Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Jatah Sopir

mantep ceritanya. ninggalin gelas dulu.
69 salah satu favoritku.
klo aku jangan sampe deh main anal trs dioral. sama aja njilatin .....ku sendiri....huueeekkkk :D
 
Bimabet
[UPDATE]
Setelah kegiatan di kampus selesai ane sempatkan buat beginian gan wekekeke

***

“Kesempatan,” batinku.

Segera kuambil botol itu kemudian kusodorkan ke Mbak Iza. Rupanya ia kehausan betul stlah pertempuran birahi yg menguras tenaga itu. Beberapa tegukan segera membasahi tenggorokannya.

Aku hanya bs senyum-senyum cengengesan sendiri melihat siasat yg mulanya akn kugunakan kalau-kalau sebelumnya gagal justru menambah jatah kenikmatan kontolku. Mbak Iza tampaknya tdk curiga karena reaksi obat perangsang itu tdk langsung bekerja. Maka kami melanjutkan obrolan kami soal dirinya, pekerjaannya, jg anaknya.

Kami kini tidur menyamping berhadap-hadapan. Sesekali aku mengecup keningnya dan membelai-belai rambutnya. Kakiku kadang kutumpangkan di atas pinggulnya, seolah-olah sedang mengeloni guling. Tapi yang di depanku adalah Mbak Iza, janda om-ku yg kini harus melayani hasrat seks anak baru gede ini.

Obrolan kami terus mengalir. Sudah banyak pengakuan yg kudengar darinya soal banyak hal. Tapi soal kebutuhan biologisnya kadang-kadang membuatku terpaksa menyimpan kemarahan yg sialnya harus kupendam sendirian. Bayangkan, ia mengaku sempat beberapa kali bersetubuh dngn calon suami barunya. Meskipun ia juga mengaku selalu memintanya mengeluarkan pejunya di luar, dan untuk berjaga-jaga selalu minum pil.

Pengakuannya yg detail itu justru membuat darahku mendidih. Brengsek betul. Aku betul-betul tdk rela. Maka, aku membujuknya secara halus supaya ia tak perlu lagi bersetubuh dengannya.

“Aku bisa memberimu pilihan, tetap dngn dia, menikah atau apapun itu, dan aku berjanji takkan mengganggumu lagi. Atau, denganku tapi kau harus meninggalkan dia.”

“Kenapa sekarang kamu yang menentukan hidupku?” Mbak Iza balik bertanya. Gesturnya menggairahkan sekali. Mbak Iza menjentikkan dan menggerayangi dadaku.

“Pilihan ada di tanganmu. Kukira, itu pilihan yang cukup fair. Aku tak memaksa.”

Mbak Iza diam untuk waktu yg agak lama. Di tengah kebimbangannya tanganku mulai bergerilya mengelus punggungnya atau meremas bokongnya. “Kalau yg Mbak cari cuma kebutuhan biologis, aku siap memenuhinya, dan kita bisa berpura-pura seolah-olah tak ada apapun di antara kita. Tapi jika yg kau cari adalah kepuasan batin, status sosial soal pernikahan, maka aku sebaiknya mundur,” bisikku.

Aku mengatakan demikian karena prinsipku, seks semata soal persetujuan dua pihak, seperti dijamin undang-undang, “atas dasar suka sama suka”. Prinsip ini kupegang seteguh mungkin. Menjadi laki-laki brengsek yg memerkosa perempuan jelas bukan pilihan.

“Kamu mungkin belum mengerti apa yg dibutuhkan perempuan. Aku bukan cuma perlu memenuhi kebutuhan biologisku, Rud. Kasih sayang, rumah tangga yang bahagia, dan seterusnya.”

“Aku mengerti. Kalau itu yg Mbak pilih, aku akan mundur.”

“Seriusan kamu akan mundur?” kata Mbak Iza dengan memasang wajah genit. “Kamu akan kehilangan kesempatan ngentot aku lagi,” lanjutnya sambil meremas susunya yang sekepalan tangan itu.

Sial. Aku tak menyangka antara pilihan ini justru menyulitkanku. Antara pikiran dan nafsuku berjalan di dua jalan yang berbeda. Tapi terlambat, aku takkan menarik kata-kataku, inilah jalan ninjaku. Skip skip hehe.

“Ini bukan perkara kontol, sayang,” kata Mbak Iza sambil memagut bibirku. Tangannya juga menyentil kontolku. “Eh, udah ngaceng lagi aja. Anak baru gede yang gampang sange,” ia tertawa cekikikan. Asu tenan.

“Aku siap dengan konsekuensinya,” kataku dengan mimik serius.

Bibir kami mulai berpagutan lagi. Aku kemudian mengambil posisi untuk berada di atasnya, kurasakan dadanya berdegup lebih kencang ketimbang yang tadi. Tubuhnya kian hangat, ia tampak gelisah. Nafasnya juga mulai berkejaran. Pertanda obat perangsang tadi mulai bekerja.

“Malam masih panjang. Aku ingat, kira-kira sewaktu persetubuhan pertama kita aku juga bilang begitu.”

“Oh ya?” aku memandang dua matanya. Mengelus pipinya, membelai rambutnya. Aduh indah betul.

Aku bangkit untuk mematikan lampu utama. Lampu tidur di samping ranjang yg agak redup kunyalakan, kemudian kembali menjemputnya di peraduan. Ronde ke-dua akan segera dimulai.

Selama foreplay, kami masih melanjutkan obrolan-obrolan. Tak semuanya penting, dan banyak gojekannya, (gojekan = bercanda) tapi percayalah berbagi kelucuan selama foreplay akan membuatmu dan pasanganmu akan saling menyayangi. Mbak Iza rupanya juga cukup menyukai obrolan-obrolan semacam ini, meskipun ia sebal dengan usahaku melucu yang sebetulnya sering gagal.

“Kamu sebaiknya berhenti main aktivis2an. Kemampuan gojekanmu ada di angka 1 dari 10.”

“Aku main aktivis2an juga sekaligus buat nyari kimcil.” Mbak Iza tertawa. “Trik yang udah usang,” balasnya.

Malam itu menjadi milik kami berdua. Mbak Iza sempat bilang kalau dia suka persetubuhan yang bergairah semacam ini. Nafsu birahinya betul-betul ia lepaskan. Dia tak suka dengan persetubuhan yang singkat karena cuma bikin pegel. Kami bersepakat soal ini.

Tanganku asyik meremas susunya, bokongnya, dan merabai punggungnya. Sementara bibir kami berpagutan seperti tak mau lepas. Kami bertukar liur. Tangan Mbak Iza pun juga tak mau diam. Ia berusaha mencari kelemahanku dengan menggelitik tubuhku di beberapa bagian. Pinggangku rupanya adalah bagian yang paling tidak memiliki pertahanan, dan dia tahu itu karena aku selalu menggelinjang jika tangannya menggelitikku di bagian pinggang.

Aku tak mau kehabisan tenaga saat foreplay, atau sebelum kontolku menikmati memeknya. Kuubah posisiku agak menyamping dan segera kuarahkan tanganku merabai memeknya. Mbak Iza mendesah. Pertahanannya makin lemah. Tandanya, memeknya mulai basah dengan lendir pelumas. Diobok-obok memeknya diobok-obok.

“Udah cepet masukin. Udah ga tahan ini, geli-geli gatel ah.”

Aku beringsut ke bagian bawah tubuhnya. Kepalaku tepat di depan memeknya. Lidahku mulai kujulurkan ke memeknya. Mbak Iza menggelinjang nikmat. Desahannya kian kencang. Kubuka memeknya dengan dua jariku, dan lidahku kutusukkan ke memeknya. Ketika itilnya kutemukan, kumainkan lidahku di situ, sesekali menyedotnya, dan tanganku kumasukkan lagi ke memeknya. “Aahhhghhhhhh.”

“Aduh. Aduh. Enak banget, Rud. Aku udah nyampe lagi nih,” kata Mbak Iza. Aku yakin dia squirt, meskipun cairannya tidak banyak.

“Kamu ga mau gentian aku sepongin?”

Aku masih tidak meresponnya. Memeknya tetap kujilat, kusedot. Mbak Iza hanya bisa mendeseah keenakan. Tiba-tiba rambutku dijambak untuk menjauhkan kepalaku dari memeknya. Mbak Iza bergerak cepat meraih kontolku, kemudian menggenggamnya kencang sampai aku merasa agak kesakitan. Aku berdiri di atas ranjang. Mulutnya siap untuk mengulum kontol ukuran mahasiswa ini.

Lubang kontolku dijilat. Sensasinya membuatku tubuhku bergetar. Batang kontolku dijilati semua, dan tak ketinggalan juga dua buah bola emas di selangkanganku yang dibungkus kulit tebal. Mbak Iza bahkan tak jijik untuk menyedot keduanya, atau salah satunya. Aku merem melek keenakan.

“Aduh. Aduh. Aku bisa muncrat kalau itu Mbak lanjutkan.” Maka, kujambak rambutnya dan kuarahkan ke kontolku. Mulutnya membuka dan Mbak Iza melahap kontolku. Setelah agak puas disepong, aku melepaskan kontolku dari mulutnya. Mbak Iza yang duduk dibawah kususul dan kucium bibirnya. Aku tidak lagi berpikir ini menjijikkan. Ini semua soal kenikmatan.

Tubuh Mbak Iza kudorong jatuh, dan aku mengambil posisi misionaris. Tangannya menuntun kontolku untuk segera datang ke memeknya. Aku mengisenginya dengan beberapa kali sebelum kudorong masuk justru kupelesetkan ke atas memeknya ketika kudorong masuk, justru mengenai jembutnya yang tipis. Ia cemberut. Dengan sekali dorongan pelan, kumasukkan kontolku ke memeknya. Uhhhh nikmat sekali rasanya kontol dijepit memek hangat dan berlendir. Mbak Iza mendesah-desah. Aku tidak mengerti kenapa kepala kontolku selalu jadi titik paling menikmati hangatnya memek Mbak Iza.

Tubuhku kugerakkan maju-mudur pelan-pelan dengan ritmis. Dorongan kulakukan dengan kecepatan sedang, dan pelan-pelan kupercepat. Benturan pangkal paha kami menimbulkan bunyi yang cukup menyenangkan. Plok-plok-plok-plok-plok.

Intensitas dorongan yang kian cepat itu agak melelahkan. Aku tak mau malam yang panjang ini akan segera berakhir. Sekali dorongan kontolku kumasukkan dalam-dalam di memeknya, dan mengambil jeda. Aku membungkuk dan menyambut bibirnya. Tanganku memeluk tubuhnya dari belakang. Sementara tangan Mbak Iza melingkar di leherku, dan mengacak-acak rambutku selama bibir kami beradu. Slrppp-slrppp-slrppp. Di tengah ciuman itu, tubuh bagian bawahku juga mulai bergerak. Dari pelan ke cepat.

Mbak Iza membisik untuk berganti posisi. Ia minta di atas.

Di posisi dia di atas, memberiku waktu untuk beristirahat. Kendali permainan sepenuhnya berada padanya. Mbak Iza begitu aktif menggoyang tubuhnya. Ini erotis sekali. Dari bawah aku melihat susunya seperti bandul yang sedang mengayun. Ketika Mbak Iza menggoyang melingkar, susunya bergerak ke kiri dan ke kanan. Sementara jika dia menggenjot, susunya bergerak ke atas dan ke bawah. Aku senang saja melihatnya begitu. Tanganku meraih bokongnya, kuremas-remas ataupun menamparnya pelan.

Mbak Iza juga mulai tampak kelelahan. Ia mencari bibirku lagi, dan wajahku diusapnya dengan kasih sayang. Tanganku masih meremas-remas bokongnya. Tubuh kami betul-betul menyatu malam itu. Aku membayangkan bahwa surga adalah persetubuhan yang bergairah.

Posisi ini memberiku giliran lagi untuk berperan aktif. Dari bawah, bokongku agak kuangkat dan mulai memaju-mundurkan tubuh bagian bawahku. Posisi ini agak sulit, tapi perlu dibiasakan.

Seperti yang sudah kuduga, saking sulitnya bergerak, aku memilih mengajaknya berganti posisi. Doggy style jadi pilihan kami selanjutnya. Alat sanggama kami sengaja tidak dilepas. Kami berganti posisi ini dengan dia memutar, kemudian bersamaan dia menungging dan aku bertumpu di lututku.

Kontolku masih tetap diam di memeknya. Aku masih menikmati punggungnya yang bersih dan halus itu kugerayangi dulu. Tubuhnya kupeluk dari belakang, tanganku meraba susunya, dan kumainkan pentilnya yang tegang. Aku selalu suka melihatnya disetubuhi dari belakang.

Paha depanku dan bokongnya mulai menimbulkan bunyi benturan. Kadang-kadang aku masih mengambil jeda untuk tidak mendorong kontolku di memeknya. Aku tau persetubuhan ini sudah lebih lama dibanding yang sebelum-sebelumnya. Dengan posisi demikian pun, aku masih berusaha untuk mencium bibirnya, meskipun agak susah karena itu berarti Mbak Iza mesti memutar sebagian tubuhnya.

Ketika kulanjutkan lagi tusukan-tusukan nikmat itu, kontolku rasanya mulai menghangat. Ini pertanda bendungan pejuku akan segera ambrol. Gesekan-gesekan kontolku dengan dinding memeknya di dalam sana juga mulai tak beraturan. Kami sudah sama-sama lelah. Sebab, dengan ini, malam ini kami sudah bersetubuh dua kali. Omong kosong kalau ada seseorang yang bilang pernah atau sanggup ngentot semalam suntuk, dari malam sampai pagi ber-ronde banyaknya. Faktanya, meskipun nikmatnya tak keruan, ngentot tetap bikin pegel.

Kurasa aku akan segera mencapai orgasmeku yang kedua malam ini. Mbak Iza sepertinya juga sudah betul-betul kelelahan. Dia lebih sering pasif sekarang. Tapi aku masih bisa merasakan memeknya tetap mencengkeram kontolku, sesekali cengkeramannya juga mengencang. Aku berusaha selama mungkin untuk mencapai klimaks berbarengan dengan Mbak Iza.

Kontolku kulepaskan. Dia bertanya kenapa aku mencabutnya dari memeknya. Padahal ia juga merasa akan segera mencapai klimaks. Kudorong tubuhnya menyamping. Mbak Iza jatuh ke ranjang dalam posisi telentang. Kulihat nafasnya tersengal-sengal. Tubuhnya kutindih lagi, aku menciuminya bibirnya lagi. Kami berbisik-bisik sebentar.

Tak lama kemudian kontolku kembali memasuki liang kenikmatannya. Mendorongnya seperti ritme awal tadi. Dari pelan-sedang-cepat. Mbak Iza dan aku mendesah tanpa putus menikmati persetubuhan yang mungkin akan jadi yang terakhir kali ini. “Ah, ah, ah, ngghhh. Enak banget, Rud.”

Kami berusaha selama mungkin menjaga pertahanan kami. Tapi itu rasanya tak mungkin. Karena Mbak Iza ternyata sudah mencapai klimaks duluan. Dia melolong panjang menikmatinya. “Ahhhhhhhhh. Ah. Ah. Aku selesai, Rud. Tubuhku milikmu sepenuhnya setelah ini,” katanya putus-putus.

Sayangnya, aku yakin juga tak bisa lebih lama lagi menahan pejuku tidak keluar. Goyanganku semakin cepat. Kedua tanganku memengang kedua sisi pinggulnya. Doronganku semakin keras. Kini giliranku yang berteriak kecil merasakan nikmatnya ngentot. “Ah. Ah. Hh. Hh.”

Pejuku akhirnya menyembur di dalam memeknya dalam sekali tarikan nafas panjang. “Argghhhhhhh.”

Aku tak tau sebanyak apa peju yang kusemburkan. Tapi sepertinya banyak sekali karena kontolku berkedut kencang beberapa kali. Nafasku habis, tapi aku puas sekali. Tubuhku ambruk menimpanya. Rambutnya kuelus, dan keningnya kucium. Tubuhku segera kugeser, karena aku tau Mbak Iza tak kuat menahan berat tubuhku.

Kurasa waktu itu sudah lewat tengah malam. Kami berdua sama-sama kelelahan, dan segera tidur dalam keadaan berpelukan, telanjang bulat, dan kontolku masih berada dalam memeknya. Kami berdua sama-sama mengucapkan terimakasih atas dosa paling nikmat ini.

***

Aku ingin memberitahumu soal apa yang jadi bahan bisik-bisik kami waktu itu. Ia tahu kalau selama persetubuhannya dengan calon suaminya itu dia tidak akan hamil. Sebetulnya aku tak sepakat dengan perjanjian ini, tapi dia memaksaku untuk bersepakat bahwa ini ialah hal yang impas.

Begini perjanjian kami, aku diberi izin untuk menghamilinya. Jika Mbak Iza hamil, dan sembilan bulan kemudian, sejak waktu itu, Mbak Iza melahirkan, maka bisa dipastikan bayi itu adalah buah cintaku dengan Mbak Iza.

***

Ternyata pakentonku dengan Mbak Iza cm sampai sini aja gan :(
Terimakasiih buat suhu-suhu yg udah meluangkan waktunya buat baca.
Kalau ada yg di daerah Jateng, boleh bagi2 kontak :pantat: dong xixixi.
Salam CROT :konak::konak::konak::konak:
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd