Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

:sendiri:
Chapter 38

"Kenapa ayah, Bu?" tanya Syifa segera turun dari boncengan Satria menyambut pelukan ibunya. Apa ayahnya kembali berlaku kasar kepada ibunya seperti yang sering dilakukannya? Sudah cukup, kesabarannya sudah habis, Syifa berniat mwmbawa ibunya pergi dari ayahnya.

"Ayahmu kecelakaan. Motornya tabrakan dengan mobil, sekarang ayahmu di RS." kata ibunya sambil menangus dalam pelukan Syifa.

Entah kenapa Syifa menarik nafas lega lega mendengar ayahnya kecelakaan. Di pikirannya melintas harapan agar ayahnya mati dalam kecelakaan itu. "Astaghfirullah hal adzim..." seru Syifa menyadari kesalahannya. Kenapa harus bergembira apa bila ayahnya mati...

"RS mana, Bu?" tanya Satria.

"RS xxxxxx.!" jawab Ibu Syifa. RS itu tidaklah jauh dari tempat ini. Mungkin hanya dua atau tiga kilo meter dari tempat ini.

"Saya antar, Bu..!" Satria menawarkan jasa baiknya.

"Masa kita naek motor bertiga?" tanya Syifa ragu menerima tawaran Satria. Walau jarak RS itu dekat.

"RS itu dekat, gak bakalan ada polisi." jawab Satria.

Syifa mengurungkan niatnya membantah perkataan Satria, ibunya sudah naik duluan ke atas boncengan Satria. Berdebat hanya akan membuang waktu, sedangkan saat ini waktu sangatlah penting. Syifa ikut naik di belakang ibunya. Tanpa aba aba Satria swgera menjalankan motornya dengan hati hati. Tujuan mereka memang mau ke RS, bukan untuk dirawat di RS.

Motor yang dikemudikan Satria dengan lincah vergerak mendahului mobil yang berjalan merayap karena lalu lintah bertambah padat. Hanya dalam waktu sepuluh menit mereka sudah sampai d RS yang dituju. Syifa dan ibunya langsung meninggalkan Satria yang menurunkan mereka di pintu masuk IGD.

Dengan setengah berlari, Syifa memegang tangan Ibunya. Berusaha menjaga ibunya agar tidak terjatuh saat mendengar kabar kematian ayahnya. Kenapa pikiran ini kembali melintas. Syifa kembali istighfar berusaha menghilangkan pikiran jeleknya. Bagaimanapun juga dia adalah ayahnya.

"Maaf Sus, saya dapat telpon dari Polisi tentang kecelakaan yang menimpa Pak Andi suami saya, dirawat di mana, Sus?" tanya ibunya pada perawat yang berjaga.

"Och iya, Bu. Silahkan Ibu ke kamar mayat,..!" kata Suster itu. Walau pikirannya sudah jelek sejak mendengar kecelakaan yang menimpa ayahnay, tak urung mendengar kamar mayat membuat Syifa shock. Terlebih melihat wajah ibunya yang semakin pucat..

Syifa berusaha tegar dan mempererat rangkulannya agar ibunya tidak terjatuh. Tapi dugaannya salah, ibunya lebih tegar dari yang diduganya.

"Kita ke kamar mayat...!" kata ibunya berjalan dalam rranggkulan Syifa. Langkahnya tenang, kesedihannya tersimpan dalam.

Sampai kamar mayat sudah menunggu beberapa orang polisi yang langsung menghampiri mereka.

"Keluarga Pak Andi?" tanya seorang polisi.

"Saya istrinya, Pak..!" jawab Rani dengan suara bergetar.

"Kami minta ibu untuk identifikasi korban..!" kata Polisi.

*******

"Aku pergi dulu, ada yang harus kukerjakan." pamit Jalu ke Wulan dan Lastri setelah tidak ada lagi yang busa dilakukannya di sini. Percuma menasihati Wulan saat ini, yang bisa dilakukannya adalah terus memantau gerak gerik Wulan agar tidak terperosok semakin dalam ke dunia yang digelutinya.

Jalu pergi diantar Wulan hingga ke depan tokonya. Mobil yang dikendarai Jalu berjalan meninggapkan Toko tanpa pengawalan orang orangnya. Kalaupun ada yang mengawal, mereka melakukannya dari kejauhan. Jalu tidak mau menarik perhatian dengan pengawalan yang akan membatasi geraknya.

Tujuannya satu, menuju RS menemui Rani. Dia sudah mempersiapkan rencana seolah pertemuan mereka terjadi karena sebuah kebetulan. Kebetulan pula yang mempertemukannya dengan Syifa dan menggauli tubuh belianya. Sebuah kebetulan yang membuatnya tergoda mencari tahu keberadaan Rani karena dia orang yang tahu siapa pembunuh Mang Karta yang sebenarnya.

Sampai RS, Jalu menunggu di ruang tunggu IGD membaur dengan orang banyak. Kehadirannya tidak menyolok mata, orang akan menganggapnya sebagai keluarga pasien. Dia menunggu kedatangan Rani. Perkiraannya tidak meleset, setelah satu jam menunggu dia melihat Satria datang membonceng Syifa dan wanita yang lebih tua. Tidak salah, itu adalah Rani, wajahnya tidak berubah sedikitpun, hanya usia yang membuatnya berbeda.

Untuk sesaat perhatian Jalu beralih kepada Satria, putranya itu benar benar mewarisi pesonanya, di kelilingi para wanita cantik. Jalu tersenyum bangga. Jalu akan melakukan apapun untuk Satria agar Wulan tidak menghancurkan wanita yang berada dekat Satria. Kalau hal itu dibiarkan berlanjut, Satria akan tahu dan entah apa yang akan terjadi. Perang besar akan terjadi dan kemungkinan terburuknya Satria dan Wulan berpisah.

Jalu tidak rela apabila Satria dan Wulan harus berpisah hanya karena adanya wanita ke dua atau bahkan wanita ketiga. Mereka harus tetap bersatu dalam ikatan pernikahan yang sudah diaturnya. Mereka harus bersama hingga anak anak mereka dewasa.

Perhatian Jalu kembali beralih ke Rani dan Syifa setelah Satria meninggalkan mereka berdua. Baru saja Jalu akan menghampiri ke dua orang itu, Jalu melihat Satria berlari kecil di pekarangan RS, rupanya dia selesai memarkir motornya dan berniat menemui Syifa dan Rani. Terpaksa Jalu mengurungkan niatnya.

Satria, cocok dengan namanya, akan selalu mengulurkan tangan membantu orang yang membutuhkannya. Apa lagi kalau yang membutuhkan bantuan adalah wanita cantik. Jalu tersenyum geli, anak ini sangat persis dirinya. Tidak pernah bisa menolak apa bila yang membutuhkan bantuan adalah seorang wanita cantik.

"Pakdhe, kok ada di sini?" tanya Satria heran. Jalu hanya tertawa keberadaannya dipergoki Satria, karena memang dia tidak berniat menghindar dari Satria.

"Ini, tadi Pakdhe habis kontrol. Tapi Pakdhe seperti melihat teman lama Pakdhe yang sudah tidak bertemu 20 tahun lebih. Makanya Pakdhe ngejar dia ke sini." kata Jalu menyambut uluran tangan Satria yang mencium tangannya. Hatinya tergerak untuk memeluk Satria, tapi dibatalkannya karena akan menimbulkan kecurigaan Satria. Ahirnya dia hanya menepuk pundak Satria.

Ana orangnya, Pakdhe?" tanya Satria gugup. Wajahnya menoleh ke setiap ruangan.

"Dua wanita yang kamu bonceng, salah satunya teman Pakdhe yang sudah puluhan tahun tidak bertemu." jawab Jalu sambil tersenyum melihat wajah Satria yang langsung pucat. Seperti maling yang kepergok.

"Eh, it itu cu cuma...!" ucapan Satria terputus.

"Teman, maksudmu? Hahaha. Pakdhe ini sama seperti kamu, LELAKI, jadi tahu apa yang ada diotak kamu...!" jawab Jalu tidak bisa berhenti tersenyum melihat kegugupan Satria.

"Pakdhe, tolong jangan bilang ke Wulan. Saya gak akan mengulanginya..!" kata Satria dengan wajah yang sangat memelas.

"Tergantung...!" jawab Jalu, menahan tawanya yang hampir meledak melihat ekspresi wajah Satria. Hatinya benar benar bahagia melihat Satria sangat membutuhkan bantuannya. Bantuan yang belum pernah diminta Satria.

"Tergantung apa?" tanya Satria dengan wajah penuh harap.

"Tergantung apa kamu bisa menyimpan rahasia kalau ibu pacarmu itu adalah mantan pacar Pakdhe...!" jawab Jalu sengaja membocorkan rahasianya untuk membuat Satria tenang dan tidak perlu ketakutan seperti ini.

"Itu mantan Pakdhe?" tanya Satria heran dengan kebetulan yang terjadi.

"Janji, ini hanya menjadi rahasia kita berdua..!" kata Jalu sambil mengajak Satria saling mengaitkan jari kelingking seperti yang dulu sering dilakukan Mang Karta saat dirinya masih kecil.

"Jang, kenapa nangis?" tanya Mang Karta menghampirinya yang menangis karena terjatuh.

Jalu semakin keras menangis, malu karena dipergoki menangis oleh Mang Karta, terlebih dia takut Mang Karta akan mengadu ke Abah kalau dia menangis karena terjatuh. Abah akan marah besar kalaj tahu dia menangis hanya karena terjatuh.

"Jangan nangis, Jalu. Kamu diksaih nama Jalu oleh ayahmu agar kamu jadi lelaki jantan yang pantang nangis..!" bentakan Abah selalu membuat Jalu takut.

"Dulu juga Mang Karta kalau jatuh nangis..!" kata Mang Karta sambil duduk di samping Jalu yang menunduk sambil menangis.

"Mang Karta kalau jatuh nangis?" tanya Jalu heran. Tangisannya langsung berhenti, tidak percaya dengan apa yang didengarnya. Padahal setahunya Mang Karta pria hebat yang tidak pernah menangis..

"Iya, dulu waktu sebesar kamu. Janji, ini rahasia kita berdua!" kata Mang Karta mengacungkan jari kelingkingnya dan tanpa pikir panjang Jalu mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Mang Karta. Senyumnya langsung mengembang.


"Janji...!" kata Satria mengaitkan jari kelingkingnya pada jari kelingking Satria dengan senyum lega.

"Yuk kita temui mereka, sepertinya mereka sangat membutuhkan pertolangan kita..!" ajak Jalu sambil merangkul pundak Satria. Hatinya bersorak kegirangan seperti anak kecil karena tidak ada penolakan dari Satria. Padahal dulu saat mereka di Gunung Kemukus Satria menolak rangkulannya.

"Kenapa Pakdhe begitu baik, padahal ibu sudah membawa lari uang Pakdhe..!" tanya Satria pelan.

Jalu terdiam mendengar pertanyaan Satria yang tidak diduganya sama sekali. Pertanyaan yang sangat sulit dijawab. Ingin rasanya Jalu berkata "kamu adalah anakku..!" tapi hal itu tidak mungkin dikatakannya sekarang. Satria bisa saja berbalik membencinya kalau tahu dia adalah ayahnya. Ayah yang sudah menelantarkannya.

Hanya Lastri yang bisa menjelaskan semuanya. Hanya Lastri yang bisa membuat Satria tidak membencinya. Jalau tidak mau Satria membencinya. Darah dagingnya.

"Karena kamu adalah suami Wulan, keponakan Pakdhe..!" jawab Jalu pelan. Hatinya seperti teriris sembilu, perih.

"Gadis itu cantik...!" kata Jalu berusaha mengalihkan pembicaraan.

"Saya kenal Syifa sebelum kerja dengan Wulan." jawab Satria.

"Nama gadis itu, Syifa?" tanya Jalu seolah olah tidak tahu nama gadis yang sedang mereka bicarakan.

"Iya, Asysyifa Maharani..!" jawab Satria.

Ahirnya mereka sampai di kamar mayat bertepatan dengan Rani dan Syifa yang baru saja keluar dari kamar mayat.

"Kang Ujang...!" gumam Rani, suaranya terdengar bergetar.

"Rani...!" gumam Jalu berpura pura terkejut dengan pertemuan yang sudah direncakannya.

*******

"Kalian ikutlah denganku, ada sesuatu yang ingin ibu bicarakan dengan kalian...!" kata Lilis sambil meninggalkan Eko dan Dina yang memandangnya heran. Beberapa saat lalu, wanita ini berusaha menghindari mereka, kenapa sekarang justru terang terangan menemui mereka. Bukankah ini sangat membingungkan. Mengetahui Lilis masih hidup saja sudah membuat Dina shock.

Dina menoleh ke arah Eko yang sama herannya. Mereka saling berpandangan beberapa saat, menunggu salah satu diantara mereka mengambil keputusan.

"Kita ikut..!" kata Eko meraih tangan Dina ke meja kasir. Sekaget apapun mereka, makanan yang sudah dimakan harus dibayar atau akan menimbulkan masalah lain lagi..

Dina menggenggam tangan Eko. Telapak tangannya berkeringat dan selalu berkeringat saat tegang. Sesampainya di tempat parkir, Lilis ternyata sudah menghilang membuatnya heran. Apa benar yang tadi itu adalah hantunya Lilis. Tanpa sadar Dina meremas tangan Eko dengan keras. Tidak ada Lilis maupun mobil merah yang dua kali mereka ikuti.

"Kurang ajar, kita dipermainkan." rutuk Eko sambil melihat sekelilingnya.

"Iya, mungkin dia sudah pergi atau mungkin dia adalah benar benar hantu..!" gumam Dina mulai ragu. Apa benar yang tadi ditemuinya adalah hantu. Bulu kuduknya meremang sambil melihat sekelilingnya.

"Mana ada hantu siang siang..!" gumam Eko, pikirannya lebih logis karena sebagai seorang perwira lulusan terbaik, dia diajarkan untuk tidak percaya hal itu..

"Pak, apa bapak melihat seorang wanita cantik berhijab warna putih naek mobil merah?" tanya Eko kepada security berdiri tidak jauh darinya.

Baju putih? Dina baru sadar sejak mereka melihat Lilis, wanita itu selalu memakai baju putih senanda dengan hijabnya. Bukankah baju itu pula yang dipakai Bu Lilis saat dirinya ditikam di RS oleh seseorang? Berarti.......?????

"Saya gak lihat, Mas. Daru tadi gak ada mobil merah dan wanita cantik berhijab putih..!" kata Security yang terlihat bingung dengan pertanyaan Eko.

"Yang benar, Pak? Ini photo mobilnya dan ini photo wanita itu!" kata Eko sambil memperlihatkan photo di hp nya.

"Benar Mas, saya dari tadi ada di sini. Tapi saya gak liat...!" jawab Security itu yakin dengan apa yang dikatakannya.

Bersambung
Ajib ceritamya hu. Tunggu updateNya hu
 
Sip sdh di tebak siapa yg mengganggu anaknya ujang akan di habisi, dan ketemu cewe masa lalu lagi dah ujang plus anaknya. dan lilis wonder women, kalau dk ada lilis, belum tentu ujang jadi penguasa dunia hitam. Di tunggu next ny gan..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd