya sehingga dia seperti ini,

Kemudian pasangan mesum itu menunduk menandakan mereka tak mampu menjawab pertanyaan yang ditujukan pada mereka,

" Baik kalau tidak ada yang mau jawab, dek kamu masuk kamar, biar kuselesaikan masalah ini dengan kang Jono saja, "

" Tapi mas, "

" Masuk! Sebelum aku berubah pikiran"

Jawab suaminya tegas, tentu membuat Marni tak berani membantah suaminya,
Kini tinggal pakde Jono dan suami Marni yang berada diruang tamu itu, lalu suami marni mengajak pakde Jono keluar rumah, entah apa yang dilakukan kedua lelaki itu lima belas menit mereka diluar rumah.

Pintu kembali terbuka seorang lelaki masuk langsung menuju kamar dimana Marni berada,
sontak Marni membelalakkan matanya, sosok yang masuk tak lain adalah pakde Jono, lalu kemana suaminya?

Belum sempat Marni menanyakan keberadaan suaminya pakde Jono langsung merengkuh tubuh Marni yang masih kebingungan, membuat Marni sedikit berontak dari rengkuhan pakde Jono,

" Kang iih, apa apaan ini? Mana suamiku, "

" Ada diluar deek, ngga mau masuk mau nunggu kita bikin anak katanya, he he, "

Pernyataan pakde Jono membuat Marni diam dalam rengkuhan pakde jono, dirinya masih tak percaya dengan apa yang dikatakan selingkuhannya itu,

"Iih sebentar ah, dimana suamiku kang, "

" Panggil saja dek pasti suamimu nyautin kok he he, "

Eehmm.... Lalu terdengar deheman dari luar, cukuplah membuat Marni percaya perkataan pakde Jono tadi,
Tak menunggu lama Marni langsung membalas rengkuhan selingkuhannya itu,
Dengan buas Marni melumat bibir lelakinya lidah mereka saling membelit liar,
Tak ada lagi raut bersalah dari mereka berdua, yang ada hanya nafsu liar yang baru saja mereka mulai,
Pakaian yang mereka kenakan pun sekarang sudah berceceran entah dimana,
nafsu yang sudah menggebu membuat mereka tak perduli lagi,
lenguhan halus mulai terdengar saat tangan kekar lelaki itu meremas buah dada Marni bergantian, masih dengan posisi berdiri mereka sibuk mencari titik nikmat pasangannya,
kini tangan Marni sibuk membetot dan mengocok batang lelakinya,
berharap agar lelakinya segera siap menusuk lubang kenikmatannya yang sudah mulai basah akibat ulah dari tangan pasangannya yang begitu semangat keluar masuk dilubang nikmatnya,

ciuman mereka pun akhirnya terlepas dan segera Marni merobohkan diri di ranjang,
dengan posisi terlentang dibuka lebar selangkangannya, menantang sang pejantan untuk segera menancapkan batang pejalnya,
Tapi sepertinya harapan Marni sia sia,
lelaki itu tidak melakukan apa yang di inginkan Marni, lelaki itu malah sibuk melahap buah dada wanitanya, ciumannya turun dan makin turun kepusar membuat Marni menggelinjang kegelian, dan turun lagi sampai selangkangan Marni,
lubang basah dan ditumbuhi bulu hitam yang lebat itu menjadi sasaran terakhirnya, mulutnya dengan buas mencecap memek Marni,
jilatan lidahnya mencari cari sesuatu diantara celah lubang yang makin basah oleh cairan lendir itu, setelah ketemu langsung dihisap dan dijilat bergantian oleh lelaki itu,
Membuat empunya memek kelojotan dan mengerang penuh nikmat, pinggulnya liar bergerak kekanan dan kekiri lalu mengejat berkali kali,

Senyum puas pun terlihat dari kedua orang itu,
Tak sabar Marni menarik tubuh lelakinya, kini dia tak sungkan lagi meminta untuk segera disodok memeknya,

" Ayo kang masukin sekarang aku sudah ngga tahan kang, hamili aku kang, "

Senyum kemenangan jelas terlihat dari pakde Jono,
dan masih saja menggoda wanita dibawahnya,
sengaja di gesek lubang itu berulang kali tanpa memasukkan batangnya,
alhasil siwanita tak sabar dipegang batang tegang itu lalu dimasukkan sendiri ke memeknya,

' bleees' "aaaaaah.... Kocok kangh, aaah aaaach, "

" Sabar deek, kenapa? Ketagihan kontolku ya? He he, "

Tak dijawab ocehan lelakinya, Marni segera menggerakkan pinggulnya dengan liar, membuat nafsu pakde Jono terpancing juga,
dengan sentakan kuat digenjot memek tembem Marni, genjotannya yang cepat membuat Marni tak sanggup berlama lama dihajar pejantannya itu,
jeritan panjangnya menandakan kalau dia sudah mulai mencapai puncak kenikmatannya, benar saja pinggulnya mengejat hebat disertai jeritan yang tertahan,
Sontak pakde Jono menghentikan genjotannya, dia lebih memilih menikmati momen dimana batang kesayangannya seperti di urut didalam lubang memek Marni,
Setelah dirasa mereda kedutan dimemek Marni pakde Jono kembali menyodok lubang Marni dengan sentakan kuatnya tanpa henti membuat Marni merintih antara geli dan nikmat,
Tak butuh waktu lama Marni kembali mendapat orgasme yang ketiga kalinya,
Kali ini orgasmenya berbarengan dengan keluarnya lahar panas pakde Jono,
Sehingga rintihan nikmatnya semakin panjang berulang kali pinggulnya mengejat hebat disertai keluarnya cairan dari lubang memeknya,
pakde Jono akhirnya ambruk menimpa tubuh Marni yang masih saja mengejat pelan,
sengaja pakde Jono tidak mengeluarkan batangnya dari lubang memek Marni malah sesekali digoyang naik turun, membuat Marni kegelian dan tangannya mencubit perut samping pakde Jono,

Setelah dirasa cukup istirahatnya mereka berbenah diri lalu pakde Jono pamit pulang diantar oleh Marni sampai depan pintu rumah,
Sepi, Marni kebingungan kemana gerangan suaminya berada,
tak lama suaminya muncul dari samping rumahnya dengan tatapan yang susah diartikan oleh Marni, tanpa kata suami istri itu masuk kedalam dan menutup pintu.


BERSAMBUNG
thx suhu atas updatenya
 
Kayaknya Indriani mau 'dihilangkan' nih. Biar bs jadian ma Asti. Tukar guling tuh suami Marni ma Pak Jono. Lanjut lagi deh up berikutnya :beer::beer::beer::beer:
Part berikutnya pov istrinya pakde jono ya 🤣,
dugaan ane juga gitu bisa jadi sebelum bersatu sama indriani dipisah dulu, jadinya malah nikah ma asti, terjadi sesuatu sama asti akhirnya ketemu indriani lagi baru bisa bersatu

Suhu milf nya kok cuman mbak mar aja, kasih milf2 warga yg lain juga hu
 
Part berikutnya pov istrinya pakde jono ya 🤣,
dugaan ane juga gitu bisa jadi sebelum bersatu sama indriani dipisah dulu, jadinya malah nikah ma asti, terjadi sesuatu sama asti akhirnya ketemu indriani lagi baru bisa bersatu

Suhu milf nya kok cuman mbak mar aja, kasih milf2 warga yg lain juga hu
Menggelitik ini aha ha,
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd