Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Keadaan mengubaku menjadi seperti ini

Bab 5: Hari baru

Setelah mandi, Sarah kembali ke kamar Rara, menemukan Rara sudah bersiap untuk mandi. Sementara Rara mandi, Sarah mengalihkan perhatiannya ke rak buku yang penuh dengan komik, bukan hanya itu saja ternyata Rara punya banyak buku filsafat dan psikologi. Kini Sarah sambil menunggu Rara selesai mandi ia membaca salah satu komik koleksi Rara. Meskipun biasanya tidak tertarik dengan komik, dia memutuskan untuk membaca salah satunya dan menemukan bahwa ternyata komik sangat seru, walau gambar tokohnya apalagi wanitanya banyak yang tidak menutup aurot tapi anehnya ia cukup menikmatinya.

Rara kembali, dia masih telanjang tubuhnya masih basah duduk di samping sarah yang mebaca komik di kursi membuka percakapan dengan Sarah “bagaimana Sarah, seru ndak komik”

Dengan sambil membaca komik Sarah berkata “ternyata bagus Ra, seru ceritanya”

Lanjut Rara menjelaskan “kamu kalau tahu di komik atau anime dapat banyak yang bisa di ambil lho, kayak cerita persahabatan, kesetiaan, cinta, dll, aku bahkan sering menangis kalau nonton anime atau baca komik”

Rara menagapi “oh begitu ya, kamu jug suka baca filsafat dan psikologi Ra, kamu ingin jadi apa nantinya”

Dengan menegak kan bada Rara yang masih terlanjang berkata “aku ingin menjadi seorang penggerak pemikiran bangsa Ra, kamu pasti tertawa mendengar ceritaku, tapi aku dari kecil ketika membaca buku Tan Malaka yang berjudul Madilog aku banyak terinspirasi dari bukunya, seperti salah satu bab yang menceritakan sumber ketertinggalan masyarakat Indonesia di sebut Tan Malaka sebagai logika mistika, yang mana menurutnya masyarakat Indoensia suka berpikir tidak berbasis data yang bisa di pertanggung jawabkan kebenaran nya seperti biasanya ada orang yang berpenyakit aneh datang ke dukun atau ustad dari pengobatan daripada ke dokter, kemudia mencari uang instan ke dukun atau memita uang dengan riual aneh, ada bahkan jika ingin anak nya tidak nakal lebih percaya di bawah ke ustad untuk di ruqyah dari pada ke psikolog.

Sarah mendengarkan sambil membaca komik, dia tertarik dengan kata kata Rara tentang Madilog “tapi memang Ra aku juga meskipun di lingkungan pesantren juga merasa aneh, ada orang yang rela untuk pergi berobat jauh ketika anak nya sakit kangker ke ustad untuk di suwuk dengan air, bukan nya ke dokter, berdoa memang harus, tapi berusaha menurutku sebuah jalan untuk membuka jalan doa itu, ada teman ku di pesantren malah lebih percaya perkataan ramalan dari pada orang tua”

Rara menghela nafas “aku memang khawatir Ra, bangsa kita memang tidak akan semaju eropa, karena mereka dapat memisahkan element agama dengan budaya, sehingga terciptalah masyrakat yang menghargai budaya tanpa di setai kepercayaan mistika yang menguntungkan oknum ustad atu duku yang suka menjual ayat, doa untuk di jual, dan masyrakat kita pun percaya. Orang ingin caleg yang tiba tiba berkopya, berjilbab, orang memakai baju seksi sedikit di bilang racur. ”

Sarah menutup bukunya dan menatap Sarah dengan serius “ya sudah, kenakpa pembahasan menjadi sangat berat Ra, aku sudah lelah dengan hari ini”

Rara tersenyum dan berkata” maaf Sarah, aku meman suka dengan pembahasan filsafat atau psikologi, apalagi kalau teman mengobrol dengan teman yang sefaham, Btw kamu mau tidur dengan dengan gamis dan jilbabny’.

Sarah menyadari kalau ia hanya membawa setelan gamis yang sudah lusuh dan kotor karena banyak kejadian hari ini, biasanya ia di pesantren melepas hijab dengan gamisnya Cuma ketika tidur saja, dan kini ia tak memiliki baju “tidak papa Ra, aku memakai gamis ini saja” dan Sarah melepas hijab nya

Rara menarik tangan Sarah ke rak baju nya “kamu bisa pakaian ku Sarah, tidak papa kok”

Menyadari bahwa dia tidak membawa baju ganti karena peristiwa hari itu tidak memungkinkannya untuk pulang ke rumah terlebih dahulu, Sarah menerima tawaran itu. Memilih pakaian dari lemari Rara, Sarah memilih set pakaian tidur yang paling nyaman dan tertutup menurutnya, karena lemari baju Rara baju lengan pendek dan celana panjang.

Rara memuji penampilan Sarah “kmu cantik sekali sarah tanpa jilbab mu, rambutmu indah lho”

Sarah hanya terseyum dan merebahkan tubuhnya ke kasur, ia lelah dengan semua kejadian hari ini, ingin segera tidur dan semoga hari esok lebih baik. Sekrang dia tidur bersama dengan sahabat kasa kecilnya yang saat ini menemani tidur dengan terlanjang. Malam itu, mereka berdua mempersiapkan tempat tidur. Sarah, terbiasa dengan lingkungan pondok pesantren, mencoba menyesuaikan diri dengan situasi yang sangat berbeda ini. Meski ada beberapa ketidaknyamanan, ia menghargai kehangatan dan dukungan yang ditawarkan Rara.

Pagi itu, Sarah terbangun dalam keadaan kamar yang sudah terang, menyadari bahwa Rara tidak ada di sampingnya. Dengan sedikit kebingungan, ia. Menoleh ke arah jam, ia kaget melihat sudah jam 7 pagi—jauh dari rutinitas biasanya yang bangun jam 4 untuk sholat Subuh. Keadaan menjadi semakin membuatnya panik ketika ia menyadari bahwa gamis dan jilbabnya telah hilang.

Duduk kembali di kursi komputer, Sarah merasa tidak berdaya, tidak berani keluar kamar tanpa menutupi dirinya sesuai dengan ajaran agamanya. Beberapa saat kemudian, Rara masuk ke kamar dalam keadaan masih terlanjang, mengajak Sarah untuk sarapan dengan santai.

Sarah, masih dalam kebingungan, bertanya mengapa Rara tidak membangunkannya untuk sholat Subuh dan di mana letak gamis serta jilbabnya. Rara menjawab bahwa ia tidak tega membangunkan Sarah karena terlihat sangat lelah, dan ia baru memang terbiasa bangun shubuh jam 5 pagi, untuk berlari kebiasaan nya. Menyadari keadaan gamis dan jilbab Sarah yang kotor, Rara telah mencucinya.

Sarah merenung sejenak, menyadari bahwa baru dua hari sejak liburan dari pondok, ia sudah meninggalkan salah satu kewajibannya. Namun, mengingat situasinya yang saat ini berada di rumah temannya yang tidak beragama, di sini tidak ada gamis ataupun mukena, ia tidak memiliki banyak pilihan. Sarah berniat untuk membayar sholat yang terlewatkan sehabis makan di masjid ang berada di kompleks ini.

Menerima keadaan, Sarah akhirnya mengikuti Rara ke meja makan untuk sarapan. Di sana, ia disambut dengan berbagai hidangan yang Rara telah siapkan khusus untuknya.

Makan di meja makan adalah pengalaman baru bagi Sarah. Selama ini, baik di rumah maupun di pondok, ia terbiasa makan di lantai atau menggunakan lengser, sebuah tradisi yang memungkinkan makan bersama dalam kelompok. Dan kini ia makan bersama keluarga yang sehari harinya tanpa menggunakan pakaian, ini pengalaman yang aneh baginya.

Sarapan pagi itu juga menjadi banyak pengalaman "pertama" bagi Sarah, termasuk menggunakan sendok dan garpu serta mencicipi masakan daging sapi yang lembut dan sedap, sebuah keahlian masak Rara yang diperoleh dari les privat. Ibu Rara, Amel, menanyakan bagaimana tidur Sarah dan bagaimana perasaannya sekarang. Sarah, dengan rasa syukur, mengatakan bahwa ia tidur nyenyak dan berterima kasih atas keramahan yang diberikan kepadanya.

Setelah sarapan, Rara mengajak Sarah untuk pergi ke mall, berharap bisa sedikit melepas penat. Namun, Sarah menolak, mengingat satu-satunya gamis dan jilbabnya masih dicuci. Ia tak ingin keluar rumah tanpa menutupi dirinya sesuai dengan ajaran agamanya. Meski Rara mencoba membujuk dengan janji mencari gamis dan jilbab baru di mall, Sarah tetap pada prinsipnya.

Sarah berkata “masjid dekat sini dimana ya?”

Rara menjelaskan letak masjid kepada Sarah, dan Sarah memberanikan dirinya untuk keluar dari rumah dengan tanpa jilbab untuk menuju ke masjid di komplek perumahan untuk menunaikan kewajiban nya. Di masjid Sarah berdoa dan memohon maaf sebanyak banyaknya dan meminta semoga hubungan antara nya dengan ibu bisa cepat selesai

Setiba di rumah Rara, Rara yang masih di meja makan sambil bermain handphone bertanya "Bagaimana rasanya? Kamu suka masakanku?" Rara bertanya dengan antusias, menatap Sarah yang tampak terkesan dengan hidangan daging sapi yang lembut di depannya.

"Ya, ini sangat enak. Aku belum pernah mencicipi sesuatu yang seperti ini sebelumnya," Sarah menjawab dengan tulus, menghargai usaha Rara.

Ibu Rara, yang mengamati dari kejauhan, menambahkan, "Kami sangat senang kamu menikmati masakannya. Kamu selalu diterima di sini, Sarah."

Kenyamanan dan kehangatan yang diberikan oleh keluarga Rara memberikan sedikit kelegaan bagi Sarah. Namun, saat Rara mengajaknya ke mall, Sarah merasa tertekan oleh konflik antara keinginan untuk tidak mengecewakan sahabatnya dan kebutuhan untuk tetap setia pada prinsip na.

"Sarah, aku rasa kamu butuh sedikit hiburan. Ayo ke mall bersamaku," Rara mencoba meyakinkan.

"Aku menghargai ajakanmu, Rara, tapi aku benar-benar tidak bisa keluar tanpa gamis dan jilbabku," Sarah menjelaskan dengan hati-hati, berusaha menjaga perasaan Rara.

Rara, yang terbiasa dengan kebebasan dalam berpakaian dan berekspresi, mencoba memahami, "Aku mengerti, Sarah. Tapi, di mall, kita bisa mencari pakaian yang cocok untukmu. Aku hanya ingin kamu merasa nyaman dan bahagia di sini."

Sarah tersenyum lembut, menghargai kepedulian Rara, namun tetap pada pendiriannya. Ketika Rara mengaitkan situasi Sarah dengan pengalaman traumatis keluarganya, suasana menjadi lebih serius.

"Sarah, aku tahu kamu kuat. Tapi, apakah tidak lebih baik kita mencoba hal baru bersama? Mungkin itu bisa menjadi awal yang baik untukmu, lagi pula kamu barusan keluar dari rumah ke masjid tanpa jilbab mu" Rara berusaha meyakinkan.

Sarah mengambil napas dalam, mencari kata-kata yang tepat, "Rara, aku sangat menghargai dukunganmu. Namun, ada hal-hal dalam hidupku yang sangat penting bagiku,. Aku harap kamu bisa mengerti."

Ada hening sejenak, di mana kedua sahabat itu mencoba mencerna percakapan mereka. Rara akhirnya mengangguk, "Aku mengerti, Sarah. Aku hanya ingin kamu merasa di rumah di sini. Tapi, aku akan menghormati keinginanmu."

Ketulusan Rara dalam membujuk Sarah membuat hati Sarah bergetar. "Kamu cantik, Sarah. Rambutmu juga indah. Di mall nanti, tidak ada yang mengenalmu. Coba sekali ini saja, tanpa berhijab dan gamis." kata Rara dengan nada yang meyakinkan.

Sarah terdiam, memproses kata-kata Rara. Dia menyadari bahwa Rara benar-benar tulus ingin membantunya melupakan masalah yang telah memberatkan pikirannya. "Aku hanya ingin kamu bersenang-senang dan melupakan semua masalahmu, Sarah. Aku bisa lihat dari wajahmu yang murung sejak kemarin," lanjut Rara, menambahkan dorongan.

Setelah beberapa saat berpikir, dengan perasaan campur aduk, Sarah akhirnya mengangguk, "Baiklah, Rara. Aku akan mencoba, untuk hari ini saja."

Kegembiraan Rara tidak terbendung, ia melompat kegirangan di depan Sarah. Sampai payudara rara bergoyang "Kamu serius? Ini akan menyenangkan! Kamu tidak bisa pergi dengan baju tidur, pilihlah baju ku sesukamu untuk jalan-jalan."

Sarah bangkit dari tempat duduknya, mengikuti Rara ke lemari pakaian. Di hadapannya, lemari pakaian Rara terbuka lebar, penuh dengan pilihan pakaian yang mayoritas terdiri dari rok dan celana pendek. Celana panjang hanya ada beberapa, dan itu pun adalah baju olahraga atau pakaian tidur. Setelah beberapa saat bimbang, Sarah memilih celana training dan kaos lengan pendek bergambar tokoh anime, menambahkan lapisan jaket untuk menutupi lengan pendeknya.

"Ini akan menjadi pengalaman pertamaku keluar rumah tanpa jilbab," ucap Sarah dengan suara rendah, mencoba menerima keputusannya.

Rara, mendengar keraguan dalam suara Sarah, berusaha menenangkan, "Kamu akan baik-baik saja, Sarah. Aku di sini bersamamu. Dan lihat, kamu tetap terlihat sopan dan cantik."

Sarah menghela napas, mencoba menguatkan dirinya. "Aku percaya padamu, Rara. Terima kasih sudah mendukungku."

Keduanya berjalan keluar rumah, menuju mobil Rara. Dalam perjalanan ke mall, Rara berusaha mengalihkan perhatian Sarah dengan bercerita tentang hal-hal ringan dan lucu, mencoba membuat suasana lebih rileks.

"Sekarang, mari kita buat hari ini menjadi hari yang tak terlupakan, ya!" kata Rara, tersenyum lebar.

Sarah membalas dengan senyum yang masih ragu, namun ada sedikit kegembiraan di matanya. "Hari tak terlupakan, huh? Aku siap."
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd