Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

Wag kasian jalu a.k.a Ujang rata" anaknya cewek semua punya anak cowok tapi dari lastri yg pernah mencoba mencelakai........ Yang sabar bro mngkin dah takdir cuma punya anak cowok 1doank meskipun dari lastri, ane penasaran lastri itu musuh ato kawan di pihak jalu (Ujang)?
 
Chapter 11 : Kembalinya Japra

Tidak ada pilihan buat Satria selain mengikuti kemauan orang orang itu. Semuanya karena ulahnya yang cenderung mengikuti emosinya. Satria mengangguk menyetujui ajakanan ke 10 orang itu. Satria berpamitan ke Wulan yang terlihat cemas.

Satria mengikuti ke 10 orang itu menemui Pak Jony yang sedang duduk di tangga sebuah Mall yang belum buka. Letak Mall ke ruko cuma berjarak 300 meteran yang ditempuh dengan berjalan kaki. Satria melihat seorang pria bertampang biasa saja, tidak menyeramkan seperti tampilan para preman yang menjeput.

"Siapa nama kamu?" tanya Pak Jony melihat Satria dari atas ke bawah seperti sedang menilai pemuda yang berdiri di hadapannya.

"Satria. Ada apa manggil saya, Pak?" tanya Satria mengulurkan tangan mengajaknya bersalaman. Tidak ada sambutan dari Pak Jony yang terus memperhatikannya dengan seksama.

"Hebat, kamu masih muda bisa mengirim Juned dan Pengki ke RS. Aku punya pekerjaan buat kamu." kata Pak Jony.

"Saya sudah kerja di Toko Wulan, Pak." Satria menolak dengan halus.

"Hanya jadi pelayan Toko, berapa penghasilanmua sebulan?" Pak Jony bertanya sinis, meremahkan pekerjaan Satria.

"Saya bukan pelayan Toko, saya bagian Gudang. Jadi gaji saya lebih besar dari pelayan Toko." Satria menjawab bangga. Gajinya memang masih di bawah UMK, tapi dia mempunyai sampingan lain. Kardus kardus bekas menjadi bonusnya. Dalam sebulan bisa terkumpul 300, itu artinya sekitar 400-500 ribu uang yang masuk ke kantongnya. Dia juga dapat jatah makan satu kali. Kalau satu kali makan 10.000 x sebulan 300.000. Itu artinya penghasilannya sebulan 2.700.000 + 400 ribu + 300 ribu = 3.400.000. Sudah memenuhi kriteria UMK.

"Kamu bisa mendapatkan penghasilan beberapa kali lipat dari gajimu. Kamu juga bis tetap bekerja di tempatmu yang sekarang." kata Pak Jony lagi. Dia semakin tertarik untuk memperkerjakan Satria. Pemuda seperti Satria yang kugu bisa dimanfaatkan. Pemuda yang loyal dan tidak gampang berhianat.

"Kerja, apa?" tanya Satria mulai. Kalau benar pekerjaan itu bisa dilakukan dengan tetap bekerja di Toko Wulan, bukankah itu bagus. Hutang hutang ibunya bisa terbayar lunas. Tapi nanti dulu, kalau yang dimaksud adalah mengedarkan narkoba, jelas jelas Satria akan menolak dengan tegas. Dia tidak mau hidupnya harus berahir di penjara.

"Kamu menggantikan Juned menguasai wilayah ini." kata Pak Jony sambil menghisap rokok kreteknya.

Satria kaget keketika dirinya ditunjuk untuk menjadi kepala preman yang menguasai wilayah ini, tidak pernah terpikir sedikitpun olehnya menjadi seorang preman apa lagi menjadi pemimpinnya.

"Sistem bagi hasil daruang keamanan adalah anak buahmu yang mengambil uang keamanan akan menyetor ke kamu 30%, kamu setor ke aku 30%. Tugas kamu adalah mengkoordinir mereka, jadi kamu masih tetap bekerja di Toko itu sebagai kamuflase." Pak Jony menerangkan.

Sebuah tawaran yang menggiurkan, hanya orang bodoh yang menolaknya. Ahirnya Satria menyanggupinya. Mereka bersalaman sebagai tanfa setuju. Tidak ada surat perjanjian yang harus ditanda tangani. Pak Jony menyuruh Satria berkenalan dengan sepuluh orang anak buahnya yang berada tidak jauh dari mereka.

Setelah pembicaraan selesai, Pak Jony pergi meninggalkan Satria. Satria segera kembali ke Toko Wulan. Toko sudah buka, semua temannya sudah datang dan motornyapun sudah terparkir di depan Toko. Wulan berdiri di depan Toko menunggunya dengan perasaan gelisah.

"Kamu gak apa apa, Sat?" tanya Wulan hawatir dan tanpa sadar memeluk Satria, hatinya lega karena Satria kembali tanpa mengalami kejadian yang tidak diharapkannya.

Satria kaget mendapatkan pelukan Wulan tepat di hadapan teman temannya yang melihat ke arahnya dengan perasaan heran. Bagaimana harus menjelaskan ke teman temannya kalau mereka bertanya. Karena Satria sendiri tidak tahu jawabannya.

"Kenapa kalian ngeliatin aku meluk, Satria?" tanya Wulan menyadari tatapan heran anak buahnya. Wulan melepaskan pelukannya.

"Gak apa apa, Teh..!" jawab mereka hampir berbarengan.

"Kalau aku meluk Satria wajar, Satria pacarku." kata Wulan membuat para pegawainya terkejut, termasuk Satria.

Sejak kapan Wulan jadi pacarnya walau Satria sudah beberapa kali Satria menikmati kehangatan tubuh Wulan. Bahkan semalam mereka melakukannya hingga 5 kali.

Wulan menarik tangan Satria mengajaknya ke lantai atas yang berfungsi sebagai rumah diiringi tatapan heran pegawai lainnya. Mereka menganggap Satria cowok beruntung yang bisa mendapatkan pacar secantik, sesexy dan sekaya Wulan. Paket yang komplit atau bahkan istimewa.

"Ada apa, Lan?" tanya Satria setelah mereka sampai di atas.

"Kamu beneran gak apa apa, Say?" tanya Wulan dengan hawatir.

"Gak apa apa, cuma ngobrol ngobrol aja tentang kondisi Juned." kata Satria berbohong.

Wulan menatapnya seperti mencari kebenaran dari setiap perkataan Satria. Wulan kembali memeluk Satria sambil menciumi wajah dan bibir Satria.

"Lan, tadi kok kamu ngomong gitu di bawah?" tanya Satria setelah Wulan selesai menciuminya.

"Emang benar kamukan sudah jadi pacar Wulan, kamu udah ngerasain memek Wulan, artinya kamu sudah jadi pacar, Wulan." jawab Wulan tenang. Ya, sejak semalam Wulan merasa sudah memiliki Satria seutuhnya.

"Sat, dari tadi kamu ngelamun mulu?" tanya Wulan melihat Satria kedapan melamun.

"Gak apa apa, Lan..!" Satria tersenyum malu karena dipergoki sedang melamun.

"Kamu gak suka ya, jadi pacar aku?" tanya Wulan memperhatikan wajah pria yang sudah dianggap sebagai pacarnya walau Satria belum mengiyakan. Siapa yang perduli, bisa memiliki tubuh Satria sudah membuatnya bahagia.

"Tadi kamu diajak ngobrol apa sama preman preman itu?" tabya Wulan penasaran. Sedikit banyak dia tahu tentang kehidupan dunia preman dari pamannya. Kakak satu ayah dari almarhum ibunya. Pak denya itu seorang preman kelas kakap, itu menurut cerita ibunya.

Satria ragu untuk menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Apakah perlu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Satria takut Wulan marah dan memecatnya, dia masih membutuhkan pekerjaan ini sebagai kamuflase.

"Kamu diangkat buat ngegantiin Juned, ya?" Wulan menebak asal asalan.

"Kok kamu tahu?" tanya Satria kaget dengan tebakan Wulan. Membuat Wulan tertawa karena tebakannya benar.

"Nanti malam kamu nginep lagi, ya!" ajak Wulan sambil memeluk leher Satria dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya meraba kontol Satria yang langsung memberikan respon.

"Kalo nanti malam gak bisa, nanti ibuku marah...?" Satria berusaha menolak ajakan yang menggiurkan dari Wulan. Pria mana yang akan menolak ajakan Wulan, jepitan memeknya terlalu nikmat untuk diabaikan begitu saja.
.
"Kamu anak mami, ya?" goda Wulan sambil melumat bibir Satria dengan mesra. Sudah tidak ada lagi rasa maku dihatinya, walau Satria belum mengiyakan untuk bersedia jadi pacarnya, tapi Satria tidak mungkin menolaknya begitu saja. Siapa yang akan menolaknya, kecantikan dan keseksian tubuhnya akan membuat setiap pria bertekuk lutut.

"Kontol kamu baru dipegang udah ngaceng. Padahal semalam kita ngentot 6 x.. Tapi masih gampang bangun, ya?" goda Wulan sambil terus membelai kontol Satria.

"Abisnya enak banget memek kamu...!" kata Satria sambil meremas memek Wulan yang memakai celana leging ketat. Memek yang sudah mengambil perjakanya.

"Makanya nanti kamu nginap lagi, ya..! Biar kita puas puasin ngentot..!" kata Wulan tertawa senang.

"Wulan gak takut hamil?" tanya Satria heran dengan sifat agresif Wulan.

"Kalau Wulan hamil, kamu harus nikahin Wulan, donk." kata Wulan.

*******

Lilis tersenyum melihat Jalu duduk di sofa panjang dengan wajah lesu. Tidak pernah berubah sejak dulu. Apa yang dipikirkannya tergambar jelas di wajahnya. Padahal sekarang dia seorang pengusaha klub malam yang tersebar di Jakarta.

"Kenapa, A?" Lilis beranjak dari kursinya dan beralih duduk di pangkuan Jalu dengan posisi berhadapan. Posisi yang sangat disukai Lilis. Dia akan bisa menatap wajah suaminya dari dekat. Rasa cinta dan kasih sayang semakin besar selama lebih dari 23 tahun mereka menikah. Lilis tidak pernah menganggap Jalu sebagai pion yang bisa digerakkan sesuka hati walaupun semua keputusan dan juga strategi bisnis yang mereka jalankan, Lilis mengaturnya. Semua dilakukan demi cintanya.

Lilis ingin setiap orang menghargai dan menghormati Jalu, tidak perduli apapun akan dilakukannya. Bahkan dia rela Jalu menikah lagi dengan Ratna, walau jauh di lubuk hatinya dia terluka.

"Lilis akan melakukan apa saja untuk A Ujang, apapun, bahkan nyawa Lilis sekalipun." itu yang selalu dikatakan Lilis setiap kali mereka bercumbu.

"Gak kenapa kenapa, Lis. Apa kita harus menghawatirkan Japra?" tanya Jalu. Japra baginya adalah monster yang menakutkan.

Apa yang membuatnya begitu ketakutan? Bukankah pada pertarungan terahir dia hampir saja berhasil membunuh pria tua itu? Hampir. Karena pada kenyataannya Gobang warisan ayahnya yang sudah menembus dada Japra tidak membuat Japra mati. Dia seperti mempunyai ilmu Pancasona yang hanya ada di dalam kisah pewyangan dan di dalam dogeng dongeng yang sering diceritakan kakeknya.

Lilis melumat bibir Jalu dengan mesra, berusaha mengalihkan perhatian Jalu dari rasa takutnya. Inilah salah satu cara Lilis untuk membuat Jalu lebih rileks. Mereka berciuman mesra.

"Lis,!" Jalu kehilangan gairahnya saat teringat Japra. Bayang bayang Japra membuat dadanya sesak. Keringat dingin membasahi keningnya.

"Japra sudah tua bangka, A. Kemampuannya sudah jauh berkurang dibandingkan dulu." kata Lilis mengingatkan apa yang sempat diucapkan oleh Jalu tadi.

Lilis kembali melumat bibir suaminya, tberusaha membangkitkan gairahnya yang sempat hilang karena teringat Japra. Lilis tidak membiarkan ketakutan menghantui pria yang paling dicintainya. Apapun akan dilakukannya untuk membuatnya bahagia.

Lilis membuka baju muslim yang dipakainya sehingga tubuhnya menjadi telanjang. Di usianya yang ke 50, tubuhnya masih terlihat indah dan terawat. Rambutnya masih tetap hitam dan tebal terutai hingga bahu. Lilis membantu Jalu membuka seluruh pakainnya. Terlihat kontol Jalu masih tertidut belum terusik oleh gadaan tubuh indahnya.

Lilis belum menyerah, lidahnya menjilati leher Jalu, merangsang titik sensitifnya yang sudah sangat dihafalnya. Beralih ke dada bidangnya yang berotot. Kontol Jalu masih tetap terkulai Lilis masih terus berusaha, membelai kontol Jalu berusaha membangunkannya. Lilis memasukkan kontol Jalu yang masih terkulau lemas ke dalam mulutnya. Berusaha membangunkan dari tidurnya. Lilis berusaha dengan semua kemampuannya, tapi gagal. Hingga ahirnya Lilis menyerah.

"Maafin A Ujang, Lis!" Ujang menunduk lesu. Belum pernah kontolnya selemah ini.

"Gak apa apa, A. Biasanya juga gak pernah. A Ujang lagi banyak pikiran." Lilis berusaha menghibur Jalu dan juga menghibur dirinya yang gagal membangunkan kontol Jalu.

***********

Jalu sengaja menjemput Lastri pulang kerja. Banyak hal yang harus ditanyakan ke wanita itu. Sebuah informasi penting tentang Satria, apa benar anak itu adalah anaknya dan juga sebuah informasi lainnya yang tidak kalah penting. Tentang berkas yang disembunyikan ayahnya, kemungkinan Lastri mengetahuinya karena wanita itu orang terahir yang ditemui ayahnya sebelum tewas. Berkas yang tidak berhasil ditemuinya.

Bahkan dengan kecerdasan yang dimiliki Lilis sekalipun, berkas itu tetap tidak pernah ditemukannya. Apakah berjas itu masih penting untuknya? Mungkin berkas itu sudah tidak berharga sama sekali. Tapi Jalu ingin tahu isi berkas itu sampai sampai ayahnya terbunuh karena berkas itu. Sudah banyak yang tewas karena berkas itu, Pak Tris, Pak Budi bahkan Mang Karta dan Bi Narsih terbunuh karena berkas itu. Sebegitu kalapkah Japra sehingga dia begitu kejam membunuh orang orang terdekatnya.

"Las, !" Jalu menarik tangan Lastri yang tidak menyadari kehadirannya membuat wanita itu terkejut.

"A Ujang..!" wajah Lastri menjadi pucat begitu tahu siapa yang menarik tangannya. Pria dari masa lalunya. Pria yang selalu mengisi mimpi mimpinya selama puluhan tahun.

"Ikut aku..!" Jalu menuntun Lastri ke dalam mobilnya tanpa memperdulikab penolakan dari Lastri.

"Ada apa?" tanya Lastri gelisah. Entah apa yang diinginkan pria ini. Apa tentang uang yang dibawanya kabur. Uang yang digunakannya untuk membeli perhiasan emas seberat 1000 gram. Tahun 1994, harga emas pergram 27.000, lalu pada tahun 2008, Lastri menjual semua perhiasan emasnya dan membeli sebuah rumah di dalam gang kecil. Dari mana dia punya uang untuk menggabti semua uang itu? Apa harus dengan cara menjual rumahnya. Rumah yang akan menjadi milik Satria.

"Ke Cafe, Pak...!" kata Jalu tanpa menjawab pertanyaan Lastri. Supir mulai menjalankan mobil membelah keramaian lalu lintas. Sepanjang perjalanan Jalu diam, membuat Lastri semakin gelisah. Keringat dingin membasahi tubuhnya.

Sampai Cafe, Jalu sengaja memilih tempat yang tidak ramai sehingga bisa leluasa bicara tanpa takut terdengar orang. Jalu segera memesan makanan untuk mereka berdua tanpa bertanya ke Lastri.

"Apa benar Satria anakku?" tanya Jalu. Matanya menatap tajam wajah Lastri yang daru tadi menunduk gelisah. Tidak ada jawaban dari Lastri, hanya sebuah anggukan kecil. Anggukkan kecil yang sangat berarti buat Jalu. Anggukan kecil yang membuatnya ingin berteriak kegirangan karena ternyata dirinya mempunyai seorang anak pria. Anak yang akan menjadi penerusnya.

"Berarti benar itu anakku? Lalu ke mana selama ini kamu pergi?" tanya Jalu tanpa disadari matanya berlinang bahagia.

"Lastri pergi ke Kendal dan melahirkan Satria di sana sampai Satria lulus SD, lalu Lastri kembali ke Bogor." kata Lastri dengan suara pelan nyaris tidak terdengar oleh Jalu. Terbayang oleh Lastri penderitaannya terlunta lunta di sebuah tempat asing sebelum memutuskan kembali ke Bogor. Ya, Lastri berharap bisa bertemu kembali dengan Jalu. Namun dia tidak mempunyai keberanian untuk menemui pria yang kini bersamanya.

"Apa saja yang kamu bawa selain uang saat kamu pergi dulu? Apa kamu membawa sebuah berkas yang dititipkan oleh ayahku?" tanya Jalu berusaha mengalihkan perhatiannya pada berkas itu, walau berkas itu sudah tidak berati lagi baginya. Karena yang paling berarti adalah dia punya seorang anak lelaki.

"Berkas itu Lastri berikan ke Mbak Heny sesuai perintah Pak Gobang." kata Lastri.

"Apa sebenarnya isi berkas itu?" tanya Jalu lagi. Dia benar benar ingin tahu apa sebenarnya isi berkas itu. Sampai sampai banyak nyawa hilang karena berkas itu.

"Itu bukti keterlibatan orang orang penting dalam jaringan sindikat narkoba ibternasional. Pak Gobang menyuruh Lastri memberikan ke Mbak Heny karena Pak Gobang tahu Mbak Heny adalah seorang polisi." kata Lastri dengan wajah tetap menunduk.

"Antar Lastri, pulang..!" kata Lastri. Makanan yang ada di meja tidak ada yang disentuhnya sama sekali. Hatinya begitu gelisah. 24 tahun mereka berpisah dan kini kembali mereka bertemu dan bercakap cakap. Obrolan yang terasa kaku.

"Makan dulu..!" kata Jalu mulai makan. Ahirnya Lastri ikut makan. Setelah sekian lama, ahirnya dia bisa kembali bersama dengan pria yang dicintainya.

Setelah makanan habis, Jalu mengantar Lastri pulang, bukan hanya sampai pinggir jalan menuju rumah Lastri yang masuk gang kecil, Jalu mengantar Lastri hingga rumahnya.

"Ibu, mau apa orang ini ke sini?" tanya Satria yang membuka pintu rumah. Matanya menatap tajam Jalu yang tertegun melihat wajah Satria.

Bersambung gan,

maaf apdet pendek lagi gak enak badan.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd