Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

Chapter 36

Maaf, kami sedang melakukan razia..!" kata seorang Polwan begitu Eko membuka pintu kamar. Eko memberi mereka jalan masuk.

Dina hanya tersenyum menyaksikan adegan yang dirasanya sangat lucu. Seorang polisi kena razia polisi. Entah apa yang akan dilakukan Eko dan reaksi para polwan yang masuk ke dalam kamar begitu tahu yang mereka razia adalah rekan sejawat. Tentu akan menjadi tontonan yang sangat menarik.

"Maaf, bisa lihat KTP dan identitasnya?" tanya Polwan dengan suara lembut dan tegas. Dina segera mengambil dompet berisi KTP dan SIM yang diberikannya ke si Polwan.

"Dompet saya hilang, mungkin jatuh, Pak..!" kata Eko terlihat bingung meraba semua kantong celana dan tidak menemui dompetnya.

"Kamu jangan bohong..!" kata polisi yang terlihat sangar karena kumisnya yang tebal.

"Benar Pak, saya gak bohong. Saya polisi yang bertugas di Kapolres......xxx bagian xxx. Kalau tidak percaya, telpon saja. Saya Ipda Eko Prakoso J." kata Eko berusaha neyakinkan Polisi yang sedang memeriksanya.

"Sudah, kalian ikut kami ke kantor..!" kata Polisi itu tidak menghiraukan pembelaan Eko.

Hal itu membuat Dina tidak mampu lagi untuk menahan tawanya. Adegan yang benar benar dianggapnya lucu. Tpi tidak begitundebgan anggapan Polisi yang sedang nemeriksa mereka. Tawa Dina dianggap sebagai sebuah pelecehan. Ahirnya Eko menyerah meyakinka rekan sejawatnya.

"Bagaimana dengan motor saya?" tanya Dina melihat ke arah motornya saat mereka keluar kamar.

"Rekan kami yang akan membawa motormu." kata si polwan tidak melepaskan pegangannya.

"Bu Lilis...!" teriak Dina memanggil wanita yang sedang mereka intai sedang membuka pintu mobil merah yang terparkir. Wanita itu menoleh dan tersenyum sambil melambaikan tangannya sebelum maauk ke dalam mobil.

Sekali lagi wanita yang mereka intai pergi begitu saja dari hadapan mereka. Melenggang dengan tenang seopah mentertawakan kebodohan mereka.

Dina merasa ada sesuatu yang aneh dalam razia kali ini. Sepertinya hanya kamar mereka berdua saja yang kena razia sedangkan kamar lainnya tetap tertutup rapat. Dari balik hordeng banyak mata yang mengintil ke arah mereka. Dan itu rupanya tidak luput dari perhatian Eko.

"Sepertinya ada yang aneh, kenapa hanya kamar kami yang kena razia?" tanya Eko dwngan nada suara yang meninggi karena amarahnya mulai terpancing.

"Informasi yang kami terima, kalian sangat mencurigakan dan disinyalir sebagai pengedar." jawab polisi yang pangkatnya lebih tinggi dari yang lainnya. Dina tidak begitu mengerti dengan tanda pangkat. Jadi dia hanya menebak dari jumlah tanda yang berada di pundak mereka.

"Kalian ini ngomomg bertele tele. Mencla mencke gak jelas. Sekarang mana surat perintah kalian..!" bentak Eko membuat Dina kaget.

Ternyata Eko bisa marah juga dan kenapa baru sekarang dia menyakan surat perintah, kenapa tidak sejak berada di kamar. Ngakunya lilusan terbaik Akpol. Tapi kenapa bego. Pikir Dina dan kembali Dina tidak mampu menahan tawanya.

"Iya ,pak. Siap laksanakan." polisi yang sedang kena omel Eko seperti menerima telpon. Entah sekedar untuk menghimdari dari omelan Eko atau benar benar menerima telpon.

"Maaf, Pak. Kami salah target. Kita salah target." kata si polisi pergi begitu saja.

Dina menarik tangan Eko yang mau mengejar si Polisi. Tawanya kembali meledak seakan kejadian tadi adalah adegan lawak yang menghibur.

******

"Ada apa, Sat?" tanya Syifa mendengar suara gaduh di seberang kamar yang mereka sewa.

Satria segera bangun dan mengintip dari balik jendera. Beberapa orang polisi mengetuk kamar yang berada di seberang. Celaka dua belas, apa ada razia bagi pasangan mesum di penginapan ini?

"Ada apa, Sat?" kembali Syifa bertanya sambil berjalan mendekati Satria. Mereka berdua maaih dalam keadaan bugil setelah puas berhubungan intim. Syifa merapatkan tubuhnya di punggung Satria, ikut melihat keluar.

"Ada razia..!" bisik Satria gelisah. Entah apa yang akan terjadi kalau sampai mereka dibawa ke kantor polisi. Yang paling kena basnya ada Syifa. Satria berusaha melihat keadaan sekeliling, siapa tahu ada wartawan televisi yang sedang meliput razia ini. Ternyata tidak ada. Hanya ada dua orang polisi dan satu popwan yang sedang menngedor kamar di seberang.

"Bukan razia, sepertinya orang di kamar seberang penjahat." kata Syifa yang dengan cepat bisa menganalisa keadaan.

*och...!" jawab Satria lega. Ternyata Syifa cukup cerdas dalam menganalisa keadaan.

Syifa menarik tangannga menjauh dari jendela. Syifa menarik Satria ke atas ranjang sehingga Satria jatuh meninpa Syifa yang terlentang pasrah. Entah siapa yang memulai, .ereka kembali berciuman dengan mesra tidak memperdulikan suara gaduh dari kamar seberang. Toh itu bukan urusan mereka. Niat mereka ke sini hanyalah untuk memadu cinta yang terhalang oleh tembok tinggi.

Tapi cinta tidak pernah mengenal batas atau waktu, cinta adalah cinta. Walau kadang cinta selalu membutakan kita, walau kadang cinta membuat kita lupa diri. Tapi cinta tetaplah cinta yang selalu menuntut kita mengorbankan apapun yang jadi milik kita.

Syifa mulai tahu cara mencium dan membalas kuluman Satria. Mulutnya terbuka menyambut lilitan lidah Satria, semua perasaannya tercurah dalam ciuman panjang. Ciuman yang membuat Syifa melupakan semua dukanya.

Satria mendengar suara yang cukup dikenalnya terdengar nyaring. Seperti suara Eko yang marah marah. Satria bangkit dari atas tubuh Syifa dan berjalan cepat mengintip dari balik hordeng.

"Ada apa, Satria?"tanya Syifa heran. Keasikannya kembali terganggu oleh teriakan seseorang seperti sedang bertengkar.

Satria memberi isyarat agar Syifa diam. Satria kaget melihat Eko dan dan Dina sedang berdebat dengan polisi. Terdengar Eko membentak bentak polisi. Tapi yang membuatnya sangat terkejut adalah kehadiran Dina. Tidak lama kemudian tiga orang polisi itu meninggalkan Eko. Eko yang berniat mengejar diarik oleh Dina yang tertawa geli. Lalu mereka berdua duduk di lantai menghadap kamar yang mereka sewa. Dina menunjuk ke arah kamar yang disewanya dan Eko mengikuti arah telunjuk Dina.

******

Jalu termenung di kamar kerjanya sambil memegang hp yang memuat photo seorang gadis bernama Syifa. Entah apa nama panjang gadis itu, tapi itu bukanlah hal yang terlalu dipikirkannya. Tapi ibu dari gadis itu yang menarik perhatiannya. Rani Maharani anak pertama Condet.

Syifa adalah anak Rani, wanita yang mengawali karirnya sebagai wanita penghibur dengan melayaninya. Dan kini anak dari wanita itupun mengawali karirnya sebagai wanita penghibur dengan melayaninya. Seperti sebuah karma. Apa mungkin Syifa anaknya? Tidak mungkin, usianya lebih muda dari pada Dina anak bungsunya. Terahir dia berhubungan sex dengan Rani awal tahun 1995 pada saat Rani dijual oleh Kosim ke Butterfly Club untuk dijadikan seorang pelacur. Dan sekarang tahun 2018.

Kalau Syifa adalah anaknya, berarti sekarang anak itu sudah berusia 23 atau 22. Lagi pula setiap wanita yang akan dijadikan wanita penghibur di Butterfly akan dipasang alat kontrasepsi dan yang paling umum adalah spiral. Butterfly akan rugi kalau salah satu wanita penghibur itu hamil. Mereka akan menanggung biaya persalinan dan selama hamil wanita penghibur tidak akan menghasilkan uang.

Tiba tiba hpnya berbunyi. Hp pribadi dan sangat pribadi. Hanya ada tiga orang yang tahu nomer ini, Lilis, Ningsih dan Ratna. Ya nomer ini hanya diperuntukkan untuk istri istrinya. Mungkin suatu saat Lastri akan masuk dalam daftar yang terdapat di hp ini. Lastri berhak masuk dalam daftar karena dia adalah ibu dari putranya Satria. Satria sudah biasa dipastikan adalah anaknya lewat tes DNA saat anak itu terkapar di RS gara gara sok jadi tuan penolong saat dirinya dikeroyok.

"Ada apa Lis?" tanya Jalu setelah melihat tidak ada nama dari si penelpon.

"Lilis sudah berhasil memancing IPDA Eko terus mengikuti Lilis sampai ke Penginapan Xxxx. Aa tahu siapa yang bersama ipda Eko?" tanya Lilis dari seberang telpon.

"Dina? Entah kesambet setan dari mana sampe dia tertarik dengan Ipda Eko." kata Jalu tidak habis pikir dengan kelakuan Dina yang dianggapnya aneh.

"Yups. Lilis berharap Heny muncul dari tempat pertapaannya nun jauh di pelosok. Orang orang kita di kepolisian sudah bergerak untuk kembali menarik Heny menangani kasus yang dulu pernah dia tangani. Kita harus bersiap menyambut tamu Agung. Kita butuh Heny. Usahakan Desy tidak terlibat terlalu jauh, atau kita terpaksa mengkebiri kekuatannya. Jenjang karirnya akan tamat." kata Lilis.

"Aku sudah berusaha mencegah Desy, tapi anak itu keras kepala. Kematian Mang Karta dan Bi Narsih belum bisa dilupakannya. Dia terus menerus mencari otak dibalik terbunuhnya kedua orang tuanya.

"Ya, seperti itulah Desy. Ya sudah, Aa hati hati." kata Lilis menutup telpon tanpa sempat aku menyuruhnya untuk berhati hati juga.

Ini mungkin adalah satu satunya ude paling gila yang kami jalankan. Memalsukan kematian Lilis. Ya, darah yang berceceran di ranjang rumah sakit memang benar adalah darah Lilis yang sengaja diambil satu kantong untuk membuat seolah olah itu nyata. Dokter dan teamnya yang menangani Lilis di ruang operasi adalah orang orangku. Dokter itu pernah kutolong dan kubiayai kuliahnya. Perawat yang ikut menangani adalah anak asuhku hingga dia lulus menjadi perawat. Sangat mudah memalsukan semuanya.

Sedangkan mayat yang aku kubur atas nama Lilis adalah mayat gelandangan tanpa identitas. Ini benar benar gila, kami mempermainkan maut.

******

"Itu motor Satria..?" kata Dina menunjuk motor yang terparkir di seberang kamar yang mereka sewa, tepat di sebelah kamar yang disewa wanita bermobil merah.

"Maksudmu Satria siapa?" tanya Eko heran. Banyak orang yang bernama Satria.

"Suaminya Wulan saudara sepeupuku..!" kata Dina menerangkan. Ngapain ini orang di penginapan kalau bukan melakukan perbuatan mesum dengan si gadis berjilbab. Ternyata jilbab tidak menjamin ahlak pemakainya. Gerutu Dina, hatinya kembali panas dan berniat menngedor pintu kamar yang mereka sewa. Dina ingin menyeret Satria ke depan Wulan agar wulan percaya kelakuan bejad suaminya.

"Maksud kamu Satria anaknya Bulek Lastri?" tanya Eko menahan tangan Dina agar tidak berdiri. Dia mulai menyadari situaainya. Situasi yang bisa berakibat fatal buat Satria yang adalah saudara sepupunya.

"Iya, anak gak tau diri sudah diangkat derajadnya, masih saja selingkuh. Ibunya cuma kerja di garmen, gak tau bapaknya siapa. Benar benar gak tau diri." kata Dina marah. Kalau saja tangannya tidak ditahan Eko, dia sudah menggedor pintu kamar itu.

"Bulek Lastri itu bibiku, adeknya ibuku. Satria itu saudara sepupuku." kata Eko tenang.

"Och, maaf...!" jawab Dina menunduk malu karena mengatai Lastri sebagai buruh rendahan.

"Kita temui kompol Desy untuk melaporkan penemuan kita. Sepertinya ada rahasia yang bikin Bu Lilis memalsukan kematiannya." ajak Eko menarik tangan Dina agar berdiri.

Tiba tuba datang seorang security yang menghampiri mereka. Ada masalah apa lagi ini? Tadi Polisi dan sekarang security.

"Maaf Mas, apa ini dompet anda?" tanya security itu memperlihatkan dompet kulit berwarna hitam ke arah Eko yang langsung mengambilnya dan memeriksa isinya.

"Benar ini dompet saya, dari mana anda menemukannya?" tanya Eko curiga.

"Saya menemukannya di jalan, sepertinya jatuh. Mari, mas..!" kata security itu pergi meninggalkan mereka.

"Terimakasih, Pak..!" kata Eko memasukkan dompetnya ke kantong celananya. Ini pasti kerjaan wanita itu, gerutu Eko dalam hati.

Dwngan perasaan mendongkol Eko mengajak Dina ke kantornya untuk melaporkan perihal Lilis, ini sebuah berita besar. Entah rahasia apa yang tersembunyi. Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, mereka sampai di kantor polisi tempat Eko berdinas.

"Kamu tunggu di sini dulu." kata Eko menuruh Dina menunggu di luar.

Eko mengetuk pintu, terdengar suara wanita yang menyuruhnya masuk.

"Lapor, Dan. Aku melihat Bu Lilis berkeliaran..!" kata Eko setelah memberi hormat ke Desy yang duduk di meja kerjanya.

"Kamu sedang mabok atau sedang berhalusinasi?" tanya Kompol Desy mencibir mendengar laporan palimg tidak masuk akal yang diterimanya.

"Ada saksi yang ikut melihatnya, Dan..!" kata Eko bersikeras dengan apa yang dilihatnya.

"Siapa?" tanya Desy acuh.

"Tunggu sebentar, anda pasti akan percaya dengan saksi yang saat ini ada di luar." jawab Eko meninggalkan Kompol Desy yang tidak mempercayai laporannya. Tidak lama kemudian Eko muncul bersama Dina.

"Loh kamu, Din?" tanya Kompol Desy heran dengan kedatangan Dina yang adalah keponakannya.

"Iya, Bi. Dina lihat Bu Lilis dengan Ipda Eko dua kali." kata Dina setelah mencium tangan Kompol Desy.

"Kamu lihat hantunya, kali..?" Desy tertawa menggoda Dina yang sangat takut setiap kali mendengar kata hantu. Itu sebabnya dia tidak mau ada di Rumah Lilis waktu pemakaman.

"Bibi, aku gak bohong...?" Dina merajuk manja dengan godaan Desy.

"Kamu sudah billang ayahmu?" tanya Desy tanpa melepaskan senyumnya.

"Ayah malah ketawa. Kata Ayah, ayah sendiri yang mengubur Bu Lilis dan membuka kain kafannya agar wajah Bu Lilis mencium tanah." kata Dina, wajahnya menjadi pucat ketakutan.

"Ya sudah, kamu pulang dan istirahar di rumah. Inspektur, tolong kamu antar saksi pulang." kata Kompol Desy tegas dan mengingatkan Eko untuk tidak melanggar batasannya.

******

"Kenapa Sat?" tanya Syifa heran melihat wajah Satria yang terlihat tegang. Dia ikut mengintip melihat jeadaan di luar. Dua orang yang tadi sempat berdebat sengit dengan polisi sekarang duduk di lantai depan kamar. Si wanita terlihat menunjuk ke arah mereka sambil membicarakan sesuatu. Si pria hanya menganggu anggukkan kepalanya dan kemudian menarik tangan si wanita mengajaknya meninggalkan tempat itu.

"Itu tadi saudara sepupuku dengan pacarnya." jawab Satria lega. Kita pulang yuk..!" ajak Satria. Dia takut Dina mengadu je Wulan dan Wulan ke sini untuk membuktikannya. Bukankah itu masalah buatnya.

"Aku masih pengen berdua sama kamu..!" Syifa memeluk Satria.

"Nanti kapan kapan kita ke sini lagi...!" jawab Satria. Firasatnya tidak enak. Seperti akan terjadi apa apa dengan mereka.

"Gak mau, aku pengen ditusuk kontol kamu sekali lagi...!" bisik Syifa sambil membelai kontol Satria yang masih tertidur.

Syifa berjongkok dan tanpa rasa jijik mengulum kontol Satria yang masih tertidur. Syifa melakukannya dengan sepenuh hati memperlakukan kontol pria yang dicintainya.

"Kita pulang, lain waktu kita ke sini lagi...!" kata Satria menarik Syifa agar berdiri sebelum firasatnya terbukti.

Tok tok tok. Suara ketukan di pintu membuat jantung Satria hampir copot.

Bersambung.

Yang mau kisah ibunya Syifa, alias Rani Maharani, klik di bawah

https://www.semprot.com/threads/ritual-sex-di-gunung-kemukus.1252088/page-257#post-1898095977
 
Syifa adalah anak Rani, wanita yang mengawali karirnya sebagai wanita penghibur dengan melayaninya. Dan kini anak dari wanita itupun mengawali karirnya sebagai wanita penghibur dengan melayaninya. Seperti sebuah karma. Apa mungkin Syifa anaknya? Tidak mungkin, usianya lebih muda dari pada Dina anak bungsunya. Terahir dia berhubungan sex dengan Rani awal tahun 1995 pada saat Rani dijual oleh Kosim ke Butterfly Club untuk dijadikan seorang pelacur. Dan sekarang tahun 2018.

YA pastinya Syifa lebih muda dari Dina, terakhir Jalu kimpoi dengan Rani Adalah ketika Jalu sudah beristri tiga .. punya anak Dua .. Dan Ratna istrinya yg ketiga lagi bunting .. tapi sepertinya Jalu bakal RO deh .. makelar yg berani jual anaknya mesti Di hajar .. hahaha
 
YA pastinya Syifa lebih muda dari Dina, terakhir Jalu kimpoi dengan Rani Adalah ketika Jalu sudah beristri tiga .. punya anak Dua .. Dan Ratna istrinya yg ketiga lagi bunting .. tapi sepertinya Jalu bakal RO deh .. makelar yg berani jual anaknya mesti Di hajar .. hahaha
Kabar baiknya adalah Rani dan Syifa bakal gak melarat lagi. Pastilah sang Wu Zetian kasih izin Jalu ngawinin Lastri dan Rani secara dua2nya ngasih Jalu anak dan melarat.
 
Yang jadi pertanyaan siapa si kosim tuh sebenernya? Bunglon banget kayaknya.

Di awal jadi sekutu. Kemudian nusuk. Terus ikut polisi. Setelah itu makin parah.

Sok nolong rini-rani,tapi tabungannya dihabisin. Alasan ngajak rani nyari makan,malah raninya dijual. Tapi setelah itu nikahin rini. Kok rini mau aja? Dan dia kayaknya nggak curiga sama kosim soal rani.

Makasih upnya bos.
Pokoknya dinanti terus kelanjutanya
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd