Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

Chapter 42

"Kenapa kamu takut seperti, itu?" tanya Dina tersenyum sinis kepadanya. Gila, kenapa harus setakut ini menghadapi seorang wanita? Pikir Satria, berusaha menenangkan hatinya dan tidak menunjukkan kegelisahannya di hadapan Dina.

"Kenapa kamu mengajakku bertemu, di sini?" tanya Satria setelah berhasil menenangkan dirinya. Dengan langkah pasti, Satria masuk ke dalam kamar. Dina menyingkir ke samping, memberinya jalan.

"Kenapa? Kamu pikir untuk apa? Yang jelas aku tidak akan mengajakmu berbuat mesum seperti yang kamu lakukan dengan wanita murahan, itu." jawab Dina sinis. Perlahan, Dina melangkah ke ranjang dan duduk di atasnya tanpa menyuruh Satria untuk duduk. Matanya menatap tajam wajah Satria, tatapan untuk mengintimidasi pria yang berdiri di hadapannya.

"Apa maksudmu?" tanya Satria, berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Sepertinya Dina sudah mengetahui perselingkuhannya dengan Syifa, atau jangan jangan dia juga yang menjebak Syifa bekerjasama dengan si bajingan Irfan yang sudah mati. Bisa saja hal itu terjadi, tapi apa motif Dina melakukannya? Satria ragu dengan apa yang dipikirkannya.

"Jangan berpura pura, aku pernah melihatmu masuk hotel bersama gadis itu dan beberapa hari yang lalu, aku melihat motormu dengan nopol F xxxx. !" jawab Dina tersenyum sinis.

"Lalu, apa maksudmu mengajakku ke sini? Kenapa tidak kamu katakan hal yang kamu ketahui ke Wulan?" tanya Satria heran, sepertinya Wulan belum tahu banyak tentang hubungannya dengan Syifa. Apa Dina belum mengadukannya ke Wulan? Tunggu dulu, Wulan pernah sangat marah, apa Dina sudah menceritakannya ke Wulan, atau lebih tepatnya Dina yang memberi tahu Wulan.

"Oke, aku ke sini bukan untuk membahas hal itu denganmu. Aku ingin meminta pertolonganmu menyelidiki tempat persembunyian, Bu Lilis. Tentu dengan bayaran cukup besar." kata Dina mulai mengutarakan maksudnya mengajaknya bertemu di tempat ini. Rencana yang sudah disusunnya dengan Eko untuk meminta bantuan, Satria.

"Maksudmu? Bukankah Bu Lilis sudah meninggal, kamu jangan bercanda." jawab Satria. Lelucon apa yang diinginkan Dina darinya.

"Dia masih hidup, kematiannya hanyalah sebuah sandiwara untuk mengelabui musuh musuhnya." jawab Dina menerangkan.

"Hahaha, kamu ini kebanyakan nonton film film holywood...!" jawab Satria tertawa geli mendengar apa yang dikatakan Dina, rasanya tidak masuk akal. Cerita seperti itu hanya ada di dalam film yang sering ditontonnya di VCD bajakan, karena hanya VCD bajakan yang sesuai dengan isi kantongnya.

"Diam, kamu pikir aku sedang menghayal? Kamu bisa tanyakan hal itu ke Ipda Eko saudara sepupumu, itu..!" bentak Dina yang merasa tersinggung karena dia mentertawakannya. Dia selama ini sangat jarang berbohong, kedua orang tuanya selalu memberinya contoh untuk tidak pernah berbohong.

"Eko, kenapa aku harus bertanya kepadanya?" tanya Satria heran. Dia tidak menyukai Eko yang mempunyai keberuntungan dalam hidupnya, sementara dia dan ibunya harus hidup terlunta lunta dan menjadi hinaan orang orang di sekelilingnya. Orang selalu menganggap ibunya perempuan nakal yang mempunyai anak haram. Dan orang yang menyebabkan hidupnya dan ibunya seperti itu adalah, ayahnya. Suatu saat dia berjanji akan mencari orang itu dan membalaskan semua rasa sakit dan penderitaan ibunya. Orang itu harus merasakan semua perbuatannya. Tangan Satria terkepal, siap menghantam wajah pria yang sudah membuat hidup ibunya menderita puluhan tahun.

"Tentu saja dia tahu banyak tentang hal ini. Aku ingin kamu menemukan tempat persembunyian, Bu Lilis. Kami akan membayarmu mahal kalau kamu bisa menemukannya." jawab Dina tegas. Ada misi lain yang diinginkan Dina, misi yang hanya diketaui olehnya.

"Aneh, bukankah Bu Lilis adalah ibu tirimu ? Kenapa tidak kamu tanyakan langsung kepada ayahmu, dia tentu tahu hal itu." jawab Satria heran, kenapa Dina membutuhkan bantuannya untuk mencari Bu Lilis, padahal dia bisa melakukannya dengan cara yang lebih mudah.

"Kamu tidak tahu siapa ayahku, apa pekerjaannya. Kalau kamu tahu, kamu pasti akan mengerti alasanku meminta bantuanmu." jawab Dina jengkel, kesabarannya hampir habis menghadapi Satria yang sepertinya tidak mau membantu.

"Siapa ayahmu dan apa pekerjaannya? Aku harus tahu semuanya tentang ayahmu sebelum memutuskan, untuk membantumu." kata Satria yang perlahan mulai bisa berpikir jernih, sepertinya dia bisa mengambil keuntungan bila terlibat dalam penyelidikan ini. Walau dia belum tahu, keuntungan apa yang bisa dia dapatkan.

"Ayahku adalah pemimpin sebuah sindikat terbesar di Indonesia, dia mengendalikan banyak bisnis haram dan orang kepercayaan ayahku atau otak ayahku adalah Bu Lilis. Dialah yang berpikir dan menyusun rencana semua bisnis ayahku. Entah kenapa Bu Lilis sengaja memalsukan kematiannya, mungkin ada seseorang yang berniat melenyapkannya...." Dina terduam, tidak meneruskan perkataannya. Dahinya berkerut seperti sedang berpikir keras, tapi dengan raut wajah seperti itu membuatnya terlihat lebih matang. Hilanglah wajah kekanakannya yang selama ini membuat Satria, mati langkah.

"Lalu untuk apa kamu menyuruhku menyelidiki kematian pura pura Bu Lilis, bukankah justru itu akan membahayakannya?" tanya Satria heran. Satria melangkah mundur dan duduk di kursi yang menempel di dinding mennghadap ranjang. Sejak dia masuk kamar, baru sekarang dia duduk setelah jelas maksud Dina menyuruhnya datang ke tempat ini.

"Karena aku membencinya, gara gara wanita itu Ibuku tidak pernah bahagia.." jawab Dina, sorot matanya yang kekanakan berubah penuh ancaman. Kebencian terpancar jelas dari sorot matanya. Kebencian yang muncul karena menganggap Lilis penyebab ibunya tidak bisa memiliki ayahnya seutuhnya.

"Aku tidak mau terlibat dengan urusan pribadimu, masalahku sudah terlalu banyak. Apa lagi ayahmu sudah terlalu baik kepadaku, aku berhutang budi kepada ayahmu," jawab Satria tegas. Terlibat dalam masalah pribadi Dina, bukanlah pilihan cerdas, apa lagi Jalu sudah terlalu baik kepadanya. Dia berhutang nyawa kepada pria yang diam diam mulai dikaguminya.

"Target kita adalah Bu Lilis, bukan ayahku. Aku akan membayarmu mahal, sangat mahal. Bahkan aku akan memberimu bonus, bonus yang akan membuatmu tidak bisa melupakannya." rayu Dina sambil berdiri dan membuka kaos tangan panjang yang dikenakannya dan juga rok mininya sehingga menyisakan pakain dalam berwarna pink yang masih menempel di tubuhnya yang proposional.

"Ap....apa maksudmu?" tanya Satria kaget melihat Dina menanggalkan pakaiannya. Tubuhnya yang kuning langsat terpampang indah di hadapannya menawarkan sejuta kenikmatan yang bisa diperolehnya, kapan saja..

"Aku akan memberikan keperawananku, asal kamu berjanji untuk membantuku menemukan wanita itu...!" jawab Dina sambil meremas payudara montoknya yang tertutup Bra ber CUP B, sementara tangannya yang lain mengelus memeknya yang tersembunyi di balik celana dalam.

"Berjanjilah kamu akan membantuku menemukan wanita itu, maka kamu akan mendapatkan keperawananku." rayu Dina dengan suara segenit mungkin, menggoda Satria. Sebuah tawaran yang tidak mungkin ditolak pria normal seperti Satria.

"Ini gila, tidak masuk akal..!" gumam Satria, matanya tidak beralih dari Dina, pemandangan yang tidak mungkin dilewatkan begitu saja oleh pria normal. Tubuh seindah Dina yang seperti gitar spanyol adalah tubuh yang sangat diidam idamkan setiap pria. Bentuk tubuh yang selalu menjadi imajinasi para pria dan kini pemilik tubuh itu berada di hadamannya. Wajahnya yang cantik membuatnya terlihat sempurna.

"Berjanjilah, kamu akan membantuku...!" seru Dina menurunkan cup BHnya sehingga payudaranya yang kiri terlepas dari penutupnya. Putih dan halus sehingga urat uratnya membayang jelas.

"Akkkku, akkkku tidak mungkin menghianati ayahmu...!" jawab Satria sambil menelan air liur yang membanjiri mulutnya. Perkataan dan respon yang ditunjukkan tubuhnya saling bertolak belakang

"Och ya, apakah kamh benar benar tidak akan pernah menghianati ayahku dengan, ini..!" kata Dina melemparkan BH ber cup V nya ke wajah Satria yang terkejut saat BH berwarna pink mengenai wajahnya, harum sekali. Reflek Satria mengambil BH yang menebarkan aroma harum yang menempel pada wajahnya. Gila, sejak kapan Dina melepas BH dan melemparkan ke wajahnya.

Satria terpaku melihat sepasang payudara indah Dina yang masih kencang dan belum menunjukkan tanda tanda menggantung seperti payudara jumbo milik Wulan yang sudah menggantung. Putingnya yang mungil terlihat mengeras, mugkin karena suhu ruangan yang dingin oleh AC. Hampir saja pertahanan Satria runtuh, di menggeleng gelengkan wajahnya dengan keras agar pikirannya berjalan normal. Yang berdiri di hadapannya adalah saudara sepupu istrinya, anak dari Jalu yang sangat dihormatinya.

"Atau kamu tidak percaya aku masih perawan? Baik, kamu bisa membuktikannya sendiri, kalau aku masih perawan kamu harus mengikuti semua kemauanku...!" kata Dina yang langsung melepaskan celana dalamnya dan kemudian melemparkannya ke wajah Satria yang terpaku melihat kenekatannya, atau mungkin melihat memeknya yang berbulu jarang.

"Bukan ittu maksudku...!" Satria tidak meneruskan perkataannya, Celana dalam Dina tepat mengenai wajahnya. Bau has memek tercium olehnya, terlebih ada bercak memek yang menempel di celana dalam. Kali ini Satria membiarkan celana dalam Dina tetap pada wajahnya untuk beberapa saat. Bau dari celana dalam Dina membuat birahinya nyaris tidak dapat dikuasainya.

"Kamu setujukan? Jawab sekarang juga...!" bentak Dina jengkel, tubuhnya sudah bugil tapi Satria belum juga memberikan jawaban. Apakah tubuhnya kurang sexy, sehingga Satria tidak terangsang melihat tubuhnya yang polos. Atau dia akan memaksa Satria agar mendapatkan keperawanannya, sehingga Satria tidak mempunyai cara untuk menolak permintaannya.

********

Syifa melangkah pelan menyusuri lorong hotel yang di kiri kanannya terdapat kamar kamar dengan nomer di pintunya. Hingga ahirnya dia menemukan nomer yang dicarinya, perlahan Syifa mengetuk pintu. Sesaat Syifa menunggu jawaban dari orang yang sudah membookingnya.

"Masuk...!" Syifa ragu mendengar jawaban dari dalam kamar, suara halus seorang wanita. Apa dia salah kamar? Syifa membuka chat yang tadi diterimanya untuk memastikan dia tidak salah kamar. Benar, ini kamar yang tertera di pesan yang diterima ya, dia tidak salah. Tapi, kenapa yang berada di dalam kamar seorang wanita, bukan pria.

"Kenapa kamu tidak maauk? Masuklah, aku sudah menunggumu..!" kata seorang wanita yang membuka pintu kamar dengan senyumnya yang menawan. Wanita yang sangat dikenalnya.

Syifa terpaku kaget melihat Wulan, ya Wulan yang menyambutnya. Wanita yang selama ini sering dilihatnya datang ke minimarket temparnya bekerja untuk membeli berbagai macam keperluannya. Wanita yang sangat dikagumi kecantikan dan penampilannya terutama bentuk tubuhnya yang membuat teman temannya iri. Siap wanita yang tidak menginginkan bentuk tubuh seperti yang dimiliki Wulan dengan payudar jumbonya yang mampu membuat setiap pria beristri melupakan anak istrinya.

Syifa melangkah masuk dengan lutut gemetar, habislah dia. Wanita ini pasti akan memaki makinya sebagai PELAKOR, menjambaknya bahkan mungkin akan menampar wajahnya sehingga giginya tanggal. Syifa merasakan tubuhnya seperti melayang, kakinya tidak menginjak lantai saat melangkah. Ya Allah, inilah hukuman terberat atas semua dosanya merebut suami orang. Betapa nista yang ditanggungnya sudah menjerumuskan pada nista yang lebih hina.

"Duduklah...!" suara Wulan yang lembut seperti datang dari tempat jauh. Wulan menuntunnya ke kursi yang terdapat di kamar, Syifa menjatuhkan tubuhnya ke atas kursi. Rasanya seperti terjatuh dari tempat yang tinggi. Sangat tinggi, membuat jiwanya terguncang.

"Ada apa..?" tanya Syifa tanpa berani menatap wajah Wulan yang menggesr kursi satunya agar saling berhadapan. Syifa mempermaunkan jemarinya, menunggu vonis apa yang akan diberikan Wulan, vonis terberat yang akan diterimanya sebagai seorang PELAKOR. PELAKOR, predikat yang sangat hina dan dia memang seorang PELAKOR.

"Kenapa kamu ketakutan seperti, itu? Santailah, aku tidak akan memakimu karena sudah berselingkuh dengan suamiku." kata Wulan tersenyum, berusaha memamerkan senyum terbaiknya agar Syifa lebih tenang. Senyum yang sebenarnya sia sia, karena Syifa tidak berani menatap wajahnya., sehingga Syifa tidak bisa melihat senyumnya.

"Lalu, untuk apa?" tanya Syifa dengan suara yang nyaris tidak terdengar oleh, Wulan. Tubuhnya semakin membungkuk, nyaris menyentuh dengkul. Setiap tulang di tubuhnya seperti terlepas sehingga dia tidak mempunyai tenaga untuk duduk dengan tegap seperti kebiasaannya selama ini.

"Aku hamil, baru dua bulan kurang." kata Wulan, dia ragu meneruskan perkataanya. Rasanya terlalu berlebihan kalau harus mengatakan dia sedang mengidam, ingin melihat Satria berhubungan sex dengan gadis yang berada di hadapannya. Sesaat Wulan ragu untuk mengutarakan niatnya.

"Sessssselamat.....!" seru Syifa, jantungnya seperti tertusuk sembilu mendengar wanita yang berada di hadapannya sedang mengandung benih dari pria yang dicintainya. Kenapa bukan dia yang mengandung benih, Satria. Padahal dia yang lebih dahulu mengenal Satria, dia juga yang mencintai Satria jauh sebelum Satria mengenal Wulan.

"Terimakasih. Kamu tahukan, biasanya usia kandunganku adalah masa ngidam?" tanya Wulan kembali ragu untuk mengatakan maksudnya. Rasanya terlalu mengada ada, seorang istri yang sedang ngidam ingin melihat suaminya berhubungan sex dengan wanita lain.

"Teteh ngidam, apa?" tanya Syifa. Perlahaan hatinya mulai lebih tenang melihat Wulan tidak menunjukkan tanda tanda, permusuhan. Syifa mulai berani menatap wajah Wulan yang cantik, wajah yang terlihat bersahabat. Setidaknya, rasa takutnya sudah jauh berkurang.

"Akkku, maaf kalau aku mau mengatakan sesuatu yang tidak pantas." kata Wulan, tetap ragu untuk mengatakan hal yang tidak seharusnya. Setidaknya dia masih mempunyai rasa malu. Tapi keinginannya untuk melihat Satria berhubungan sex dengan Syifa jauh lebih besar. Rasa malu harus dibuangnya.

"Katakan saja Teh, siapa tahu saya bisa bantu.!" kata Syifa, dia akan melakukan apa saja untuk menebus dosanya.

"Aku ngidam... Aku ingin lihat kamu berhubungan Sex dengan suamiku. Aku ingin meminum pejuh Satria yang berada di memekmu." jawab Wulan menarik nafas lega, ahirnya dia bisa mengatakan apa yang menjadi keinginannya.

"Teteh mau lihat aku berhubungan sex dengan suami, Teh Wulan?" tanya Syifa terkejut, sedikitpun dia tidak pernah menduga permintaan Wulan adalah melihatnya berhubungan sex dengan Satria. Syifa tidak tahu, apakah ini adalah berkah atau justru musibah.

"Iya, kamu maukan? Aku akan membayar berapapun yang kamu minta...!" kata Wulan berjongkok di hadapan Syifa sambil menggenggam kedua tangan Syifa.

"Teh, jangan begini, seharusnya saya yang minta maaf karena perbuatan saya. Tapi kenapa Teh Wulan justru meminta saya melakukan hubungan sex dengan suami Teteh di depan mata Teteh, padahal kami sudah berselingkuh di belakang Teh Wulan." kata Syifa berusaha menarik Wulan agar berdiri.

"Teh, saya minta maaf karena sudah berselingkuh dengan suami Teh Wulan. Saya berjanji tidak akan melakukannya, lagi." kaya Syifa yang menafsirkan perkataan Wulan adalah menyuruhnya berhenti mendekati suaminya dengan kata yang halus, sangat halus. Itu sebuah pukulan telak yang mengenai lubuk hatinya yang terdalam, pukulan telak yang menyadarkan Syifa.

"Ssst, Teh Wulan serius ingin melihat kalian berhungan sex. Ini permintaan yang muncul dari hati Teteh, mungkin Teh Wulan mengidam ingin melihat kalian berhubungan sex, ingin menelan pejuh suami Teteh dari memek kamu." kata Wulan, jari telunjuknya menempel pada bibir sensual Syifa. Baru sekarang Wulan melihat wajah Syifa begitu dekat dan dia mengakui kecantikan gadis yang telah berselingkuh dengan suaminya. Kecantikan gadis ini melebihi kecantikannya yang dia banggakan.

"Teh, itu gak mungkin terjadi..! Apa Satria yang memaksa Teh Wulan? Satria telah berbuat sesuatu ?" Tanya Syifa lirih, dia tidak percaya Wulan mengatakannya dengan tulus. Tidak akan ada istri yang mau melihat suaminya berhubungan sex di depan matanya. Kalaupun ada, itu karena adanya paksaan dan intimidasi suaminya. Syifa sangat yakin, Satria bukan typikal orang yang berani memaksa dan mengintimidasi istrinya.

"Aku bersumpah, aku ingin melihat kalian berhubungan sex dan menelan pejuh suamiku dari memekmu murni karena keinginanku sendiri. Bukan karena paksaan seseorang apa lagi paksaan suamiku. Satria tidak akan mempunyai keberanian memaksa dan mengintimidasiku. Satria memang kasar tapi jauh di lubuk hatinya, dia lembut, sanfat lembut. Aku akan membayarmu tiga kali lipat dari tarifmu." kata Wulan. Wulan kembali duduk berhadapan dengan Syifa, untuk beberapa saat mereka saling bertatapan mencari kebenaran yang terpancar dari mata mereka. Bukankah mata tidak pernah berdusta.

"Teh, kenpa harus begitu? Apakah Teh Wulan melakukannya untuk menghukumku?" tanya Syifa putus asa. Kalaupun Wulan melakukannya untuk membalas perbuatannya, maka ini adalah hukuman paling menyakitkan, berhubungan sex di hadapan istri sahnya, terlebih Wulan akan membayarnya mahal. Bukankah itu sama saja untuk menunjukkan ke Satria, bahwa dirinya adalah seorang pelacur yang dibayar mahal untuk melayani nafsu sex siapapun yang menginginkannya. Cara yang sangat halus untuk menghancurkan hubungannya dengan Satria. Ya, Wulan sudah menekankan maksudnya, membayarnya tiga kali lipat agar dia mengikuti keinginan Wulan.

"Anggap saja ini untuk membalas perbuatanmu. Kamu tidak mempunyai pilihan lain lagi, kamu harus mengikuti keinginanku." jawab 2ulan tenang, kdinginannya akan terlaksana, dia hanya mengatur waktunya kapan dan di mana.

"Tidak adakah cara lain untuk menembus semua kesalahanku?" tanya Syifa putus asa.

******

"Bu, kenapa kita harus melibatkan Satria, dengan hal ini? Bukankah ini urusan kita?" tanya Eko bertanya ke Ibunya yang baru saja datang.

"Karena dia, menjadi kunci kemenangan kita..!" jawab Heny tenang. Dibelainya rambut anak tunggalnya, anak kebanggaannya, harta paling berharga yang dimilikinya melebihi apapu yang dimilikinya.

"Maksud, Ibu? Aku tidak ngerti, bagaimana mungkin Satria bisa menjadi kunci kemenangan, kita? Dia bukan siapa siapa, hanya pemuda temperamental yang menggunakan tinjunya untuk menyelesaikan semua masalah yang dihadapinya." jawab Eko heran, bagaiman mungkin ibunya menganggap Satria adalah kunci kemenangan mereka.

"Percayalah, dia akan menjadi penemtu keberhasipan kita kali ini. Lilis dan Desy pun menginginkan Satria berada di pihak mereka. Kamu tahu, kenapa?" tanya Heny tersenyum.

"Aku tidak tahu, kenapa?" jawab Eko setelah berpikir keras dan tidak menemukan alasannya. Semua yang dia tahu tidak menunjukkan tanda, Satria bisa diandalkan. Anak itu terlalu temperamental, sifatnya itu justru akan mengacaukan semuanya.

"Karena Satria adalah anak, Jalu. Kamu tahu siapa, Jalu?" tanya Heny sambil meminum kopi yang sudah disiapkan oleh Eko yang sangat hafal kebiasaannya.

"Apa, Satria anaknya Jalu? Dari mana Ibu tahu kalau Satria adalah anak, Jalu?" tanya Eko, tidak menjawab pertanyaan Ibunya. Pertanyaan yang tidak perlu dijawab, karena sudah puluhan kali, bahkan mungkin ratusan kali ibunya menyebutkan nama itu, bercerita siapa pria yang bernama Jalu itu.. Tapi ada sesuatu yang selalu membuatnya tertawa setiap kali ingat nama Jalu, julukan yang diberikan kepada pemilik nama itu..

"Kenapa kamu, tertawa?" tanya Ibunya heran setiap kali Ibuny bercerita tentang Pria bernama Jalu dengan julukannya si KAPAS.

"Julukannya aneh, kapas buat dibikin kasur." jawab Eko lugu.

"Jangan, tertawakan nama KAPAS, katena kapas dalam Mitos orang orang yang beragama Sunda Wiwitan itu sangat sakral. Jalu, dia adalah pemimpin dari sindikat mafia terbesar di Indonesia. Orang orang menggelarinya, Si Kapas. Hm, gelar yang akan membuat orang awam tertawa geli. Gelar yang tidak menunjukkan kapasitasnya sebagai orang yang paling ditakuti dan diyakini tidak ada senjata yang mampu membunuhnya. Tapi bagi para jawara jawa barat, orang orang yang mempelajari olah kanuragan dari Jawa Barat tentu akan memahami filosofi nama Kapas. Konon Prabu Siliwangi moksa dan menjelma menjadi Harimau Putih, saking putihnya harimau jelmaan itu dipanggil, si Kapas, itu juga untuk menunjukkan kehebatan Prabu Siliwangi yang mempunyai ilmu Halimun, sehingga setiap kali dia membaca mantra Aji Halimun, sekelilinggnya berubah menjadi putih, seputih kapas, orang yang terperangkap di dalamnya akan menjadi buta, selain warna putih, seputih kapas. Prabu Siliwangi juga mempunyai Aji, Napak sancang, Aji Kidang kancana yang membuat tubuhnya seringan kapas, mampu berjalan di atas air, berlari di atas rerumputan tanpa membuat rumput itu rebah menyentuh tanah." kata Ibunya menerangkan panjang lebar, membuat Eko terpaku mendengar kehebatan pria bernama Jalu.

"Tentu saja aku tahu, karena Lastri adalah adikku." jawab Heny.

"Lalu kalau Satria adalah anaknya Jalu, apa itu akan menjamin misi kita akan sukses?" tanya Eko heran, dia menganggapnya sebagai pertaruhan yang sangat berisiko. Ini adalah rencana ibunya untuk kembali. Bagaana mungkin Ibunya menggantungkan misinya ke anak yang belum tentu bisa diandalkan walaupun anak itu adalah anak kandung dari Pria yang bernama Jalu.

"Tentu saja anakku, sayang. Bukankah semua teori selama kamu menempuh pendidikan di AKPOL, sudah kamu pelajari dengan nilai A?" kata Ibunya tertawa lembut. Ternyata anaknya masih terlalu hijau, dia harus terus membimbingnya agar bisa mencapai puncak karirnya seperti yang sering diimpikannya, melihat ada bintang di bahu anaknya. Bintang yang tidak akan pernah ada di bahunya karena dia adalah seorang wanita.

"Maksud Ibu, Jalu sudah mengetahui kalau Satria adalah anak kandungnya dan dia akan terus menjaga keselamatan anaknya dengan berbagai macam cara, sehingga dia akan mengalami saat di mana dia lengah ?" tanya Eko mulai mengerti maksud dan tujuan ibunya, memecah konsentrasi Jalu.

"Ya, benar. Kita sudah tahu Lilis masih hidup dan kita tidak perlu bersusah payah mencarinya. Biarkan Satria dan adiknya Dina yang mencari di mana Lilis berada, yang harus kita lakukan adalah diam dan menunggu hasilnya." jawab Heny tertawa senang dengan kecerdasan anaknya. Heny yakin, kecerdasannya menurun ke Eko. Ya, kecerdasan Eko adalah warisan darinya, bukan dari ayahnya yang terlalu bodoh sehingga tidak mengetahui bahwa Eko adalah anaknya.

"Lalu kita habisi Lilis dan Jalu sekaligus?" tanya Eko berusaha menebak arah pikiran Ibunya. Eko selalu merasa bangga setiap kali bisa menebak arah pikiran ibunya, karena pada saat dia bisa menebak, ibunya akan memberi pujian dan pelukan hangat yang selalu diinginkannya.

"Orang yang harus kita lenyapkan lebih dahulu adalah. jalu. Setelah Jalu mati, Lilis akan mati pelan pelan. Karena wanita itu tidak akan bisa hidup tanpa Jalu." jawab Heny tenang. Ya, orang pertama yang harus mati adalah, Jalu. Dan orang yang akan melakukan eksekusi adalah, Desy.

"Berarti tebakanku salah?" tanya Eko kecewa karena tebakannya meleset.

"Tebakan kamu benar 50%...!" jawab Heny tertawa geli melihat wajah Eko yang terlihat kecewa. Heny segera memeluk Eko dengan hangat, bibirnya mengulum bibir Eko dengan mesra.

Eko bersorak kegirangan dalam hati, dekapan ibunya adalah hadiah yang selalu dinantikannya. Bibirnya balas mengulum bibir ibunya dengan bahagia. Inilah saat yang selalu dinantikan olehnya.

********

Jalu terpaku melihat Desy yang mendatanginya dengan wajah marah. Dia sudah sangat hafal dengan sifat Desy. Apa yang sedang terjadi dengan adik sepupunya ini?

"Ada apa, Des?" tanya Jalu berusaha tenang menghadapi kemarahan Desy yang bisa meledak kapan saja. Jalu harus mencari tahu penyebab kemarahan Desy, barulah dia akan berusaha untuk meredakan amarah adik sepupu sekaligus kekasih gelapnya.

"Aku sudah tahu semuanya, aku sudah tahu siapa pembunuh ayahku. Sesuai dengan sumpahku, orang itu akan mati di tanganku...!" jawab Desy dingin, tangannya mengambil pistol yang sudah disiapkannya dari rumah, dengan sebutir peluru yang telah direndamnya dengan air seni.

"Ap apppa, maksudmu?" tanya Jalu dengan suara bergetar. Tanpa sadar dia melangkah mundur menjauhi Desy yang sudah mulai mengokang pistol di tangannya.

"Kaulah pembunuh ayahku, aku sudah mengetahuinya. Kau harus mati di tanganku, peluru di dalam pistol ini sudah kurendam dengan air kencing anak lelakimu selama tujuh hari tujuh malam sudah dibilas dengan rendaman daun kelor. Peluru ini yang akan membunuhmu." jawab Desy dengan suara bergetar. Tangannya ikut bergetar, hari ini pria yang diam diam dicintainya akan mati untuk menepati sumpahnya. Sumpah yang terucap puluhan tahun silam, tanpa sadar air matanya keluar membasahi pipinya yang halus.

Jalu pucat mendengar perkataan Desy, ternyata dia sudah mengetahuinya. Semua usahanya untuk menutupi rahasia yang tersebunyi puluhan tahun silam, ahirnya terbongkar. Siapa yang sudah memberi tahu Desy? Saksi mata pada peristiwa itu, Japra sudah mati. Dhea tidak tahu di mana. Rani hanya mendengar kematian Mang Karta darinya. Berarti Rani yang memberi tahu Desy. Pasti Rani, satu satunya orang yang tahu.

Dorrrrrr

Jalu limbung ke belakang, dua merasakan timag panas menembus kepalanya. Rasa sakit yang teramat sangat dirasakannya, dia berteriak keras, sekeras yang dia bisa. Tapi seluruh anggota tubuhnya sudah tidak memberi respon apa yang diinginkannya. Tubuhnya jatuh ke belakang dengan kepala bolong dan darah mengucur deras dari lukanya yang menganga.

Bersambung...
 
Jalu terlalu sakti untuk mati dengan cara seperti itu .. Jadi inget ki Jai yg dulu mengatakan bahwa baik bapaknya maupun mang karta punya ajian yg membuat mereka susah mati meski terluka parah .. kecuali dengan sesuatu yg dia niatkan buat Jadi penangkalnya .. Dan ane yakin Jalu ngga sebodoh itu untuk ngasih Tau dengan apa supaya bisa membunuhnya ..
.
Apa mungkin dia pun akan mengikuti jejak Lilis . . Memalsukan kematiannya .. karena sekarang orang yg dia nantikan sudah keluar dari sarangnya .. Heni ..
.
Berarti benar kalo eko Adalah anaknya jalu juga .. Dan Heni sepertinya terbiasa ngasih bonus ke anaknya .. apakah efek kangen sodokan nya jalu ..
.
Apa itu berarti Lilis akan menggunakan semua anak jalu dalam rencananya .. Dina, Satria juga Eko untuk mengejar musuh besarnya ..
.
Ngga sabarr nungguan coblosan perdana Satria ke Dina .. juga reaksi mereka ketika Tau kalo Desi nembak Jalu .. hahaha
 
Terakhir diubah:
waduh...apakah air seni anaknya jalu merupakan kelemahan jalu? dan apakah Jalu mati konyol ditangan Desy? rasanya tdk mungkin...karena peluru kalau kerendam cairan apalagi sampai 7hari 7 malam bubuk mesiunya akan melempem...btw thanks Updetnya suhu @satria73 ...mohon maaf lahir batin
 
Waduuuh penasaran nya melebihi pelem indihe, ini kaya game mobil bengbeng yang gaada tamat nya... Mantap surantap suhuu lanjutkaaaaan sikaaat :adek::adek::beer::beer::beer::beer::beer::beer::semangat::semangat::semangat:
 
Luar binasa, hidup jalu jungkir balik, semua musuh menginginkan kematian ny. Yg lebih gila lagi orang yg di sayangi ny yg mau membunuh ny yaitu Desy, di tambah anaknya eko pun di pengaruhi untuk membunuh ny, belum lagi Satria mau balas dendam ibu ny. Di tunggu next ny gan..
 
Bimabet
Jalu terlalu sakti untuk mati dengan cara seperti itu .. Jadi inget ki Jai yg dulu mengatakan bahwa baik bapaknya maupun mang karta punya ajian yg membuat mereka susah mati meski terluka parah .. kecuali dengan sesuatu yg dia niatkan buat Jadi penangkalnya .. Dan ane yakin Jalu ngga sebodoh itu untuk ngasih Tau dengan apa supaya bisa membunuhnya ..
.
Apa mungkin dia pun akan mengikuti jejak Lilis . . Memalsukan kematiannya .. karena sekarang orang yg dia nantikan sudah keluar dari sarangnya .. Heni ..
.
Berarti benar kalo eko Adalah anaknya jalu juga .. Dan Heni sepertinya terbiasa ngasih bonus ke anaknya .. apakah efek kangen sodokan nya jalu ..
.
Apa itu berarti Lilis akan menggunakan semua anak jalu dalam rencananya .. Dina, Satria juga Eko untuk mengejar musuh besarnya ..
.
Ngga sabarr nungguan coblosan perdana Satria ke Dina .. juga reaksi mereka ketika Tau kalo Desi nembak Jalu .. hahaha



Begitulah kehidupan gan, anak jalu yg cowo 3, selebihnya cewe. Eko, Satria, agus. Dan jalu baru tau 2. Yg lebih gila lagi anak mau bunuh bapak ny sendiri yaitu eko..
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd