Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Jalan nan terjal

Status
Please reply by conversation.
Kitaaaaaa ogah abanh aja kali jadi tikus aku sih ogah, oh ya mana update nya bang, ngerumpi aja dari tadi mah, ndang di update wes porong dino iki or ngecrot, wes amper beku iki bang
@ looh, enak lo jadi tikus di tempat mbakyu laven, samean ogah yo wes tak aku ae bang,
 
PART9

Menginap semalam






POV INDRIANI

Sanggupkah aku menjalani hidup yang penuh cobaan dan rintangan ini, sanggupkah aku jauh dari kekasihku yang selama ini bersamaku, kenapa juga jalannya harus seperti ini? Apa salahku apa salah mas Ian? dia lelaki pertama yang mengisi hatiku dia yang memberi warna hidupku, haruskah secepat ini terpisah, ngga aku ngga mau! akan ku kejar mimpiku bersamanya, aku ngga mau hidup dengan orang yang tak pernah ada dalam hatiku, walau dipaksa sekalipun, walau dengan ancaman mereka sekalipun aku ngga akan pernah rela,
Setelah semua keinginan mereka terpenuhi aku akan pergi dari kampung, aku akan menyusul mas Ian ke kota, yang jelas setelah menikah dengan anak pak Carik aku bukan lagi tanggung jawab orang tuaku, dan suami yang ada hanyalah status saja, tak kan rela tubuhku dijamah olehnya, tak akan pernah terjadi,
Memang sekarang dia bisa menang dengan ancaman tapi tidak setelah itu , aku juga bisa melakukan sesuatu untuk memperjuangkan cintaku,
Sejak kedatangan pak Carik pertama kali sudah ku tekatkan hatiku, kalau diriku hanya untuk kekasihku seorang, bukan orang yang sama sekali tak pernah ada di hatiku, bahkan namanya saja aku tak tahu, mungkin lebih baik mas Ian tak perlu tahu tentang semua ini, toh tak ada yang bisa dilakukan, malah masalah ini hanya akan membuatnya tak tenang, dan aku ngga mau itu terjadi, aku ingin dia tenang bersamaku, kuingin dia selalu tersenyum menjalani harinya,
Malam ini malam yang membuatku sangat tertekan dengan kelakuan orang yang katanya terhormat di kampung ini, bahkan bapak yang tadinya menyetujui rencana dia kini sudah menyadari ada niat yang tidak baik kepadaku, dengan cara dia mengancamku membuat bapak khawatir akan nasibku kelak, aku bersyukur bapak bisa secepat itu sadar dengan tak memaksaku menuruti kehendaknya untuk menjodohkan aku dengan anak pak Carik, yah walaupun sekarang aku berada pada pilihan yang sulit, setidaknya orang tua sudah ada dipihakku saat ini, setelah pak Carik pulang aku langsung ijin menginap di rumah Asti dan ibu bersedia mengantarku sampai disana,
Saat ini aku sudah berada dirumah Asti diantar ibu melewati Jalan setapak yang gelap gulita, mengikuti saran dari bapak agar tidak melewati jalan besar karna khawatir akan bertemu pak Carik di jalan nanti,
Memang aku merasa betah dilingkungan ini, orang tua Asti sudah biasa dengan kedatanganku, tapi ada yang aneh dari tatapan Asti kenapa lagi ini, semenjak aku meminta Asti untuk merahasiakan masalahku ke mas Ian Asti tak menyetujuinya, bahkan sampai saat ini dia belum bisa menerima keputusanku,
Aku tau Asti sudah menganggap mas Ian seperti kakaknya sendiri wajar kalau dia bersikap seperti itu, kulihat dari pandangannya dia tak begitu menyukai kedatanganku,
Pasti karna masalah mas Ian yang membuatnya seperti itu, lebih baik kujelaskan semuanya, lalu ku tarik tangan Asti keluar dari rumahnya dan duduk dibale depan untuk menjelaskan apa yang terjadi,
“ As kamu masih marah sama aku ya? “
“ Menurut kamu? Lihat mas Ian, kena masalah kan? Puas kamu In, coba kamu jujur dari awal mas Ian pasti bisa menahan diri, “
“ Hiiks maaf, “
Tak kuat kulanjutkan kata kataku sakit, sakit sekali, sekarang baru kusadari apa yang dikatakan Asti benar adanya, seandainya aku jujur dari awal aku bisa membahas masalah ini bersama mas Ian bahkan dengan Asti sekalipun,
Lalu bagaimana dengan niat untuk menjelaskan alasanku kalau Asti langsung menjawab pertanyaanku dengan cara yang sudah membuatku merasa semakin bersalah seperti ini? Aiih,
“ As, mas Ian tadi kesini ngga, aku mau ngomong penting sama dia, “
“ Kenapa? Mau nambah masalahnya? Asal kamu tau, tadi pagi dia menginjak injak orang, puas kamu sudah membuat mas Ian jadi orang seperti itu, “
Ya Allah, ucapan Asti benar benar membuatku semakin terpojok, dirumah aku diancam disini juga aku habis di dipojokin sama temanku sendiri, kuseka air mataku aku tak sanggup menjelaskan alasanku ke Asti, lebih baik aku langsung ke tempat mas Ian,
“ As maafin aku ya? “
Ya Allah, bahkan Asti tak mau menjawab permintaan maafku, Lalu aku beranjak dari dudukku, andai Asti berada diposisiku mungkin dia akan melakukan hal yang sama sepertiku, langkah gontai membawaku ke rumah mas Ian, dengan suara lirih dan isak tangis ku ucapkan salam, tak ada jawaban,
Ku ucap salam sekali lagi tetap tak ada jawaban,
Tapi di belakang ada suara orang sedang ngobrol, mungkinkah mereka tak mendengar salamku, kusandarkan tubuhku di dinding depan rumah mas Ian untuk menenangkan diri, aku tak ingin terlihat seperti ini, yang ada nanti mas Ian malah semakin ke pikiran,
Kulihat mas Ian berjalan dari arah rumah Asti dengan berlari kecil menghampiriku, aiih, semakin perih hatiku melihatnya seperti itu, dan kini dia berdiri di depanku dia memandangku tanpa satu pun kata terucap dari mulutnya, di keremangan cahaya kami hanya bisa saling tatap mata, tak mampu lagi ku tahan, isak tangisku memecah keheningan malam ini, ku peluk kekasihku yang masih saja diam mematung, sikap diam mas Ian seolah ikut menghakimi kesalahanku, tak seperti saat ini kaku dan diam, biasanya dia lebih dulu menyapaku dengan senyum di bibirnya,
“ Mas? Mas kenapa? “
Masih tak ada jawaban darinya, kulonggarkan pelukanku dan ku tatap wajahnya, ya Allah... Dalam diamnya kekasihku meneteskan air mata, kuraih kedua pipinya dan kuusap air mata yang meleleh di pipinya
“Maas? Hiiks, kok hiiks, “ Pertama kali kulihat kekasihku meneteskan air mata, aku tak sanggup dengan semua ini, terlalu dalam kah aku menyakitinya? sehingga membuat dia meneteskan air mata seperti itu, begitu kecewa kah dia kepadaku, sampai satu kata pun tak terucap darinya?
Lalu apa yang harus kulakukan, temanku marah dan menyalahkanku kekasihku seperti ini, dirumah aku tak tenang,
Ku peluk erat kekasihku sebagai tanda maaf ku padanya, lirih dia berucap,
“Kenapa ade ngga mau jujur, “
“Hiks, ade ngga bermaksud begitu mas?”
“Lalu? “
“Adek takut mas ninggalin Adek, hiiks, ade ngga mau mas?“
Aku tau kekasihku tak akan bisa berlama lama keras sama aku dan Asti, rasa sayangnya memang tak bisa membohongi diri sendiri kekakuan kekasihku hanya sementara saja,
Memang benar kata Asti kekasihku ini ingin kejujuranku, itu saja,
Setelah kujelaskan mas Ian tak lagi seperti awal ketemu tadi, kini dia membalas pelukanku, dan aku tak ingin merusak momen indah malam ini dengannya, pelukan hangatnya sudah cukup membuatku tenang, akhirnya kemesraan kami didepan rumah terganggu suara deheman dari dalam, rupanya paklik Bambang menanyakan titipan rokok yang mas Ian beli, ku cubit pinggangnya,
“Mas nih, dititipi kok ngga di kasihin dulu sih, “
Bukannya di kasih titipannya mas Ian malah tersenyum, dan merogoh kantong celananya,
Aku pun disuruh memberikan rokok yang mas Ian beli tadi ke paklik Bambang,
“ Ini paklik “ Ku berikan sebungkus rokok itu ke paklik Bambang,
“ Lho kamu to In, memang Ian nya dimana? “
Hem berlagak ngga tau ini paklik,
“ Ada, masih diluar tu paklik, “
“ Ya sudah, sudah malam lo ini, ajakin masuk aja mas mu, “
“Njih paklik, “
Setelah ku jawab paklik Bambang langsung ke belakang lagi,
Saat keluar rumah aku menggumam sendiri, membuat mas Ian terkekeh mendengarnya.
‘ loh inikan rumah mas Ian, kok aku yang disuruh ngajakin masuk yang punya rumah, ‘
Kucubit lagi pinggangnya,
“ malah ketawa, mas ngga mau ngajakin ade masuk? “
“ Loh adek ngga pulang memangnya? “
“Ngga! Kalo perlu ade ngga pulang ke rumah lagi, “
“ ya udah? Ayok masuk, jangan galak gitu ah, mas takut, “
Lalu mas Ian berjalan masuk terlebih dahulu seperti biasa aku mengikutinya dari belakang dan memegang ujung kaosnya, sepertinya aku diajak menemui keluarganya di belakang, pasti di tanya macam macam ini nanti,
“ Mas? Kok ke belakang to? “
“loh katanya ngga mau pulang? Ya mesti ngomong dulu to dek, “
“ malu ah mas, dulu juga ngga bilang kok, “
Kekasihku Cuma geleng kepala menanggapi omonganku, lalu aku ditarik ke belakang menemui keluarganya, sudah biasa sih, Cuma kalo menginap aku tetap aja malu sama mereka, apalagi ada pakliknya tambah ngga enak lagi aku,
Setibanya di belakang, neneklah orang yang pertama tersenyum padaku, aih lagi lagi mataku memerah melihat senyum nenek, aku tau nenek berharap aku bisa menjadi bagian dari keluarganya,
Benar saja setelah aku dan mas Ian duduk, kakek langsung bertanya ke pokok permasalahan, ternyata semalam mas Ian dicegat anak pak Carik dan terjadi perkelahian, lalu paginya pak Carik datang dan sempat menghina ibu mas Ian, pantas saja mas Ian menjadi kalap,
Lalu kakek cerita kalau paklik Bambang juga pernah terlibat perkelahian dengan pak Carik,
Karna waktu itu paklik Bambang ketahuan melakukan pembalakan liar, dan yang melaporkan kepihak polhut adalah pak Carik, sempat Tiga bulan ditahan,
Tapi setelah keluar dari tahanan paklik langsung mendatangi pak Carik dan terjadi keributan dibalai desa, membuat pak Carik kehilangan satu giginya waktu itu,
Kemudian kakek berpesan agar mas Ian berhati hati takutnya nanti dilaporkan kepihak berwajib, dan menyarankan agar mas Ian ikut berangkat ke kota saja,
Mendengar hal itu membuatku sangat khawatir sekaligus sedih,
Kalau mas Ian benar benar pergi ikut ke kota bersama paklik Bambang berarti aku akan terpisah disaat masalahku belum selesai,
Terlintas di pikiranku mungkinkah ancaman itu ada hubungannya dengan semua yang dikatakan kakek tadi dan kebetulan sekarang mas Ian juga bermasalah dengannya,
Lalu bagaimana jadinya kalau aku cerita masalah pak Carik yang mengancam mau melaporkan mas Ian kepihak berwajib,
Lebih baik aku ngga usah cerita saja dulu, aku takut mas Ian malah makin kalap nantinya,
Hampir tengah malam kami baru membubarkan diri,
Di saat yang lain masuk kekamar mas Ian malah ke dapur menyeduh segelas kopi dan segelas teh hangat untukku, heem,
Sepertinya kekasihku masih ingin ngobrol denganku, benar saja dikamar kekasihku duduk di pinggiran dipan dan menyulut sebatang rokok, sedangkan aku sendiri memeluknya dari belakang,
“Dek? Mas boleh ya ikut ke kota sama paklik, “
Aku tak menjawab omongan mas Ian biar dia tau kalau sejujurnya aku tak ingin jauh darinya,
“Deek, boleh ngga? “
“Eem boleh, tapi nanti kalau mas sudah kerja adek boleh nyusul kesana ngga mas, “
Tangan kirinya menggapai ke belakang lalu dielus rambutku dan menjawab,
“ He em, “
Kukecup pipinya, akhirnya aku dapat gambaran harus kemana aku akan pergi, tentunya setelah aku menuruti ancaman dari pak Carik,
“ Mas bobok yuk, dingin loh mas, “
Kekasihku tersenyum menanggapi ajakanku, dibuang rokoknya yang masih setengah dan menghabiskan kopinya, Lalu merebahkan dirinya di sampingku yang terlebih dahulu rebahan,
Lalu kekasihku memiringkan tubuhnya menghadap kearahku, tangannya mulai membelai rambutku, kecupan kecupan menjelang tidur di keningku membuatku terbuai akan perlakuan lembutnya,
“Mas dingiin, “ rengekku manja.
Lalu direngkuh tubuhku, dikecup lagi keningku dengan mesra lalu pindah ke bibirku dan melumatnya, bahkan Lisa kami saling membelit membuat gairahku terpancing, kubalas perlakuannya setelah lumatan yang lumayan lama terlepas kutatap matanya mengisyaratkan kepasrahanku untuknya, rupanya kekasihku sudah paham apa mauku, aku ingin lebih dari sekedar berciuman,
Terhitung sudah empat kali kami melakukan hubungan yang seharusnya belum boleh di lakukan oleh kami dikamar ini, bahkan siang hari setelah pintu kamar ini dipasang kami sempat memadu cinta dan selalu cairan cinta mas Ian dikeluarkan didalam rahimku,
Malam ini gairahku begitu besar kulepaskan sendiri kaos dan bra yang kupakai sedangkan rok panjang masih kukenakan hanya cd ku saja yang kulepas, mas Ian pun sudah melepaskan celana dan kaosnya hanya tersisa cd nya saja,
Memang malam ini aku yang lebih aktif bahkan posisiku sekarang menindih tubuh mas Ian, aku duduk diatas tubuhnya dan membungkukkan tubuhku agar kekasihku bebas melumat payudaraku yang menggantung di depannya,
Sungguh aku menikmati hisapan di puting susuku, membuatku mendesis tak karuan, lalu ku genggam batang yang sudah mengeras didalam cd mas Ian, yang membuat kekasihku ikut mendesah, setelah itu gantian aku yang di bawah ciuman bibirnya semakin turun dari payudaraku hingga ke perutku kini pusarku menjadi sasaran lidahnya, geli dan nikmat yang kurasakan,
Kemudian turun lagi sampai ke pangkal pahaku, geli luar biasa kurasakan saat lidahnya menyapu bulu bulu halus yang tumbuh disekitar vaginaku, lalu kedua kakiku direnggangkan dicium bibir vaginaku yang sudah basah, entah apalagi kurasa semua area sensitif telah dijamah oleh kekasihku,
Begitu lembut perlakuannya, membuatku merintih keenakan, aku mencapai orgasme sebelum kekasihku melakukan penetrasi setelah aku mencapai puncak kenikmatan barulah mas Ian menghentikan kegiatannya,
Ia tersenyum dan mengecup keningku lalu merebahkan diri disampingku,
Ku tau dia ingin di bawah, lalu aku bangun dan ku lepas cd yang masih dikenakan mas Ian, ku genggam batang kejantanannya yang sudah berdiri tegak,
“ Ini mau di emut ngga mas? “ Kataku sambil kukocok pelan penis kekasihku,
Dia hanya menggelengkan kepalanya kemudian aku naik menindih tubuhnya dan perlahan kumasukkan batangnya keliang vaginaku, “aaach, maas, “ direngkuh tubuhku dan ciuman ciuman penuh gairah pun melengkapi pergumulanku dengan mas Ian, erangan dan rintihan kenikmatan menjadi irama syahdu dikamar ini,
Tak terhitung berapa aku mencapai puncak kenikmatan malam ini, sedangkan mas Ian hanya beberapa kali mengeluarkan cairan cintanya dan semuanya di keluarkan di dalam rahimku, uugh, perkasanya pacarku ini,
Malam ini berbagai gaya bercinta kami lakukan sampai menjelang pagi, tak ada rasa takut hamil di dalam benakku karna ini memang yang kumau,
Tak terasa hari sudah pagi, pukul tujuh aku baru bangun dari tidurku, kulihat mas Ian masih terlelap, ku kecup keningnya dan aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri,
Untunglah keadaan rumah sudah sepi, kubuatkan kopi untuk kekasihku, baru aku membangunkannya, dan berpamitan untuk pulang dulu ke rumah.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~



ukTBn97.jpg


POV DWI ASTIANTI


Belakangan ini suasana hatiku terasa tak menentu, entahlah sosok yang selalu kutunggu tunggu tak juga datang, sekarang waktunya tak lagi sepenuhnya untukku, jujur aku merindukan suasana yang dulu, apa pun jadi bahan canda dan tawa, dan setiap hari kubuatkan segelas kopi untuknya, aku merindukan itu semua,
Entah sampai kapan aku menunggu saat seperti itu datang lagi,
Sedari awal semuanya juga salahku, aku membiarkan sahabatku memasuki kehidupannya, dan aku juga ikut andil dalam proses hubungan mereka, memang aku bahagia, asal untuk kebahagiaan mereka berdua,
Tapi sekarang sahabatku memintaku untuk merahasiakan sesuatu yang pasti menyakitkan untuk mas Ian nantinya, sama saja aku juga ikut menyakiti mas Ian,
Lagi pula kenapa Indriani tidak terus terang saja, bukankah itu lebih baik, mengingat hubungan mereka sudah terlalu jauh tentunya akan lebih mudah bagi mereka menyelesaikan masalah kalau berdua,
Entahlah Indriani juga ngga memberitahu alasannya apa,
Yang pasti aku tak menyukai caranya,
Sejak aku ikut keladang bersama mereka, aku merasa Indriani serius tak ingin cerita masalahnya ke mas Ian, dengan caranya yang seolah tak ada apa apa membuatku sangat yakin kalau Indriani tak ingin bercerita soal dirinya,
Biarlah yang jelas masalah itu membuatku malas untuk sekedar menyapa Indriani, pastinya aku jengkel aku ngga mau mas Ian kecewa sama dia, percuma rasanya aku mengalah kalau berujung mengecewaan buat mas Ian.
Bahkan semalam mereka datang berdua pun sikapku masih sama, malas banget mau ngobrolnya juga, tau aku lagi sumpek mereka pun pamit pulang, kasihan sih melihatnya,
Pagi hari waktu aku diluar rumah mas Ian datang menemuiku,
Senang sih, dan sepertinya ada hal penting yang mau diomongin sama aku, dan waktu dia menyampaikan maksudnya aku hanya menjawab heem aja, lalu aku masuk untuk membuatkan kopi, saat seperti inilah yang ku rindukan, aku senyum sendiri di buatnya,
Aku berharap kekakuan yang belakangan ini terjadi bisa mencair, memang aku membutuhkannya, hanya dia yang selama ini mampu menghiburku disaat aku sedang suntuk begini, ku perhatikan ada yang aneh di wajahnya sedikit lebam dan ada luka di pelipisnya, jawabannya diluar dugaanku dia tak lagi beralasan seperti biasanya, dari bahasanya aku tau dia kecewa dengan sikapku, bahkan dia berniat pergi ke kota bersama paklik Bambang, sakit aku mendengar semua itu, aku ngga bisa jauh darinya aku cukup senang walaupun Cuma menjadi temannya saja, asal dia selalu ada di sini,
Tapi kenapa seperti ini? Bahkan pelukan dan isak tangisku seakan tak bisa lagi meredamnya,
Kata maafku juga seolah percuma saja buat mas Ian, dia berbeda sama seperti anggapannya kepadaku, luka di wajah dan tingkah lakunya pagi ini membuatku yakin semalam pasti terjadi sesuatu dengannya,
Isak tangisku semakin menjadi mendengar penuturannya, aku ngga tau matanya memerah Karna marah atau apa, aku pasrah memang ini salahku mas Ian kan ngga tau menahu seharusnya aku ngga mendiamkan dia, lalu mas Ian mengajakku masuk ke rumah, dia membalas pelukanku dan sesuatu yang tak pernah kudapatkan dari orang lain, dia mencium keningku, argh,
‘kamu ngga sadar kalau sudah membangunkan rasa yang terpendam oleh keadaan ini mas, suatu saat kamu akan mendapatkan lebih bukan hanya keningku saja mas’
Aku tersenyum memandangnya, sedihku hilang seketika,
Setelah itu dia keluar rumah kopinya pun mungkin sudah mulai dingin diluar sana, baru saja diluar datang pak Carik nunjuk nunjuk mas Ian,
Terjadilah hal yang tak pernah kulihat jari telunjuk orang tua itu tanpa segan di tekuk ke atas oleh mas Ian, setelah itu mas Ian menghajar pak Carik, bahkan saat kulerai pun mas Ian masih menginjak injaknya,
Tak ku sangka begitu tak terimanya orang yang sudah melahirkan dihina orang padahal sejak kecil dia tak pernah melihat sang ibu,
Setelah kejadian itu malamnya Indriani datang diantar ibunya, ngga tau kenapa mukanya begitu kusut, kasihan sih melihatnya, tapi gara gara dia mas Ian jadi kayak tadi pagi,
Indriani bukannya kupersilahkan masuk malah habis ku omelin sampai dia sedih banget, lalu dia pergi ke tempat mas Ian.
Setelah Kupikir pikir kenapa Indriani kesini kok sampai di antar ibunya yah, deegh, sepertinya ada hubungannya sama pak Carik tadi pagi ini, huuf.... jadi kasihan dia kesini pasti lagi butuh aku,
“hooy! “ Tiba tiba dari arah belakang mas Ian nepok pundakku, sontak aku kaget di buatnya,
“Iiih mas nih ngagetin aja, di cariin pacarmu tuh, “
“Mana orangnya mbul”
“Tau tuh, tadi ke rumah mas Ian mewek orangnya “
“Laaah? Ya sudah aku pulang dulu ya, “
“Heem”
Kulihat mas Ian berlari kecil ke rumahnya, huh sendirian lagi deh akunya, mending tidur aja lah,
Pagi hari jam sembilan aku melihat pak Carik datang ke rumah mas Ian diikuti dua orang berseragam,
Tak lama setelah itu mas Ian dibawa pergi oleh mereka,
Entahlah melihat mas Ian ditangkap aku bingung apa yang harus kulakukan?
Masa iya ngga ada orang dirumah mas Ian sih,
Cepat cepat aku ke rumah mas Ian, sepi banget, aah gawat ini, nanti saja biar paklik Bambang yang urus mas Ian.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

POV IANTONO


Pagi yang cerah dan berkesan indah bagaimana tidak, semalaman bergumul dengan kekasihku, paginya sebelum aku bangun kekasihku sudah menyiapkan kopi pagiku, baru dia pamit pulang, perlakuannya sudah lebih dari cukup membuatku bahagia, memang sebaiknya kupercepat saja mempersunting dia, apalagi yang harus ku tunggu, pengorbanannya sudah terlalu jauh padaku, apalagi mengingat ucapan anak pak Carik yang katanya mau melamar Indriani, sedikit banyak cukup membuatku khawatir,
lagi pula aku takut benihku tumbuh subur dirahimnya, bisa runyam nanti urusan, jam delapan lewat sedikit aku bergegas mandi merapikan diri dan sarapan, heem paklik juga kemana ini rumah kok sepi bener,
Lalu sebatang rokok kusulut ‘buuul’ asap kematian itu menari indah didepan mataku, sungguh nikmat, dari rumah kulihat pak Carik datang bersama dua orang polisi, dug dug dug, perasaanku jadi ngga enak,
Ah sudahlah aku tau tujuan mereka, toh aku juga udah siap mempertanggung jawabkan perbuatanku, mereka membawaku tanpa perlawanan dariku,
Kupikir percuma juga melawan dan ngga perlu karna memang aku yang memukuli orang itu, lebih baik aku ikut baik baik biar ngga rame,
Di kendaraan sampai dekat polsek aku ketemu Heru dia kaget melihat aku ada di mobil polisi, aku hanya diam saja ternyata Heru mengikutiku sampai polsek,
Sampai disana Heru menemuiku menanyakan kenapa aku sampai dibawa kesini,
tapi tak kujawab aku hanya berpesan ke temanku itu agar memberitahukan keberadaanku kepada keluarga, setelah itu Heru langsung pulang,
Satu yang membuatku muak yaitu melihat tampang Carik yang dari tadi melihatku dengan tatapan yang merendahkan,
Dan dia sama sekali tak berucap, hanya senyum sinis jelas terlihat,
Setelah ditanya ini itu sama polisi aku langsung di masukkan di tahanan sementara polsek, entahlah aku tak tau proses apa selanjutnya nanti,
Sedangkan Carik kampet itu entah ngomong apa sama aparat di sebelahnya setelah itu dia langsung pulang,
siangnya Heru dan paklik datang menemuiku dan aku berpesan kalau Indriani dan Asti ngga usah kesini, mereka pun mengiyakan pesanku, kata paklik Asti tadi tau kalau aku dibawa polisi,
Aku hanya manggut manggut mendengar penuturan paklik setelah itu mereka pun pulang,
Huuh malam ini pindah tempat tidur, batinku menghibur diri sendiri,
belum sehari pikiranku kacau, terutama memikirkan Indriani dan Asti, bagaimana sedihnya mereka berdua tau aku ditahan kayak begini,
mereka berdualah yang selama ini menjadi penyemangatku,
Huuuf, sudahlah aku ngga mau memikirkan yang begituan
Waktu berjalan begitu lambat kurasakan, apalagi setelah magrib, perasaanku gelisah banget, ah ada apa ini,
semoga mereka yang dirumah baik baik saja, pikirku, hingga larut malam rasa gelisah masih saja mengganggu fikiranku, hening hanya ada suara detak jam dinding, dia irama yang membuatku terlelap hingga pagi,
uugh bagaimana kalau aku dikurung bertahun tahun sehari semalam saja seperti ini rasanya, nggak! andai kata aku ngga dibebaskan, aku harus kabur, kemarin juga ngga ada tawaran damai, main tanya terus masukin saja, ah ngga bener ini,
Siangnya Carik keparat itu datang lagi dengan seulas senyum liciknya, datang lalu pergi lagi entah apa yang dia lakukan, tak lama setelah itu aku dibebaskan,
Ada apa ini secepat dan semudah itukah proses hukum buatku,
Lagi lagi aku merasa ada hal yang tidak beres dengan semuanya tapi aku tepis pikiran yang masih mengganjal,
ah biarlah yang harus kulakukan adalah pulang,

Sengaja perjalanan pulangku tidak melewati kampung aku lewat jalur selatan perkampungan jalan pintas sekaligus menghindari warga kampungku,
sesampai dirumah keluargaku sedang berkumpul ada juga bapak ibunya Asti di situ,
Mereka semua kaget melihat kedatanganku dari arah belakang rumah, nenek yang pertama melihatku langsung memelukku,
Paklik Bambang juga langsung memberondong pertanyaan kepadaku, rupanya apa yang dipikirkan paklik dengan yang kupikirkan sama, dan kesimpulannya satu, Carik itu sudah main main denganku,
Lalu ibunya Asti bilang tadi Indriani ada di rumahnya, aku langsung beranjak dari tempat duduk dan segera kesana,
sampai disana tepatnya di samping rumah Asti ku dengar isakan tangis entah siapa yang nangis segera aku masuk ke rumah itu tanpa permisi,
sontak membuat kedua gadis itu kaget, kekasihku masih diam mematung dengan air mata yang kian membanjiri pipinya sedangkan Asti langsung berdiri dan menghambur memelukku,
tak ada kata terucap dari kami bertiga, diam hanya derai air mata dan isak tangis dari keduanya terdengar makin menyayat hatiku, tak ayal mataku ikut meremang dibuatnya,
“Sudahlah, aku sudah pulang kok, jangan begini ah, kalian mau aku ikut sedih lihat kalian kayak gini, "

"Tapi mas, hiiks "
ucap Asti terputus karna isak tangisnya,

" Udah ah, kalau kalian mau lomba nangis aku pulang aja deh, ini lagi ngapain peluk peluk, "
Kataku ke Asti sambil tersenyum, entah dipaksa atau enggak yang jelas mereka sudah tersenyum,
Aku heran sama Indriani, pacarnya dipeluk cewek lain kok diam aja, hari ini berlalu dan kekasihku tidak pulang ke rumahnya melainkan ke rumahku dia minta ijin sendiri ke keluargaku,
Jadilah dia selama beberapa malam tidur dirumahku.
Pagi hari baru pulang ke rumahnya, kenapa juga bapak ibunya mengizinkan anak gadisnya tidur dirumah orang, bahkan terkadang ibunya yang mengantarkan sampai rumah Asti.
Hari berlalu setiap malam aku bersama kekasihku, dari seringnya pertemuan itu tak jarang dia kepergok olehku sedang melamun,
Entah apa yang dia lamunkan yang jelas senyumnya juga sering kali dipaksakan, rasa penasaran membuatku harus menanyakan hal ini kepadanya,
seperti saat ini kekasihku sedang melamun, lebih baik kutanyakan sekarang saja,
"Dek, kenapa? "
" e eh, i iya mas? "

Kok gugup, tak salah lagi ada sesuatu ini,
Lalu kugenggam kedua tangannya,

"Adek kenapa? "
" Ngga kenapa napa kok maas, "

Lagi, senyumnya pun dipaksakan,

" Mas ngga suka loh kalo adek bohong, mas kan bukan anak kecil dek? adek disini tapi pikiran adek dimana mana, ada apa sih? "
" Hiiks maas... "

Tiba tiba dia memelukku dan menangis sesenggukan,
Benar dugaanku dia ada masalah yang pasti itu tidak dengan orang tuanya, karna ibunya sering mengantarkan dia kesini,

" Adek kenapa? Jujur aja mas ga apa apa kok, "
"Adek dipaksa maas hiiks"
Deeegh!!
"Maksud adek? "

Dan pelukannya semakin erat,

"Tapi janji mas jangan ninggalin adek ya? "
"Iyaa? " Jawabku
" Adek dipaksa nikah sama Iwan mas? Hiiks, hiiks, "

Deegh, siapa lagi Iwan pikirku, ah apa anaknya carik itu,
dadaku meremang mendengar kata 'paksa' dari kekasihku, tapi harus kutahan aku ingin tahu semuanya,

" Siapa Iwan dek, "
"Hiiks, anaknya pak Carik mas, "

Deegh!! Dadaku bagai dihantam godam, sesak, sakit dan marah, kenapa dia, kenapa juga kekasihku mau dipaksa, ah seketika kucoba melepaskan pelukan kekasihku, tapi pelukannya semakin erat ditubuhku,
" Jangan pergi kesana maas, adek ngga mau mas kena masalah, ade ngga mau mas masuk penjara, hiiks"
"Dan menurut ade mas lebih suka melihat ade nikah sama dia, iya! Kalo memang ade menginginkan itu mas turuti tapi jangan harap kita ketemu lagi dek!"
" Hiiks maas, udah, hiiks sakit mas sakit jangan bahas lagi maas, hiiks, "

Emosiku langsung memuncak, kucoba tenangkan pikiranku, dan memang tak ada gunanya juga aku keras dengan kekasihku, toh dia yang dipaksa, lalu kenapa ibunya mau mengantarkan kesini?
Keadaan ini membuat suasana pikiranku menjadi kalut ingin sekali ku lampiaskan pada siapa kemarahanku, kuputuskan untuk tidur sore saja daripada emosiku semakin menjadi,
memang sih aku ngga bisa marah terlalu lama ke kekasihku, paling lama lima menit sudah kembali damai lagi,
tapi kali ini kemarahanku bukan untuknya melainkan untuk anak pak Carik, kupastikan dia akan mendapat bayaran yang setimpal karna ulahnya,
Melihat gelagatku Indriani selalu mengikutiku, bahkan sampai kamar pun dia memelukku erat,

“mas, dengerin adek ya? Mas tau kenapa adek setiap malam disini, itu karna adek ngga mau sama dia, bahkan seandainya tak ada surat perjanjian itu ade ngga mau lagi tinggal di kampung ini, adek udah bicarakan sama orang tua adek, semua ini karna keluargaku ngga mau mas benar benar di penjarakan oleh mereka, mangkanya mas yang sabar ya? Adek ngga akan sudi sama orang seperti Iwan yang hanya bisa mengandalkan orang tuanya saja,
bahkan adek ketemu saja baru sekali kok, itu pun adek langsung kesini, mas yang sabar dulu, biar adek dan keluarga adek yang urus ya mas, “

Ucapan kekasihku benar benar membuatku terharu,
tapi disisi lain tetap saja aku ngga terima dengan kelakuan Carik dan anaknya, baiklah mereka punya surat perjanjian dengan keluarga Indriani tapi tidak denganku,
tiba tiba aku dikagetkan kecupan lembut kekasihku, heem... sepertinya dia menginginkan perang lagi,
“apa dek? “
“Bikin dedek yuk mas, “



Bersambung...
 
Terakhir diubah:
PART9

POV INDRIANI


Sanggupkah aku menjalani hidup yang penuh cobaan dan rintangan ini, sanggupkah aku jauh dari kekasihku yang selama ini bersamaku, kenapa juga jalannya harus seperti ini? Apa salahku apa salah mas Ian? dia lelaki pertama yang mengisi hatiku dia yang memberi warna hidupku, haruskah secepat ini terpisah, ngga aku ngga mau! akan ku kejar mimpiku bersamanya, aku ngga mau hidup dengan orang yang tak pernah ada dalam hatiku, walau dipaksa sekalipun, walau dengan ancaman mereka sekalipun aku ngga akan pernah rela,
Setelah semua keinginan mereka terpenuhi aku akan pergi dari kampung, aku akan menyusul mas Ian ke kota, yang jelas setelah menikah dengan anak pak Carik aku bukan lagi tanggung jawab orang tuaku, dan suami yang ada hanyalah status saja, tak kan rela tubuhku dijamah olehnya, tak akan pernah terjadi,
Memang sekarang dia bisa menang dengan ancaman tapi tidak setelah itu , aku juga bisa melakukan sesuatu untuk memperjuangkan cintaku,
Sejak kedatangan pak Carik pertama kali sudah ku tekatkan hatiku, kalau diriku hanya untuk kekasihku seorang, bukan orang yang sama sekali tak pernah ada di hatiku, bahkan namanya saja aku tak tahu, mungkin lebih baik mas Ian tak perlu tahu tentang semua ini, toh tak ada yang bisa dilakukan, malah masalah ini hanya akan membuatnya tak tenang, dan aku ngga mau itu terjadi, aku ingin dia tenang bersamaku, kuingin dia selalu tersenyum menjalani harinya,
Malam ini malam yang membuatku sangat tertekan dengan kelakuan orang yang katanya terhormat di kampung ini, bahkan bapak yang tadinya menyetujui rencana dia kini sudah menyadari ada niat yang tidak baik kepadaku, dengan cara dia mengancamku membuat bapak khawatir akan nasibku kelak, aku bersyukur bapak bisa secepat itu sadar dengan tak memaksaku menuruti kehendaknya untuk menjodohkan aku dengan anak pak Carik, yah walaupun sekarang aku berada pada pilihan yang sulit, setidaknya orang tua sudah ada dipihakku saat ini, setelah pak Carik pulang aku langsung ijin menginap di rumah Asti dan ibu bersedia mengantarku sampai disana,
Saat ini aku sudah berada dirumah Asti diantar ibu melewati Jalan setapak yang gelap gulita, mengikuti saran dari bapak agar tidak melewati jalan besar karna khawatir akan bertemu pak Carik di jalan nanti,
Memang aku merasa betah dilingkungan ini, orang tua Asti sudah biasa dengan kedatanganku, tapi ada yang aneh dari tatapan Asti kenapa lagi ini, semenjak aku meminta Asti untuk merahasiakan masalahku ke mas Ian Asti tak menyetujuinya, bahkan sampai saat ini dia belum bisa menerima keputusanku,
Aku tau Asti sudah menganggap mas Ian seperti kakaknya sendiri wajar kalau dia bersikap seperti itu, kulihat dari pandangannya dia tak begitu menyukai kedatanganku,
Pasti karna masalah mas Ian yang membuatnya seperti itu, lebih baik kujelaskan semuanya, lalu ku tarik tangan Asti keluar dari rumahnya dan duduk dibale depan untuk menjelaskan apa yang terjadi,
“ As kamu masih marah sama aku ya? “
“ Menurut kamu? Lihat mas Ian, kena masalah kan? Puas kamu In, coba kamu jujur dari awal mas Ian pasti bisa menahan diri, “
“ Hiiks maaf, “
Tak kuat kulanjutkan kata kataku sakit, sakit sekali, sekarang baru kusadari apa yang dikatakan Asti benar adanya, seandainya aku jujur dari awal aku bisa membahas masalah ini bersama mas Ian bahkan dengan Asti sekalipun,
Lalu bagaimana dengan niat untuk menjelaskan alasanku kalau Asti langsung menjawab pertanyaanku dengan cara yang sudah membuatku merasa semakin bersalah seperti ini? Aiih,
“ As, mas Ian tadi kesini ngga, aku mau ngomong penting sama dia, “
“ Kenapa? Mau nambah masalahnya? Asal kamu tau, tadi pagi dia menginjak injak orang, puas kamu sudah membuat mas Ian jadi orang seperti itu, “
Ya Allah, ucapan Asti benar benar membuatku semakin terpojok, dirumah aku diancam disini juga aku habis di dipojokin sama temanku sendiri, kuseka air mataku aku tak sanggup menjelaskan alasanku ke Asti, lebih baik aku langsung ke tempat mas Ian,
“ As maafin aku ya? “
Ya Allah, bahkan Asti tak mau menjawab permintaan maafku, Lalu aku beranjak dari dudukku, andai Asti berada diposisiku mungkin dia akan melakukan hal yang sama sepertiku, langkah gontai membawaku ke rumah mas Ian, dengan suara lirih dan isak tangis ku ucapkan salam, tak ada jawaban,
Ku ucap salam sekali lagi tetap tak ada jawaban,
Tapi di belakang ada suara orang sedang ngobrol, mungkinkah mereka tak mendengar salamku, kusandarkan tubuhku di dinding depan rumah mas Ian untuk menenangkan diri, aku tak ingin terlihat seperti ini, yang ada nanti mas Ian malah semakin ke pikiran,
Kulihat mas Ian berjalan dari arah rumah Asti dengan berlari kecil menghampiriku, aiih, semakin perih hatiku melihatnya seperti itu, dan kini dia berdiri di depanku dia memandangku tanpa satu pun kata terucap dari mulutnya, di keremangan cahaya kami hanya bisa saling tatap mata, tak mampu lagi ku tahan, isak tangisku memecah keheningan malam ini, ku peluk kekasihku yang masih saja diam mematung, sikap diam mas Ian seolah ikut menghakimi kesalahanku, tak seperti saat ini kaku dan diam, biasanya dia lebih dulu menyapaku dengan senyum di bibirnya,
“ Mas? Mas kenapa? “
Masih tak ada jawaban darinya, kulonggarkan pelukanku dan ku tatap wajahnya, ya Allah... Dalam diamnya kekasihku meneteskan air mata, kuraih kedua pipinya dan kuusap air mata yang meleleh di pipinya
“Maas? Hiiks, kok hiiks, “ Pertama kali kulihat kekasihku meneteskan air mata, aku tak sanggup dengan semua ini, terlalu dalam kah aku menyakitinya? sehingga membuat dia meneteskan air mata seperti itu, begitu kecewa kah dia kepadaku, sampai satu kata pun tak terucap darinya?
Lalu apa yang harus kulakukan, temanku marah dan menyalahkanku kekasihku seperti ini, dirumah aku tak tenang,
Ku peluk erat kekasihku sebagai tanda maaf ku padanya, lirih dia berucap,
“Kenapa ade ngga mau jujur, “
“Hiks, ade ngga bermaksud begitu mas?”
“Lalu? “
“Adek takut mas ninggalin Adek, hiiks, ade ngga mau mas?“
Aku tau kekasihku tak akan bisa berlama lama keras sama aku dan Asti, rasa sayangnya memang tak bisa membohongi diri sendiri kekakuan kekasihku hanya sementara saja,
Memang benar kata Asti kekasihku ini ingin kejujuranku, itu saja,
Setelah kujelaskan mas Ian tak lagi seperti awal ketemu tadi, kini dia membalas pelukanku, dan aku tak ingin merusak momen indah malam ini dengannya, pelukan hangatnya sudah cukup membuatku tenang, akhirnya kemesraan kami didepan rumah terganggu suara deheman dari dalam, rupanya paklik Bambang menanyakan titipan rokok yang mas Ian beli, ku cubit pinggangnya,
“Mas nih, dititipi kok ngga di kasihin dulu sih, “
Bukannya di kasih titipannya mas Ian malah tersenyum, dan merogoh kantong celananya,
Aku pun disuruh memberikan rokok yang mas Ian beli tadi ke paklik Bambang,
“ Ini paklik “ Ku berikan sebungkus rokok itu ke paklik Bambang,
“ Lho kamu to In, memang Ian nya dimana? “
Hem berlagak ngga tau ini paklik,
“ Ada, masih diluar tu paklik, “
“ Ya sudah, sudah malam lo ini, ajakin masuk aja mas mu, “
“Njih paklik, “
Setelah ku jawab paklik Bambang langsung ke belakang lagi,
Saat keluar rumah aku menggumam sendiri, membuat mas Ian terkekeh mendengarnya.
‘ loh inikan rumah mas Ian, kok aku yang disuruh ngajakin masuk yang punya rumah, ‘
Kucubit lagi pinggangnya,
“ malah ketawa, mas ngga mau ngajakin ade masuk? “
“ Loh adek ngga pulang memangnya? “
“Ngga! Kalo perlu ade ngga pulang ke rumah lagi, “
“ ya udah? Ayok masuk, jangan galak gitu ah, mas takut, “
Lalu mas Ian berjalan masuk terlebih dahulu seperti biasa aku mengikutinya dari belakang dan memegang ujung kaosnya, sepertinya aku diajak menemui keluarganya di belakang, pasti di tanya macam macam ini nanti,
“ Mas? Kok ke belakang to? “
“loh katanya ngga mau pulang? Ya mesti ngomong dulu to dek, “
“ malu ah mas, dulu juga ngga bilang kok, “
Kekasihku Cuma geleng kepala menanggapi omonganku, lalu aku ditarik ke belakang menemui keluarganya, sudah biasa sih, Cuma kalo menginap aku tetap aja malu sama mereka, apalagi ada pakliknya tambah ngga enak lagi aku,
Setibanya di belakang, neneklah orang yang pertama tersenyum padaku, aih lagi lagi mataku memerah melihat senyum nenek, aku tau nenek berharap aku bisa menjadi bagian dari keluarganya,
Benar saja setelah aku dan mas Ian duduk, kakek langsung bertanya ke pokok permasalahan, ternyata semalam mas Ian dicegat anak pak Carik dan terjadi perkelahian, lalu paginya pak Carik datang dan sempat menghina ibu mas Ian, pantas saja mas Ian menjadi kalap,
Lalu kakek cerita kalau paklik Bambang juga pernah terlibat perkelahian dengan pak Carik,
Karna waktu itu paklik Bambang ketahuan melakukan pembalakan liar, dan yang melaporkan kepihak polhut adalah pak Carik, sempat Tiga bulan ditahan,
Tapi setelah keluar dari tahanan paklik langsung mendatangi pak Carik dan terjadi keributan dibalai desa, membuat pak Carik kehilangan satu giginya waktu itu,
Kemudian kakek berpesan agar mas Ian berhati hati takutnya nanti dilaporkan kepihak berwajib, dan menyarankan agar mas Ian ikut berangkat ke kota saja,
Mendengar hal itu membuatku sangat khawatir sekaligus sedih,
Kalau mas Ian benar benar pergi ikut ke kota bersama paklik Bambang berarti aku akan terpisah disaat masalahku belum selesai,
Terlintas di pikiranku mungkinkah ancaman itu ada hubungannya dengan semua yang dikatakan kakek tadi dan kebetulan sekarang mas Ian juga bermasalah dengannya,
Lalu bagaimana jadinya kalau aku cerita masalah pak Carik yang mengancam mau melaporkan mas Ian kepihak berwajib,
Lebih baik aku ngga usah cerita saja dulu, aku takut mas Ian malah makin kalap nantinya,
Hampir tengah malam kami baru membubarkan diri,
Di saat yang lain masuk kekamar mas Ian malah ke dapur menyeduh segelas kopi dan segelas teh hangat untukku, heem,
Sepertinya kekasihku masih ingin ngobrol denganku, benar saja dikamar kekasihku duduk di pinggiran dipan dan menyulut sebatang rokok, sedangkan aku sendiri memeluknya dari belakang,
“Dek? Mas boleh ya ikut ke kota sama paklik, “
Aku tak menjawab omongan mas Ian biar dia tau kalau sejujurnya aku tak ingin jauh darinya,
“Deek, boleh ngga? “
“Eem boleh, tapi nanti kalau mas sudah kerja adek boleh nyusul kesana ngga mas, “
Tangan kirinya menggapai ke belakang lalu dielus rambutku dan menjawab,
“ He em, “
Kukecup pipinya, akhirnya aku dapat gambaran harus kemana aku akan pergi, tentunya setelah aku menuruti ancaman dari pak Carik,
“ Mas bobok yuk, dingin loh mas, “
Kekasihku tersenyum menanggapi ajakanku, dibuang rokoknya yang masih setengah dan menghabiskan kopinya, Lalu merebahkan dirinya di sampingku yang terlebih dahulu rebahan,
Lalu kekasihku memiringkan tubuhnya menghadap kearahku, tangannya mulai membelai rambutku, kecupan kecupan menjelang tidur di keningku membuatku terbuai akan perlakuan lembutnya,
“Mas dingiin, “ rengekku manja.
Lalu direngkuh tubuhku, dikecup lagi keningku dengan mesra lalu pindah ke bibirku dan melumatnya, bahkan Lisa kami saling membelit membuat gairahku terpancing, kubalas perlakuannya setelah lumatan yang lumayan lama terlepas kutatap matanya mengisyaratkan kepasrahanku untuknya, rupanya kekasihku sudah paham apa mauku, aku ingin lebih dari sekedar berciuman,
Terhitung sudah empat kali kami melakukan hubungan yang seharusnya belum boleh di lakukan oleh kami dikamar ini, bahkan siang hari setelah pintu kamar ini dipasang kami sempat memadu cinta dan selalu cairan cinta mas Ian dikeluarkan didalam rahimku,
Malam ini gairahku begitu besar kulepaskan sendiri kaos dan bra yang kupakai sedangkan rok panjang masih kukenakan hanya cd ku saja yang kulepas, mas Ian pun sudah melepaskan celana dan kaosnya hanya tersisa cd nya saja,
Memang malam ini aku yang lebih aktif bahkan posisiku sekarang menindih tubuh mas Ian, aku duduk diatas tubuhnya dan membungkukkan tubuhku agar kekasihku bebas melumat payudaraku yang menggantung di depannya,
Sungguh aku menikmati hisapan di puting susuku, membuatku mendesis tak karuan, lalu ku genggam batang yang sudah mengeras didalam cd mas Ian, yang membuat kekasihku ikut mendesah, setelah itu gantian aku yang di bawah ciuman bibirnya semakin turun dari payudaraku hingga ke perutku kini pusarku menjadi sasaran lidahnya, geli dan nikmat yang kurasakan,
Kemudian turun lagi sampai ke pangkal pahaku, geli luar biasa kurasakan saat lidahnya menyapu bulu bulu halus yang tumbuh disekitar vaginaku, lalu kedua kakiku direnggangkan dicium bibir vaginaku yang sudah basah, entah apalagi kurasa semua area sensitif telah dijamah oleh kekasihku,
Begitu lembut perlakuannya, membuatku merintih keenakan, aku mencapai orgasme sebelum kekasihku melakukan penetrasi setelah aku mencapai puncak kenikmatan barulah mas Ian menghentikan kegiatannya,
Ia tersenyum dan mengecup keningku lalu merebahkan diri disampingku,
Ku tau dia ingin di bawah, lalu aku bangun dan ku lepas cd yang masih dikenakan mas Ian, ku genggam batang kejantanannya yang sudah berdiri tegak,
“ Ini mau di emut ngga mas? “ Kataku sambil kukocok pelan penis kekasihku,
Dia hanya menggelengkan kepalanya kemudian aku naik menindih tubuhnya dan perlahan kumasukkan batangnya keliang vaginaku, “aaach, maas, “ direngkuh tubuhku dan ciuman ciuman penuh gairah pun melengkapi pergumulanku dengan mas Ian, erangan dan rintihan kenikmatan menjadi irama syahdu dikamar ini,
Tak terhitung berapa aku mencapai puncak kenikmatan malam ini, sedangkan mas Ian hanya beberapa kali mengeluarkan cairan cintanya dan semuanya di keluarkan di dalam rahimku, uugh, perkasanya pacarku ini,
Malam ini berbagai gaya bercinta kami lakukan sampai menjelang pagi, tak ada rasa takut hamil di dalam benakku karna ini memang yang kumau,
Tak terasa hari sudah pagi, pukul tujuh aku baru bangun dari tidurku, kulihat mas Ian masih terlelap, ku kecup keningnya dan aku bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri,
Untunglah keadaan rumah sudah sepi, kubuatkan kopi untuk kekasihku, baru aku membangunkannya, dan berpamitan untuk pulang dulu ke rumah.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

POV DWI ASTIANTI


Belakangan ini suasana hatiku terasa tak menentu, entahlah sosok yang selalu kutunggu tunggu tak juga datang, sekarang waktunya tak lagi sepenuhnya untukku, jujur aku merindukan suasana yang dulu, apa pun jadi bahan canda dan tawa, dan setiap hari kubuatkan segelas kopi untuknya, aku merindukan itu semua,
Entah sampai kapan aku menunggu saat seperti itu datang lagi,
Sedari awal semuanya juga salahku, aku membiarkan sahabatku memasuki kehidupannya, dan aku juga ikut andil dalam proses hubungan mereka, memang aku bahagia, asal untuk kebahagiaan mereka berdua,
Tapi sekarang sahabatku memintaku untuk merahasiakan sesuatu yang pasti menyakitkan untuk mas Ian nantinya, sama saja aku juga ikut menyakiti mas Ian,
Lagi pula kenapa Indriani tidak terus terang saja, bukankah itu lebih baik, mengingat hubungan mereka sudah terlalu jauh tentunya akan lebih mudah bagi mereka menyelesaikan masalah kalau berdua,
Entahlah Indriani juga ngga memberitahu alasannya apa,
Yang pasti aku tak menyukai caranya,
Sejak aku ikut keladang bersama mereka, aku merasa Indriani serius tak ingin cerita masalahnya ke mas Ian, dengan caranya yang seolah tak ada apa apa membuatku sangat yakin kalau Indriani tak ingin bercerita soal dirinya,
Biarlah yang jelas masalah itu membuatku malas untuk sekedar menyapa Indriani, pastinya aku jengkel aku ngga mau mas Ian kecewa sama dia, percuma rasanya aku mengalah kalau berujung mengecewaan buat mas Ian.
Bahkan semalam mereka datang berdua pun sikapku masih sama, malas banget mau ngobrolnya juga, tau aku lagi sumpek mereka pun pamit pulang, kasihan sih melihatnya,
Pagi hari waktu aku diluar rumah mas Ian datang menemuiku,
Senang sih, dan sepertinya ada hal penting yang mau diomongin sama aku, dan waktu dia menyampaikan maksudnya aku hanya menjawab heem aja, lalu aku masuk untuk membuatkan kopi, saat seperti inilah yang ku rindukan, aku senyum sendiri di buatnya,
Aku berharap kekakuan yang belakangan ini terjadi bisa mencair, memang aku membutuhkannya, hanya dia yang selama ini mampu menghiburku disaat aku sedang suntuk begini, ku perhatikan ada yang aneh di wajahnya sedikit lebam dan ada luka di pelipisnya, jawabannya diluar dugaanku dia tak lagi beralasan seperti biasanya, dari bahasanya aku tau dia kecewa dengan sikapku, bahkan dia berniat pergi ke kota bersama paklik Bambang, sakit aku mendengar semua itu, aku ngga bisa jauh darinya aku cukup senang walaupun Cuma menjadi temannya saja, asal dia selalu ada di sini,
Tapi kenapa seperti ini? Bahkan pelukan dan isak tangisku seakan tak bisa lagi meredamnya,
Kata maafku juga seolah percuma saja buat mas Ian, dia berbeda sama seperti anggapannya kepadaku, luka di wajah dan tingkah lakunya pagi ini membuatku yakin semalam pasti terjadi sesuatu dengannya,
Isak tangisku semakin menjadi mendengar penuturannya, aku ngga tau matanya memerah Karna marah atau apa, aku pasrah memang ini salahku mas Ian kan ngga tau menahu seharusnya aku ngga mendiamkan dia, lalu mas Ian mengajakku masuk ke rumah, dia membalas pelukanku dan sesuatu yang tak pernah kudapatkan dari orang lain, dia mencium keningku, argh,
‘kamu ngga sadar kalau sudah membangunkan rasa yang terpendam oleh keadaan ini mas, suatu saat kamu akan mendapatkan lebih bukan hanya keningku saja mas’
Aku tersenyum memandangnya, sedihku hilang seketika,
Setelah itu dia keluar rumah kopinya pun mungkin sudah mulai dingin diluar sana, baru saja diluar datang pak Carik nunjuk nunjuk mas Ian,
Terjadilah hal yang tak pernah kulihat jari telunjuk orang tua itu tanpa segan di tekuk ke atas oleh mas Ian, setelah itu mas Ian menghajar pak Carik, bahkan saat kulerai pun mas Ian masih menginjak injaknya,
Tak ku sangka begitu tak terimanya orang yang sudah melahirkan dihina orang padahal sejak kecil dia tak pernah melihat sang ibu,
Setelah kejadian itu malamnya Indriani datang diantar ibunya, ngga tau kenapa mukanya begitu kusut, kasihan sih melihatnya, tapi gara gara dia mas Ian jadi kayak tadi pagi,
Indriani bukannya kupersilahkan masuk malah habis ku omelin sampai dia sedih banget, lalu dia pergi ke tempat mas Ian.
Setelah Kupikir pikir kenapa Indriani kesini kok sampai di antar ibunya yah, deegh, sepertinya ada hubungannya sama pak Carik tadi pagi ini, huuf.... jadi kasihan dia kesini pasti lagi butuh aku,
“hooy! “ Tiba tiba dari arah belakang mas Ian nepok pundakku, sontak aku kaget di buatnya,
“Iiih mas nih ngagetin aja, di cariin pacarmu tuh, “
“Mana orangnya mbul”
“Tau tuh, tadi ke rumah mas Ian mewek orangnya “
“Laaah? Ya sudah aku pulang dulu ya, “
“Heem”
Kulihat mas Ian berlari kecil ke rumahnya, huh sendirian lagi deh akunya, mending tidur aja lah,
Pagi hari jam sembilan aku melihat pak Carik datang ke rumah mas Ian diikuti dua orang berseragam,
Tak lama setelah itu mas Ian dibawa pergi oleh mereka,
Entahlah melihat mas Ian ditangkap aku bingung apa yang harus kulakukan?
Masa iya ngga ada orang dirumah mas Ian sih,
Cepat cepat aku ke rumah mas Ian, sepi banget, aah gawat ini, nanti saja biar paklik Bambang yang urus mas Ian.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

POV IANTONO


Pagi yang cerah dan berkesan indah bagaimana tidak, semalaman bergumul dengan kekasihku, paginya sebelum aku bangun kekasihku sudah menyiapkan kopi pagiku, baru dia pamit pulang, perlakuannya sudah lebih dari cukup membuatku bahagia, memang sebaiknya kupercepat saja mempersunting dia, apalagi yang harus ku tunggu, pengorbanannya sudah terlalu jauh padaku, apalagi mengingat ucapan anak pak Carik yang katanya mau melamar Indriani, sedikit banyak cukup membuatku khawatir,
lagi pula aku takut benihku tumbuh subur dirahimnya, bisa runyam nanti urusan, jam delapan lewat sedikit aku bergegas mandi merapikan diri dan sarapan, heem paklik juga kemana ini rumah kok sepi bener,
Lalu sebatang rokok kusulut ‘buuul’ asap kematian itu menari indah didepan mataku, sungguh nikmat, dari rumah kulihat pak Carik datang bersama dua orang polisi, dug dug dug, perasaanku jadi ngga enak,
Ah sudahlah aku tau tujuan mereka, toh aku juga udah siap mempertanggung jawabkan perbuatanku, mereka membawaku tanpa perlawanan dariku,
Kupikir percuma juga melawan dan ngga perlu karna memang aku yang memukuli orang itu, lebih baik aku ikut baik baik biar ngga rame,
Di kendaraan sampai dekat polsek aku ketemu Heru dia kaget melihat aku ada di mobil polisi, aku hanya diam saja ternyata Heru mengikutiku sampai polsek,
Sampai disana Heru menemuiku menanyakan kenapa aku sampai dibawa kesini,
tapi tak kujawab aku hanya berpesan ke temanku itu agar memberitahukan keberadaanku kepada keluarga, setelah itu Heru langsung pulang,
Satu yang membuatku muak yaitu melihat tampang Carik yang dari tadi melihatku dengan tatapan yang merendahkan,
Dan dia sama sekali tak berucap, hanya senyum sinis jelas terlihat,
Setelah ditanya ini itu sama polisi aku langsung di masukkan di tahanan sementara polsek, entahlah aku tak tau proses apa selanjutnya nanti,
Sedangkan Carik kampet itu entah ngomong apa sama aparat di sebelahnya setelah itu dia langsung pulang,
siangnya Heru dan paklik datang menemuiku dan aku berpesan kalau Indriani dan Asti ngga usah kesini, mereka pun mengiyakan pesanku, kata paklik Asti tadi tau kalau aku dibawa polisi,
Aku hanya manggut manggut mendengar penuturan paklik setelah itu mereka pun pulang,
Huuh malam ini pindah tempat tidur, batinku menghibur diri sendiri,
belum sehari pikiranku kacau, terutama memikirkan Indriani dan Asti, bagaimana sedihnya mereka berdua tau aku ditahan kayak begini,
mereka berdualah yang selama ini menjadi penyemangatku,
Huuuf, sudahlah aku ngga mau memikirkan yang begituan
Waktu berjalan begitu lambat kurasakan, apalagi setelah magrib, perasaanku gelisah banget, ah ada apa ini,
semoga mereka yang dirumah baik baik saja, pikirku, hingga larut malam rasa gelisah masih saja mengganggu fikiranku, hening hanya ada suara detak jam dinding, dia irama yang membuatku terlelap hingga pagi,
uugh bagaimana kalau aku dikurung bertahun tahun sehari semalam saja seperti ini rasanya, nggak! andai kata aku ngga dibebaskan, aku harus kabur, kemarin juga ngga ada tawaran damai, main tanya terus masukin saja, ah ngga bener ini,
Siangnya Carik keparat itu datang lagi dengan seulas senyum liciknya, datang lalu pergi lagi entah apa yang dia lakukan, tak lama setelah itu aku dibebaskan,
Ada apa ini secepat dan semudah itukah proses hukum buatku,
Lagi lagi aku merasa ada hal yang tidak beres dengan semuanya tapi aku tepis pikiran yang masih mengganjal,
ah biarlah yang harus kulakukan adalah pulang,

Sengaja perjalanan pulangku tidak melewati kampung aku lewat jalur selatan perkampungan jalan pintas sekaligus menghindari warga kampungku,
sesampai dirumah keluargaku sedang berkumpul ada juga bapak ibunya Asti di situ,
Mereka semua kaget melihat kedatanganku dari arah belakang rumah, nenek yang pertama melihatku langsung memelukku,
Paklik Bambang juga langsung memberondong pertanyaan kepadaku, rupanya apa yang dipikirkan paklik dengan yang kupikirkan sama, dan kesimpulannya satu, Carik itu sudah main main denganku,
Lalu ibunya Asti bilang tadi Indriani ada di rumahnya, aku langsung beranjak dari tempat duduk dan segera kesana,
sampai disana tepatnya di samping rumah Asti ku dengar isakan tangis entah siapa yang nangis segera aku masuk ke rumah itu tanpa permisi,
sontak membuat kedua gadis itu kaget, kekasihku masih diam mematung dengan air mata yang kian membanjiri pipinya sedangkan Asti langsung berdiri dan menghambur memelukku,
tak ada kata terucap dari kami bertiga, diam hanya derai air mata dan isak tangis dari keduanya terdengar makin menyayat hatiku, tak ayal mataku ikut meremang dibuatnya,
“Sudahlah, aku sudah pulang kok, jangan begini ah, kalian mau aku ikut sedih lihat kalian kayak gini, "

"Tapi mas, hiiks "
ucap Asti terputus karna isak tangisnya,

" Udah ah, kalau kalian mau lomba nangis aku pulang aja deh, ini lagi ngapain peluk peluk, "
Kataku ke Asti sambil tersenyum, entah dipaksa atau enggak yang jelas mereka sudah tersenyum,
Aku heran sama Indriani, pacarnya dipeluk cewek lain kok diam aja, hari ini berlalu dan kekasihku tidak pulang ke rumahnya melainkan ke rumahku dia minta ijin sendiri ke keluargaku,
Jadilah dia selama beberapa malam tidur dirumahku.
Pagi hari baru pulang ke rumahnya, kenapa juga bapak ibunya mengizinkan anak gadisnya tidur dirumah orang, bahkan terkadang ibunya yang mengantarkan sampai rumah Asti.
Hari berlalu setiap malam aku bersama kekasihku, dari seringnya pertemuan itu tak jarang dia kepergok olehku sedang melamun,
Entah apa yang dia lamunkan yang jelas senyumnya juga sering kali dipaksakan, rasa penasaran membuatku harus menanyakan hal ini kepadanya,
seperti saat ini kekasihku sedang melamun, lebih baik kutanyakan sekarang saja,
"Dek, kenapa? "
" e eh, i iya mas? "

Kok gugup, tak salah lagi ada sesuatu ini,
Lalu kugenggam kedua tangannya,

"Adek kenapa? "
" Ngga kenapa napa kok maas, "

Lagi, senyumnya pun dipaksakan,

" Mas ngga suka loh kalo adek bohong, mas kan bukan anak kecil dek? adek disini tapi pikiran adek dimana mana, ada apa sih? "
" Hiiks maas... "

Tiba tiba dia memelukku dan menangis sesenggukan,
Benar dugaanku dia ada masalah yang pasti itu tidak dengan orang tuanya, karna ibunya sering mengantarkan dia kesini,

" Adek kenapa? Jujur aja mas ga apa apa kok, "
"Adek dipaksa maas hiiks"
Deeegh!!
"Maksud adek? "

Dan pelukannya semakin erat,

"Tapi janji mas jangan ninggalin adek ya? "
"Iyaa? " Jawabku
" Adek dipaksa nikah sama Iwan mas? Hiiks, hiiks, "

Deegh, siapa lagi Iwan pikirku, ah apa anaknya carik itu,
dadaku meremang mendengar kata 'paksa' dari kekasihku, tapi harus kutahan aku ingin tahu semuanya,

" Siapa Iwan dek, "
"Hiiks, anaknya pak Carik mas, "

Deegh!! Dadaku bagai dihantam godam, sesak, sakit dan marah, kenapa dia, kenapa juga kekasihku mau dipaksa, ah seketika kucoba melepaskan pelukan kekasihku, tapi pelukannya semakin erat ditubuhku,
" Jangan pergi kesana maas, adek ngga mau mas kena masalah, ade ngga mau mas masuk penjara, hiiks"
"Dan menurut ade mas lebih suka melihat ade nikah sama dia, iya! Kalo memang ade menginginkan itu mas turuti tapi jangan harap kita ketemu lagi dek!"
" Hiiks maas, udah, hiiks sakit mas sakit jangan bahas lagi maas, hiiks, "

Emosiku langsung memuncak, kucoba tenangkan pikiranku, dan memang tak ada gunanya juga aku keras dengan kekasihku, toh dia yang dipaksa, lalu kenapa ibunya mau mengantarkan kesini?
Keadaan ini membuat suasana pikiranku menjadi kalut ingin sekali ku lampiaskan pada siapa kemarahanku, kuputuskan untuk tidur sore saja daripada emosiku semakin menjadi,
memang sih aku ngga bisa marah terlalu lama ke kekasihku, paling lama lima menit sudah kembali damai lagi,
tapi kali ini kemarahanku bukan untuknya melainkan untuk anak pak Carik, kupastikan dia akan mendapat bayaran yang setimpal karna ulahnya,
Melihat gelagatku Indriani selalu mengikutiku, bahkan sampai kamar pun dia memelukku erat,

“mas, dengerin adek ya? Mas tau kenapa adek setiap malam disini, itu karna adek ngga mau sama dia, bahkan seandainya tak ada surat perjanjian itu ade ngga mau lagi tinggal di kampung ini, adek udah bicarakan sama orang tua adek, semua ini karna keluargaku ngga mau mas benar benar di penjarakan oleh mereka, mangkanya mas yang sabar ya? Adek ngga akan sudi sama orang seperti Iwan yang hanya bisa mengandalkan orang tuanya saja,
bahkan adek ketemu saja baru sekali kok, itu pun adek langsung kesini, mas yang sabar dulu, biar adek dan keluarga adek yang urus ya mas, “

Ucapan kekasihku benar benar membuatku terharu,
tapi disisi lain tetap saja aku ngga terima dengan kelakuan Carik dan anaknya, baiklah mereka punya surat perjanjian dengan keluarga Indriani tapi tidak denganku,
tiba tiba aku dikagetkan kecupan lembut kekasihku, heem... sepertinya dia menginginkan perang lagi,
“apa dek? “
“Bikin dedek yuk mas, “



Bersambung...
Hhmm ketinggalan kereta gara2 on the way
 
Bikin dedek yg rajin ya,, biar jadi banyak ian junior hahahaa
 
Ma kasih up na. Cara carik licik. Apa Ian akan ikut Paklik Bambang ke kota utk jadi orang. Indri akan dihilangkan krn Iwan yg kelewatan gegara main perempuan dan bs disingkirkan berikut bapaknya oleh Ian. Terakhirnya cinta Asti bs berlabuh di hati Ian. Lanjut lg deh :beer::beer::beer::beer:
 
Bimabet
Apakah jd istri iwan beberapa saat, atau iin hamil sbkm niakh dan memberitahu carik, sehingga pernikahan batal, atau iwan versus ian unt menentukan iin milik siapa? Atau iin ikut ian pergi kekota?
 
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd