Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Karma.Masa Lalu

binun mau komen apa..
cuma bisa mangap aja
kuereen..
ane daftar jdi relawan pendukung teh lilis aja..
menarik untuk di ikuti. ntah nanti mau tetap di munculin ato di tutupin maTSnya.
pasti nanti ada lgi boom lilis 2, 3..
mantap om satria..
ide pijit enak nya leh juga tuh..
Hahaha..dasar..
 
Terakhir diubah:
Mantap deh ah suhu satria73, jago gocek alur cerita dan skenario. Tensi ga turun nih.... lanjut terus bos
 
belom jelas apa benar yang nyuruh nikam Jalu itu Lilis atau bukan
yup bisa jadi yang nyuruh si koman ato kasman( ahh sapa pun namanya) meng atass namakan lilis nyuruh nikam ato ada twist twist di dalam ceritanya, di tunggu arahan selanjutnya om sat:baca::baca:
 
Bimabet
Chapter 21

Saat mobilnya maauk jurang, reflek Lilis membuka pintu dan meloncat untuk menyelamatkan dirinya dari maut yang begitu dekat jaraknya. Bahkan hanya berjarak selembar rambut. Naluri dari setiap manusia untuk berlari menyelamatkan dirinya dari maut yang memunculkan keberanian Lilis mengambil resiko meloncat. Walau kemungkinan untuk selamat tetaplah tipis bahkan teramat sangat tipis. Apa lagi Lilis tidak sempat melihat ke arah mana dia melompat. Tapi, inilah resiko yang harus diambilnya.

Tubuhnya menyentuh tanah yang lunak dan dipenuhi rumput liar yang tumbuh di sepanjanb tebing dengan kemiringan yang nyaris 90 derajat, tubuhnya terperosok ke bawah menyusul mobilnya yang sudah lebih dulu jatuh. Lilis masih belum menyerah, tangannya berusaha meraih apapun yang bisa diraihnya untuk menahan tubuhnya jatuh. Usaha yang nyaris gagal, tubuhnya semakin cepat meluncur hingga ahirnya tangannya berhasil meraih sebuah pohon sekepalan tangan. Cukup untuk menahan bobot tubuhnya untuk beberapa detik sebelum pegangannya kembali terlepas. Dan Lilis terhempas di tanah yang agak datar. Lilis menahan sakit karena persendian bahunya terlepas. Tapi dia harus segera bergerak menjauhi mobilnya yang sewaktu waktu bisa meledak.

Dengan menahan rasa sakit di bahu dan sekujur tubuhnya, Lilis berjalan terseok seok mencari tempat aman sebelum mobilnya meledak. Dengan menggigit bibirnya hingga berdarah, Lilis berhasil menjauh dan melihat sebuah parit kecil yang bisa digunakannya untuk bersembunyi dari bahaya ledakan. Perlahan pandangannya menjadi gelap, kesadarannya berangsur hilang. Kekuatan fisik dan mentalnya sudah mencapai batas maksimal sehingga dia tidak lagi mampu mempertahankan kesadarannya.

"Tidak, aku tidak boleh pingsan di sini. Pingsan berarti mati...!" rutuk hatinya. Cahaya yang sudah hampir padam itu kembali menyala. Lilis berusaha mengatur nafasnya dan menenagkan pikirannya. Lilis berusaha merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya untuk menjaga kesadarannya.

"Aduhhhh..!" Lilis berteriak kesakitan saat berusaha menggerakkan bahu tangannya yang terlepas. Setidaknya rasa sakit akan membuatnya tetap sadar. Dia harus segera menjauh dari tempat ini, jangan sampai orang yang telah membuat mobilnya kehilangan fungsi remnya tahu bahwa dia masih hidup.

Samar samar Lilis mendengar suara gaduh dari atas. Itu pasti masyarakat yang mengetahui mobilnya terperosok ke jurang. Mungkin saja di antara mereka ada orang suruhan untuk melenyapkannya. Lilis membulatkan tekadnya berjalan menjauh, sejauh yang dia bisa. Malam begitu gelap, jarak pandangnya nyaris tidak sampai satu meter. Satu satunya cara paling mudah adalah berjalan menyusuri parit kecil. Ada dua kemungkinan, parit ini menuju ke perkampungan penduduk atau ke sebuah sungai.

Beberapa kali Lilis terperosok jatu dan dia selalu bangun kembali. Bajunya sudah basah kuyup, rasa sakit dan dingin yang menembus tulangnya sudah tidak dirasakannya lagi. Tujuannya hanya satu, mencari perkampungan dan dukun urut yang bisa mengembalikan lengan bahunya pada posisi yang tepat. Setelah itu baru memikirkan hal lain. Perjuangannya tidak sia sia, Lilis melihat sebuah penerangan samar dari sebuah rumah. Jaraknya tidaklah terlalu jauh, swkitar 50 meter. Tapi dengan kondisinya yang seperti sekarang, perjuangan untuk mencapai rumah itu sangatlah berat dan menyiksa. Lilis ingin berteriak meminta tolong, tapi bayang bayang orang yang sedang memburunya, membuat Lilis tidak berani berteriak. Lilis berjuang selangkah demi selangkah sebelum ahirnya dia jatuh tidak sadarkan diri tepat di depan pintu dapur.

********

Pesan dari Desy tetap sama. Jalu tidak merasa heran dengan hal itu, bisa saja Lilis menyuruh orang melenyapkan Japra karena selama ini Japra adalah momok yang sangat menakutkan baginya. Jalu melihat Japra membunuh Mang Karta di depan matanya tanpa dia sanggup menolong Mang Karta dari kematian. Perasaan menyesal yang terus menerus membayanginya hingga kini. Lilis sengaja melenyapkan Japra untuk menghindarinya dari rasa takut dan rasa bersalah.

Tapi persoalannya sekarang Kosim mengaku orang yang telah menyuruh menikamnya adalah Lilis. Apakah berita ini bisa dipercaya atau sekedar memperkeruh suasana agar mereka lengah dan lawan lawannya bisa dengan mudah menghabisi mereka, mungkin saja ini sebuah siasat mengadu domba. Persoalannya kenapa Kosim kemudian menghilang? Kalau benar ada yang sengaja mengadu domba mereka, kenapa tidak dilakukan dulu. Kenapa harus sekarang rahasia itu disampaikan kepadanya. Apa pertemuan ini sebuah kebetulan atau sudah direncanakan. Apa lagi melihat penampilan Rini dan Kosim menunjukan mereka orang yang mapan. Berbanding terbalik dengan para peziarah yang datang, mereka dari kalangan orang yang mengalami kesulitan finansial.

Ada satu orang yang bisa membuktikan kebenaran ucapan Kosim, Lastri. Sayangnya Lastri sudah pulang lebih dahulu. Seperti ada mata rantai yang terjalin antara Lastri dan Kosim. Penusukan itu terjadi setelah Lastri memintanya datang ke kios di pasar. Bukan hal yang aneh kalau mereka saling mengenal.

"Kamu kenal Lastri?" tanya Jalu tiba tiba. Sebuah pertanyaan sambil lalu dan terkesan tidak ada hubungannya, tapi di situlah mata rantainya.

"Siapa Lastri?" Kosim balik bertanya dan di situlah Jalu melihat sebuah kebohongan.

"Pergilah kalian..!" kata Jalu. Sesi interogasinya sudah cukup. Dan tidak diperlukan lagi. Rencana sudah harus segera dipersiapkan. Interogasi hanya akan membuang waktu dan kadang kala menjadi bumerang. Interogasi hanyalah cara polisi. Kebenarannya tidak akan pernah sama dengan kenyataan yang sebenarnya. Karwna interogasi hanya sebuah cara membenarkan apa yang kita inginkan. Itulah pendapat Lilis yang diakui kebenarannya oleh Jalu.

Jalu berusaha menghubungi Lilis, tidak aktif. Kembali Jalu berusaha menghubungi lewat nomer lainnya, ternyata dari semua nomer hp yang dimiliki Lilis tidak ada yang aktif satupun juga. Gagal menghubungi Lilis, Jalu menelpon Ningsih untuk menanyakan di mana, Lilis. Ternyata Lilis tidak berada di rumah, bahkan Ningsih beberapa kali berusaha menghunungi Lilis, sama sepertinya dan tidak berhasil.

Tidak ada waktu berpikir di mana Lilis berada, sekarang dia harus memerintahkan seseorang untuk mengawasi gerak gerik Kosim dan Rini hingga mereka tiba di rumah, itu penting bahkan mungkin sangat penting. Pengalan mengajarkannya untuk tidak meremehkan hal kecil dan yang terlihat sepele. Jalu mengirim pesan pada salah seorang anak buahnya yang disuruh mengikuti ke dua teman Kosim dan Rini. Selesai persoalan yang satu.

"Biar Wulan saja yang membersihkannya, Pakdhe..!" kata Wulan yang tiba tiba muncul saat Jalu akan membersihkan pecahan beling yang berserakan di lantai.

"Gak usah, mendingan kamu hubungi suami kamu supaya pulang." kata Jalu.

"Loh, kata Pakdhe Satria disuruh mengerjakan sesuatu?" tanya Wulan merasa ada yang janggal.

"Eh, iya. Tapi Pakdhe lupa nanyain nomer hpnya jadi gak bisa menghubungi suami kamu..!" kata Jalu tersenyum malu dengan kebodohannya. Bagaimana mungkin dia tidak punya nomer hp anaknya sendiri.

"Pakdhe aneh, nomer suami ponakan sendiri gak tahu..!" kata Wulan tertawa lucu.

********

Ningsih gelisah, sudah dari semalam Lilis tidak menghubunginya sama sekali. Padahal hampir setiap jam Lilis selalu mengajaknya CHAT saat berada di luar rumah. Bahkan pesan yang dikirimnyapun pending. Beberapa kali Ningsuh berusaha menelpon kakak sepupunya sekaligus madunya, hp Lilis tidak aktif. Apa yang sebenarnya terjadi.

Sebuah pesan singkat dari suaminya yang menanyakan keberadaan Lilis membuat Lilis semakin hawatir. Berarti Jalu juga tidak mendapatkan kabar dari Lilis sejak semalam. Sudah hampir 24 jam tidak ada kabar dari Lilis, apa dia harus melapor ke polisi tentang orang hilang? Tapi rasanya tidak lucu, Lilis bukan anak kecil dan dia sudah biasa melakukan perjalanan seorang diri berhari hari. Bukankah justru dia akan ditertawakan oleh polisi karena rasa hawatirnya yang berlebihab. Sekarang baru jam 4 sore, tidak ada salahnya menunggu beberapa jam lagi.

"Bu, ada polisi nanyain Bu Lilis..!" kata ART mengagetkan Ningsih yang sedang melamun.

"Polisi?" tanya Ningsih heran. Setahunya Lilis tidak pernah berurusan dengan polisi. Lain halnya dengan Jalu suaminya yang sering berurusan dengan polisi karena bisnis club malamnya. Apakah Polisi ini datang membawa kabar buruk? Semoga hal yang dihawatirkannya tidak terjadi. Tidak ada hal buruk, gumam Ningsih berusaha menghibur dirinya.

"Ada apa, Pak?" tanya Ningsih tidak bisa menutupi kegelisahannya bertanya kepada dua orang polisi yang berdiri di depan pintu rumahnya. Padahal dia yakin ARTnya sudah mempersilahkan ke dua polisi itu masuk. Dengan berdiri di depan pintu, artinya berita yang dibawanya sangat penting.

"Apakah mobil xxxxx dengan plat F xxxx terdaftar sebagai mobil Bu Lilis, benar begitu, Bu?" tanya Polisi yang pangkatnya lebih tinggi dari polisi satunya.

"Benar, Pak..! Apa mobilnya berwarna merah metalik" jawab Ningsih ragu. Dia tidak hafal dengan nomer yang disebutkan. Hanya jenis dan warna mobil yang di ketahui. Nomer serinya selalu luput dari perhatiannya.

"Maaf, kami tidak tahu warna mobil tersebut karena kondisinya yang hangus terbakar...." belum selesai Polisi itu berkata.

"Teteh....!" Ningsih menjerit, tubuhnya limbung kehilangan kesadarannya.

******

"Kalian sudah siap?" tanya Jalu kepada Wulan dan Satria yang keluar dari kamar.

"Sudah Pakdhe..!" jawab Wulan. Hatinya senang karena ahirnya hari ini mereka akan pulang ke Bogor. Walau untuk sebagian besar orang, malam ini adalah malam paling sakral di Gunung Kemukus, maka tidak heran Gunung Kemukus akan dibanjiri ribuan orang untuk ngalap berkah. Tapi bagi Wulan dan Jalu hal itu sudah biasa dan mereka bukanlah bagian dari orang orang yang datang untuk ngalap berkah. Mereka bisa dikatakan penduduk Gunung Kemukus.

Jalu segera membuka pintu menyuruh ke dua pengantin baru itu naik ke dalam mobil. Setelah Wulan dan Satria masuk, Jalu menutup pintu mobil lalu berjalan ke mobil satunya. Mobil kesayangangannya debgan warna hitam yang menurutnya sangar. Warna favoritenya.

Baru saja mobil yang mereka tumpangi sampai pangkalan ojek Barong, dering telpon hp pribadi Jalu berbunyi nyaring. Dari Ningsih. Jalu tersenyum bahagia dan selalu senang apa bila mendapatkan telpon dari Ningsih, rasa letihnya akan hilang begitu mendengar suara Ningsih yang merdu.

"Ada apa, geulis?" tanya Jalu dengan mesra.

"Maaf, kami dari pihak kepolisian. Benar kami bicara dengan Pak Jalu?" tanya suara pria yang berat dari seberang sana.

"Ada apa dengan istri saya?" tanya Jalu dengan suara bergetar. Pikiran buruk membuat tubuhnya lemas.

"Saya ingin mengabarkan bahwa kami menemukan mobil istri anda di dasar jurang dalam keadaan hancur.!" kata suara pria itu membuat Jalu termangu kaget. Apakah Ningsih mengalami kecelakaan?

"Maksud anda mobil istri saya, Ningsih?" tanya Jalu. Matanya tiba tiba menjadi panas oleh air mata yang sebentar lagi jatuh ke pipinya. Wanita yang sangat dicintainya berahir dengan cara tragis. Tapi tunggu, Ningsih tidak pernah meninggalkan rumah tanpa ijinnya.

"Bukan, maksud kami istri anda yang bernama Lilis, apa benar istri anda Lilis?" tanya pria itu. Bukan Ningsih yang celaka, tapi Lilis. Jalu terdiam beberapa saat, dia tidak tahu apa yang dirasakannya.

"Iya benar. Bagaimana dengan kondisi istri saya, Lilis? Apa....apa dia....?" Jalu tidak mampu meneruskan perkataannya.

"Kami tidak menemukan istri anda ataupun seseorang di dalam mobil. Mobil itu kosong, bahkan kami sudah menyusuri area tempat kejadian dengab radius 1 kilometer, kami tetap tidak menemukan istri anda maupun mayat.!" kata pria itu. Jalu berpikir keras.

"Terimakasih, Pak. Secepatnya saya akan datang memenuhi panggilan pihak kepolisian setibanya saya di Bogor." kata Jalu dan segera menutup telponnya.


Ada seseorang yang menginginkan kematian Lilis dan entah bagaimana caranya Lilis bisa menyelamatkan diri. Atau sengaja membuat seolah olah dirinya tewas dalam sebuah kecelakaan. Itu artinya diapun dalam bahaya, bukan tidak mungkin orang itu berniat untuk membunuhnya juga. Siapa orang itu? Jalu berpikir keras berusaha memecahkan teka teki yang kembali datang setelah 24 tahun kehidupannya yang nyaman.

Jalu menulis sebuah pesan singkat yang ditujukan kepada Wulan."kita turun di Solo, kita lanjutkan perjalan pulang naek, bus malam. Kamu jangan banyak tanya, ikuti saja perintah, Pakdhe["/B]

Sampai Solo, Jalu turun dari mobil diikutu oleh Wulan yang menatapnya heran. Jalu hanya memberi isyara agar pengantin baru itu tidak bertanya. Dengan tergesa gesa Jalu mencari loket Bus Malam dan membeli tiga buah tiket. Matanya bergerak waspada memperhatikan sekelilingnya.

Entah kenapa situasi seperti ini membuat Jalu sangat bergairah, ingat petualangannya di masa lalu.
Setelah membeli tiga buah tiket, Jalu mengajak Wulan dan Satria mencari makan dj luar terminal, karena waktu berangkat bus masih satu jam, masih cukup waktu untuk mengganjal perut. Jalu mengajak Wulan dan Satria ke sebuah warung angkringan.

"Pakdhe kenapa sih?" tanya Wulan bingung melihat kelakuan Jalu sangat berbeda dari pada biasanya.

"Sudah, cepat kalian habiskan makannya." kata Jalu tidak menggubris pertanyaan Wulan. Dia begitu cepat menghabiskan nasi kucingnya membuat Wulan geleng geleng kepala melihat kelakuannya yang aneh. Aneh menurut Wulan, tapi ini adalah cara Jalu bertahan hidup. Jalu kembali memberi isyarat agar Wulan segera menghabiskan makannya.

Selesai makan, Jalu segera mengajak Wulan agar naek becak berdua dengan Satria dan Jalu naek becak lain.

"Stasion Solo Balapan, Pak..!" kata Jalu. Matanya terus bergerak waspada melihat sekelilingnya. Tidak perlu waktu lama untuk sampai stasion Soli Balapan. Jalu berjalan cepat ke mesin pencetak tiket. Lalu menekan kode booking tiket yang sudah dipesannya tadi dalam perjalanan ke Solo setelah menerima telpon dari polisi.

"Loh, kok malah naek kereta, Pakdhe?" tanya Wulan semakin bingung dengan gerak gerik Jalu yang tidak bisa diterka. Kenapa harus beli tiket bis kalau mau naek kereta. Inikan buang buang uang.

Jalu sekali lagi tidak menjawab, dia memberi isyarat agar Wulan mengikutinya masuk karena kereta zudah mau berangkat. Ketegangan di wajah Jalu mereda begitu mereka masuk ke dalam kereta. Untung saja tiket kereta eksekutif masih ada karena beberapa orang membatalkan keberangkatannya. Kalau tidak entah apa yang harus dilakukannya. Naek bis, resikonya sangat besar. Tranportasi teraman adalah kereta.

Jalu menghempaskan tubuhnya yang mulai terasa lelah. Sudah sangat lama dia tidak melakukan kucing kucingan seperti sekarang. Jalu berusaha mengecoh sesuatu yang tidak diketahuinya. Dia melakukannya karena instingnya yang menyuruh melakukannya. Insting yang sering kali terbukti. Jalu memejamkan matanya, berusaha tidur. Cukup lama Jalu tidur hingga dia terbangun karena Wulan membangunkannya.

"Pakdhe..!"Jalu terbangjn saat Wulan memanggilnya sambil menggoyang goyangkan tubuhnya.

" ada apa, Lan?" tanya Jalu menatap wajah cantik keponakannya yang berdiri di sampingnya.

"Wulan dapat pesan dari supir, Mobil Pakdhe tadi kecelakaan, supir dan anak buah Pakdhe semua tewas di tempat." kata Wulan dengan wajah pucat. Untung saja mereka tidak jadi naik mobil pulang ke Bogor, kalau tidak saat ini Jalu sudah menjadi mayat. Wulan pucat membayangkan hal itu.

"Ya sudah, kamu istirahat saja..!" kata Jalu berusaha menenangkan Wulan. Jalu melihat hpnya, Jalu menerima pesan yang sama yang diterima Wulan.

Jalu mengirim pesan ke seseorang yang di kenalnya yang mempunyai akses ke PO bus yang batal dinaekinya. Sekitar 30 menit kemudian ada balasan yang ditunggunya mengabarkan bus yang tidak jadi dinaikinya mengalami kecelakaan fatal, kemungkinan remnya tidak berfungsi. Jalu tersenyum dan bergumam dalam hati, "Intuisiku tidak pernah salah."

*********

Lilis terbangun di sebuah ranjang bambu yang berbunyi saat dirinya bergerak. Bukan, ini bukan sebuah ranjang, tapi dia tidur di sebuah rumah panggung beralaskan tikar pandan yang sudah mulai sobek di sisi sisinya. Lilis berusaha mengumpulkan kesadarannya, dia berada di sebuah kamar berdinding bilik, ya mungkin rumah ini yang dilihatnya semalam sebelum jatuh pingsan. Rasa sakit di bahunya jauh berkurang, Lilis mencoba menggerakkan bahunya. Masih sakit, tapi sepertinya posisi sendinya sudah kembali dan rasa sakitnya sudah jauh berkurang di bandingkan semalam. Baju siapa yang dipakainya? Sebuah dater lusuh. Siapa yang mengganti pakaiannya?

Tiba tiba pintu kamar terbuka, seorang wanita berusia 40an masuk dengan membawa nampan berisi air dan makanan. Nasinya terlihat masih panas dan mengeluarkan uap yang harum. Has nasi yang ditanak dari beras yang baru digiling. Perut Lilis langsung berbunyi mencium aroma nasi yang menggugah selera dan bau ikan asin semakin memperparah rasa laparnya.

"Teteh sudah sadar?" tanya wanita yang diyakini Lilis sebagai pemilik rumah.

"Terimakasih Teh, sudah nolong saya..! Kalau boleh tahu, saya ada di mana?" kata Lilis.

"Teteh ada di kampug Ranca Badak. Tadi subuh saya nemuin Teteh pingsan di belakang.." kata wanita itu sambil meletakkan nampan berisi nasi dan lauk pauknya serta segelaa air.

"Siapa yang mengobati tanganku?" tanya Lilis heran karena persendian bahu tangannya sudah kembali normal walau masih menyisakan rasa sakit.

"Abah, kebetulan Abah seorang ahli pijat di tempat ini." kata wanita itu bangga.

"Assalam mu'alaikum...!" tiba tiba terdengar suara keras mengucapkan salam dari beberapa orang.

"Wa 'alaikum salam..!" suara jawaban terdengar, Lilis yakin itu suara seorang kakek kakek yang giginya sudah mulai ompong. Suara yang has, tanpa melihatpun sudah bisa diketahui.

"Punten Abah, apa Abah melihat seorang wanita cantik yang memakai baju muslim ke tempat ini? Ini fotonya, Abah..!" Lilis terkejut, pasti orang orang itu sedang mencarinya. Dan Lilis yakin, mereka adalah orang yang berniat melenyapkannya. Tidak mungkin polisi yang sedang mencarinya. Karena polisi akan mengikuti prosedur dalam menagani kasus kecelakaan, mereka akan melakukan investigasi di tempat.

Bersambung


kereeen episode tanpa SS!!! top kang...
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd