Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

Jalu bertemu suami rini e... ternyata japra ya ... ah tambah seru nih crita. Lanjut nih makin penasaran aja. Thank suhu @santri73. Update nya bikin baper nih ....
 
nice update hu :mantap::cendol:
sblm baca nie baca threads disblh kok kyknya berhubungan y..
antara kokom n satria da apa nie..
& brarti bpknya kokom si.... ah sdhlah nunggu next update aja biar pasti ;)




smoga sll sukses dlm beraktifitas hu n smakin lancar berimajinasinya :beer:


#jgn.lupa.maljum
 
Bapakna kokom nikam jalu di gunung kemukus.hadeuh dunia emang sempit.
Nuhun updatena suhu
 
Chapter 19 : Pertemuan Yang Tidak Terduga


"Bukan, Wulan bukan anakku. Dia anak Marni adalah anak ayahku gobang. Jadi Wupan adalah keponakanku." kata Jalu tenang. Tentu dia tidak akan membiarkan Satria menikah dengan anaknya. Sejak awal dia menyuruh Wulan pergi dengan ditemani Satria, tujuannya sudah jelas memisahkan Dina dengan Satria. Dia pula yang membujuk Bu Tris untuk memaksa Wulan menikah dengan Satria dan rencananya berhasil. Mereka berhasil dinikahkan. Dua tujuan sekaligus sudah tercapai. Pertama memisahkan Dina dengan Satria, ke dua mengangkat derajat hidup Satria.

Jalu sangat yakin Wulan bukan anaknya. Memang dia pernah melakukan hubungan sex dengan Marni, tapi setelah mengetahui bahwa Marni adalah anak Ayahnya atau adiknya, sejak itu dia tidak pernah menyentuh Marni. Dia menyayangi Marni sebagai adiknya. Itu artinya harapann Pak Tris dan istrinya agar Marni mengandung anaknya yang mewarisi semua peninggalan ayahnya di Gunung Kemukus kandas, tapi harapan itu sekarang kembali muncul, Satria adalah anaknya dan Wulan adalah anak Marni. Anak yang akan lahir dari rahim Wulan adalah cucunya yang akan mewarisi semua peninggalan Gobang di Gunung Kemukus.

"Syukurlah, kupikir Satria anakmu. Aku tidak bisa membayangkan Satria menikah dengan adiknya sendiri. Sungguh itu sebuah karma yang sangat menyakitkan." kata Lastri menarik nafas lega. Kehawatirannya tidak terjadi.

"Aku imgin membicarakan pernikahan Satria, kita harus mengadakan pernikahan ulang yang tercatat di KUA dan sebuah pesta yang meriah, tentunya." kata Jalu lagi. Tangannya meraih tangan Lastri untuk menggenggamnya, namun dengan halus Lastri menolaknya.

"Aku bisa jalan tanpa dituntun." kata Lastri.

Jalu hanya mengangkat bahu dengan penolakan Lastri. Jalu berjalan mendahului Lastri ke arah mobilnya dan membuka pintu mobil belakang untuk Lastri. Entah sampai kapan Lastri dapat bertahan dengan pendiriannya yang keras. Tiba tiba swbuah telpon masuk ke hp prinadinya, ternyata dari Wulan.

"Ada apa Lan?" tanya Jalu.

"Simbah tiba tiba kondisinya drop, sekarang masuk RS...!" suara Wulan terdengar seperti menangis.

"Ya sudah, nanti sore pakdhe berangkat ke sana. !" kata Jalu berusaha menenangkan Wulan, lalu menutup telponnya.


"Bu Tris sakit keras sekarang masuk RS, kemungkinan Satria akan lebih lama di Gunung Kemukus. Nanti malam aku akan berangkat ke sana, apa kamu mau ikut ?" tanya Jalu melihat ke arah Lastri yang sedang membaca pesan di hpnya, lalu membalasnya.

"Aku sudah tau dari Satria. Aku sudah bilang ke Satria gak bisa ke sana." kata Lastri sambil memasukkan hpnya ke dalm tas. Gunung Kemukus, sebuah tempat yang menyimpan kenangan buruk. Hampir setahun Lastri menjadi PSK di sana, menjajakan diri untuk teman Ritual, padahal mayoritas tamu yang dilayaninya hanyalah pria hidung belang yang ingin memuaskan hasrat sexnya. Baru saja Lastri selesai bicara, hpnya berbunyi, sebuah panggilan dari Satria.

"Ibu gak bisa ke sana, Sat..!" kata Lastri.

"Ibu harus ke sini..!" kata Satria memaksa.

"Tapi kan ibu kerja, kalau kelamaan di sana ibu bisa dipecat." kata Lastri halus.

"Ibu gak usah kerja lagi, kita kerja di toko Wulan sepulangnya dari sini. Kondisi Si Mbah sangat kritis. Takut gak ada umut, bu.!" kata Satria,.

"Iya, Ibu ke sana nanti...!" Lastri tidak meneruskan ucapannya. Telpon dari Satria terputus tiba. Lastri melihat ke arah Jalu, tidak ada pilihan lain dia akan ikut.

******

Setelah dirawat dua minggu, ahirnya nyawa Bu Tris tidak tertolong lagi. Dia pergi dengan tenang setelah melihat cucu kesayangannya menikah. Itu artinya Satria mau tidak mau harus menunggu sampai tujuh hari, ternyata setelah 7 hari dia tidak bisa langsung pulang karena harus membantu Wulan mengurus peninggalan Bu Tris yang lumayan banyak. Tidak terasa, besok malam jum'at pon malam paling keramat yang diyakini semua peziarah.

"Sat, kamu mau gak mau ritual?" tanya Wulan menggodanya saat mereka berdua sedang rebahan di kamar.

"Kamu ada ada aja, kan setiap hari juga kita selalu ritual." kata Satria menatap Wulan. Bagaimana mungkin dia menghianati wanita swcantik dan sesexy Wulan yang sudah memperlakukannya sebagai manusia yang sempurna. Tudak ada caci maki yang mengatainya anak haram, anak jadah. Wulan memanjakannya dengan penuh cinta, hal yang baru sekarang dia dapatkan.

"Maksud Wulan, ritual Gunung Kemukus biar rumah tangga kita sampai kakek nenek dan rejeki kita berlimpah. Pakdhe juga dulu selalu ritual di sini, sekarang hidupnya sukses. Cuma jeleknya Pakdhe punya istri tiga." kata Wulan, kepalanya renah di dada bidang Satria yang berotot.

"Supaya aku punya istri empat, ya?" tanya Satria menggoda. Tangannya membelai pipi Wulan yang begitu halus. Bahkan kalau di cerita pewayangan, saking halusnya semutpun akan terjatuh bila berjalan di atasnya.

"Gak boleh, kamu cuma boleh punya istri satu. Aku, Wulan Dheandra." kata Wulan sambil mencubit dada Satria dengan gemas.

"Tadi katanya nyuruh aku ritual?" goda Satria lagi. Satria menjadi senang menggoda Wulan walaupun pada awalnya dia tetap merasa sungkan, tapi setelah hampir sebulan mereka disini kecanggungannya sirna. Kadang kala dia yang meminta duluan saat libidonya naek melihat kemontokan tubuh Wulan.

"Wulan nyuruh kamu ritual supaya pernikahan kita sampai kakek nenek dan diberi rizqi yang berlimpah..!" kata Wulan.

"Satria, kamu mau ikut, gak?" suara panggilan membuyarkan keasikan mereka.

"Iya, Pakdhe..!" Wulan yang menjawab panggilan Pakdhe nya yang baru datang kemarin malam. Wulan bangun dan membuka pintu, Jalu berdiri menatap keponakannya.

"Satria, aku mau mengajak Satria jalan jalan..!" kata Jalu melihat ke dalam kamar, kamar yang sebenarnya kamarnya. Satria tidak menjawab, dia hanya mengangguk mengiyakan ajakan Jalu.

"Mau diajak nyari cewek buat ritual buat ritual bukan, Pakdhe?" tanya Wulan kembali menggoda Satria yang berjalan di samping Jalu. Entah kenapa dia mengijinkan Satria kembali melakukan ritual yang dia percaya akan mengabulkan semua hajat mereka. Padahal Wulan sendiri tidak pernah mau melakukan hal gila itu. Tubuhnya hanya akan diserahkan untuk orang yang dicintainya.

"Mungkin..!" jawab Jalu.

Sepanjang perjalanan tidak ada yang mereka bicarakan, walau kadang kala Jalu bertanya hal hal yang tidak penting menurut Satria dan terpaksa Satria menjawabnya. Jawaban yang ala kadarnya. Sosok yang berjalan di sampingnya terasa begitu berkharisma sehingga Satria selalu menjaga jarak.

"Kamu sudah ke makam Pangeran Samudra?" tanya Jalu sambil menepuk pundak Satria, reaksi yang diperlihatkan Satria membuatnya terkejut. Satria menepis tangannya seolah tepukan di pundaknya adalah sebuah bahaya yang mengancamnya.

"Maaf..!" kata Satria setelah menyadari gerakan refleknya yang hampir memelintir tangan Jalu. Itu gerakan reflek yang tidak disadarinya.

"Kamu harus belajar mengendalikan dirimu, Sat. Harus bisa membedakan mana sebuah serangan dan mana sebuah gerakan biasa." kata Jalu tersenyum arif. Anak ini seperti Singa yang terluka dan bisa mencelakai siapa saja tanpa disadarinya.

Satria menunduk malu. Awal pertemuan mereka dimulai dengan caciannya yang kasar dan berlanjut dengan bogem mentah yang justru membuatnya nyusruk mencium tanah. Pria di sampingnya bukan orang sembarangan. Pria di sampingnya petarung hebat yang tidak mudah dikalahkan. Tubuhnya terlihat kekar dan gerakan kakinya gesit.

Mereka tiba di atas bukit Kemukus yang terkenal sebagai pesugihan mesum yang konon akan dipenuhi ribuan peziarah besok malam. Karena malam Jum'at Pon adalah malam paling sakral di tempat ini. Jalu mengajaknya duduk di bawah pohon besar yang rindang, ada sebuah tembok panjang yang digunakan sebagai tempat duduk para peziarah sambil mencari pasangan.

Rini...!" panggil Jalu terkejut melihat seorang wanita cantik yang memakai baju muslim syar'i yang duduk sendirian di depan mereka.

"A Jalu..!" wanita itu sama terkejutnya dengan Jalu. Mereka saling bertatapan tidak percaya. Setelah 24 tahun mereka kembali bertemu di tempat yang tidak pernah mereka duga.

Jalu menghampiri wanita yang dipanggilnya Rini. Tidak salah lagi, ini pasti Rini anak Codet, kakak iparnya yang menghilang 24 tahun yang lalu. Satria hanya melihat kejadian itu sambil lalu. Dia tetap duduk dan memperhatikan keadaan sekelilingnya.

"Sat, kamu tunggu Pakdhe di sini ya.." kata Jalu yang sudah berdiri dengan wanita cantik itu.

"Iya, Pakdhe..!" jawab Satria acuh. Dasar lelaki hidung belang, sudah mempunyai tiga orang istri yang cantik masih saja ngedeketin cewek lain. Satria hanya melihat ke dua pasang anak manusia yang sudah mulai berumur itu.

Menunggu adalah pekerjaan paling membosankan, itu memang benar. Sudah satu jam Satria menunggu Jalu yang meninggalkannya pergi dengan seorang wanita. Kesabarannya sudah habis dan berniat pulang kalau saja dia tidak melihat sebuah kejadian yang mengusik hatinya turun tangan menolong. Dua orang gadis muda yang walau wajahnya tertutup masker, tapi matanya terlihat indah sedang digoda dua orang pria dengan kata kata yang sangat melecehkan. Keadaan seperti ini selalu mengingatkan dengan keadaan ibunga yang selalu dilecehkan oleh para lelaki hidung belang.

"Maaf Pak, tolong jangan ganggu ke dua gadis ini. Mereka jelas jelas tidak mau ritual dengan bapak." kata Satria mendekati si Bapak yang dengan kurang ajar mencolek pipi gadis yang memakai masker dan payudranya terlihat menonjol besar.

"Kamu siapanya? Jangan ikut campur." kata salah satu dari dua pria itu dengan kasar.

"Mas ini pasangan ritual saya. Kami dateng berempat.!" kata gadis dengan payudara besar memegang tangan Satria. Satria agak jengah mendengarnya.

"Ech, maaf. Saya pikir belum punya pasangan.!" kata ke dua pria itu pergi begitu saja.

******

"Ke mana kamu melarikan diri waktu itu? Kenapa harus melarikan diri?" tanya Jalu sepanjang perjalan ke tempat wanita yang berjalan di sampingnya menginap. Tentunya sebuah tempat yang di tempat lain biasa disebur warung remang remang tapi di sini identik sebagai tempat ritual. Di tempat in warung remang remang menjadi tempat yang sakral dan diburu oleh ribuan orang untuk ngalap berkah.

"Ada seseorang yang mengancam kami untuk meninggalkan tempat itu. Kami pergi untuk menyelamatkan diri." kata Rini gelisah, bagaimana bisa dia bertemu dengan Jalu di tempat seperti ini.

"Lalu Rani sekarang di mana dan siapa yang mengancam kalian?" tanya Jalu heran, padahal markas Mang Karta adalah tempat yang palimg aman, tidak sembarangan orang bisa masuk ke tempat itu. Nama besar Mang Karta dan kumpUlan jawara tangguh yang terdapat ditempat itu akan membuat nyali lawan ciut.

"Aku tidak tahu siapa yang mengancam kami. Salah seorang yang tinggal di sana yang menyampaikan ancaman dari seseorang, katanya kalau kami masih ditempat itu kami akan dijadikan pelacur seumur hidup kami." kata Rini menunduk. Tanpa sadar tangannya memegang tangan Jalu. Kegelisahannya tergambar jelas dari raut wajahnya yang cantik. "Sekarang aku tinggal di Karawang dengan suami dan anak anakku." kata Rini meneruskan perkataannya yang menggantung.

"Rani sekarang di mana?" tanya Jalu lagi. Rini belum menjawab keberadaan Rani.

"Aku tidak tahu, kami berpencar saat seseorang mengejar kami. Aku terlunta lunta di Karawang lalu ditolong seseorang yang menitipkanku pada orang tua angkatku." kata Rini tanpa sadar air matanya keluar.

"Maaf..!" kata Jalu tidak berani bertanya lagi saat melihat Rini mulai menangis. "Kamu ke sini mau ritual?" tanya Jalu mengalihkan pertanyaannya ke hal lain yang bisa menghebtikan tangis Rini. Tidak lucu kalau orang melihat Rini menangis.

"Ii..ya..!" kata sambil mengusap air matanya.

"Kamu sudah punya pasangan?" tanya Jalu, gairahnya bangkit membayangkan kebinalan wanita di sampingnya saat masih remaja putru. Dialah pria beruntung yang mendapatkan keperawanannya.

"Tadinya sudah punya, tapi sekarang dia ada urusan jadi gak bisa datang ke sini." kata Rini. Kenangannya kembali hadir, dulu dia sempat bermimpi menikah dengan pria yang berjalan di sampingnya. Hanya sebuah mimpi yang harus dikuburnya.

"Bagaimana kalau aku yang jadi pasangan kamu?" tanya Jalu. Dia masih membutuhkan Rini untuk mengorek berbagai informasi yang masih menggantung. Jalu bersukur bisa bertemu dengan Rini di sini, dialah saksi penting yang akan mengiringnya pada sebuah rahasia besar.

"Iyyya, bolll...leh.. Panggil aku Ijah, nama Rini sudah aku kubur." kata Rini keberatan dengan nama Rini, nama yang menyimpan kenangan buruk.

Jalu tertawa senang tawarannya diterima Rini yang sekarang bergabti nama Ijah. Tanganya menggandeng tangan Ijah agar secepatnya sampai tempat menginap Ijah yang pasti sebuah kamar ala kadarnya bahkan bisa dikatakan kumuh. Itu sudah menjadi rahasia umum bagi mereka yang sudah pernah ke sini.

Sampai kamar tempat Ijah menginap, Jalu sudah tidak sabar untuk secepatnya menelanjangi Ijah, ingin melihat bentuk tubuhnya yang polos tentu sudah berubah dibandingkan 24 tahun yang lalu. Apa lagi sekarang tubuh Ijah tertutup baju syar'i yang lebar walau tonjolan payudaranya masih terlihat di balik bajunya. Entah sudah sebesar apa payudaranya yang dulu sudah besar tentu sekarang lebih besar lagi dan kemungkinan sudah menggantung seperti buah pepaya.

Seperti mengerti keinginan Jalu, Ijah membuka seluruh pakaiannya tanpa ada yang tersisa. Tidak ada rasa malu telanjang di hadapan pria yang sudah puluhan tahun tidak pernah ditemuinya. Ijah bangga dengan bentuk tubuhnya yang montok dan payudaranya yang besar menggabtung seperti pepaya justru membuatnya semakin sexy. Apa lagi selangkangannya yang bersih dari bulu yang rutin dicukurnya tiga hari sekali.

"Badan kamu semakin sexy saja." kata Jalu takjub. Tubuh Ijah tetap terjaga. Bahkan ada sesuatu yang membuatnya semakin menarik. Apa faktor usia yang membuatnya lebih matang.

Ijah tersenyum melihatnya terpesona. Dengan terampil Ijah membantu Jalu membuka kaos yang dipakainya lalu membuka celana Jalu yang tetap berdiri. Wanita ini masih tetap agresuf setelah waktu yang lama. Tidak pernah berubah.

"A, kontolnya masih sebesar dulu." kata Ijah takjub melihat kontol yang sudah memerawaninya. Kontol yang kembali bisa dilihat dan disentuhnya lagi bahkan sebentar lagi kontol ini akan kembali mengocok memeknya seperti dulu.

"Och...!" Jalu melenguh nikmat saat kepala kontolnya diemut Ijah, emutan seorang yang sudah sangat ahli. Berbeda jauh saat dia masih remaja. Wanita ini benar benar benar binal, dia melakukan blow job seperti bintang porno profesional.

"Kamu punya anak berapa, Jah?" tanya Jalu berusaha memecah konsentrasinya agar tidak cepat keluar akibat blowjob yang dilakukan Ijah.

"4 orang. Yang bungsu cewek umur 15." kata Ijah terpaksa menghentikan aksinya untuk menjawab pertanyaan Jalu. Saat dia akan memulai aksinya lagi, Jalu mendorongnya agar rebah di ranjang sempit yang sperinya sudah lusuh.

Tanpa membedi kesempatan, Jalu membenamkan wajahnya di selangkangan Ijah, tangannya melebarkan belahan memek Ijah yang menyebarkan aroma yang membuat libidonya semakin bangkit. Lidahnya bergeraak lincah mempermainkan itilnya yang menonjol.

"Aaaa, enak banget Kang...! Buruan entot Ijah...!" Erangan dan rintihan Ijah membuat Jalunsemakin terbakar untuk menaklukan Ijah.

Jalu segera merangkak di atas tubuh Ijah yang langsung menuntun kontolnya agar tepat dilobang memeknya yang sudah sangat basah dan perlahan kontol Jalu menerobos .asuk ke bagian terdalam yang tidak pernah tersentuh dan hanya kontol Jalu yang dapat menyentuhnya. Kontol Jalu yang membuat memeknya membuka semakin lebar.

"Gila, kontol akang gede banget. Nikmat sekali..!" Ijah mendelik menerima hujaman Kontol Jalu yang memberikan kenikmatan tiada tara.

"Memek Ijah juga enak. Masih sempit padahal sudah punya anak empat..!" kata Jalu takjub dengan jepitan memek Ijah yang mencengkeram kontolnya dengan dahsyat. Kalau saja dia bukan pria yang berpengalaman, tentu sudah sejak tadi pejuhnya terkuras habis.

"Akang....Ijahhh keluar..!" Ijah memeluk Jalu dengan erat, orgasme dahsyat bahkan yang paling dahsyat sejak dia menikah.

"Enak, Jah?" tanya Jalu mesra. Bibirnya mencium bibir Ijah dan mendapat sambutan yang sangat panas dari Ijah. Mereka berciuman lama menuntaskan semua hasrat yang ada.

Jalu kembali mengocok memek Ijah dengan cepat, diabaikannya keinginan Ijah untuk berganti posisi. Dia teringat dengan Satria yang disuruhnya menunggu di atas. Jalu harus secepatnya menyudahi permainan ini jangan sampai berlarut larut, toh malam Jum'at Pon baru besok. Masih banyak waktu untuk menuntasjan hasrat yang tidak pernah mati.

"Akkku mau kellluar, Jah...!" kata Jalu mengeram, dibenamkannya seluruh kontolnya semakin dalam ke dalam memek Ijah disertai semburan panas pejuhnya yang cukup banyak.

"Akkku juga kellluar..." Ijah mengeram menyambut orgasme ke duanya. Mereka saling berpelukan menikmati sisa sisa orgasme sebelum ahirnya Jalu bangkit dari atas tubuhnya dan rebah di samping Ijah yang tergolek lemas.

"Berapa nomermu?" tanya Jalu setelah lama mereka terdiam menikmati sisa sisa orgasmenya. Mereka saling bertukar nomer hp dan berjanji akan melakukan ritual selama dua malam ke depan. Jalu segera memakai pakaiannya dan pamitan untuk menemui Satria yang dia tinggal.

"Kenapa harus cepat cepat, Kang? Kita ngobrol ngobrol dulu." kata Ijah keberatan Jalu akan meninggalkannya begitu saja setelah menikmati tubuhnya.

"Gak enak, anakku nanti nunggunya kelamaan.!" kata Jalu. Nanti aku ke sini lagi, kita ritual selama dua hari." kata Jalu.

"Akang janji!" Ijah menatap Jalu meminta kepastian.

"Janji...!" kata Jalu meyakinkan Ijah.

Ijah mengalah,dia segera memakai pakaiannya kembali. Walau sebenarnya dia tidak rela melepaskan Jalu begitu saja.

Jalu keluar kamar diantar Ijah. Di depan tiba tiba Jalu terkejut melihat wajah yang tidak pernah bisa dilupakannya seumur hidupnya. Pria yang pernah menikam perutnya hingga hampir tewas.

"Kang Jalu, kenalkan ini suami Ijah..!" kata Ijah mengenalkan suaminya. Orang yang pernah membuatnya hampir tewas.

Bersambung
Tambah juuooost ghandhos ceritanya hu
 
User di-banned, maka konten otomatis dihapus.
User is banned, content is deleted automatically.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd