Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kecubung Wulung

Plencing dan Tobil berhasil menjumpai Yu Jumprit. Plencing dan Tobil tahu kalau jam - jam pagi seperti ini Pak Pedut, Kliwon dan Menik berada di sawah. Yu Jumprit tinggal sendirian di rumah. Kesempatan inilah yang oleh Tobil dan Plencing dimanfaatkan.
"Tumben kamu berdua menemui aku. Ada apa ? Duduk di dapur saja ya, biar aku bisa nyambi ngliwet sama buat sayur ." Yu Jumprit menanggapi Tobil dan Plencing yang duduk di amben dapur. " Dak masalah yu, kalau di dapur kan malah dekat sama teh dan pacitan ta, yu ." Plencing mencoba mengajak yu Jumprit bercanda. " Ya nanti tak buatkan wedang jae saja, kebetulan ini ada sukun goreng, sebentar nanti dinikmati." Yu Jumprit menanggapi candanya Plencing. " Wah itu kesukaanku yu, sukunya dak usah digoreng, tapi didang saja trus ditaburi kelapa parut. " Tobil menimpali. " Ya memang tak buat seperti itu Bil, sukunya. Kang Pedut juga suka kalau sukunya didang sama dikrawu parutan kelapa." Yu Jumprit mengiyakan pernyataan Tobil. " Cepet yu sukunya, yu. Wah aku jadi ngiler." Plencing menambah candanya. " Ya... ini dah mateng. Kelapa parutnya juga sudah aku siapkan." Yu Jumprit menanggapi candanya Plencing. " Dah ngomong saja keperluan kalian apa, tak dengarkan sambil bekerja. Kalau aku duduk nanti apinya mati." Sambil tetap di dekat tungku api yu Jumprit minta Tobil dan Plencing ngomongkan keperluannya menemui dirinya.
Dengan hati - hati dan dengan rangkaian kalimat yang berputar - putar serta berkali - kali mengucapakan kalimat permintaan maaf, Tobil dan Plencing mengutarakan maksudnya menjumpai yu Jumprit. Sempat pula Tobil dan Plencing menyampaikan iming - iming berupa uang, perhiasan, bahkan hewan ternak seperti sapi, asal yu Jumprit mau memenuhi permintaan juragannya. Plencing dan Tobil percaya yu Jumprit akan tergiur oleh iming - iming yang akan diberikan juragannya. " Yu Jumprit tinggal bilang, minta berapa. Sepuluh ekor sapi dewasa ? Atau uang tunai, atau emas, yu. Juragan Gogor bahkan bilang setengah kilogram emaspun tidak keberatan, yu." Karena sudah sangat banyak kalimat yang disampaikan Tobil dan Plencing kepada yu Jumprit, mereka berdua lalu diam. Menunggu reaksi dan jawaban yu Jumprit. Yu Jumprit sejak sejak kedatangannya Tobil dan Plencing sibuk dengan pekarjaan, tetap menyibukan diri dengan pekerjaannya. Kembali pikiran dikacaukan keberadaan jimat. Kali ini lebih edan. Juragan Gogor mau menukar jimat itu dengan setengah kilogram emas. Pikiran yu jumprit menjadi sungguh kacau. " Ni wedang jahenya panas. Ni.... sukunya panas juga. Dah diminum dan dimakan. Dihabiskan saja tu masih ada banyak ." Yu Jumprit menyajikan wedang jahe dan sukun kepada Tobil dan Plencing. Tanpa menunggu untuk ditawarkan kedua kalinya Tobil dan Plencing langsung menyerutup wedang jahe dan menikmati sukun yang dikerawu parutan kepala muda. Setelah beberapa saat sehabis menikmati wedang jahe dan sukun Tobil dan Plencing yang menunggu reaksi jawaban yu Jumprit tidak segera memperoleh yang diharapkannya. " Gimana yu, ini kesempatan baik untuk yu Jumprit bisa jadi kaya. Relakan saja jimat itu untuk dimiliki juragan Gogor. Toh yu Jumprit dapat ganti setengah kilogram emas." Tobil mengulangi iming - imingnya. " Lha iya ta yu, malah nanti kalau yu Jumprit setuju aku mintakan tambahan ke juragan Gogor. Setengah kilogram emas aku janji yu, yu jumprit bisa ditambahi tiga ekor sapi. Gimana yu ?" Plencing menimpali iming - iming yang diutarakan Tobil.
Yu Jumprit yang pikirannya menjadi tambah kacau mendengar iming - iming itu tetap diam. Dan tetap sibuk di depan tungku api. Mengapa dirinya tiba - tiba ditimpa masalah seperti ini. Yu Jumprit yang hanya orang biasa dan tidak pernah memiliki sesuatu yang berlebih, orang yang lugu, tidak pernah mempunyai keinginan - keinganan yang aneh, dan selalu hidup dengan kesederhanaannya sama sekali tidak tertarik oleh iming - iming yang ditawarkan juragan Gogor lewat mulut Tobil dan Plencing. Bagi dirinya untuk apa setengah kilogram emas. Bisa hidup membantu keluarga pak Pedut saja sudah bahagia. Kenapa harus aneh - aneh. Apalagi dirinya akan lebih baik tingkat hidupnya nanti kalau sudah benar - benar menjadi isteri pak Pedut. Iming - iming yang diucapkan Tobil dan Plencing hanya masuk ke telingan kanan dan segera keleuar lewat telinga kiri, tidak sempat mampir di alam pikirnya. Justru yang membuat pikirannya menjadi kacau adalah jimat peninggalan Nyi Ramang. Akankah jimat yang sangat bertuah di tangan Nyi Ramang ketika masih hidup itu akan menjadi rebutan orang ? Mengapa pula Juragan Gogor begitu ingin memiliki jimat itu. Telingan bahkan mendengar selentingan juga kalau ada juragan dari luar desa yang juga ingin memiliki jimat itu.
" Gimana yu, dari tadi kok diam saja. Jawab yu. Juragan Gogor menunggu jawaban yu Jumprit. Emasnya sudah disiapkan lho, yu. Kalau yu Jumprit bilang ya, besuk aku bisa mengantarkan emas itu, yu." Tobil mengharap yu Jumprit mau segera menjawab. " Dak usah panjang - panjang memikir yu. Jawab saja ya, yu Jumprit segera jadi kaya. Dan bisa segera hidup enak." Plencing menyemangati yu Jumprit. Yu Jumprit yang sudah mulai capai mendengarkan omongan - omongannya Tobil dan Plencing segera duduk di amben. Ditatapnya berganti - ganti mata Tobil dan Plencing dengan sorot mata marah. " Katakan sama juraganmu, kalau Jumprit ini tidak ingin kekayaan. Tidak ingin emas. Tidak ingin jadi orang kaya. Jumprit ini ingin jadi orang biasa tetapi hidupnya tenang, damai dan tenteram tidak banyak masalah ! Dah itu jawabanku ! Sampaikan ke juraganmu !" Dengan nada marah yu Jumprit menyampaikan kalimat ini. Tobil dan Plencing sangat kaget mendengar jawaban yu Jumprit, apalagi diucapkan dengan nada marah. Semula Tobil dan Plencing sangat percaya diri kalau yu Jumprit akan tergiur oleh iming - imingnya. Dan segera memberikan jawaban setuju. Ternyata yang keluar dari mulut yu Jumprit sangat bertolak belakang dengan apa yang diangan - angankannya. Hati Tobil dan Plencing menjadi ciut melihat yu Jumprit marah. Tetapi dasar Plencing yang memang suka ngeyel sampai disitu ia belum puas. " Yu .... kesempatan seperti ini tidak datang dua kali, yu. Kenapa yu Jumprit menyia - nyiakannya. " Plencing dengan takut - takut menyempaikan kalimat ini. Harapannya kalimatnya akan menjadi bahan pemikiran ulang bagi yu Jumprit. " Dengar ya Tobil dan Plencing ! Kesempatan seperti ini seratus kali datangpun tidak akan aku ambil. Sudah itu jawabanku. Dan kalian boleh pergi. Dan jangan datang lagi menemui Jumprit ini untuk urusan yang sama !" Sambil mengucapkan kalimat ini yu Jumprit berdiri dan tangannya menunjuk ke arah pintu dapur yang memberi isyarat agar Tobil dan Plencing segera meninggalkannya lewat pintu itu.
Tobil dan PLencingpun segera beranjak dari amben dan berdiri. " Ya sudah yu, maaf aku tak pulang dulu. Siapa tahu yu Jumprit besuk berubah pikiran. " Plencing masih nekat ngomong. " Dak sekarang, dak besuk, dak lusa. Jangan berharap !" Yu Jumprit setengah membentak dan segera memunggungi Tobil dan Plencing yang menuju pintu dapur untuk keluar dari dapur dan meninggalkan yu Jumprit.
Dalam hati yu Jumprit tertawa terbahak. Ternyata dirinya yang hanya pembantu rumah tangga bisa juga membuat ciut hati orang. Dan berani dengan keras menampik keinginan seorang juragan yang amat kaya dan amat berpengaruh. Jika bukan karena keberadaan jimat itu pasti dirinya tidak akan bisa berbuat seperti itu.
Menik datang dari sawah. " Minum yu ! Mana sukunnya ?" Menik menuju sumur untuk membersihkan kakinya. Ditariknya kain yang menutupi bagian bawahnya tinggi - tinggi agar tidak kena guyuran air. Jika disitu ada laki - laki pasti akan segera menelan ludah melihat paha Menik yang bersih panjang dan padat. Dan ketika Menik mengguyurkan air sambil membungkuk, pantatnya yang gempal dengan belahan yang tampak bersih terlihat juga di mata yu Jumprit. Dan Yu Jumprit hanya bisa berguman lirih : " Kecantikanmu sempurna ndhuk, beruntung pria yang nanti memilikimu." Yu Jumprit lalu segera tergopoh - gopoh mengambilkan minum dan menyediakan sukun untuk Menik.

Juragan Gogor sudah mengatur pertemuannya dengan Tumi. Semua telah dipersiapkan. Strategi yang diatur bersama Plencing dan Tobil telah membuat Tumi sangat memercayai. Malam segera akan tiba. Juragan Gogor sudah sangat siap untuk memperdaya Tumi.
Angin yang bertiup kencang membuat daun dan ranting pepohonan saling bergesekan menimbul suara gemerisik. Malam akan terjadi hujan. Gerimis mulai turun. Awan pekat yang menggelayut di langit menyebabkan gelap jalanan menjadi pekat. Di bawah payung untuk menahan gerimis, diterangi sentolop yang dibawanya Tumi bergegas menuju rumah juragan Gogor. Tumi ingin segera sampai di rumah mewah juragan Gogor. Tumi ingin segera dipuji - puji oleh juragan Gogor yang telah memercayai dan menganggapnya sebagai orang yang pinter memilih perhiasan. Tumi sangat bangga dipercayai oleh orang yang sangat kaya dan sangat berpengaruh. Tumi merasa memperoleh kehormatan dengan adanya undangan dari juragan Gogor. Tidak setiap orang bisa gampang menemui juragan Gogor untuk berbincang. Kali ini justru dirinya yang diminta oleh juragan Gogor untuk datang. Tumi sangat berbangga hati. Sempat pula di benak Tumi curiga, mengapa dirinya diundang juragan Gogor malam - malam. Mengapa tidak siang hari. Kalau hanya akan diminta pendapatnya tentang perhiasan mengapa harus malam - malam. Tumi juga sudah banyak mendengar tentang juragan Gogor yang suka wanita. Juragan Gogor sangat keranjingan dengan wanita muda. Tumi juga sudah mendengar kalau juragan Gogor suka membeli perawan. Siapa perawan yang bersedia digauli juragan Gogor akan banyak duit. Dibelikan sawah. Bahkan dibuatkan rumah. Kecurigaannya terhadap juragan Gogor ditepisnya sendiri. Mungkin Juragan Gogor saat siang sangat sibuk, jadi mengundang dirinya malam hari. Masak iya dirinya disukai juragan Gogor. Tumi pernah juga mendengar perawan yang digauli juragan Gogor adalah perawan - perawan yang berasal dari tetangga desa yang jauh. Masak iya juragan Gogor tega akan memperdaya dirinya yang hanya tetangga rumah.
Plencing dan Tobil yang baru saja kena dampratan juragan Gogor lantaran tidak berhasil mempengaruhi yu Jumprit agar mau menukar jimat dengan emas setengah kilogram, menyambut kedatangan Tumi dengan suka cita. Juragannya pasti tidak akan marah - marah lagi, karena walupun Plencing dan Tobil gagal dengan yu Jumprit tetapi berhasil menghadirkan Tumi yang sangat dirindukan juragannya. Bahkan Plencing dan Tobil akan mendapat hadiah kalau nanti juragannya memperoleh kepuasan. Plencing dan Tobil tergopoh - gopoh membukakan pintu gerbang halaman rumah. Plencing segera mengantarkan Tumi memasuki rumah. " Aku sampai disini saja. Kamu lewat tangga ini, juragan menunggumu di lantai dua." Plencing menunjuk tangga yang menghubungkan lantai bawah dengan lantai di atasnya. Tumi yang baru sekali ini memasuki rumah juragan Gogor terkagum - kagum. Rumah besar yang mewah untuk ukuran Tumi. Diujung tangga Tumi disambut sapaan juragan Gogor : " Sini Tum ! Sudah sejak tadi aku menunggumu." Tumi melihat sekeliling ruangan. Ada lemari besar, ada tempat tidur besar dan berkasur tebal, ada meja besar di atasnya tertata botol - botol minuman dan gelas - gelas bagus, tetapi tidak ada kursi. Hanya ada satu sofa besar yang diduduki juragan Gogor. Tumi berdiri termangu. " Ayo duduk Tum." Juragan Gogor minta Tumi Duduk. Duduk dimana pikir Tumi. Cuma ada satu tempat duduk yang sedang diduduki juragan Gogor. Juragan Gogor berdiri dan menarik tangan Tumi : " Duduk disini. " Tumi kikuk duduk bersanding dengan juragan Gogor. " Santai saja Tum. " Juragan Gogor merapatkan tubuhnya ke tubuh Tumi. Tumi mencium bau minyak wangi yang sangat sedap yang berasal dari baju juragan Gogor. " Ini lho Tum yang aku mau mintakan pendapatmu. Kamu kan pinter milih - milih perhiasan. Liontin ini menurutmu bagus dak. Kamu tahu kan Tum, isteri keduaku itu selalu rewel. Kini minta dibelikan liontin tapi tidak mau diajak ke kota untuk milih. Sudah dua kali aku beli selalu tidak cocok." Juragan Gogor berbohong. Sambil memegang tangan Tumi juragan gogor memindahkan liontin ke tangan Tumi. Juragan Gogor merasakan hangat dan halus lumernya tangan Tumi. Juragan Gogor menelan ludah. Birahinya mulai merambati benaknya. Tumi memegangi liontin berbentuk mahkota bunga yang sedang mekar dan ditengah ada mata berlian yang berkerlip tertimpa cahaya lampu ruangan. " Gimana Tum .... bagus ....?" Juragan Gogor semakin merapatkan duduknya ke tubuh Tumi. Sampai - sampai Tumi bisa merasakan dengus napasnya juragan Gogor. Tumi yang terus terkagum - kagum dengan liontin yang sedang dipegangnya, tidak sadar duduknya juragan Gogor sudah menempel rapat dengan duduknya. " Saya belum pernah melihat liontin yang seperti ini juragan. Tetapi liontin ini sangat indah. Jika ada wanita tidak menyukai liontin ini berarti dia wanita yang bodoh, juragan " Tumi menjawab juragan Gogor sambil menoleh ke juragan Gogor. Ternyata wajah juragan Gogor sudah sangat dekat dengan wajahnya. Tumi yang sedari tadi hanya menunduk dan memperhatikan liontin, ketika menoleh, maksudnya mau menampakkan reaksinya kalau dirinya sangat mengagumi liontin ini, karena sudah sangat dekatnya dengan wajah juragan Gogor, maka hidung Tumi menyentuh pipi juragan Gogor. " Aduh ... maaf juragan. " Tumi tersipu. " Dak apa - apa Tum, aku malah senang, kok Tum. Bersinggungan dengan hidung perawan cantik ternyata enak, Tum. " Juragan Gogor semakin berani mengungkap maksudnya. Juragan Gogor mengambil kalung dari tangan Tumi. Dan dengan cekatan memasangkan kalung berliontin di leher Tumi. Tumi kaget, dan tak sempat menolak. Saat melingkarkan kalung di leher Tumi ini juragan Gogor menyentuhkan hidungnya di pipi Tumi. Sekali lagi Tumi kaget, tetapi tidak sempat menghindar. belum sempat hilang dari kagetnya juragan Gogor Menarik tangannya dan membimbingnya berdiri di depan kaca lemari yang besar. Juragan Gogor berdiri rapat di belakang Tumi sambil memegangi pundak Tumi. " Gimana Tum .... betul liontin ini indah ?" Juragan Gogor tiba - tiba memeluk tubuh Tumi dari belakang. Tumi kaget lagi. Kekagetannya semakin membuatnya sadar kalau juragan Gogor pasti punya maksud akan memperdaya dirinya. Belum sempat Tumi menjawab pertanyaan juragan Gogor , Juragan Gogor mempererat pelukannya. " Kalung dan liontin ini buat kamu saja, Tum. Kelihatannya kamu sangat cocok dengan kalung ini. Kamu jadi tambah cantik saja. " Juragan Gogor tidak melepas pelukannya. Tumi melihat dirinya di kaca sedang dipeluk juragan Gogor dari belakang. Diam - diam Tumi mengagumi dirinya. Dengan liontin ini dirinya memang tambah cantik. Untuk ketiga kalinya Tumi sangat kaget ketika tiba - tiba juragan Gogor menempelkan bibirnya di lehernya. Tumi menjadi sangat paham, kalau juragan Gogor tadi bersandiwara. Pasti yang sebenarnya adalah ingin memperdayanya.
Karena Tumi tidak berekasi menolak juragan Gogor semakin nekat. Tangannya dilingkarkan di dada Tumi, dan jari - jarinya berusaha mencoba membuka kancing kain di bagian dada Tumi.
Pikiran Tumi melayang teringat Gudel. Gudel yang dicintainya. Gudel lelaki pertama yang pernah meremas dadanya. Gudel yang sangat disayangnya. Gudel yang telah diberinya dengan ikhlas keperawananya. Gudel bisa diharapkan segera menghamilinya dan dijeratnya agar menikahikanya. Tumi teringat Gudel yang sedang bermasalah dengan uang. Tiba - tiba muncul dibenak Tumi kalau dirinya pasrah diperdaya juragan Gogor, dirinya pasti akan mendapatkan uang dari juragan Gogor dengan mudah. Dengan demikian dirinya akan lebih bisa membantu Gudel segera lepas dari permasalahan uang. Dan Gudel akan banyak berhutang budi pada dirinya. Cita - citanya dinikahi Gudel pasti segera akan terwujud.
" Jangan juragan ... jangan ... !" Tumi berpura - pura menolak dan mencoba menepis - nepiskan tangan juragan Gogor yang membuka kancing baju di depan dadanya. Tumi berpura - puran meronta untuk lepas dari pelukan juragan Gogor. " Juragan ... jangan juragan ....!" Tumi mencoba terus meronta. Juraga Gogor yang melihat rona merah wajah Tumi di kaca dan nampak Tumi semakin kelihatan cantik saja, menjadi semakin kesetanan. " Tumi ... minta apa kumu Tumi... aku akan berikan .... " Bisik Juragan Gogor ditelinga Tumi sambil terus memeluk tubuh Tumi dari belakang. Dengan Tetap memeluk erat Tumi Juragan Gogor membuka lemari dan tangannya meraih tumpukan uang kertas. " Jika ini kurang. Kamu bisa ambil sendiri Tum. Ni ... Tum ambillah !" Juragan Gogor menjejal - jejalkan uang digenggamnya ke tangan Tumi. Tumi sempat melirik uang di tangan juragan Gogor. Banyak sekali, pikirnya.
Hujan di luar rumah yang tadi hanya sempat jatuh gerimis telah tercurah menjadi hujan. Suara jatuhnya air di atas genting - genting rumah berbareng dengan suara gemerisiknya gesekan - gesekan dedauan yang diterpa angin menindih suara Tumi yang meminta juragan Gogor agar jangan melakukan yang diinginkan juragan Gogor.
Tubuh tinggi besar juragan Gogor dan tangan kuat juragan Gogor segera memeluk kuat dan mengangkat Tubuh Tumi yang kecil bila dibandingkan dengan tubuh dengan tubuhnya. Juragan Gogor membaringkan Tubuh Tumi diranjang sambil terus dipeluk dan tidak akan dilepaskan. Nafsu birahi juragan Gogor begitu meledak - ledak. Diranjang Tumi terus berpura - pura meronta. Uang digenggaman juragan Gogor tersebar di atas ranjang. Tumi sempat melirik lagi uang yang terserak di ranjang. Banyak sekali pikirnya. Semakin Tumi meronta juragan Gogor menjadi semakin kesetanan. Belum pernah juragan Gogor berhubungan dengan perawan yang meronta. Dengan perawan - perawan yang dibeli sebelumnya juragan Gogor selalu mendapatkan yang pasrah - pasrah saja. Dengan mudah dan tanpa perlawanan juragan Gogor melucuti kain yang dikenakan. Dan ketika juragan Gogor dengan nafsu birahinya memperdaya perawan - perawan sebelumnya, mereka hanya pasrah - pasrah saja. Karena memang tubuhnya sudah dibeli maka apa yang dibuat oleh yang membeli mereka manut - manut saja. Berbeda dengan yang kali ini. Juragan Gogor seolah mendapat perlawanan. Dengan adanya perlawanan dari Tumi, Juragan Gogor justru sangat merasa senang. Menambah nafsu birahinya menjadi begitu meledak - ledak dan kesetanan. Dalam pikiran juragan Gogor Tumi pasti bisa dikalahkan. Sebentar lagi pasti akan segera bisa dikuasai. Dengan dua kakinya Tumi tubuh Tumi dijepitnya. Tumi menjadi kesulitan meronta. Sementara itu tangan Juragan Gogor telah bisa membukan kain yang menutupi dada Tumi. Dada sudah terbuka tetapi payudara masih tertutup kutang. Karena merontanya Tumi semakin lemah lantaran kuatnya kedua kaki Juragan Gogor yang menjepit tubuh Tumi, maka dengan mudah pula juragan Gogor menyingkirkan kutan dari dada Tumi. Menyembulah dua gundugan daging putih dengan di puncaknya adan puting kecil berwarna merah jambu. Buah dada Tumi. Sekilas juragan Gogor memandangi buah dada Tumi yang bersih ada beberapa tahi lalat kecil berwarna merah menghisainya. Baru beberapa detik juragan Gogor memandangi buah dada Tumi sudah tidak tahan untuk segera menyerbunya. Serbuan juragan gogor ke buah dada Tumi sangat menggila. Digigit puting susu Tumi, disedot - sedot, dicipok - cipok dan terus diciumi dengan membabi buta. Tumi menjerit - njerit seperti tidak rela juragan Gogor memperlakukan buah dadanya seperti ini. Tetapi yang benar Tumi sangat menikmati serbuan ke payudaranya. Kumis juragan Gogor yang tebal sangat membuat payudara sangat geli. Belum lagi cara juragan Gogor menyedot - nyedot dan menggigit - gigit putingnya. Dengan telapak tangannya yang besar serta jari - jarinya yang panjang berganti ganti juragan Gogor menekam buah dada Tumi dan meremasnya. Setiap kali remasan lembut hingga remasan gemas dan kasar Tumi meronta dan menggeliat : " Jangan Juragan ...jangan.... sudah ... juragan ...!" Tumi terus meronta walaupun rontaannya kian melemah. Apa yang keluar dari mulut Tumi sangat bertolak belakang dengan apa yang dikatakan hatinya. Terus juragan ... terus...lumat dan remas juragan.....ah ....sangat nikmat ! Puas dengan payudara Tumi juragan Gogor mengarahkan mulutnya ke bibir Tumi yang terus banyak meringis dan terbuka - buka. Saat bibir membuka ini juragan Gogor langsung menerkamnya dengan ciuman dahsyatnya. Tampa ampun bibir Tumi dilumat sampai Tumi kesulitan bernapas. Dirasakan Tumi, bibir dan lidah juragan Gogor begitu hebat memperdayanya. Seluruh tubuh Tumi menjadi merinding nikmat. Ciuman juragan Gogor yang menyerbu dahsyat mempengaruhi milik Tumi yang ada di selangkangan. Ciuman itu membuat miliknya yang ada di selangkangan membasah. Tumi orgasme. Tangan juragan Gogor yang ada di selangkangan Tumi sudah berhasil merobek dan melepas celana dalam Tumi. Dengan sigap juragan Gogor juga memelorotkan kain bawah Tumi. Tumi telanjang. Juragan Gogor melepaskan cengkeramannya di tubuh Tumi dan membiarkannya tubuh telanjang Tumi tergolek di ranjang. Dengan cepat dan sigap juragan Gogor melucuti pakaian yang dikenanakan. Juragan Gogor telanjang. Tumi sempat melirik mentimun juragan Gogor yang besar besar panjang tegak mendongak. Tumi berpura - pura menangis. Satu tangannya berusaha menutupi buah dadanya dan tangan yang lain menutup miliknya. Napas juragan Gogor yang memburu ngos - ngosan terdengar sangat keras. Kembali juragan Gogor menerkam tubuh telanjang Tumi. Kali leher Tumi yang diserbu bibir juragan Gogor. Sementara tangan juragan Gogor berusaha mengangkangkan paha Tumi yang terus merapat. " Jangan .... jangan... juragan ... jangan.... jangan ..lakukan... !" Tumi terus merapatkan pahanya yang terus dibuka - buka oleh tangan kuat juragan Gogor. " jangan .. jangan ... jangan ... juragan... !" Sebaliknya apa yang ada di pikiran Tumi, cepat juragan kangkangkan pahaku. Cepat lakukan juragan aku sudah tidak tahan !
Juragan Gogor sekilas teringat perawan - perawan yang telah dibeli sebelumnya. Mereka begitu pasrah. Ketika sudah telanjang mereka telentang di ranjang dengan kaki kangkang siap untuk disetubuhi. Tumi lain. Tumi meronta. Tumi membuat nafsu birahinya berlebih. Perawan - perawan sebelumnya ketika buah dadanya diciumi, dihisap - hisapnya, hanya mendesah pelan dan tidak banyak menggelinjang dan menjerit - njerit seperti Tumi.
Paha Tumi berhasil dikangkangkan oleh tangan juragan Gogor. Dan pada saat tangan juragan Gogor berusaha mengangkangkan paha Tumi, sempat pula tangan dan jari - jari mampir di milik Tumi yang sudah membasah. Paha Tumi yang terbuka kangkang segera ditempat pinggul juragan Gogor. Dan mentimun juragan Gogor sudah tak sabar. Dengan sekali gerakan merendah pinggul dan memajukan pantat mentimun juragan Gogor telah mendesak membuka bibir milik Tumi menekan dan amblas di milik Tumi. " Juragaaaaan ....!" Tumi menjerit. Tumi merasakan ada sesuatu yang besar, sangat kaku, hangat dan ujungnya menyodok - nyodok bagian yang paling dalam milikinya. Sambil terus berganti - ganti menyerbu bibir, leher dan payudara Tumi, juragan Gogor semakin lama semakin memacu maju mundurnya mentimunya. Hampir setiap lima menit Tumi sampai puncak. Ketika setiap kali Tumi sampai ke puncak ini membuat mentimun juragan Gogor seperti diremas - remas, disedot - sedot dan di pelintir - pelintir. Belum pernah juragan Gogor merasakan yang sepertini ini. Puluhan wanita telah dicobanya, tidak ada yang enaknya seperti milik Tumi. Juragan Gogor semakin menggila memacu mentimun. Tumi meronta - ronta. Kaki panjangnya kadang menendang - nendang, kadang melingkar dipinggul juragan Gogor dan pantatnya dinaik - naikkan. Mentimun juragan Gogor yang terus terasa disedot, diremas, dan dipelintir siap meledak.
Dengan kuat juragan Gogor memeluk tubuh Tumi, mencipok buah dada Tumi dengan sedotan yang amat kuat, dan pantatnya menyodokan kuat mentimunnya di kedalaman milik Tumi. Juragan Gogor menggeram dan mengejang. Tum ........Tumi.....Tuuuuuuuum.....!" Tumi merasakan ada air bah berupa cairan lava memenuhi kedalaman miliknya. Kehangatan dan keleler - keleler di dalam miliknya membuat milik Tumi geli luar biasa dan ahkirnya Tumi sampai ke puncak lagi untuk yang kesekian kalinya. Tumipun menjerit sambil menjambak rambut juragan Gogor : Juragaaaaann ..... !"

Semakin hari semakin tambah banyak orang yang datang minta tolong kepada yu Jumprit. Tidak kurang dari dua puluh orang setiap hari antri di rumah pak Pedut untuk mintan pertolongan dari yu Jumprit. Ada yang datang karena sakit, ada yang datang karena sedang tertimpa kemalangan, ada pula yang datang karena belum mendapat keturunan, bahkan ada yang datang karena belum berjodoh, dan lain sebagainya. Yu Jumprit menjadi sangat sibuk.
Yu Jumprit yang semula di rumah pak Pedut hanya sebagai pembantu rumah tangga, kini berbalik menjadi tuan rumah. Yu Jumprit yang masih memiliki hubungan darah dengan mendiang isteri pak Pedut yang telah meninggal dunia, tinggal di rumah pak Pedut sejak Nyi Ramang sakit sampai dengan meninggalnya Nyi Ramang. Pekerjaan yu Jumprit hanya membantu urusan dapur. Dan pekerjaan - pekerjaan kasar yang lainnya. Yu Jumprit yang namanya tidak banyak dkenal orang kini tiba - tiba mencuat menjulang menjadi sangat tenar. Yu Jumprit yang sakti. Yu Jumprit pengganti Nyi Ramang. Yu Jumprit berbalik sangat dihormati orang.
Yu Jumprit banyak dibicarakan orang. Warga terus bertanda tanya, mengapa justru yu Jumprit yang mendapat warisan jimat sakti itu. Mengapa tidak pak Pedut anaknya, mengapa bukan Kliwon cucu pertamanya, atau mengapa tidak Menik. Banyak orang mengatakan pak Pedut orangnya lemah. Mungkin Nyi Ramang menilai pak Pedut tidak bakalan kuat ketempatan jimat. Kliwon orangnya pendiam. Tidak bisa banyak bergaul dengan orang. Mungkin Kliwon dinilai oleh Nyi Ramang tidak pantas menerima warisan jimat itu. Sedangkan Menik masih terlalu belia. Sehingga Nyi Ramang mungkin Menilai Menik masih belum tepat membawa jimat. Ahkirnya pilihan jatuh kepada yu Jumprit. Orang hanya bisa menduga - duga. Orang hanya bisa berkata tanpa memperoleh bukti nyata. Satu - satunya bukti adalah yu Jumrpit mampu berbuat seperti Nyi Ramang. Menyembuhkan orang sakit, meringankan beban orang yang sedang tertimpa kemalangan, dan lain sebagainya.
Hari - hari siang, sore, malam rumah pak Pedut ramai didatangi orang. Rumah pak Pedut kembali seperti ketika mendiang Nyi Ramang masih berpraktik menolong orang. Rumah pak Pedut tidak pernah sepi orang. Oleh - oleh dan barang bawaan orang menumpuk di dapur. Ada gula, ada teh, ada rokok, ada sayur mayur, ada kelapa, bahkan ada ayam, itik dan sebagainya. Orang sangat tahu mendiang Nyi Ramang tidak pernah mau diberi uang. Orang mewujudkan ucapan terima kasihnya berupa barang. Kini orang - orangpun terhadap yu Jumprit tidak ada yang memberi uang. Ucapan terima kasihnya tetap diwujudkan dalam bentuk barang. Jika barang sudah menumpuk banyak, tetangga terdekatlah yang beruntung. Mereka mendapat luberan oleh - oleh dan barang bawaan orang yang kalau tidak segera dimanfaatkan akan rusak dimakan hari. Tidak jarang pula maka tetangga terdekatlah yang selalu banyak membantu kerepotan yu Jumprit.
Gudelpun lalu menjadi orang yang banyak membantu di keluraga pak Pedut. Selain Gudel ingin selalu dekat dengan Menik, Gudel adalah orang yang memang gampang membantu orang yang sedang repot. Air sumur yang keluar sangat sedikit dan kebutuhan air yang harus banyak, membuat jasa Gudel yang tidak segan mengusungkan air dengan bumbung bambu dari tebing menjadi sangat penting. Gudel ingin mendapat penilaian dari Menik. Gudel ingin cintanya yang selama ini terus dipendamnya mendapat balasan dari Menik. Apa yang diperbuat Gudel sekarang persis ketika waktu itu Rase berbuat membantu mendiang Nyi Ramang. Rase yang sekarang sudah menjadi juragan sudah tidak mungkin lagi berbuat seperti dulu. Hanya saja waktu itu Rase tulus berbuat membantu Nyi Ramang tanpa embel - embel pengharapan. Sedangkan Gudel jasanya ingin dihargai oleh Menik yang dicintainya.

Hari belum terlalu sore. Udara begitu segar terasa di badan. Angin bertiup lembut. Pohon perindang tidak banyak bergerak karena lembutnya angin bertiup. Matahari yang miring terasa hangat di badan. Dengan mengenakan pakaian yang rapi dan mengoleskan wewangian di baju, Juragan Rase datang ke rumah pak Pedut bermaksud mengunjungi Menik. Beberapa orang yang ingin bertemu yu Jumprit masih duduk diteras menunggu pak Pedut mempersilahkan masuk untuk bertemu yu Jumprit di ruang tamu. Gudel yang tampa baju juga sedang duduk - duduk di teras istirahat sambil mengepulkan asap rokok. Gudel masih harus terus mengisi bak air di dapur dengan air yang diambilnya dari tebing. Hari - hari yang selalu banyak tamu sangat membutuhkan air untuk memasak. Juragan rase dengan tanpa menyapa Gudel dan orang - orang yang sedang berada di teras langsung memasuki rumah melalui pintu dapur. Pikirannya yang ingin segera bertemu Menik membuatnya lupa menengok kekiri dan kekanan. Sehingga orang yang sedang ada diteraspun tidak terlihat oleh matanya. Menik ada di dapur sedang membantu perempuan - perempuan tetangga dekat yang sengaja datang membantu kerepotan yu Jumprit. " Duduk di rumah saja, kang. Di dapur kotor. " Sapa Menik pada Juragan Rase yang langsung duduk di amben dapur. " Ah disini saja enak. Sambil nemani kamu." Jawab juragan Rase. " Iya juragan di dapur nanti kena asap jadi sangit." Timpal perempuan tetangga mengiyakan kalimat Menik. " Sudahlah ... biasa sangit dak papa." juragan Rase tertawa. Menik membawa nampan yang di atasnya ada gelas teh dan sepiring wajik. " Minum kang, ini wajiknya manis banget. Buatan yu Jumprit." Menik menemani Juragan Rase Minum. " Gono dak pernah kirim kabar, Nik ?" Juragan Rase mengingatkan Menik tentang Gono. Juraga Rase sangat tahu kalau Gono selama ini tidak pernah kabar - kabar kepada Menik. Juragan rase tahu kalau Menik sedang bolong. Dulu Menik pacar Gono. Tetapi Gono yang sekarang tidak diketahui dimana rimbanya dan tidak pernah mengabari Menik, membuat Juragan Rase berani mencoba memasuki hati Menik. " Sejak kepergiannya ke kota sampai hari ini kang Gono tidak kirim kabar, kang." Menik mengansurkan piring wajik ke dekat duduk juragan Rase. " Ya ... ya Nik .. nanti aku ambil wajiknya aku tak minum dulu." Juragan Rase menyerutup teh. " Mungkin kang Gono sudah kecantol perawan kota, kang." Menik melanjutkan kalimatnya sambil tertawa. Mendengar kalimat Menik yang walaupun diucapkan sambil tertawa ditangkap oleh Juragan Rase kalau kalimat Menik ini sudah mengandung keraguan akan kesetiaan Gono. Maka Juraga Rase segera mencoba mempengaruhi keraguan Menik agar semakin meragukan Gono : " Iyo lho Nik. Perawan kota kan pandai bersolek. Perjaka siapa yang tidak tergoda. " Juragan Rase tertawa lepas. " Kalau kang Gono sudah kencantol perawan kota, ya aku ikhlas kok kang. Toh di desa masih banyak perjaka." Berkata ini Menik juga menyertakan tertawa lepasnya. Perempuan tetangga yang mendengarkan canda Menik dan Juragan Rase minmpali :" Tuh .... juragan Rase masih perjaka, ta ? .... kaya lagi....!'' Perempuan tetangga ikut melepaskan tertawanya pula. Kalimat perempuan tetanggga ini membuat juragan Rase tersipu malu, tetapi di dalam hatinya berbungan - bunga. " Juragan rase juga suka perawan kota, yu. Perawan kota yang wangi dan suka bersolek. " Menik menimpali kalimat perempuan tetanggga yang tetap sambil sibuk. " Dak.... dak ....Nik. Aku tetap suka perawan desa yang lugu dan ayu seperti kamu, Nik !" Juragan Rase semakin melepaskan tawanya. " Nah itu .... ternyata juragan Rase suka perawan yang seperti kamu, yang seperti kamu.... ya kamu itu.... Nik. Begitu kan juragan ?" Perempuan tetangga menggoda Menik. Mereka yang di dapur semua tertawa lepas.
Gudel yang masih berada di teras di depan dapur mendengar percakapan ini. Tiba - tiba di dalam dadanya terasa ada sesuatu yang sesak mengganjal dan terasa panas. Gudel merasa kawatir jika guyonan itu kebablasan bisa - bisa ia mendapatkan saingan yang tidak seimbang. Jika juragan Rase nantinya menyukai Menik berarti dirinya akan bersaing dengan juragan Rase. Akankah dirinya bisa menang bersaing dengan orang sekaya juragan Rase ? Juragan Rase akan bisa melakukan apa saja dengan uangnya. Dirinya hanya bisa menjual jasa, mengorbankan tenaganya untuk membantu. Gudel menjadi gelisah, resah dan panas hati. Gudel tiba - tiba merasa kecil dan tidak berarti.
Apa yang harus dilakukannya untuk memenangkan persaiangan ini.
Guyonan di dapur semakin rame saja. Juragan Rase semakin banyak tertawa. Ditelinga Gudel tawa juragan Rase bagai halilintar yang memekakan telinganya. Setiap kali didengar tawa Menik hatinya bagai teriris. Dan tawa - tawa para perempuan tetangga bagai hinaan terhadap dirinya. Gudel bangkit dari duduk dan ngeloyor pergi membawa sakit hatinya.
 
Tobil dan Plencing tidak berhasil mempengaruhi Yu Jumprit, mereka segera mengalihkan sasaran. Tobil dan Plencing membidik Kliwon. Menurut Tobil dan Plencing Kliwon akan lebih mudah dipengaruhi. Tobil dan Plencing menemui Kliwon di sawah. Di sawah tidak akan banyak dilihat orang. Bisa bebas berbicara.
Siang di langit ada mendung. Karena mendung hanya tipis dipastikan tidak akan turun hujan. Mendung membuat matahari siang tidak menyengat. Kliwon sibuk matun. Matun adalah membersihkan rumput gulma pengganggu tanaman. Plencing dan tobil melangkah mantap di atas pematang sawah mendekati Kliwon.
Kedatangan Plencing dan Tobil membuat Kliwon bertanya - tanya. Ada apa gerangan dua pembantunya juragan Gogor ini menemuinya di sawah. Kenapa tidak di rumah saja. " Kalau menemui aku di rumah kan bisa sambil wedangan ta, kang. Kalau di sawah gini kan malah kehausan." Kliwon membuka pembicaraan sambil menempatkan pantatnya di pematang diikuti Tobil dan Plencing. " Jangan kawatir Won. " Plencing membuka bungkusan yang sejak tadi ditenteng. " Ini wedang serbatnya mbok Semi." Plencing mengeluarkan botol - botol yang berisi wedang serbat dan cangkir bambu. " Dan ini pisang gorengnya. Juga dari kedainya mbok Semi." Tambah Plencing. " Dan ini rokok sedap buat kamu Won." Tobil mengeluarkan dua bungkus rokok dari sakunya. " Wela ... mau berpesta di sawah ini rupanya ." Kliwon tertawa gembira. Melhat Kliwon tertawa gembira, Tobil dan Plencing optimis Kliwon bakal bisa dipengaruhi. Kliwon lahab menikmati pisang goreng dan berkali - kali menuang wedang serbat. Kliwon memang sedang haus dan lapar. Sejak pagi berada di sawah. Kliwon menyulut rokok dan menikmatinya. Tobil dan Plencing senang, Kliwon sangat menikmati apa yang dibawa dan diberikan kepada Kliwon. " Won kamu ini dak kepingin kaya, apa ?" Plencing mulai membuka kalimat strategi mempengaruhinya. " Lho sapa orangnya Cing yang dak kepingin kaya ?" Buru - buru Kliwon menanggapi kalimat Plencing. " Tetapi untuk menjadi kaya itu kan tidak gampang ta Cing." Kliwon melanjutkan kalimatnya. " Bagi orang lain memang susah Won, untuk menjadi orang kaya itu. Seperti aku dan Plencing ini susah untuk menjadi kaya. Hidupku hanya tergantung juragan Gogor. Tapi bagi kamu mau jadi kaya itu masalah sepele, Won." Tobil langsung membuat kalimat yang segera akan menuju sasaran. " Lho kok sepele, Bil. Lha ini aku selalu membanting tulang di sawah saja hasilnya dak pernah buat aku kaya kok, Bil." Bantah Kliwon. " Gini Won .... aku pikir - pikir kamu dan keluargamu ini aneh. Lha dak aneh gimana. Lha wong Nyi Ramang ini kan nenekmu. Tapi kok anehnya mewariskan jimat Kecubung wulung itu malah ke yu Jumprit. Harusnya kan ke pak Pedut bapakmu itu. Atau ke kamu. Atau ke Menik. Lho kok malah ke yu Jumprit. Apa itu dak aneh, Won ?" Plencing sudah masuk ke strategi mempengaruhi. Kliwon mengerinyitkan dahinya. " Mendiang nenekmu itu menurut aku sangat tidak tepat dan sangat tidak adil memberikan mewariskan jimat itu ke yu Jumprit. Lha yu jumprit itu apa ta ? Kan hanya pembantu. Walaupun masih ada ikatan darah, tapi kan tetap hanya pembantu ta, Won !" Sambung Tobil. " Dan anehnya lagi, Won. Kamu itu lho, kamu itu kan pewaris langsung dari Nyi Ramang. Kenapa jimat itu jatuh di tangan yu Jumprit kamu diam saja. Seolah - olah dak terjadi apa - apa. Mbok ya dipikir, Won. Sapa tahu yu jumprit mendapat jimat itu dengan cara tidak wajar. Misalnya ketika Nyi Ramang akan meninggal yu Jumprit merebut jimat itu dari tangan Nyi Ramang. Bisa saja ta Won, yu Jumprit berbuat begitu ?" Plencing mencoba mencuci otak Kliwon. Mendengar kalimat Plencing ini Kliwon semakin mengerinyitkan dahinya. " Bentar ..... bentar .... aku kok jadi bingung. Apa hubungannya aku gampang bisa menjadi kaya dengan omongan - omongan kalian ini ?" Kliwon memang benar - benar bingung. Untuk menjadi kaya dirinya dibilang Tobil dan Plencing hanya sepele. Tetapi Tobil dan Plencing kok malah mengarah kepada keberadaan jimat. " Jelasnya gini Won. Jika saja jimat itu ada di tanganmu, kamu akan sangat mudah menjadi kaya. Sebab juragan Gogor mau menukar jimat itu dengan setengah kilogram emas. Kalau saja jimat itu segera bisa berada di tangan juragan Gogor, juragan Gogor masih mau menambah sepuluh ekor sapi. Itu lho Won, yang aku maksudkan kamu untuk menjadi kaya itu sepele." Plencing pidato. Kliwon mengernyitkan dahinya lagi. Kliwon menelan ludah. Kliwon membayangkan setengah kilogram emas dan sepuluh ekor sapi. " Lha sekarang jimat itu di tangan yu Jumprit. Kalau satu saat Jumprit mendapat tawaran seperti ini dari juragan lain ? Jangan - jangan yu Jumpritlah yang menjadi kaya. Bukan kamu, Won, gamana coba !" Plencing semakin mencuci otaknya Kliwon. Kliwon mulai terpengaruh. Masuk akal juga omongan Tobil dan Plencing ini. Jangan - jangan benar nantinya omongan ini. Tapi bukankah dirinya telah setuju kalau yu Jumprit akan segera dinikahi bapaknya. Jikalau yu Jumprit menjadi isteri Bapaknya, bukankah yu Jumrpit akan menjadi keluarganya. Dan kalau toh terjadi seperti apa yang dikatakan Tobil dan Plencing dirinya juga akan ikut menikmati kekayaan hasil penjualan jimat itu, jika jimat itu dijual oleh yu Jumprit. " Dan begini Won, sekarang jimat itu menghasilkan apa. Coba dipikir. Orang yang pada datang minta pertolongan, paling - paling membawa barang bawaan gula, teh, kopi, rokok, yang tidak seberapa. Malah - malah ada yang membawa sayuran, kelapa, dan barang - barang yang mudah basi. Yang untung kan tetangga dekat. Dan walaupun barang - barang itu dikumpulkan selama lima tahun dan diuangkan, dak akan sebanding dengan tawaran juragan Gogor. Benar dak, Won. Untuk jadi kaya bagi kamu itu mudah kan ?" Kalimat dari Plencing ini sungguh masuk dipikiran Kliwon. Dan membunuh akal sehatnya. Yang ada di pikiran Kliwon emas setengah kligram dan sepuluh ekor sapi besar - besar. " Lha terus aku harus berbuat apa Cing ?" Kliwon sudah terpancing oleh umpan Plencing dan Tobil. " Gitu aja kok susah ta, Won .... Won ...!" Tobil menyambung. " Ya gimana caranya kamu kan bisa mikir dan berbuat. Kalau dak boleh diminta dengan cara halus ya dengan cara yang kasar ta, Won ? Lha yu Jumprit itu hanya pembantumu kok kamu bingung dan takut !" Plencing semakin berani menyampaikan kalimat - kalimatnya yang menohok karena tahu Kliwon sudah terpengaruh. Kliwon terdiam. Di dalam pikirannya berkecamuk tentang jimat. Jangan - jangan memang benar omongan Tobil dan Plencing yu Jumprit mendapatkan jimat itu dengan cara yang tidak wajar. Dan satu saat yu Jumritlah yang akan menjadi kaya kalau jimat itu dibeli orang. Sekarang saja ya yu Jumpritlah yang menjadi orang terkenal dan dihormati orang. Bukan dirinya. jikalau satu saat nanti yu Jumprit nakal, keluarganyalah yang akan menderita rugi.

Dari kejauhan nampak Sarinti dan Pokol berjalan beriring di pematang. Melihat Sarinti dan Pokol Tobil tertawa. " Kenapa tertawa kang ?" Tanya Plencing heran. " Tu Sarinti dan Pokol siang - siang mau pacaran ." Jawab Tobil sambi menunjuk dengan dagunya ke arah Sarinti dan Pokol berjalan beriring. Plencing yang kemudian juga melihat jadi tertawa. " Siang bolong begini pacaran, mbok ya nanti malam gelap. " Plencing berguman yang kemudian ditimpali Tobil : " Justru siang - siang begini malah enak Cing, kelihatan jelas." Tobil kemudian tertawa ngakak. Mendengar Tobil dan Pencing Guyonan Kliwon tetap tidak bisa tertawa. Pikirannya berkecamuk antara jimat, yu Jumprit, emas setengah kilogram, dan sapi - sapi yang besar. Dan bagaimana caranya nanti mendekati yu Jumprit agar yu Jumprit mau menyerahkan jimat.


Tumi duduk di ruang tamu rumah juragan Gogor. Lampu tidak dinyalakan terang. Hanya temaran saja. Tumi duduk menunggu juragan Gogor menemui. Dari jendela ruang tamu yang belum tertutup rapat angin malam yang dingin menerobos masuk. Tidak ada perasaan senang di hati Tumi. Juga tidak ada perasaan sedih. Perasaan bangga yang seperti ketika pertama kali datang di rumah juragan Gogor juga tidak ada. Perasaan Tumi hampa. Ia datang ke rumah juragan Gogor ini karena undangan ke dua juragan Gogor. Ketika pertama kali datang, Tumi yang diundang juragan Gogor untuk menilai bentuk sebuah perhiasan Tumi amat bangga. Walaupun ahkirnya Tumi diperdaya juragan Gogor dan Tumi mendapat liontin dan setumpuk uang. Kedatangannya kali ini Tumi sudah tahu persis, pasti juragan gogor akan lagi memperdayanya. Tumi sudah siap. Tumi nekat. Tumi bertekat bulat akan selalu menyerahkan dirinya kapanpun juragan Gogor menghendakinya. Tumi berniat memorot harta juragan Gogor. Dirinya berniat melayani juragan Gogor dangan sungguh - sungguh agar juragan Gogor memperoleh kenikmatan yang luar biasa dan ahirnya selalu kangen akan dirinya.
Tadi siang Tobil dan Plencing datang di rumahnya. Tumi mendapat kiriman dari juragan Gogor berupa setumpuk uang yang dibungkus sapu tangan. Uang yang diberikan juragan Gogor yang ketika Tumi datang pertama belum juga digunakan. Masih terselip di bawah pakaian di lemari. Tumpukan uang yang cukup banyak. Tadi siang Tobil dan Plencing mengirim uang dari juragan Gogor lebih banyak dari yang pertama diterimanya. Hanya saja yang pertama juragan Gogor salain uang, menghadiahkan juga kalung dan liontin untuk dirinya.
Juragan Gogor menemui Tumi. " Kita ngobrol di atas saja, Tum." Juragan Gogor mengajak Tumi ke lantai dua rumahnya. Tanpa pikir panjang Tumi berdiri dan melangkah mengikuti langkah juragan Gogor. Menaiki tangga dan sampai di ruangan yang beberapa tempo hari yang lalu ia diperdaya juragan Gogor. Tumi tidak duduk di sofa tetapi langsung duduk di pinggir ranjang besar. " Tum kita ngobrol dulu. Minum - minum. Ini kan belum terlalu malam." Juragan Gogor minta ngobrol - ngobrol dulu. " Tidak juragan. Kalau nanti kelewat malam, bapak dan simbok bisa curiga. " Jawab Tumi sambil melepas sendalnya dan menaikkan kakinya di ranjang.
Juragan Gogor menelan ludah melihat kaki panjang Tumi. Kaki yang bagus, bersih dengan Tumit yang tampak halus. Karena duduknya Tumi agak slebor maka rok bawahnya tersingkap dan sebagian pahanya nampak di mata juragan Gogor. Juragan Gogor teringat ketika pertama kali menyetubuhi Tumi. Tumi begitu menggairahkan. Tumi begitu membuat birahinya meledak - ledak. Milik Tumi yang bisa menyedot - nyedot. Leher Tumi yang jenjang. Payudara Tumi yang masih begitu kenyal, dan rintihan serta desahan Tumi yang mendayu merdu, membuat napas juragan Gogor memburu. Juragan Gogor mendekati Tumi. Tumi yang didekati mendongakkan wajah dan menatap mata juragan Gogor dengan penuh harap agar juragan Gogor segera melakukannya. Selain Tumi ingin cepat selesai dan pulang, juga karena Tumi ingin dipuaskan seperti ketika pertama hubungan dengan juragan Gogor. Berhubungan dengan Gudel yang dicintainya tidak senikmat berhubungan dengan juragan Gogor. Juragan Gogor yang betah berlama - lama itulah yang membuat Tumi merasa terpuaskan melebihi kepuasan yang pernah diberikan Gudel. Juragan Gogor berdiri di pinggir ranjang dan memegang pundak Tumi dan menurunkan wajah lalu memcium bibir Tumi yang membuka. Ciuman juragan Gogor yang telah menjulur - njulurkan lidah di mulut Tumi ditanggapinya dengan menjulurkan lidah pula. Tidak seperti ketika pertama kali berhubungan dengan juragan Gogor Tumi malu - malu membalas ciuman juragan Gogor. Bibir juragan Gogor dan bibir Tumi saling berpagut menggila. Sementara itu tangan Tumi telah berhasil membuka kancing celena juragan Gogor dan sudah sempat pula merogoh dan mengeluarkan mentimun juragan Gogor yang telah tegak kaku mengarah ke dada Tumi yang telah dirogoh juragan Gogor dan telah diremas - remasnya pula. Tumi memelorotkan celana juragan Gogor. Tumi gemas memegangi mentimun juragan Gogor yang memang kelewat besar dan panjang. Tumi ingin segera merasakan sensasi mentimun ini. Tumi ingin miliknya segera ditembusnya dalam - dalam dan terus disodok - sodok. Sementara itu juragan Gogor terus mencium bibir Tumi dan tangannya tidak berhenti meremas buah dada. Tumi yang terus menikmati bibir dan lidah juragan Gogor dan remasan - remasan tangan juragan Gogor di payudaranya, menjadi semakin gemas dan geregetan dengan mentimun juragan Gogor. Dengan gerak geliatan sambil mendesah Tumi berhasil lepas dari ciuman juragan Gogor. Maksud hati Tumi ingin rebah dan agar segera ditindih tubuh juragan Gogor, tetapi matanya malah tertumbuk dengan apa yang sedang digenggamnya, mentimun juragan Gogor. Yang besar panjang dengan ujung merah meradang. Miliknya yang ada di selangkangannya yang terus teras sangat pegal dan gatal ingin ditusuk mentimun juragan Gogor membuat Tumi mejadi semakin gemas dan geregetan saja melihat mentimun yang aduhai ini. Insting Tumi tiba - tiba menggerakkan mulutnya untuk menganga dan tangannya menarik menntimun juragan Gogor untuk didekatkan di mulutnya. Dan dengan sekali tarik mentimun juragan Gogor telah berada di dalam mulut Tumi. Karena gemasnya Tumi langsung menyedot - nyedot mentimun juragan Gogor. Tumi melakukan sesuatu yang tidak lazim bagi dirinya. Tumi melakukan hal sangat tidak disangka - sangkanya sendiri. Tumi melakukan hal yang tidak biasa. Tumi melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukannya. Sebaliknya juragan Gogor kaget setengah mati mentimunnya ada di mulut Tumi dan disedot - sedot. Digesek - gesek lidah. Mulut Tumi yang kecil membuat mentimun juragan Gogor mudah tergesek - gesek oleh bibir Tumi yang mungil. Kekagetan juragan Gogor berubah menjadi keheranan, mengapa Tumi melakukan ini. Juragan Gogor yang sudah sangat berpengalaman bersenggama dengan banyak wanita, belum pernah mentimunnya masuk mulut. Kini mentimunnya telah dieumut Tumi dengan gerakan gemas dan geregetan. Juragan Gogor menemukan rasa yang belum pernah dirasakan. Juragan Gogor menemukan rasa nikmat yang luar biasa. " Tum.....edan.....Tum.....jangan...edan....kamu.....aaaaaugghhh.....Tum...edan....edan.....aaaaaauggghhh...Tum.....Wooouugghhh...!" JuraganGogor terpekik tertahan menahan rasa yang sangat enak dan belum pernah dirasakan sebelumnya. Kaki Juragan Gogor sangat gemetar menahan rasa. Tangannya mencengkeram erat Kepala Tumi. Tangan juragan Gogor terus bergerak kemana - mana dari mencengkeram kepala lalu mencoba mencari milik Tumi. Tetapi karena Tumi posisinya duduk maka juragan Gogor tidak menemukannya. Juragan Gogor yang kesetanan menahan rasa, tidak sadar merobek kain di depan dada Tumi. Karena kain robek buah dada Tumi yang dari rumah sengaja tidak dikotangi menjadi menyembul keluar. Dengan kuat dan kasar karena didorong oleh rasa yang sangat luar biasa di mentimunnya maka juragan Gogor meremas - remas payudara Tumi. Karena buah dadanya diremas secara kasar dan terasa sakit nikmat menjadikan Tumi semakin menggila mempermainkan mentimun juragan Gogor di mulutnya. Mentimun juragan Gogor berkedut keras. Dan kaki Juragan Gogor mengejang - ngejang. Tumi tahu kalau mentimun juragan Gogor pasti akan memuntahkan cairan kenikmatannya. Tumi menarik keluar Mentimun juragan Gogor dan dengan tangannya mengocok mentimun juragan Gogor dengan kasar pula, seperti juragan Gogor meremas penthilnya. Juragan Gogor mengejang kuat, terpekik, dan seluruh tubuhnya bergertar. Tumi tahu kalau juragan Gogor sampai. Dengan sekali tarik Tumi menempelkan mentimun juragan Gogor ke payudarannya dan digosok - gosokannya. " Tuuuuuuuuummmm.....!" Mani juragan Gogor muncrat, tumpah, meleleh dan menempel di penthil Tumi. Sejurus kemudian juragan Gogor ambruk lemas di ranjang dengan napas tersengal - sengal. Tumi mengelap mani yang tertumpah banyak di payudarannya. Tumi menuangkan minum dan mengansurkan ke juragan gogor yang terlentang di ranjang. Napas tersengal juragan Gogor beransur mereda. Tumi melihat mentimun besar juragan Gogor mulai mengcil dan membengkok, diujung mentimun masih ada sisa mani yang meleleh.
Tumi menelanjangi diri dan segera rebah di samping juragan Gogor. Dengan lembut diciumnya bibir juragan Gogor. Tangannya melepasi kancing baju juragan Gogor. Kemudian Tumi menciumi dada juragan Gogor yang berbulu. Kembali Tumi mengelus mentimun juragan Gogor. Di tangan Tumi mentimun juragan Gogor tidak lama kemudian telah lagi berdiri tegak mendongak. Merasakan mentimunnya sudah kembali siap dipakai, juragan Gogor segera bangkit dan melucuti semua yang dikenakannya. Juragan Gogor Telajang di pinggir ranjang. Tumi Terlentang kangkang di atas ranjang. Kembali napas juragan Gogor memburu menyaksikan tubuh telanjang Tumi. Tubuh seorang gadis remaja. Dengan payudara yang kencang, perut kecil dan rata, dan kemaluan yang berambut tipis. Juragan Gogor segera naik keranjang, melebarkan kangkangannya Tumi dan segera menindih tubuh kecil Tumi dan menyodokkan mentimunnya yang sudah menempel di bibir kemaluan. Tumi terpekik, terbeliak dan segera memejamkan matanya untuk menikmati persenggamaan. Juragan Gogor tanpa ampun langsung memacu pompaan mentimunnya keluar masuk di milik Tumi yang masih sempit dan telah basah. Tumi menggelinjang hebat bagai cacing tersentuh panas bara setiap kali sampai di puncak. Desahan, rintihan, pekik jerit nikmat Tumi semakin membuat nafsu birahi juragan Gogor meledak - ledak. Yang terdengar kemudian hanya napas memburu juragan Gogor, ranjang yang berderit - derit, dan alas ranjang yang tergesek - gesek tumit Tumi yang terus begerak karena menahan rasa di seluruh tubuhnya. Lehernya yang disedot - sedot juragan Gogor. Payudaranya yang juga terus digigit - gigit dan bibirnya yang juga tidak lepas dari serangan. Tumi terus menggelinjang mendesah, melenguh dan terpekik.
 
Juragan Rase menemui Kliwon. " Kang Rase mengajakku kesini, ada apa, kang ?" Kliwon tidak tahu maksud juragan Rase mengajaknya ke rumahnya. Rumah juragan Rase besar dan cukup menonjol dari rumah - rumah yang ada di kiri kanannya. Sejak menjadi juragan, Rase banyak mengumpulkan uang dan bisa membangun rumah yang lebih baik dari rumah yang ada di dusun pada umumnya. Rase yang dulu hidupnya menumpang di keluarga Kliwon telah mampu mandiri dan menjadi kaya. " Begini Won, aku mengajakmu ke rumahku dak lain aku dan kamu bisa membicarakan jimat peninggalan nenekmu tanpa ada orang lain yang mendengarkan. " Kliwon mengerinyitkan dahi mendengar kalimat juragan Rase yang tiba - tiba menyebut jimat. Kemarin lusa Plencing dan Tobil atas suruhan juragan Gogor menemui dirinya juga masalah jimat. " Won, sampai detik ini aku belum bisa menemukan jawaban, mengapa Nyi Ramang nenekmu itu mewariskan jimat itu ke yu Jumprit. Mengapa tidak kepada lik Pedut bapakmu itu, atau kepadamu sebagai cucu laki - lakinya, atau kepada Menik. Benar Won, sampai hari ini aku tidak mengerti maksud nenekmu itu." Kalimat juragan Rase yang inipun hanya membuat Kliwon terus mengerinyitkan dahinya. Kliwon sejak kecil memang tidak cerdas. Kliwon yang semenjak kecil selalu dimanjakan membuat kedewasaannya terlambat. Kliwon jarang bisa berpikir dan memutuskan satu masalah dengan cepat. Kliwon yang sejak dulu amat tergantung kepada mboknya, menyebabkan dirinya kurang bisa mandiri. Cara berpikirnya cenderung dangkal dan ngawur. Kliwon tidak bisa mengambil keputusan yang tepat bila terjadi permasalahan atas dirinya. Semenjak mboknya tidak ada Kliwon sangat tergantung pada bapaknya, pak Pedut. Berbeda dengan Menik adiknya. Menik yang tidak banyak merasakan kasih sayang dan cinta mboknya, karena keburu ditinggal meninggal, justru mampu mandiri dan tidak banyak tergantung pada orang lain. Menik cerdas. Menik bisa selalu mengambil keputusan secara cepat dan tepat. Menik tidak pernah berpikir ngawur. Seperti kalimat juragan Rase yang baru saja diucapkan inipun Kliwon tidak bisa mengerti arah tujuan mengapa juragan Rase mengatakan seperti ini. Kemana arah keinginan juragan Rase Kliwon tidak segera bisa menangkap. " Nyi Ramang nenekmu itu menurutkan tidak adil, Won. Menurutmu gimana, Won ?" Juraga Rase memancing Kliwon untuk bisa mengikuti alur kemauannya. " Menurutku juga tidak adil, kang." Kliwon menjawab pendek. Kliwon memang tidak pandai membuat kalimat - kalimat ketika sedang bericara dengan orang. Kliwon sering mengalir saja terhadap apa yang dibicarakan orang kepada dirinya. " Aku ingin membantumu, Won." Juragan Rase merogoh sakunya dan mengeluarkan setumpuk uang. " Ambil uang ini. Cari akal agar jimat itu bisa segera berada di tanganmu. Uang ini bisa kamu gunakan. Terserah kamu, Won." Juragan Rase merogoh saku yang satunya dan menambahkan tumpukan uang di meja. Kliwon melihat tumpukan uang yang bergitu banyak. Kliwon belum pernah melihat uang sebanyak itu selama hidupnya. Paling - paling uang hasil panen yang tidak seberapa yang bisa dilihatnya. " Kabari aku jika jimat itu sudah berada di tanganmu. Aku akan menambah pemberianku." Juragan Rase meraih cangkir teh dan minum. " Kang Rase ?" Kliwon ingin bertanya banyak kepada juragan Rase, tetapi buru - buru dipotong oleh juragan Rase : " Sudahlah Won, ambil uang ini. Terserah kamu. Kamu mau berbuat apa. Yang penting jimat itu tidak boleh ada di tangan orang yang sebenarnya tidak berhak." juragan Rase mengeluarkan sapu tangan, membungkus uang dan meletakkan di tangan Kliwon.
Kini Kliwon benar - benar bingung. Apa yang mau dilakukan dengan uang yang kelewat banyak yang kelewat banyak ini. Setumpuk uang yang dibungkus sapu tangan terasa berat di tangannya. Serasa tiba - tiba ada beban berat yang harus dipikulnya. Apa yang dimau juragan rase dengan memberinya uang .Pekerjaan yang seperti apa yang dimaui juragan Rase yang harus ia lakukan. Kliwon belum juga mengerti maksud juragan rase. Apakah juragan Rase juga ingin menguasi jimat itu seperti kemauan juragan Gogor. Kliwon menjadi ingat janji juragan Gogor lewat mulut Plencing dan Tobil. Kalau dirinya bisa memberikan jimat itu kepada juragan Gogor dirinya akan mendapat penukaran dengan emas setengah kilogram dan sepuluh ekor sapi. Begitu pentingkah jimat itu bagi mereka, sehingga mereka sangat begitu tergoda memiliki jimat itu. Sejak mendiang neneknya masih hidup, sampai saat ajal menjemputnya, Kliwon tidak pernah tertarik dengan jimat itu. Bahkan memperhatikannyapun tidak. Menurut Kliwon jimat itu malah bikin repot keluargannya. Banyak tamu yang datang untuk ditolong. Pekerjaan sawah kadang - kadang menjadi terbengkelai karena banyak mengurusi tamu. Hasil yang didapat tidak seberapa. paling - paling mereka hanya pada membawa oleh - oleh atau barang bawaan yang berupa makanan dan lain - lain yang malahan menguntungkan tetangga dekat. Neneknya tidak pernah mau jika ada tamu yang meninggalkan uang. Neneknya bahkan mengancam jika uang tetap ditinggal neneknya tidak akan mau lagi menerima tamunya yang nekat memberinya uang. Kini tiba - tiba setelah neneknya tiada jimat itu menjadi sangat berharga. Juragan Gogor mau menukarnya dengan setengah kilogram emas dan sepuluh ekor sapi. Kini tiba - tiba pula juragan Rase memberinya uang yang tidak sedikit dan minta supaya jimat itu ada di tangannya. Ada apa gerangan dibalik kesaktian jimat itu. Apakah akan ada tuah yang bisa membuat seseorang menjadi kaya. Atau akan membuat orang yang memilikinya akan terpenuhi segala keinginannya. Kliwon tidak bisa berpikir jauh. Hanya itu yang bisa terlintas di benaknya. " Lho Won, kok malah ngalamun. Sudah bawa uang itu. Kamu boleh pergi. " Kalimat juragan Rase ini menyadarkan lamunan Kliwon. Sejenak Kliwon mengamati uang yang dibungkus sapu tangan dengan cara memijit - mijitnya. Tebal sekali. Kliwon membayangkan uang di tangannya pasti cukup untuk membeli seekor sapi besar. Kliwon segera cabut dari duduknya dan berpamitan meninggalkan juragan Rase. Sebelum melewati pintu Kliwon masih mendengar juragan Rase berpesan : " Won, jangan sampai ada orang tahu kalau uang itu dari aku." Kliwon menoleh sejenak dan tanpa reaksi apa - apa segera meninggalkan rumah juragan Rase.


Siang tengah hari. Matahari tepat di ubun - ubun. Panasnya matahari siang tidak begitu terasa karena dikalahkan oleh sejuknya udara gunung. Gudel istirahat di antara tingginya pohon jagung. Badanya penuh peluh, karena Gudel seharian mencangkul membersihkan rumput gulma pengganggu tanaman jagung. Tanaman Jagung yang mulai menyembulkan bunga memberi harapan kepada Gudel ia akan segera mendapat panen. Harga jagung memang tidak seberapa. Tetapi panenan tetap akan membuatnya gembira. Selain uang hasil panen, yang sangat membuat Gudel puas dan senang adalah keberhasilannya bertani. Panenan akan membuat hati menjadi ayem, dan tentrem karena esuk ada yang bisa dimakan.
Kedatangan Tumi yang tiba - tiba dan tidak diketahuinya membuat Gudel kaget. " Lho Tum ... !" Gudel menyapa Tumi yang sudah berdiri di dekatnya. " lagi ngalamun ya kang. Sampai - sampai adan orang datang dak tahu. Ngalamunkan sapa, kang ?" Tumi menggoda. " Dak Tum...aku dak ngalamun. Cuma penat banget. Dari pagi baru ini istirahat." Gudel menanggapi godaan Tumi. " Ngalamun ya boleh kok, kang. Asal ngalamunkan aku." Tumi semakin menggoda sambil tertawa renyah. Seperti biasanya Tumi segera membuka barang bawaan. Wedang serbat dan pisang goreng yang dibeli dari kedainya mbok Semi. " Ni diminum, kang." Tumi menuangkan wedang serbat di cangkir dan mengansurkan ke Gudel. " Tuh ... kalau minum aku dah bawa, malam ada singkong rebus juga. " Kata gudel sambil dagunya menunjuk cerek dan piring yang masih ada singkong rebusnya. Tetapi tangannya juga tetap menerima cangkir wedang serbat anget yang diansurkan Tumi. " Lhah .. itu kan dah dingin ta, kang. Yang ini kan masih anget. Lagian ni.... pisangnya malah masih panas." Tumi membuka bungkusan dan asap masih nampak mengepul dari pisang goreng. Gudel menikmati wedang serbat dan pisang goreng sambil sesekali melirik wajah Tumi yang rambutnya tergerai dipermainkan angin. Tumi ini cantik juga. Apalagi Tumi ini baik banget sikapnya terhadap dirinya. Membantunya. Memperhatikannya. Bahkan telah rela memberikan perawannya. Tetapi mengapa hatinya malah selalu kepada Menik. Menik yang tidak perhatian terhadap dirinya, yang tidak mengerti akan isi hatinya yang telah ditunjuk - tunjukkan melalui jasa - jasa tenaganya. Menik yang apabila berada di dekatnya nampak biasa - biasa saja tanpa ada tanda - tanda ia menyukai dirinya. Menik yang pernah di satu malam tempo hari dulu pernah diciuminya dan diraba, diremas payudaranya. Lalu apa sebenarnya yang terjadi tempo hari dulu itu. Mengapa Menik mau diciumnya. Diraba - rabanya. Apakah menik hanya terlena saja. Dan itu bukan balasan rasa cintanya. Apakah yang dilakukan Menik hanya seperti yang dilakukannya terhadap Tumi. Bercumbu tanpa rasa cinta. Tumi sebenarnya tidak kalah cantik dengan Menik. Gudel lebih tertarik terhadap Menik dikarenakan Menik telah lebih dulu mempesonakannya. Gudel telah jatuh hati terhadap Menik yang kalem. Lembut tutur katanya. Anggun sikap dan tingkahnya. Cenderung pendiam. Kalau tertawa lirih hampir tidak terdengar. Dan senyumannya selalu mengambang. Beda dengan Tumi yang sikap tingkah polahnya tidak disukai Gudel. Tumi kemayu, centil, vulgar, mudah membuka mulut lebar - lebar dan berkata - kata dan tertawa keras. Mudah cemberut dan bermuka masam kalau keinginan tidak segera terpenuhi. Bahkan ketika bersin saja Tumi mengumbarnya dengan suara keras dan diahkiri dengan tertawa keras atau kata - kata yang tidak pas. Beda dengan Menik yang jika bersin ditahan - tahan agar tidak menimbulkan suara. Tetapi Tumi telah banyak berkorban untuk dirinya. Dan sangat kentara sekali kalau Tumi menyukai dirinya. Berbeda dengan Menik yang sampai detik ini belum diketahui apakah Menik menyukai dirinya. Apalagi ahkir - ahkir ini justru Menik akrab dengan juragan Rase yang kaya harta. Akankah dirinya menyia - nyiakan cinta Tumi dan mengaharap yang tidak pasti dari Menik. Memang pikiran, perasaan dan seluruh relung hatinya hanya terisi Menik. Tidak ada sisa untuk Tumi. Lalu apa sebenarnya yang selama ini ia lakukan bersama Tumi. Mengapa pula ia selalu menyambut uluran tangan Tumi ? Apakah karena dirinya tahu kalau Tumi sangat menyukai dan mengejar - ngejarnya lalu dirinya memanfaatkan Tumi ? Apakah akan baik jika dirinya terus mempermainkan Tumi ? Tiba - tiba terbersit rasa kasihan terhadap Tumi. Akankah ketulusan cinta Tumi dibuang begitu saja ? Lalu apa yang akan terjadi jika sejauh ini dirinya telah banyak berhubungan dengan Tumi lalu pada ahkirnya dirinya menolak cinta Tumi ? Tegakah dirinya menyepelekan apa yang selama ini telah diperbuat Tumi pada dirinya ?
Tumi mengeluarkan kantong kecil yang terbuat dari kain berisi tumpukan uang dari balik kain yang dikenakannya dan memberikannya kepada Gudel. " Kang lunasi kebutuhan kakangmu. Aku kira uang ini cukup, kang. Dan dak usah dipikirkan kang Gudel bisa atau dak mengembalikan uang ini dan perhiasan yang kemarin lusa aku berikan ke kang Gudel. Yang pentiing sawah itu dak jadi terjual. Dan yang penting lagi kang, kang Gudel harus segera mendaftarkan tanah itu ke kelurahan kalau tanah itu dah dibeli kang Gudel." Gudel membuka kantung yang sudah di tangannya. Gudel kaget dan memelototi uang di tangannya. " Ini lebih dari cukup, Tum. Lalu dari mana kamu bisa dapat uang sebanyak ini ?" Gudel menatap mata Tumi. Tumi tidak berani membalas tatapan mata Gudel. Tumi tidak mau sorot mata kebohongannya akan dibaca Gudel. " Ini tabungan bapakmu dan mbokmu ya, Tum ?" Gudel menegaskan pertanyaan. " Ya kang." Hanya ini yang bisa terucap di mulut Tumi. Dan itu adalah kebohongan. " Kalau begitu aku ambil secukupnya saja, Tum. Ini lebih dari cukup. Kurangnya tidak segini kok Tum." Gudel mencoba membagi uang dan akan mengembalikan sisanya kepada Tumi. " Sisanya pakai saja kang. Simpan dulu. Barangkali nanti masih ada yang perlu diselesaikan, seperti ongkos balik nama sawah." Tumi menolak sebagian tumpukan uang yang mau dikembalikan Gudel. " Tum terima kasih. Lalu bagaimana nanti aku harus mengembalikannya." Ucap Gudel lirih. Seolah hanya berkata pada dirinya sendiri. Gudel merasa sangat berhutang budi kepada Tumi. " Dak usah berpikir mengembalikan kang. Toh nanti sawah itu aku juga akan ikut memilikinya." Tumi merapatkan duduknya di sisi Gudel. Lagi - lagi Gudel harus kaget. Ternyata Tumi sudah sejauh itu berpikir. Tumi ingin dirinya menjadi suaminya. Hari ini Gudel menjadi semakin tersadar. Semua yang dilakukan Tumi memiliki harapan agar dirinya bisa hidup bersama Tumi, dan bukan hanya sekedar teman yang saling mencari kesenangan. Sejak semula Gudel tahu kalau Tumi menyukainya. Menyintainya. Yang di ketahui dan dan dirasakan Gudel selama ini Tumi hanya mencari kesenangan. Ternyata Tumi mempunyai harapan banyak terhadap dirinya. Gudel menjadi terdiam. Tidak berucap menjawab kalimat Tumi yang baru saja diucapkan. Gudel hanya terus mengunyah pisang goreng dan sesekali menyerutup wedang serbat.
Kembali pikiran Gudel melayang ke Menik yang banyak dirindukannya. Perasaan cemburunya terhadap juragan Rase masih terus memenuhi dadanya. Tetapi terhadap juragan Rase Gudel tidak bisa berbuat apa - apa. Gudel sangat tahu dirinya tidak sebanding dengan juragan Rase yang kaya raya. Terhadap Menik Gudel hanya bisa cemburu. Dirinya sangat tidak mempunyai hak untuk melarang Menik bergaul dengan juragan Rase. Ahkir - ahkir ini panasnya hati karena rasa cemburu hanya disimpannya sebagai derita. Dan kadang - kadang nelangsa. Mengapa dirinya tidak bisa kaya seperti juragan Rase. Jika ada harta dirinya akan mudah mendekati Menik. Akan bisa lebih percaya diri. Yang dimilikinya hanya kokoh dan kuatnya badan. Yang bisa digunakan untuk memberikan jasa tenaga kasar kepada Menik. Akankah cintanya kepada Menik berbalas ? Apakah dirinya ini tidak hanya sebagai pungguk yang merindukan bulan ?
" Lho kang, kok malah ngalamun ta ?". Tumi yang duduknya telah menempel di tubuh Gudel menyenggol Gudel dengan pundaknya. Gudel tergagap. " Dak Tum....dak. Aku dak ngalamun. Aku sedang berpikir bagaimana caranya nanti aku mengembalikan uang yang kupinjam ini." Gudel berbohong. " Dah dak usah dipikirkan. Yuk kang ke gerumbul !" Tumi berdiri dan menarik tangan Gudel. Gudel tidak bisa menolak. Tumi terus berjalan sambil menarik tangan Gudel menuju gerumbul semak - semak tempat yang sudah dua kali digunakan Gudel dan Tumi bercinta. Sejak gerumbul ini menjadi tempat kenikmatan, Gudel sengaja tidak membersihkannya. Malah merawatnya. Tumbuhan liar gerumbul diberinya pupuk. Rumput liar juga dibiarkan tubuh subur dan bisa digunakan sebagai kasur. Gudel bahkan menambahkan tanaman berbunga wangi di sela - sela tumbuhan liar yang rimbun dan lebat. Karena pernah juga terlintas sebuah harapan Menik mendatanginya di sawah. Dan gerumbul ini akan melindungi dirinya yang bercumbu rayu dengan Menik. Dan mekarnya bunga - bunga wangi ini akan semakin menghiasi indahnya cinta. Menik akan dicumbunya dengan penuh perasaan cinta. Akan dipeluknya. Dielus rambutnya. Dicium pipi dan bibirnya. Dielus dan diraba seluruh kulit tubuhnya. Dan akan dibisikkan di telinga Menik kata - kata cinta yang sudah sering disusunnya dalam angan.
Sampai di tengah gerumbul Tumi cepat - cepat melepas celana dalamnya dan dengan sigap segera memelorotkan celana kolor Gudel.



Genjik menggeliat dan menguap keras. Matahari sudah mulai meninggi. udara dingin yang menggigit sudah berangsur menghangat. Genjik malas bangun. Semalam Genjik tidak bisa memejamkan mata karena urusan pekerjaan yang harus dengan lembur - lembur dikerjakan belum juga terselesaikan. Baru menjelang fajar Genjik bisa merebahkan tubuhnya di tikar pandan yang ada di gudang tembakau. Genjik harus mengepak tembakau yang sudah kering ke dalam keranjang. Tembakau yang ada di ratusan rigen memang harus segera pindah masuk ke keranjang yang terbuat dari pelepah pisang. Kalau tidak, tembakau akan terkena hawa dingin dan bisa merusak rasa. Genjik bekerja tidak mengenal siang dan malam. Begitu pekerjaan belum selasai Genjik tidak mau berhenti. Kini badannya yang tinggi besar terasa sangat penat. Dan rasa kantuknya tidak bisa ditahan. Semalaman berpeluh - peluh dan tidak tidur takut tembakau berubah rasa dan bisa mengurangi harga. Sebentar matanya menatap keliling. Keranjang - keranjang tembakau yang ditumpuk - tumpuknya dengan rapi. Sekali lagi Genjik menguap keras. Hatinya lega pekerjaan selesai. Terbayang setumpuk uang yang bakal diterima. Genjik menggeliat dan lagi - lagi menguap keras dan kembali membetulkan sarungnya yang sempat melorot dan membetulkan posisi rebahnya dan segera akan meneruskan tidurnya. bangun siang - siang nanti tidak apa - apa. Toh pekerjaan sudah beres.
" Bangun, Njik ! Sudah siang !" Bentak pak Lurah. Genjik tidak tahu kalau sedari tadi juragannya yang amat ditakutinya ini sudah memperhatikan polahnya. Genjik kaget setengah mati dan segera bangun dan berdiri. Sambil badannya sedikit dibungkukan tanda menghormat kepada juragannya. " Mandi sana ! Aku tahu kalau semalam kamu tidak tidur. Tapi hari ini kita harus ke kota untuk melihat harga tembakau. Kalau harga baik, besuk tembakau kita bawa ke kota !" Tanpa a tanpa b dan tanpa c Genjik bergegas menuju sumur untuk mengguyur tubuhnya dengan air yang dingin. Genjik sangat senang. Terbayang bakal makan enak. Setiap kali dia diajak juragannya ke kota makanan enak dan lezat pasti menggoyang lidahnya. Belum lagi rokok mahal juga pasti bisa diisapnya. Dan sakunya bakal tebal karena juragannya sangat bermurah hati terhadap dirinya. Al hasil orang tuannya yang hanya sebagai buruh suruhan akan ikut menerima imbas hasil kerjanya. Dan adiknya - adiknya akan bisa tertawa ceria karena bisa jajan.
Genjik sangat berhutang budi terhadap pak Lurah yang kini menjadi juragannya. Dan Genjik sudah bersumpah kalau hidupnya akan diabdikan untuk pak Lurah. Genjik sangat takut dan sangat menghormati pak Lurah. Jika ketika itu bukan karena pak Lurah dirinya pasti sudah tidak ada lagi di dunia ini.
Genjik pernah tersesat. Maksud hati ingin merubah nasib. Pergi ke kota besar untuk mencari kerja. Tetapi bekal ketrampilan dan kecerdasan yang digunakan modal untuk kerja di kota besar tidak dimiliki Genjik. Genjik terperosok ke kehidupan kota besar yang serba keras. Serba cepat. Penuh persaingan. Dan sudah sangat kehilangan rasa iba dan kasihan. Genjik yang hanya bermodalkan kokohnya badan dan kuatnya otot, terdampar di tempat yang adanya serba kasar. Kasar kerja. Kasar kata. Dan kasar perbuatan. Genjik yang harus mempertahankan hidup sekedar hanya untuk bisa mengisi perutnya, agar bisa bertahan sebelum mendapat pekerjaan yang menjanjikan, terjebak pada pekerjaan yang tidak pernah diimpikannya. Karena hanya masalah yang sepele Genjik menghilangkan nyawa orang yang selalu menghardik dan memojokannya, mengganggunya, dan sangat sering menghinanya. Genjik dipenjara. Dan karena kesadisan yang dilakukan Genjik saat menghabisi nyawa orang itu, Genjik ditetapkan sebagai terpidana mati. Pak Lurahlah yang ahkirnya bisa membawa Genjik pulang ke desa dan menyelamatkannya dari pidana yang seharusnya ditimpakan. Genjik tahu tidak sedikit uang yang dikeluarkan pak Lurah untuk menolongnya. Maka sejak itu Genjik bersumpah untuk mengabdikan dirinya untuk juragannya yang telah menyelamatkan nyawanya ini. Genjik menjadi sangat segan, dan sangat hormat kepada pak Lurah. Apapun yang yang diperintahkan pak Lurah Genjik tidak bisa membantahnya dan tidak ada pekerjaan yang dibebankan tidak diselesaikannya.
Selain menjadi abdi setia pak Lurah, Genjik oleh warga desa ditetapkan sebagai tameng keamanan desa. Pengalamannya hidup di kota dan terjebak di tempat yang serba kasar itu, membuat Genjik menjadi pemuda yang pemberani dan kadang - kadang malah nekat dan ngawur. Desa yang pernah mendapat gangguan dari orang - orang jahat gerombolan pencuri ternak bisa dijerakan oleh Genjik seorang diri. Gerombolan dibuat babak belur dan tidak pernah berani kembali lagi mengganggu desa. Mereka ada yang harus terpaksa patah kaki, patah tangan, dan pingsan - pingsan karena dihajar Genjik. Genjik menjadi jarang kekurangan karena uluran bantuan dari warga mengalir masuk ke kantongnya. Apalagi jika ada orang punya hajad dan menyelanggarakan tanggapan ledhek untuk memeriahkan hajadan, Genjik tebal saku dan makmur karena ia menjadi orang penting sebagai tenaga keamanan. Genjik disegani sesama pemuda. Genjik menjadi tempat mengadu para pemuda jika terjadi sesuatu yang mengancam keamanan desa.
Banyak perawan desa yang ingin didekati Genjik, setelah Genjik ditetapkan oleh warga sebagai tameng desa. Genjik yang semula ditakuti perawan desa karena pernah dipenjara karena membunuh orang, menjadi terbalik banyak dimaui para perawan. Tetapi Genjik takut perawan. Genjik takut jika mendekati perawan dan ahkirnya dirinya dituntut untuk segera nikah. Sebagai anak sulung dari keluarga tidak berada Genjik merasa bertanggung jawab untuk membesarkan dan mendewasakan adik - adiknya. Genjik terus menabung. cita - citanya bisa membeli sawah untuk orang tuanya. Dan membuat rumah yang layak untuk berteduh bagi adik - adiknya. Karena selama ini jika malam turun hujan deras disertai angin, adik - adiknya terpaksa harus berpindah - pindah tidur karena disana - sini genting tiris karena usangnya bangunan rumah. Genjik tahu jika dirinya menikah tidak bakalan bisa lagi membantu orang tuannya dan adik - adiknya. Maka Genjik menjauhi perawan.
Satu - satunya perawan yang dekat dengan Genjik adalah Kemi. Kemi sebatangkara dan diambil bu Lurah untuk dijadikan pembantu rumah tangganya. Seperti halnya Genjik, Kemi menjadi pembantu setia keluarga pak Lurah. Kemi perawan lugu yang amat jauh dari pengalaman bergaul. Hidupnya hanya ada di dapur. Kadang - kadang ke sawah dan ke pasar desa, itu saja kalau bu Lurah berkenan mengajaknya. Kemi menjadi perawan yang seperti katak di dalam tempurung. Kalau sudah makan, dan bisa tidur nyenyak karena penat, dirasakan sudah cukup. Kemi yang keremajaannya juga sudah sampai, tidak mengenal perjaka. Satu - satunya perjaka yang dikenal dekat hanya Genjik. Genjik merasa sudah cukup walaupun hanya dekat dengan satu perawan. Kemi bagi Genjik adalah teman senasib yang bisa diajak ngobrol. Teman yang bisa sebagai wadah untuk mencurahkan perasaan bila sedang galau.
Genjik pernah dijauhi warga. Ketika baru saja Genjik pulang kampung, orang pada takut. Genjik adalah pembunuh. Genjik dianggap sebagai pemuda yang kejam dan tidak berperikemanusiaan. Warga mengira Genjik mempunyai sifat yang tidak baik dan bisa berbuat kasar terhadap siapa saja. Genjik telah keluar dari adat sopan, ramah dan rukun seperti orang desa pada umumnya. Apalagi kulit tubuh Genjik yang penuh dengan tato itu membuat warga ngeri melihatnya. Orang mengira Genjik telah terpengaruh kehidupan kota yang kejam. Genjik pemuda lugu, pemuda yang sopan, pemuda yang suka bergotong royong pulang kampung setelah dipenjara di kota, tubunya penuh tato. Bagi orang desa tato melambangkan kejahatan bagi yang memakainya. Orang yang bertato mudah berbuat kasar. Mudah melakukan kejahatan.
Selama di kota Genjik memang terjebak pada pergaulan yang salah. Pekerjaannya di kota yang pernah dialaminya menuntut dirinya, seperti orang - orang di lingkungannya yang juga bertato. Genjik tidak bisa menolak ketika teman - teman kerjanya meminta dirinya mentato kulitnya. Genjik memang sudah berubah. Berubah memiliki karakter yang jelek. Lingkungan kota besar yang tidak benar telah menjadikannya orang yang kejam. Mudah berbuat nekat tampa banyak pertimbangan. Hanya selama dua tahun terjebak di lingkungan yang salah, Genjik telah ikut - ikutan melakukan perbuatan yang salah dan melupakan adat baik, sopan, ramah dan rukun yang dibawanya dari desa. Ia cenderung menjadi orang yang mudah berbuat salah dan tidak mau disalahkan.
Genjik telah berubah kembali menjadi pemuda desa yang sopan, ramah dan rukun. Tetapi cap telah membunuh orang tidak mudah bisa dilupakan orang. Genjik yang telah menjadi tameng desa dan banyak berjasa terhadap desa, tetap saja ada orang yang takut berdekatan dengan dirinya. Orang takut jangan - jangan sifat tidak baik yang dibawa dari kota masih melekat di tubuh dan pikiran Genjik. Seperti tato - tato di kulitnya yang tidak mudah dihapus.
" Ayo berangat !" Ajak pak Lurah setelah Genjik berdiri di dekatnya dan telah berpakain rapi. Genjik mengikuti langkah juragannya di tangannya tertenteng tas juragannya yang berisi uang. Terbayang di benak Genjik rokok mahal, makanan lezat, dan pakain baru pasti akan didapatnya. Dengan perasaan gembira Genjik melangkah.
 
Gerimis yang turun sejak sore membuat orang ogah - ogahan keluar rumah. udara dingin, cuaca berkabut. Orang memilih menyelimuti diri dengan kain sarung atau melipat tubuh di tempat tidur, atau menikmati teh panas sambil duduk di dalam rumah yang pintunya ditutup rapat - rapat agar udara dingin tidak menerobos masuk. Malam yang diselimuti kabut dan gerimis seperti ini membuat suasana menjadi sepi. Tidak ada celoteh anak - anak, tidak ada sendau gurau para perawan, dan tidak ada tertawa terbahak dari para perjaka. Mereka memilih tidur lebih awal untuk menghilangkan rasa penat badan yang seharian digunakan untuk kerja di sawah.
Begitu juga pak Pedut yang bahkan sejak sore sudah ada di dalam kamar menikmati hangatnya selimut. Menik juga begitu dari pada merasakan dingin dan tulang - tulangnya terasa linu lebih baik mengurung diri di kamar. Hanya yu jumprit yang terus masih sibu di dapur. Sedangkan Kliwon gelisah. Tidak jenak di kamarnya, pindah ke ruang tamu. Dari ruang tamu pindah lagi ke kamar. Dari kamar berjalan ke dapur. Sebentar dipandanginya yu Jumprit yang ada di depan tungku. Lagi - lagi kembali ke ruang tamu. Duduk tidak jenak dan gelisah. Pikiran Kliwon amat tergangggu oleh emas setengah kilogram dan sepuluh ekor sapi yang akan diberikan juragan Gogor kepada dirinya apabila segera bisa menyerahkan jimat. Kliwon bingung bagaimana caranya ia ngomong dengan yu Jumprit, agar yu Jumprit mau memberikan jimat itu kepada dirinya. Belum lagi uang dari juragan Rase yang masih berada di saku besar jaketnya. Uang ini mau diapakan. Tampak - tampaknya juragan Rase juga mengingkan jimat itu. Karena janjinya jika jimat itu telah berada di tangannya juragan Rase ingin segera diberitahu dan akan menambah jumlah uang yang diberikannya. Kliwon yang sedari kecil memang bodo, kurang pengalaman, cenderung tidak cerdas, dan susah menyusun kalimat ahkirnya hanya gelisah dan gundah. Niatnya ingin sekali ngomong dengan yu Jumprit. Tetapi dirinya takut menghadapi yu Jumprit. Omongan yang bagaimana yang mesti ia sampaikan. Lagi - lagi Kliwon ke dapur. Dipandanginya yu Jumrpit yang sibuk. Masuk lagi ke rumah induk. Ke dapur lagi.
" Kamu itu kenapa ta, Won. Sedari tadi kok mondar - mandir keluar masuk dapur ? Ada apa Won ? Lapar ya Won ? Duduk situ di amben tak buatkan wedang jahe. Ini jadahnya masih !" Nampaknya Yu Jumprit tahu Kliwon gelisah. Yu Jumprit mengira Kliwon Lapar, karena keluar masuk dapur. " Ya ..ya yu ... benar ... aku lapar ... cepat bawa sini wedang jahenya sama jadahnya !" Kliwon gembira. Segera duduk di amben dapur. menunggu yu Jumprit memberi wedang jahe dan jadah. Kliwon seperti mendapat durian runtuh. Dirinya bakal bisa menyampaikan omongannya. Pikiran Kliwon sibuk menyusun kalimat pertama yang akan diomongkan ke yu Jumprit. Tiba - tiba terbersit rasa was - was juga. Jangan - jangan nanti yu Jumprit marah. Kliwon kembali menjadi ragu. Lagi - lagi Kliwon gelisah dan kalimat - kalimat yang sudah sempat disusun di pikirannya buyar. Kliwon mencoba menenangkan hatinya dengan menyerutup wedang jahe panas dan mengunyah jadah. Beransur hati dan perasaan Kliwon tenang. " Masih enak jadahnya, won ?" Yu Jumprit juga ikut duduk di amben. " Masih yu, masih enak." Jawab Kliwon. Jantung Kliwon malah jadi deg - degan ketika yu Jumprit ikut duduk di amben. Kalimat - kalimat pembuka yang tadi sudah disusunnya tidak hanya buyar, tetapi malah menjadi hilang sama sekali. Kesempatan baik untuk bisa segera ngomong ke yu Jumprit, tetapi pikiran Kliwon malah bingung sendiri. Antara berani ngomong, dan tidak berani ngomong. Tiba - tiba ada secercah keberanian di niat Kliwon. Kenapa aku tidak berani, toh yu Jumprit hanya pembantu keluarganku. Kliwon membuka mulut dan menatap yu Jumprit. Tiba - tiba hatinya kembali ciut ketika tatapan matanya tertumbuk sorot mata yu Jumprit yang tajam. Aduh ... hati Kliwon menciut. Yu Jumprit sekarang bukan lagi pembantu keluargaku. Dia sudah tidur di kamar bapakku. Sebentar lagi akan menjadi ibu tiriku. Dan yu Jumprit sekarang adalah yu Jumprit yang terhormat. Banyak dihormati orang kerana telah ketempatan jimat warisan nenekku. Jangan - jangan apa yang akan aku sampaikan membuatnya marah. Aduh ... bagaimana ini. Kliwon bingung. Tetapi tiba - tiba timbul niat nekat. Apapun yang terjadi aku akan ngomong. Dari kamar pak Pedut sudah terdengar dengkuran keras. Berarti bapaknya telah pulas tidur. Keadaan ini juga membuat Kliwon semakin berani nekat. Toh tidak akan didengar bapaknya. " Yu .... ini uang banyak. Tolong terima yu. Ini untuk yu Jumprit." Kliwon merogoh kantong jaketnya dan mengeluarkan setumpuk uang dan diletakkan di depan yu Jumrit duduk. Kliwon mengamati wajah yu Jumprit yang tiba - tiba menjadi masam dan besengut. Kliwon sangat takut. pasti yu Jumprit akan marah. Tetapi kepalang tanggung, mundur tidak mungkin. " Ini uang apa, Won ? Dari siapa ? Dan untuk apa kok diberikan ke saya, ha !" Yu Jumprit keras bersuara bahkan seperti setengah berteriak. Yu Jumprit tahu gelagat. Pasti ini berkaitan dengan jimat. maka yu Jumprit marah. " Dari siapa uang ini, Won ?! Dari juragan Gogor, ya ?!" Yu Jumprit semakin keras berteriak. Kliwon menggigil ketakutan. Mulutnya mau ngomong agar yu Jumprit tidak berteriak dan marah. Tetapi mulutnya malah jadi kelu dan terkunci. " Dari siapa uang ini, Won, haa ?! Yu Jumprit semakin keras berteriak. Menik yang baru layap - layap antara tertidur dan tidak kaget mendengar yu jumprit berteriak - teriak dengan nada marah. " Dari siapa, Won, haa ?! Yu Jumprit mengulangi pertanyaannya. " Dari .... dari...ju...ju...juragan... Ras...Rase.. yu ...." Kliwon menggigil ketakutan. Hatinya telah menjadi sangat ciut. Jika bisa Kliwon akan segera lari saja meninggalkan yu Jumprit. Tetapi dirinya harus bertanggung jawab atas omongannya. Maka Kliwon hanya menunduk takut dan ada rasa sesal mengapa ia berani nekat dengan yu Jumprit. " Kurang ajar benar itu juragan Rase. Ini pasti terkait dengan jimat. Ya.... dak , haa ...?!" Mata yu Jumprit memerah. Kalau Kliwon berani menatap mata ini mungkin Kliwon bisa pingsan karena saking takutnya. " Dengar, Won. Dan camkan ! Jangan main - main dengan jimat. Jimat sudah ada di tempatnya yang baik ! Kamu jangan coba - coba mikir jimat itu ! Apalagi kamu hanya menjadi orang suruhan ! Bodoh amat kamu ini, Won ! Kamu ini sudah dewasa tapi tidak bisa mikir ! Mikir Won...mikir....! Dulu Plencing dan Tobil kesini disuruh juragan Gogor ! Sekarang malah kamu ! Kamu itu siapa, Won.....mikir....! Mau - maunya kamu itu disuruh - suruh orang luar yang bukan keluarga ! Bodohnya kamu ini, Won...Won....! Jimat itu bukan sembarang jimat. Tidak sembarang orang kuat membawanya. Ngerti, haa ?!" Yu Jumprit berdiri dari duduk. " Ambil uang ini. Kembalikan kepada juragan Rase. Dan katakan kepada dia. Jangan coba - coba lagi datang untuk perkara jimat, ngerti.... !" Mengahkiri kalimat ini yu Jumprit langsung meninggalkan Kliwon masuk ke rumah induk. Kliwon tidak berani memandang yu Jumprit. Setelah beberapa saat tertunduk Kliwon hanya bisa melihat api di dalam tungku yang masih membara.
Di dalam kamar Menik yang mendengar semuanya, hanya menggeliat. Setelah tidak lagi mendengar kemarahan yu Jumprit Menik menggeliat lagi dan menguap kecil tanpa suara. Kemudian memperbaiki posisi tidurnya dan menyelimuti tubuhnya rapat - rapat. Menik segera tertidur.
Kliwon mengambil uang dan memasukkan lagi ke dalam saku jaketnya. Rasa sesalnya berani ngomong dengan yu Jumprit begitu besar. Dirinya sebenarnya sudah tahu kalau kejadian ini pasti akan diterimanya. Uang dan kekayaanlah yang mendorongnya nekat. Kliwon meninggalkan dapur yang ada tungku dengan api membara. Masuk kamar tidurnya. Mencoba memejamkan matanya. Tidak bisa. Pikirannya kacau balau. Impiannya tentang setengah kilogram emas, sepuluh ekor sapi, uang yang bertumpuk, buyar. Kliwon gelisah, gundah dan tidak bisa tidur. Wajah juragan Gogor, Plencing, Tobil dan Juragan Rase muncul berganti - ganti di pelupuk matanya. Terbayang juga yu Jumprit yang menuding - nuding dan membodoh - bodohkan dirinya. Tiba -tiba Kliwon marah. Kliwon geram. Tetapi kemarahan ini ditujukan kepada siapa. Kliwon tidak tahu. Yang dirasakan kemudian hanya perasaan marah.


Di Gudang tembakau Genjik bermalas - malasan. Tiduran sambil mulutnya melantunkan tembang. Sore belum tuntas habis, dan malam belum juga datang sempurna. Suara serangga disana - sini. Yang dari dalam tanah menyembul untuk memegarkan sayapnya dan menderik. Yang di pepohonan ramai berbunyi. Sebentar lagi malam memang segera tiba. Karena sinar matahari banyak terhalang oleh rimbunya pohon - pohon besar, maka sore sudah begitu gelap. Genjik menyalakan lampu minyak yang sengaja tidak dibuat menyala terang agar tidak menyilaukan mata. Badannya yang terasa penat karena seharian kerja, direbahkannya di tikar pandan yang digelar di lantai gudang. Sambil terus melantunkan tembang, Genjik sesekali mengisap rokok lintingan buatannya sendiri. Seperti biasanya jika malam telah menjelang Kemi datang ke Gudang untuk membawakan Genjik Minum dan makan malam. Gudang dengan rumah pak Lurah hanya dipisahkan oleh beberapa meter tanah kosong. Dan tanah kosong antara Gudang dengan rumah induk pak Lurah oleh Genjik ditanami pepaya yang diatur rapi. Genjik juga banyak menanam tanaman yang berbunga wangi. Tanaman yang diatur Genjik ini membuat sekitar rumah pak Lurah yang besar dan gagah menjadi asri. " Tembangmu merdu lho kang. Aku jadi kepingin terus mendengarnya." Kemi meletakkan segelas besar teh dan sepiring kimpul rebus. " Halah, tembang asal - asalan kok dibilang merdu Mi....Mi. Lho ini nasinya mana, Mi ?" Genjik menanggapi sapaan kemi. " Nasinya sebentar kang. Kan belum malam banget. Tu lagi tak buatkan sayur lodeh. Biar kang Genjik makannya lahap. " Tumi ikut duduk di tikar. " E .... Mi... kamu duduk - duduk disini saja. Ngobrol - ngobrol. Paling pak Lurah dan bu Lurah pulangnya dari kondangan kan malam nanti. Kamu pekerjaan dapurnya dah rampung kan, Mi ?" Genjik mengangkat gelas dan menyerutup minuman panas. " Dah rampung semua, kang. Tinggal nyiapkan nasi untuk kang Genjik." Jawab Tumi sambil membetulkan posisi duduknya. " Nasinya dipikir nanti saja. Kita ngobrol. Mumpung pak Lurah dan bu Lurah pergi. Kalau ada pak Lurah dan bu Lurah kita kan terus - terusan disuruh - suruh." Genjik menyomot sebongkah kimpul rebus dan memasukkannya ke mulut. " Lha iya je kang, kadang capek banget nuruti bu Lurah. Yang ini, yang itu, belum lagi minta dipijat. Capek, kang." Kemi seperti oreng berkeluh. " Makanya ini kesempatan. Kita bisa istirahat dan ngobrol." Mulut Genjik yang penuh kimpul rebus menjadikan kalimat yang diucapkannya tidak jelas. Kemi tersenyum melihat Genjik susah menelan kimpul. " Makanya kang makan itu pelan - pelan, masak kimpul sebesar itu masuk mulut semua." Kemi mengahkiri kalimatnya dengan tertawa renyah. Genjik buru - buru mengangkat gelas dan mendorong kimpul yang masih dikerongkongan dengan air teh. Kemudian Genjik berdiri dan melepas kaos yang dikenakannya. " Lho kang, kok lepas kaos ?" Kemi melotot. " Ini bau keringat. Mau ganti. Nanti kamu dak kerasan kalau aku bau keringat." Genjik melepas kaos dan mengambil baju yang tergatung di dekatnya. Kemi melihat seluruh tubuh Genjik yang bertato. Kemi tidak tahu gambar apa saja yang menghiasi tubuh Genjik. Sekilas Kemi bisa melihat gambar naga, gambar macam, dan lain - lain. Sebelum Kemi bisa melihat gambar - gambar yang lain keburu Genjik kembali menutupi tubuhnya dengan baju. " Wah tubuh kang Genjik ini kekar banget lho, kang." Tiba - tiba kalimat ini meluncur dari mulut Kemi. " Ah apa iya, Mi ?" Genjik pura - pura menolak kalimat Kemi. " Bener kang, Tubuh kang Genjik ini kekar banget. Kang Genjik ini sakti lagi. Empat orang yang suka nyuri ternak saja bisa dilumpuhkan kang Genjik. Kalau kang Genjik tidak sakti mana bisa mengalahkan empat orang sekaligus." Kemi memuji - muji Genjik. Yang dipuji - puji tersipu juga. " Ya ini berkat Nyi Ramang, Mi." Genjik sedikit memberi membuka rahasia. " Lho kok berkat Nyi Ramang, kang ?" Kemi penasaran. " Gini lho, Mi. Dulu sewaktu aku mau berangkat mencari kerja ke kota, aku sowan ke Nyi Ramang. Yang pertama aku mau minta nasehat dan petunjuk, yang kedua agar aku diberi kekuatan batin." Genjik mulai bercerita. " Terus gimana, kang ?" Kemi tambah penasaran dan duduknya bergeser mendekat ke tubuh Genjik agar bisa jelas mendengar cerita Genjik. " Ya aku diberi banyak nasehat sama Nyi Ramang. Nasehat yang aku masih terus terngiang - ngiang hingga kini ada, Mi." Genjik sengaja semakin memelankan suaranya. " Apa itu, kang." Kemi semakin mendekatkan posisi duduknya agar mendengar kalimat Genjik yang diucapkan semakin pelan saja. " Nyi Ramang menasehatiku, Njik kamu itu mau pergi ke kota apa yang kamu andalkan. Pinter dak, trampil dak, cuma ototmu saja yang kuat. Dan badanmu saja yang besar. Tapi otakmu dak ada apa - apanya. Lalu kamu mau dapat kerja apa nanti di kota." Genjik mengingat - ingat kata - kata Nyi Ramang waktu itu. " Ya bener kang. Kang Genjik ini bodo. Cuma ototnya saja yang pada menonjol. Terus .... terus gimana, kang ?" Kaki kemi selau bergerak menyebabkan kain bawahnya menyingkap - nyingkap dan pahanya bisa dilihat Genjik. " Karena tekadmu sudah bulat mau ke kota, sini badanmu aku beri kekuatan, begitu Mi ahkirnya Nyi Ramang mengahkiri nasehatnya. Lalu aku di suruh membuka baju. Aku disuruh telanjang." Genjik berhenti cerita karena Kemi menyela. " Telanjang, kang. Telanjang, hiiii !" Kemi meringkuskan tubuhnya tanda ngeri. " Iya Mi. Lalu Nyi Ramang menggosokkan jimat yang berupa batu akik kecubung wulung itu ke seluruh tubuhku, Mi." Genjik serius. " Lalu anunya kang Genjik digosok juga ya kang ?" Kemi tertawa meringis. " Hus .... kamu ini ada - ada saja. Ya hanya ke tubuh, dak sampai ke situ. Dan anehnya, Mi. Sehabis tubuhku digosok, aku merasa segar dan kuat. Dan hingga kini kekuatanku berlebih, Mi. Dan yang aneh lagi, Mi. Benda - benda tajam dak mempan bila digoreskan ke kulitku. Tetapi aku disuruh berpantang lho Mi." Genjik kembali diam karena Kemi menyela. " Apa pantangannya, kang ?" Kemi bertanya serius. " Tubuhku dak boleh mandi dengan sabun, Mi. Sabun apa saja dak boleh. Kalau tubuhku disabun kekuatanku akan hilang." Genjik sambil menatap mata Kemi. " Oooo... pantesan tubuh kang Genjik bau keringat, lha wong dak pernah mandi pakai sabun." Kemi kembali meringis tertawa mengejek Genjik. " Hus.... walaupun aku mandi dak pakai sabun, kalau aku mandi tubuhku selalu aku gosok pakai kembang mawar. Ni ...aku wangi kan, Mi ?" Genjik mengulurkan tangannya agar dibaui Kemi. Kemi membaui wanginya mawar. " Pantesan lawan empat orang bisa menang, lha wong kang Genjik sudah diberi kekuatan sama Nyi Ramang. Pantesan pula dulu di kota bisa membunuh orang." Kemi seperti bicara pada dirinya sendiri. " Oh ya, Mi. Dengar - dengar sekarang jimat itu diberikan yu Jumprit, ya Mi. Kok aneh ya, kenapa dak diberika pak Pedut, apa Kliwon, apa Menik ya ? Wah ... sendainya saja aku bisa memiliki jimat itu, pasti aku akan menjadi semakin kuat, dan semakin sakti, ya Mi ?" Genjik serius. " Lha ... itu ... kang yang tidak baik. Sudah diberi kekuatan sekarang ingin lebih. Ingin memiliki jimat itu. Dak baik itu kang ..... !" Kemi berlagak seperti orang tua menasehati orang muda. Genjik tertawa lepas. Dan kalimat yang muncul kemudian : " Seandainya Mi.....seandainya." Genjik masih terus tertawa. " Ah jangan berandai - andai, kang. Dak baik....dak baik." Kemi memberengut manja.
Kemi yang duduknya semakin merapat saja ke tubuh Genjik karena mau mendengarkan cerita Genjik, dan setiap kali menggeser tubuhnya menyebabkan kain bawahnya tersingkap - singkap dan pahanya terbuka - buka membuat kejantanan Genjik muncul. Tiba - tiba tangan Genjik meraih tubuh Kemi dan dipeluknya erat, lalu hidung Genjik mencium pipi Kemi. Kemi sangat kaget tidak menduga Genjik bakal berbuat ini. Kemi meronta ingin lepas dari pelukan Genjik tetapi karena kuatnya pelukan Genjik Kemi hanya bisa meronta kecil. " Jangan edan ah kang, ... jangan...kalau ketahuan orang malu !" Kemi sambil terus meronta tetapi rontaannya semakin melemah. Sementara Genjik telah bisa mengelus rambut Kemi dengan lembut dan memandangi mata Kemi yang juga menatap mata Genjik.
Sebenarnya sudah sejak kedewasaannya sampai, Kemi yang tidak pernah mengenal perjaka selain Genjik sudah beberapa lama menaruh hati terhadap Genjik. Tetapi Kemi tidak berani bebuat lebih selain hanya melirik, kadang - kadang menatap, dan kalau malam tiba yang ada di pulupuk matanya hanya Genjik. Bahkan pada satu malam Kemi pernah mimpi basah dengan Genjik. Tubuhnya kini yang ada dipelukan Genjik dipura - purakan meronta. Tetapi yang sebenarnya kemi sangat bahagia.
Begitu juga Genjik yang tidak berani mendekati perawan. Satu - satunya perawan yang ada di dekatnya selalu hanya Kemi. Maka tidak jarang Kemilah yang selalu menjadi obyek kayalnya ketika malam - malam birahinya tidak tertahankan. Kini Kemi tiba - tiba di pelukannya.
Jantung Genjik berdegup keras, napasnya tersengal. Hal ini juga dialami Kemi. Genjik telah mencium bibir Kemi. Dan Kemi yang terlena membalasnya. Tangan Genjik telah berada di balik kain yang menutup dada Kemi. Dan Kemi sangat menikmati. Belum pernah Kemi merasakan buah dadanya diremas - remas orang. Genjik terus mencium dan tanganya terus bergerak. Instingnya menuntun tangannya untuk sampai di selangkangan Kemi. Sebaliknya Kemi yang pernah mimpi basah dengan Genjik, dan mimpi itu begitu jelas, dan tidak mudah dilupakan, maka ketika tangan Genjik akan segera sampai di selangkangannya Kemi justru membuka pahanya untuk memberi jalan kemudahan bagi tangan Genjik untuk sampai di tempat tujuan. Kemudian Kemi hanya bisa mendesah tertahan karena bibirnya tertutup bibir Genjik. Tangan dan jari - jari Genjik yang telah berhasil menelusup di balik celana dalam Kemi terus bermain suka - suka. Kemi menggelinjang - gelinjang karena beberapa kali orgasme. Sebaliknya Genjik yang jari - jarinya merasakan hangat dan menjelajahi sesuatu yang sangat lembut, halus dan basah, pikirannya hanya bisa membayangkang apa yang sedang dipermainkannya. Kelelakiannya berontak - berontak. Mengejang - kejang, kaku dan terasa sakit, pegal di dalam celana. Tetapi Genjik tidak akan mengeluarkan terungnya. Genjik takut lupa diri. Sebaliknya Kemi sangat ingin celana dalamnya dipelorotkan Genjik dan mimpi basahnya diharapkan menjadi nyata. Genjik tidak melakukannya. Tiba - tiba Genjik memeluk erat kuat tubuh Kemi dan menjerit. " Kem .....Keeeeemmmmmmiiiiii...... !" Genjik sampai dan tumpah ruah muncratkan maninya di dalam celana.
Suasana Gudang tiba - tiba menjadi sepi. Hanya ada sisa - sisa napas yang tersengal. Genjik rebah memeluk tubuh Kemi. Kemi bahagia di pelukan Genjik.
 
Pagi di rumah Tumi. Kebetulan Tumi memang lagi malas ke sawah. Karena punya duit banyak pemberian juragan Gogor, Tumi memang agak malas ahkir - ahkir ini. Tabiatnya agak berubah. Dulu Tumi yang tidak suka bersolek, kini menjadi suka berdandan wajah. Tumi ingin dirinya kelihatan cantik di depan Gudel. Tumi ingin Gudel melupakan Menik dan beralih menyukainya. Selama ini Tumi belum memperoleh pernyataan Gudel yang menyukai dirinya.
" Kok pagi - pagi datang ta, kang ?" Tanya Tumi kepada Tobil dan Plencing yang duduk dihadapannya. " Ya karena aku tahu kalau kamu dak ke sawah, Tum, jadi aku datang pagi saja. Dari pada datang sore - sore nanti. Ni ... Tum dari juragan Gogor." Plencing mengeluarkan sapu tangan yang dipakai untuk membungkus uang. Tebal, di dalamnya pasti tumpukan uang yang cukup banyak. Cukup untuk membeli seekor sapi besar. " Kamu diminta nanti malam datang, Tum. Juragan Gogor kangen. Nampaknya juragan Gogor sangat puas mendapat pelayanan dari kamu." Tobil menyambung. Mendengar kalimat Tobil ini Tumi agak tersinggung. Berarti dirinya oleh Tobil dicap sebagai perempuan yang bisa dibeli dan diminta melayani. Tumi agak memberengut. Tetapi Tumi juga segara sadar kalau ternyata dirinya sekarang menjadi perempuan yang dibeli oleh juragan Gogor. Tumi mengurangi memberengutnya dan mencoba tersenyum. Tetapi senyum yang dibuat - buat. Senyum yang kecut. " Kang Tobil dan kang Plencing, besuk - besuk aku dah dak mau lagi diminta datang oleh juragan Gogor. Sekali nanti malam saja. Dan itu yang terahkir. Aku Takut, kang. Aku takut apa yang aku lakukan ini diketahui orang banyak. Apalagi kalau kang Gudel tahu. Semua harapanku akan musnah, kang." Tumi serius. " Ya gini saja, Tum. Nanti malam kalau dah ketemu sama juragan Gogor kamu bilang. Aku dak berani bilang itu, takut kena damprat. Malah gini, Tum. Juragan Gogor pernah omong - omong sama aku dan kang Tobil ini, kalau juragan Gogor punya niat jadikan kamu isteri ketiga." Plencing nerocos bicara. " Jangan edan, kang. Aku dak mau. Kalau saja malam itu aku dak ditipu sama kamu. Dan diperdaya oleh juragan Gogor, yang seperti ini kan tidak terjadi, ta ?" Tumi mengingatkan Plencing dan Tobil, tentang awal - awalnya sampai dirinya terjebak oleh keinginan juragan Gogor. " Aku bukan perempuan yang mudah dibeli, kang. Dan aku tidak berniat menjual diriku kepada juragamu itu." Kalimat Tumi ini diucapkan sambil menatap mata Plencing dan Tobil berganti - ganti. Ditatap Tumi Tobil dan Plencing hanya bisa menunduk. Tobil dan Plencing merasa kikuk. Merasa bersalah. Karena dirinya berdualah yang memang menyebabkan Tumi bisa diperdaya oleh juragannya.
Tumi semula pernah berpikir akan terus melayani juragan Gogor. Tumi punya niat menguras harta juragan Gogor. Pikiran yang hanya didasari emosi ini kemudian dasadari sebagai sesuatu yang salah. Kalau dirinya terus dan terus melayani juragan Gogor, orang bakal tahu. Serapat - rapat menutup bangkai satu saat akan tercium juga. Tumi menjadi takut, dan mengurungkan niat ini. Dan nanti malam merupakan hubungan badan terahkir yang akan dilakukan dengan juragan Gogor. Dia tidak akan lagi mengulanginya. Berapapun juragan Gogor akan memberi, dirinya akan menolak. Malam nanti juragan Gogor akan dilayaninya, akan dipuaskannya. Dan dirinya akan menyampaikan omongan agar juragan Gogor tidak lagi - lagi mengganggunya.
" E .... Tum ... kamu kan dekat sama Menik. Mbok aku ditolong. Aku dan kang Tobil mau ketemu sama Menik. Tapi takut, Tum." Plencing mengalihkan topik pembicaraan. " Jangan edan, Kang. Jangan. Jangan setiap orang kamu korbankan untuk juragan Gogor !" Tumi ketus, nada marahnya tidak bisa disembunyikan dan matanya memerah memelototi Plencing. Tumi sangat tidak rela kalau sahabatnya sampai dikurangajari sama Plencing dan Tobil. " Nanti dulu. Tum aku tidak bermaksud seperti yang kamu pikirkan. Ini tentang Jimat Tum. Jimat. Bukan yang lain - lain." Plencing memberi penegasan. Mendengar yang dimaksud Plencing ternyata bukan akan memperdaya Menik, Tumi lega dan nada kemarahannya hilang. Tumi tersenyum lega. " Nah gitu Tum, senyum. Jangan membuatku takut. Kalau kamu marah dan melotot kayak tadi, rasanya aku mau lari saja." Tobil tertawa lepas. Diikuti tertawa lepasnya Plencing. Dan Tumi tersenyum lebar. Suasana mencair. " Kok jimat, kang. Apa hubungannya Menik dengan jimat ?" Tumi meminta penjelasan. " Ya sangat ada hubungannya ta, Tum. Kamu tahu juga kan, kalau jimat itu sekarang di tangan yu Jumprit. Itu lho jumprit yang dak tahu diri itu ? Masak hanya pembantu kok bisa - bisanya malah yang diwarisi jimat. Aku tidak bisa percaya, Tum. Jangan - jangan jumprit itu yang mencuri jimat itu saat Nyi Ramang sakit dan kemudian meninggal !" Plencing nerocos dengan nada geram. " Lho kok jadi marah sama yu Jumprit ta, kang ?" Tumi sambil tersenyum. " Jumprit itu, Tum. Sebaiknya dicekik saja biar mati ! Jumprit itu pinter sekali. Sekarang dah dapat jimat, masih juga ingin dinikahi pak Pedut. Serakah sekali kan, Tum ?" Plencing semakin menampakkan nada geramnya. Plencing sangat sakit hati sama yu Jumprit karena pernah ditolak mentah - mentah ketika bersama Tobil berusaha mempengaruhi yu Jumprit agar jimat itu bisa ditukar dengan emas setengah kilogram dan masih ditambah beberapa ekor sapi besar. Waktu itu Plencing dan Tobil dibuat tidak berkutik oleh yu Jumprit. Yu Jumprit mendampratnya habis - habisan. Sakit hati Plencing dan Tobil sangat membekas dan membuatnya sangat membenci yu Jumprit. Plencing dan Tobil tidak bisa melupakan kejadian yang menyakitkan itu. " Iya Tum. Yu Jumprit itu perempuan jahat yang harus dilenyapkan dari muka bumi ini !" Tobil ikutan geram. " Bentar .... bentar .... kang. Kok terus malah pada marah, ta ? Lha aku ini harus berbuat apa untuk menolong kakang - kakang ini ?" Tumi tetap sambil tersenyum. " Gini, Tum." Plencing ingin segera menjelaskan maksudnya. " Tapi jangan pakai marah lho, kang." Tumi menggoda. " Dak ... dak Tum. Aku dak marah kok. Cuma jengkel banget sama itu yu Jumprit. Gini Tum. Tolong pertemukan aku dengan Menik. Di rumahmu ini saja. Tolong Tum. Aku dan kang Tobil mau bicara banyak sama Menik tentang jimat itu, Tum." Plencing dengan gaya memohon - mohon terhadap Tumi. " Aku dan Plencing sebisa - bisanya mau bantu Menik agar jimat itu kembali kepada pewaris syahnya, Tum. Kita harus kasihan sama pak Pedut, Kliwon dan Menik. Masak pewarisnya malah Jumprit itu !" Tobil kembali geram. Tumi termakan kebohongan Plencing dan Tobil. Dibalik kebohongannya ini Tobil dan Plencing akan berusaha mempengaruhi Menik agar meminta jimat dari tangan yu Jumprit dan seterusnya Tobil dan Plencing akan memengaruhi Menik agar mau menukar jimat itu dengan setengah kilogram emas. Tobil dan Plencing penuh percaya diri Menik akan terpengaruh oleh perdayaannya. Menik pasti akan tergiur oleh emas sebanyak itu. " Baik kang kalau kakang berdua tulus mau membantu Menik, aku bersedia." Tumi benar - benar termakan kebohongan Plencing dan Tobil. " Segera ... segera ya Tum. Jangan lama - lama. Segera hubungi Menik." Tobil bersemangat.
Tumi meraih uang di meja dan menyelipkannya di balik bajunya. Ketika Tumi membuka baju untuk menyelipkan uang, Tobil dan Plencing sempat melihat payudara Tumi yang tidak berkutang. Payu dara yang begitu menggunung dan kencang. Pantas juragan Gogor sangat kangen. Sehabis memasukkan uang di balik kainnya, tumi memperbaiki duduknya yang justru menyingkapkan kain bawahnya. Tak urung mata Tobil dan Plencing melihat paha Tumi sampai sebatas pantatnya. Paha yang bersih kencang dan panjang. Alangkah beruntungnya juragan Gogor yang bisa menikmati itu semua. Baru melihat sedikit saja sudah deg - degan, apalagi kalau bisa melihat telanjang bulatnya. Pikiran Tobil dan Plencing jadi membayangkan yang tidak - tidak. Terbayang dipikirannya seandainya dia bisa menikmati keindahan tubuh Tumi. Tobil dan Plencing jadi kelimpungan karena miliknya masing - masing mulai menggeliat. Maka dengan cepat - cepat Tobil dan Plencing berdiri sambil mencoba menutupi miliknya yang mencoba mendongak, dan segera pamit meninggalkan rumah Tumi.


Sejak sore gamelan sudah ditabuh bertalu - talu. Dari rumah pak Pedut suara gamelan kadang - kadang terdengar agak jelas, tetapi kadang - kadang tidak terdengar karena suara terbawa arah angin. Jarak antara rumah pak pedut dengan rumah pak Lurah memang cukup jauh. Suara gamelan membuat warga ingin segera bersiap - siap untuk berbondong - bondong menuju halaman rumah pak Lurah. Malam ini pak Lurah menggelar keramaian berupa tontonan gratis untuk wargannya. Tontonan berupa penampilan pethilan wayang orang Bambang Cakil. Cerita sepotong bertemunya Arjuna dan para punakawan, Semar, Gareng, Petruk, Bagong dengan Buta Cakil. Buta Cakil adalah raksasa yang akan mati di tangan Arjuna. Yang paling menarik orang untuk menonton pethilan adalah kelucuan dan gurauan para punakawan. Adegan munculnya punakawan menjadi dagelan yang sangat bisa menghibur penonton. Malam ini pak Lurah sengaja mengadakan keramaian, karena hasil tembakaunya bisa terjual dengan harga yang baik. Pak Lurah meraup keuntungan besar. Sudah menjadi tradisi desa bagi siapa saja yang hasil panennya berlimpah, pasti akan mengadakan keramaian sebagai ujud terima kasih kepada semua yang telah membantunya terutama sebagai ungkapan terima kasih kepada sang Pencipta. Tontonan pethilan Bambangan Cakil akan berahkir pada tengah malam. Untuk mengisi larut malam digelar tayuban. Dimana ledhek - ledhek muda, cantik dan bahenol menari di atas panggung dan mendapat saweran dari para lelaki berduit.
Hari gelap mulai merambahi pedesaan. Tumbuhan besar tidak lagi terlihat sebagai tumbuhan yang hijau rindang, melainkan nampak seperti raksasa yang berdiri menunggu mangsa. Gunung dan hutan tidak lagi tampak biru menghijau, melainkan nampak sebagai suatu onggokan besar hitam kelam bagai raksasa tidur di kegelapan malam. Malam ini memang rembulan tidak muncul, karena tanggal belum sampai. Malam gelap. Warga desa laki - laki, perempuan, tidak ketinggal anak - anak dengan membawa obor berjalan bergerombol - gerombol menuju halaman rumah pak Lurah. Pokol dan Sarinti bergandengan tangan berjalan santai. Tidak ketinggalan Tumi dan Gudel, dan lain - lain pasangan. Mereka mesra bergandengan tangan dan berjalan dengan memilih menyelusuri jalan - jalan yang gelap. Udara dingin tidak menghalangi langkah mereka. Baju - baju tebal mereka kenakan untuk menahan dinginnya udara malam.
Lain dengan Menik. Malam ini justru menik menyelimuti tubuhnya dan memilih meringkuk di kamarnya. Ia memilih tinggal di rumah. Menikmati bantal dan guling. Pak Pedut, dan Kliwon juga telah meninggalkan rumah. Pikiran Menik melayang kepada Gono yang tidak pernah kabar - kabar. Sendainya malam ini ada Gono, dirinya pasti juga akan berada di tempat keramaian. Menik tidak tahu apakah Gono masih ingat akan dirinya. Ingat akan janjinya. Apakah Gono bisa berhasil kerja di kota, atau justru sebaliknya Gono terlunta - lunta di kota. Menik tidak bisa menebak. Hanya saja terlintas dipikiran Menik, Gono ini pinter, punya banyak ketrampilan dan ulet. Siapa tahu Gono sedang sibuk kerja untuk dapat mengumpulkan kekayaan.
Di dapur yu Jumprit gelisah. Suara gamelan yang sayup - sayup sampai di telinganya sangat menggoda untuk ikut - ikutan pergi menonton. Terbayang dipikiran yu Jumprit lucunya punakawan yang melontarkan guroan - guroan segar. Dan tingkah polah para punakawan yang sangat mudah mengundang tawa. Belum menyaksikan saja yu Jumprit sudah tersenyum sendirian. Apalagi kalau melihatnya, dirinya pasti akan terbahak. Yu Jumprit sangat tergoda. Segera dikenankannya baju tebal, dan obor yang sudah dipersiapkannya disulut, dengan langkah jinjit - jinjit agar tidak didengar Menik, yu Jumprit menyelinap melalui pintu dapur meninggalkan rumah.
Menik mendengar pinta dapur bederit. Disingkapkan selimutnya. Menik ingin tahu apa yang terjadi di dapur. Menik sangat ingat tadi yu Jumprit sudah mengancing rapat - rapat pintu dapur. Menik curiga yu Jumprit pergi juga ke tempat keramaian. Menik melihat dapur kosong. Pintu dapur tidak lagi terkancing. Menik tahu yu Jumprit pergi. Menik mengancing rapat pintu dapur dan kembali ke kamar. Menyelimuti dirinya dengan selimut tebal. Kembali pikirannya melayang ke Gono. Gono yang pergi ke kota untuk menjadi kaya. Gono yang berjanji setelah berhasil di kota akan segera pulang dan melamar dirinya. Gono yang pernah mencium bibirnya, meremas payudaranya, dan meraba - raba seluruh kulit tubuhnya dan membuat dirinya merinding nikmat. Gono yang pernah datang ke rumahnya malam - malam ketika rumah dalam keadaan kosong dan Gono mencumbunya sampai miliknya menjadi basah. Gono yang selalu dengan kelembutannya membelai - belai rambutnya. Dirinya akan sangat terlena di pelukkan Gono yang dicintainya sepenuh perasaannya. Ingat ini, tiba - tiba ada sesuatu yang menjalari pikiran dan seluruh tubuhnya. Sesuatu yang tiba - tiba membuat jantungnya menjadi berdegup. Sesuatu rasa yang menyebabkan instingnya menuntun tangannya meraba - raba yang ada di balik kainnya. Menik meremas - remas buah dadanya dan membayangkan Gonolah yang melakukannya. Setiap tangannya kuat meremas, Menik meringis dan mendesah. Kedua kakinya menjulur - njulur mengejang. Tangan satunya tertuntun mengarah ke bawah dan menyusup ke balik celana dalamnya. Terbayang Gonolah yang melakukannya. Padahal tangan dan jari Gono belum pernah satu kalipun menyentuh miliknya. Karena ketika tangan Gono mau sampai ke situ Menik selalu menolak dan mengahkiri bercumbunya. Menik tidak mau selangkangannya di sentuh orang. Kali ini tangannya sendiri yang mengelusnya. Dan jari - jarinya sendiri yang mempermainkannya. Ditelantangkan tubuhnya. Dikangkangkannya pahanya. Selimutnya terlepas dari tubuhnya. Menik sudah sangat terangsang oleh jarinya sendiri. Dua jari manis dan jari telunjuknya membuka bibir miliknya dan jari tengahnya diputar - putar di tempat yang membuatnya merasa semakin nikmat. Menik terus menggelinjang dan merintih. Menik tahu di rumah tidak ada orang. Menik leluasa melepas desahnya, rintihannya dan jeritannya. Menik membuat tempat tidurnya menjadi tidak beraturan. Sepreinya tergulung - gulung. Bantal dan gulingnya berjatuhan ke lantai karena polahnya. Dan ahkirnya Menik mengatupkan pahanya. Sementara itu jari - jarinya semakin gencar memainkan miliknya yang semakin membasah. Menik menjerit keras dan tubuhnya terangkat - angkat. Sejurus kemudian lunglai dan napasnya tersengal. Menik menikmati kepuasan oleh dirinya sendiri. Menik lelah dan tertidur.
Malam telah sangat larut. Hampir pagi. Pak Pedut membuka pintu rumah dengan kunci. Pak Pedut mendengar napas pulas Menik. Pak Pedut yang melihat ledhek - ledhek cantik dan bahenol yang tadi menari - nari gemulai di atas panggung dengan pantat yang sengaja di megal - megolkan sangat terangsang. Pak Pedut tadi berjalan pulang dengan cepat - cepat bermaksud segera sampai di rumah dan akan segera mengajak yu Jumprit untuk melampiaskan terangsangnya oleh ledhek - ledhek. Pak Pedut tidak menemukan yu Jumprit di kamarnya. Sejak yu Jumprit menerima lamarannya yu Jumprit telah mau tidur seranjang dengan pak Pedut. Hampir - hampir setiap malam pak Pedut bercinta dengan yu Jumprit. Pak Pedut ke dapur. Kosong. Pak Pedut gelisah. Pak Pedut menyesal mengapa tadi dirinya tidak mengajak yu Jumprit nonton bersama. Pati yu Jumprit juga pergi nonton. Tetapi mengapa sudah selarut ini tidak pulang juga. Kliwon pulang dan langsung masuk ke kamarnya. Sebentar kemudian dengkuran Kliwon terdengar keras. Pak Pedut tidak bisa memejamkan matanya. Ditunggunya yu Jumprit di ruang depan sambil menikmati teh anget. Lama ditunggu yu Jumprit tidak muncul pulang. Ada perasaan marah di hatinya. Birahinya yang terangsang oleh ledhek - ledhek membuatnya ada perasaan jengkel. Mengapa Jumprit sudah selarut ini tidak juga pulang. Jumprit tidak akan tertarik dengan ledhek - ldhek. Lalu kemana ? Mengapa ? Terbersit rasa cemburu di hati. Jangan - jangan Jumprit dirayu orang. Orang tahu Jumprit lama menjanda. Orang pasti akan menggodanya. Tetapi bukankah orang sudah pada tahu kalau Jumprit segera akan dinikahinya ? Dan orang tahu kalau Jumprit saat ini bukan Jumprit yang dulu. Jumprit sekarang adalah Jumprit yang sakti karena jimat. Akankah orang akan segampang itu melecehkan Jumprit ? Mengingat ini pak Pedut ayem. Tidak bakalan orang berani menggoda Jumprit. Tetapi lalu Jumprit kemana. Malam hampir pagi kenapa tidak pulang ? Mungkin juga Jumprit marah, karena dirinya tidak mengajaknya bersama menonton. Jumprit pasti sedang marah. Dan pulang ke rumahnya. Kesimpulan ini membuat pak Pedut ayem. Pak Pedut tidak lagi gelisah. Pak Pedut sangat menyesal. Pak Pedut besuk pagi akan segera menjemput Jumprit ke rumahnya dan minta maaf. Kembali bayangan ledhek - ledhek yang buah dadanya hanya saparo saja tertup kain dan ketika menari - nari kainnya tersingkap - singkap sehingga paha putihnya sangat sering menggoda mata, membuat burungnya tidak mau melemas. Semakin kaku saja. Dan terasa pegal. Pak Pedhut bingung. Kliwon mendengkur. Menik pulas. Pak Pedhut tidak malu - malu lagi segera mencopot celananya. Burungnya medongak kaku. Pak Pedhut tidak bisa menahan birahinya. Pak Pedhut dengan serta merta menggenggam burungnya dan segera telapak tangannya bergerak memainkan burungnya yang membuat pikirannya tidak bisa lepas dari bayangan ledhek. Dibayangkannya ledhek sedang kangkangkannya dan pahanya yang putih mulus di elusnya. Dan pak Pedhut segera mendorong burungnya untuk menelusup dan tenggelam di selangkangan ledhek. Sebentar saja pak Pedhut sudah tidak tahan. Kedua kakinya terkejang - kejang, mulutnya ternganga dan jeritan tertahannya keluar bersamaan dengan napasnya yang memburu - buru. Pak Pedhut memuncratkan cairan kenikmatannya di kursi tempat duduknya.
 
Bimabet
Pagi hangat. Matahari semakin meninggi di atas gunung. Udara masih terasa dingin. Angin bertiup pelahan. Tidak mampu menggoyangkan ranting - ranting pepohonan. Menik sibuk di dapur menjerang air dan menyiapkan makan pagi. Yu Jumprit benar - benar tidak pulang dari kepergiannya tadi malam. Menik tidak bisa memperkirakan mengapa yu Jumprit tidak pulang.
Di ruang tamu sudah ada beberapa orang menunggu yu Jumprit untuk minta diobati dari sakitnya. Pak Pedut kebingungan. Apa yang akan dikatakan kepada tamu - tamunya yang ingin ketemu yu Jumprit. Pak Pedut hanya bisa meminta tamu - tamunya bersabar. Pak Pedut belum bisa ngomong apa yang sebenarnya terjadi. Semalam yu Jumprit tidak pulang. Pak Pedut hanya bisa gelisah. Keluar masuk rumah. Longok - longok ke jalan barangkali yu Jumprit berjalan pulang. Sesekali ke dapur melihat Menik yang sibuk. " Nik, semalam Jumprit pamitan sama kamu dak kalau mau nonton pethilan ?" Pak Pedut mendekati Menik yang tetap sibuk. " Dak, pak. Cuma aku mendengar yu Jumprit pergi lewat pintu dapur." Jawab Menik tanpa melihat roman muka bapaknya yang kebingungan. " Aduh .... terus kemana Jumprit ini. Lha kepada tamu - tamu itu terus gimana, Nik ?" Pak Pedut minta pertimbangan Menik. menik diam. Tidak menjawab dan tetap sibuk. " Gimana, Nik ?" Pak Pedut kembali mengulangi pertanyaannya. " Bapak cari saja yu Jumprit di rumahnya, pak. Barangkali yu Jumprit pulang ke rumahnya dan ketiduran." Jawab Menik. " Benar juga, Nik. Siapa tahu Jumprit semalam ngantuk dan sekarang ketiduran di rumahnya. Kalau begitu aku kesana, Nik. Kamu temani tu tamu - tamu !" Pak Pedut segera melangkah pergi. " Dak usah ditemani, pak. Ini sudah aku buatkan minum, segera aku suguhkan." Kalimat Menik mengiring langkah bapaknya yang bergegas menuju pintu.
Setengah berlari pak Pedut menuju rumah yu Jumprit. Rumah yu Jumprit yang agak terpencil dari rumah - rumah lainnya sepi. Tidak ada tanda - tanda kehidupan di dalamnya. Semuan pintu dan jendela tertutup rapat. Pak Pedut ketuk - ketuk pintu berulang sambil memanggil - manggil. Tidak ada jawaban. Mendengar pak Pedut memanggil - manggil yu Jumprit seorang tetangga mendekat. " Ada apa, kang Pedut ?" Tanya tetangga sambil mendekati pak Pedut yang berdiri di depan pintu rumah yu Jumprit. " Jumprit semalam dak pulang dari pergi nonton pethilan. " Pak Pedut menerangkan. " Sejak semalam sepi kok kang rumah ini. Tetangga paling dekat kan aku kang. Jadi kalau ada suara apa - apa akulah yang paling tahu. Tetapi benar kang sejak malam dan pagi ini dak ada orang buka pintu kok, kang." Tetangga dekat yu Jumprit memberi penjelasan. " Ya sudah aku pulang dulu. Kalau Jumprit pulang kesini tolong kabari aku." Pak Pedut berlalu meninggalkan tetangga yu Jumprit setengah berlari.
Ditunggu sampai tengah hari yu Jumprit tidak kunjung pulang juga. Pak Pedut hanya bisa minta maaf kepada para tamu, dan meminta besuk kembali lagi. Pak Pedut tidak bisa menyembunyikan kekecewaannya. Yang dikerjakan pak Pedut hanya bisa bengong duduk di ruang tamu menunggu yu Jumprit pulang.
Kliwon bangun kesiangan. Kantuknya semalam membuatnya bangun tengah hari. " Won kamu semalam lihat Jumprit di keramaian ?" Tanya pak Pedut yang melihat Kliwon sudah membawa cangkul mau ke sawah. " Dak pak. Aku dak lihat." Jawab Kliwon tanpa melihat muka bapaknya dan terus berlalu meninggalkan rumah.
Hari ini pak Pedut tidak ke sawah. Perasaannya tidak enak. Kemana Jumprit ini. Tidak biasanya Jumprit berlaku seperti ini. Pak Pedut mencoba introspeksi. Apa dirinya berbuat salah terhadap Jumprit. Tidak menemukan. Rasa - rasanya tidak ada perlakuan dirinya terhadap yu Jumprit yang menyakitkan. Tidak mungkin Jumprit marah hanya karena tidak diajaknya ke keramaian semalam. Bukan sifat Jumprit hanya masalah kecil dibesar - besarkan.
Ditunggu sampai Sore. Yu Jumprit tetap tidak tampak batang hudungnya. Pak Pedut semakin gelisah. Dan yang paling merepotkan pak Pedut adalah tamu - tamu yang minta disembuhkan dari sakitnya yang terus berganti - ganti berdatangan. Dan pak Pedut tidak bisa berbuat banyak kecuali meminta maaf dan meminta tamu - tamunya untuk kembali lagi esuk harinya. Pak Pedut tidak tega kepada para tamu yang minta dilayani yu Jumrpit. Sudah datang dari jauh, banyak biaya, tidak bisa ketemu Jumprit. Belum lagi melihat para tamunya yang pada umumnya susah berjalan karena sakitnya. Padahal kalau yu Jumprit ada mereka akan sembuh seketika, atau setidak - tidaknya pulang dengan perasaan nyaman.
Ketika malam mulai turun dan merambahi desa, pak Pedut tidak lagi hanya gelisah. Perasaan kawatir mulai muncul. Kemana Jumprit pergi. Mengapa Jumprit tidak pulang. Apa yang terjadi. Berbagai pertanyaan berkecamuk di benak pak Pedut.
Yang dilakukan pak Pedut kemudian mengunjungi tetangga dari pintu ke pintu. Menanyakan apakah para tetangga semalam melihat Jumprit. Diperoleh jawaban dari para tetangga yang pergi menonton keramaian, bahwa tidak satupun yang melihat yu Jumprit berada di tempat keramaian. Banyak para tetangga yang ikut prihatin dan berusaha saling bertanya tentang keberadaan yu Jumprit.
Gudel datang menemui Menik. " Aku benar - benar dak tahu, kang. Kemana yu Jumprit pergi." Menik mengansurkan wedang jahe ke Gudel yang duduk bersila di amben dapur. " Aneh lho Nik. Aneh. Ini benar - benar aneh. menurutku yu Jumprit tidak bakalan tega pergi tanpa pesan begini. Oh ... ya Nik, apa yu Jumprit punya saudara yang tinggal jauh dari desa ini, Nik ?" Gudel mencoba mencari tahu. " Tidak kang. Tidak ada. Sandaranya yu Jumprit yang masih ada yang tinggal mendiang mbokku. Sekarang mbokku dah dak ada. Ya yu Jumprit tu sekarang dak ada lagi saudara." Menik memberi penjelasan kepada Gudel. Gudel mengerinyitkan dahinya. Lalu kemana perginya yu Jumprit ini. Gudel hanya bisa menatap Menik yang duduk dihadapannya yang sesekali memasukan emping melinjo di mulutnya yang mungil. Melihat mulut Menik yang indah, yang pernah diciumnya, Gudel tidak bosan - bosan menatapnya. Gudel yang jarang bisa bertemu dengan Menik menjadi bisa melepas rasa rindunya dengan menatapnya. Menik yang tahu terus ditatap Gudel menjadi kikuk. Wajahnya menjadi merona. Dan gaya makannya menjadi kaku. Sebaliknya Gudel menjadi melihat wajah Menik yang begitu ayu. Dengan pipi yang merah merona karena malu dan kikuk serta melut kecil yang terus mengunyah emping melinjo. Rasa cinta dan kasihnya menjadi - jadi. Serasa Gudel ingin memeluk tubuh indah yang ada dihadapannya. menyayangnya. Memanjakannya. Alangkah indah hidupnya jika dirinya bisa selalu bersanding dengan Menik. " Lho kok malah diam ta, kang. Mbok ya ngomong !" Menik menyadarkan Gudel yang terus menatapnya. " Ya....ya.... aku sedang .... sedang ...mikir yu Jumprit, Nik !" Gudel tergagap. Dan matanya tertumbuk paha Menik yang karena kakinya bergerak merubah posisi duduknya. Dan kain bawah Menik yang terus tersingkap membuat Gudel menjadi kikuk. Matanya ingin memandang, tetapi perasaan malunya tidak bisa disembunyikan. " Kang aku minta tolong, kalau sampai besuk pagi yu Jumprit tidak pulang, tolong kang Gudel menyarinya, kang ?" Menik menatap mata Gudel, dan Menik melihat mata Gudel berbinar, tanda sangat senang dimintai tolong oleh dirinya. " Ya...ya....Nik akan aku cari yu Jumprit sampai ketemu." Gudel bersemangat. Gudel sangat senang. Karena bakal memperoleh kesempatan bisa sering mengunjungi Menik lagi. Siapa tahu cintanya terhadap Menik bisa kesampaian.
Pak Pedut tidak berhenti gelisah. Mondar - mandir. Keluar rumah. Melongok jalanan. Masuk lagi ke rumah. Duduk menyulut rokok. Bediri lagi ke dapur melihat Menik dan Gudel yang sedang berbincang. Masuk lagi ke rumah. Jumprit kamu kemana. Jumprit kamu dimana.
Karena malam telah merangkak jauh. Gudel berpamitan meninggalkan Menik. Pak Pedut mencegahnya. " Jangan pergi, Del. Temani aku. Aku sangat bingung." Pak Pedut meminta Gudel tetap tinggal. Gudel tidak bisa membantah. " Kita duduk - duduk di ruang tamu saja, Del. Oh .... ya....Nik ...tolong buat teh panas." Pak Pedut tidak bisa menyembunyikan gelisahnhya. Dari kamar Kliwon dengkurannya sangat keras terdengar di telinga Gudel. Sepertinya Kliwon tidak peduli dengan apa yang sedang dialami bapaknya.


Malam ini malam ketiga tidak pulangnya yu Jumprit. Menghilangnya yu Jumprit cepat menyebar. Tidak satupun warga, dari orang dewasa sampai anak - anak yang tidak tahu kalau yu Jumprit menghilang. Tidak satupun warga yang tidak membicarakan yu Jumprit. Mereka hanya bisa menerka - nerka ke mana yu Jumprit pergi. Ada yang menerka yu Jumprit pergi bertapa untuk memperdalam kesaktiannya, agar bisa benar - benar seperti Nyi Ramang. Ada yang menerka yu Jumprit pergi entah kemana karena tidak kuat ketempatan jimat warisan Nyi Ramang. Bahkan ada yang nekat berpendapat yu Jumprit pergi karena tidak mau dinikahi pak Pedut. Para tetua desa menyatakan yu Jumprit dibawa Gendruwo. Karena yu Jumprit lama menjanda, maka dia diincar Gendruwo laki - laki. Pada saatnya nanti yu Jumprit akan dikembalikan. Sekarang sedang dipakai oleh Gendruwo sebagai pemuas birahinya. Lain lagi pendapat para pemuda termasuk Gudel, yu Jumprit hilang pasti ada kaitannya dengan jimat. Barangkali sekarang sedang ada orang yang memperdaya yu Jumprit.
Semua warga merasa kawatir. Semua warga merasa ikut kehilangan. Sudah lama orang mengharap segera ada pengganti Nyi Ramang. Sekarang yu Jumprit sudah diketahui sebagai pengganti Nyi Ramang. Tetapi yu Jumprit yang belum lama bisa menggantikan Nyi Ramang sekarang malah tiba - tiba menghilang. Tidak sedikit juga warga yang menduga yu Jumprit pergi membawa Jimat, dan akan dimanfaatkannya di tempat lain. Prasangka - prasangka jelekpun muncul. Jangan - jangan yu Jumprit berniat menjual jimat itu kepada orang kaya entah dari mana. Dan sekarang yu Jumrpit sedang bersembunyi di satu tempat bersama orang kaya itu. Orang hanya bisa menerka, menduga, dan berprasangka tanpa bisa menarik kesimpulan yang bisa dipercayai.

Udara dingin disertai turunya gerimis membuat malam menjadi kekes. Pak Pedut yang sudah dua malam tidak bisa memejamkan mata, terlena mendengkur di kursi ruang tamu. Kliwon yang tidak peduli dengan kepergian yu Jumprit juga sudah terdengar dengkurannya. Menik menemani Juragan Rase yang sejak menjelang malam tiba sudah berada di dapur menunggui Menik sibuk. " Sudah Nik. Kita sudahi ngomongkannya yu Jumprit. Sekarang ganti aku mau ngomong penting." Juragan Rase menggeser duduknya mendekati Menik. Duduknya juraga Rase menjadi sangat dekat. Menik membaui wanginya baju juragan Rase. Bau wangi yang sangat jarang hinggap di hidungnya. Bau wangi yang sangat menggoda hibungnya untuk terus ingin mengirupnya. " Nik, ahkir - ahkir ini perasaanku sangat aneh. Tiba - tiba menyukaimu. Aku jadi selalu merindukanmu. Dan malam ini aku menyatakan ingin menikahimu." Juragan Rase mengatakan kalimat - kalimat yang sebenarnya sudah cukup lama disusunnya, hanya baru kali ini ada kesempatan diucapkannya di depan Menik. " Kang ...." Menik lirih berucap dan buru - buru oleh juragan Rase bibirnya ditutup dengan jari agar Menik tidak meneruskan kalimatnya. Juragan Rase merogoh sakunya dan mengeluarkan cincin berlian. " Nik, ... " Juragan Rase meraih tangan Menik dan memakaikan cincin di jari manis Menik. " Kang... " Menik Menatap mata Juragan Rase. Juragan Rase tersenyum dan tiba - tiba Menik telah berada di pelukannya. Juragan Rase tidak menyia - nyiakan kesempatan segera bibir menik dicium dengan kelembutan dan dengan semangat perasaan cintanya. Pikiran Menik melayang kepada Gono. Dibayangkannya yang sedang memeluknya sekarang ini adalah Gono. Yang menciumnya Gono. Maka Menik dengan semangat rindunya kepada Gono dibalaslah ciuman juragan Rase.

Gudel melangkah dengan cepat. Ia tidak ingin sampai di rumah Menik terlalu malam. Jangan - jangan Menik sudah tidur. Hari ini Gudel bersama dengan para pemuda yang menjadi teman - teman dekatnya menyusuri hutan untuk mencari yu Jumprit. Gudel dan teman - temannya akan mencari yu Jumprit kemana saja. Hari ini hutan yang menjadi sasaran. Besuk Gudel akan pergi kelain tempat. Gudel berniat menyusuri tempat - tempat dimana dulu sering dikunjungi yu Jumprit. Sejak suami meninggal yu Jumprit suka pergi ke tempat - tempat yang dulu pernah didatangi ketika masih pacaran. Gudel sangat percaya diri akan menemukan yu Jumprit. Karena dengan ditemukannya yu Jumrpit berarti dirinya akan mempunyai jasa besar terhadap Menik. Gudel berharap bisa semakin dekat dengan Menik. Sampai di depan pintu dapur rumah Menik Gudel terhenti dan tidak jadi mengetuk pintu karena kupingnya mendengar ada desahan dari dalam dapur. Dan rasanya desahan seperti ini pernah didengarnya ketika waktu itu dirinya pernah mencumbu Menik. Gudel menempelkan mata di celah pintu yang sedikit terbuka. Jantung Gudel berdegup keras karena saking kagetnya. Kakinya serasa tidak mampu lagi menopang tubuh besarnya. Perasaan cemburunya meledak. Rasa marahnya tidak tertahankan. Betapa tidak, dilihatnya Menik sedang dipeluk juragan Rase. Mereka sedang berciuman. Dan Gudel melihat dengan jelas tangan jurgan Rase telah menelusup di balik kain yang membungkus dada Menik. Dilihatnya pula kaki Menik yang bergerak - gerak. Juragan Rase memelorotkan kain atas yang dikenakan Menik. Gudel melihat payudara Menik terbuka. Dan Juragan rase menundukkan kepala mendekatkan mulutnya ke payudara Menik. Gudel menyaksikan pemadangan yang sangat membuatnya marah. Juragan Rase melahap puting susu Menik berganti - ganti. Rupanya Menik terlena jadi membiarkan saja juragan Rase mencubunya sejauh itu. Menik menggeliat - geliat dan juragan Rase semakin menyerbu. Menik bergerak - gerak keras dan desahannya tidak tertahankan. Suara derit amben semakin keras saja. Dipikiran Gudel Menik menikmati cumbuan juragan Rase. Gudel sangat cemburu. Gudel sangat marah. Muncul sifat berangsannya. Rasanya ingin ditendangnya keras - keras pintu dapur. Niatnya diurungkan karena pikiran warasnya berkata. Tindakannya pasti tidak akan dimaafkan Menik. Yang dilakukan Gudel kemudian cuma membalikkan badan dan ngeloyor pergi. Tetapi karena rasa cemburunya begitu buta dan amarahnya sangat kuat tiba - tiba ditendangnya kayu yang kebetulan tergeletak di halaman. Mencelat kayu ke atas dan jatuh di genteng dapur rumah Menik.
Mendengar suara di atas genteng, Menik kaget dan tersadar dari semua yang dilakukannya. Begitu juga juragan Rase yang segera menghentikan cumbuannya. Menik cepat - cepat membenahi kainnya untuk menutupi dadanya yang sangat terbuka. Sementara juragan Rase kikuk menutup - nutupi bagian depan celananya, karena tadi telah sempat burungnya menyemprotkan cairan kelelakiannya. Buru - buru juragan Rase meninggalkan dapur dan menerobos kegelapan malam.


Kuburan sangat sepi seperti malam - malam biasanya. Gerimis turun. Kandang - kadang yang terdengar hanya tembang yang dilantunkan pak Blengur jika malam belum larut. Jangankan kuburan jalanan kampungpun akan sangat sepi bila malam telah tiba dan disertai hujan atau gerimis. Kecuali gelapnya suasana juga karena dinginnya udara. Malam ini gerimis turun cukup deras dan sebentar kemudian turun sebagai hujan. Ada cahaya menerobos dari celah - celah dinding bambu rumah pak Blengur yang berada di ujung kuburan. Mbok Semi sudah berada di dalam rumah pak Blengur sejak gerimis belum berubah menjadi hujan.
" Dik Blengur, sudah berapa kali ya kita melakukan hubungan." Mbok Semi melepas kain bawahnya. Nampak di mata pak Blengur milik mbok Semi yang lebat berambut. " Ya dak usah dihitung ta, yu." Pak Blengur juga melepas sarungnya yang di dalamnya memang tidak ada celana kolor. Mbok Semi melihat punya pak Blengur mendongak kaku menunjuk ke arah dirinya yang berdiri di depan pak Blengur. " Seingatku sudah tujuh kali lho, dik !" Mbok Semi menjawab pertanyaannya sendiri sambil melepasi kancing kain atas yang dikenankannya. Pak Belngur melihat munculnya payudara mbok Semi yang montok tetapi sudah luruh kebawah bak buah pepaya yang menggantung di pohon. Payudara yang tidak lagi muda. Tidak lagi ranum. Tetapi karena memang mbok Semi tidak pernah menyusui karena tidak pernah punya anak, maka puting susu buah dada mbok Semi kecil. Seperti puting susu gadis remaja. Selesai membuka seluruh kancing baju atas mbok Semi mendekat ke pak Blengur yang setengah berdiri pantatnya menopang tubuhnya menempel di pinggir amben. Yang dilakukan mbok Semi kemudian segera menggenggam mentimun pak Blengur dan memijit - mijitnya halus. Pak Blengur merasakan hangatnya tangan mbok Semi. Tanpa diminta tangan pak Blengurpun segera berada di milik mbok Semi. Mbok Semi membuka pahanya sehingga menjadi berdiri agak kangkang untuk memberi keleluasaan jari - jari pak Blengur yang akan bermain - main di bibir miliknya. Tangan lain memeluk pantat mbok Semi tangan lain berada di selangkangan mbok Semi, dan mulutnya telah berada di buah dada mbok Semi, pak Blengur mendengus - dengus birahinya menggebu. Yang terdengar kemudian hanya desahan dan jeritan tertahan mbok semi yang mampu menindih suara jatuhnya air hujan di genting. Seandainya saja rumah pak Blengur ini tidak berada di kuburan, desah dan jerit mbok Semi akan mudah terdengar tetangga. Mbok Semi tahu kalau suaranya tidak bakalan didengar orang, maka dengan sangat leluasa dirinya mendesah bahkan mengaduh cukup keras sambil tubuhnya menggeliat - geliat di pelukan pak Blengur yang tanpa jeda terus bermain di semua lekuk tubuh mbok Semi. Sebentar saja pak Blengur sudah mampu membuat mbok Semi berbasah - basah. " Dik ayo, dik. Aku sudah tidak tahan ! .....auugghhh....!" Mbok Semi merasakan miliknya sudah sangat mengembang. Yang dirasakan ingin segera miliknya segera disumpal oleh mentimun besar pak Blengur yang terus digenggamnya dan di pijit - pijitnya dengan gemas. Pak Blengur memenuhi permintaan mbok Semi. Ditarik dan segera dibaringkannya tubuh mbok Semi di amben dengan tanpa melepas pelukannya. Disibakkan paha mbok Semi dengan kakinya dan pak Blengur segera mengambil posisi tepat untuk menghunjamkan mentimunnya. " Auuuuugghhh ..... enak sekali dik !" Mbok Semi mebeliakkan matanya menatap wajah pak Blengur yang semakin memerah karena merasakan mentimunnya telah masuk tanpa sisa di milik mbok Semi. " Tekan dik. .... aaahhhgg .... pompa yang keras, dik. ... genjot dik ....auuggh..." Mbok semi mengoceh agar pak Blengur menuruti keinginannya. Tanpa menunggu nanti pak Blengur memenuhi permintaan mbok Semi. Digenjotnya mbok milik mbok Semi dengan mentimunnya yang sangat kaku kuat - kuat dengan interval yang pendek. Sementara itu mbok Semi hanya bisa mengangkat - angkat kakinya ke atas dan sesekali kedua kakinya melingkar di pinggul pak Blengur. Tubuhnya dipeluk kuat pak blengur sehingga tidak mampu menggeliat. Susunya terus digigiti dan disedoti pak Blengur tiada jeda. Setiap kali sampai mbok Semi hanya bisa berteriak keras dan menggelengkan kepala kekiri kekanan dan matanya semakin terpejam. Dan tubuhnya mengejang serta seluruh kulit tubuhnya merinding nikmat. Rasa yang belum pernah diperoleh. Dan dengan pak Blengur rasa ini selalu didapatkan. Pak Blengur tahu kalau mbok Semi telah berakali - kali sampai. Tubuh mbok Semi semakin lemas dan tidak berdaya. Pak Blengur yang sedari tadi juga sudah mencoba menahan agar tidak segera muntah demi memuaskan mbok Semi, kali ini sudah tidak mau menahan lagi. Dengan kuatnya genjotannya dipercepat. Pak Blengur menggeram. Tubuhnya kaku mengejang, mentimunnya disodokkan dalam - dalam ke milik mbok Semi yang telah sangat basah. Sementara itu mbok Semi sangat senang bisa menerima tumpahan kehangatan yang meleleh di dalam miliknya. Mbok Semi sangat senang dan bahagia merasakan tubuh pak Blengur berkelenjotan di atas tubuhnya.
Suasana kembali sepi. Tenang. Tidak ada amben yang bergoyang berderit - derit. Tidak ada lagi desah, jerit dan geraman. Tubuh pak Blengur dan tubuh mbok Semi terlentang telanjang di amben. Napas mereka mulai luruh dan tidak lagi terdengar sengalannya. Mereka menikmati lemasnya badan dan puasnya rasa.
Mbok Semi segera turun dari amben setelah napasnya benar - benar reda. Dipungitinya kain - kain yang teserak di lantai. Dan menyelimuti tubuh pak Blengur dengan sarungnya. Pada saat dirinya membungkuk - bungkuk memunguti baju dan kain itulah mata mbok Semi tertumbuk pada sepasang sandal yang ada di kolong amben. Mbok Semi amat paham itu sandal milik yu Jumprit. Yu Jumprit akan mengenakan sandal itu jika keluar rumah karena ada kepentingan, seperti kondangan atau berkunjung - kunjung ke tetangga. Mbok Semi sering melihat sandal itu dikenakan yu Jumprit. Lalu mengapa sandal itu ada di kolong ambennya pak Blengur. Apakah pak Blengur ada hubungan dengan Jumprit juga ? Apakah pak Blengur juga berhubungan dengan Jumprit seperti dirinya berhubungan dengan pak Blengur ? Terbersit rasa cemburu. Kalau begitu Blengur tidak hanya terhadap dirinya berhubungan seperti ini. Ternyata dengan Jumprit pula. Tiba - tiba mbok Semi ingat kalau Jumprit sudah empat malam ini menghilang. Lalu apakah Blengur ada kaitannya dengan kepergian Jumprit ? Mbok Semi mengambil kesimpulan. Blengur terkait dengan mengilangnya Jumprit. Kalau tidak, mana mungkin sandal Jumprit bisa ada di rumah Blengur.
Mbok Semi telah kembali mengenakan kain. Pak Blengur mendengkur. Maksud hati mbok Semi ingin menanyakan kenapa sandal Jumprit bisa ada di rumah pak Blengur. Pak Blengur terlanjur mendengkur. Tidak tega mbok Semi membangunkan Blengur yang sedang menikmati keterlenaannya. Dipandanginnya tubuh Blengur yang kokoh, besar, panjang, dan berotot. Tubuh yang telah delapan kali menempel dan menggesek tubuh telanjangnya. Tubuh yang telah memberinya kenikmatan dan kepuasan tiada bading. Apakah tubuh itu juga pernah menggumuli tubuh telanjang Jumprit ? Mbok Semi kembali membungkukkan badan. Ditatapnya sepasang sandal di kolong amben. Sandal yang tampak berlepotan tanah. Mengapa sandal itu berlepotan tanah ? Yu Jumprit hanya bisa bertanya - tanya. Mengapa pula Jumprit sampai meninggalkan sandalnya di rumah ini ? Jumprit sekarang menghilang dan membuat gelisah semua orang. Sandalnya ada disini. Kalau begitu kemana perginya Jumprit Blengur pasti tahu. Sandal ini, ya sandal ini ! Kemarin - kemarin di kolong ini tidak ada sandal Jumprit. Jumprit menghilang. Sandal Jumprit disini. Ah ...! Aku bingung ... ! Berkecamuk berbagai pikiran dan pertanyaan yang tidak bisa dijawab. Mbok Semi membuka pintu. Angin dingin menerpa masuk ruangan. Mbok Semi keluar dari rumah pak Blengur, menutup pintu dan segera melangkahi beberapa batu nisan, dan kembali melewati jalan setapak dipinggir kali. Dengan diterangi lampu senter yang sebentar dinyalakan dan sebentar dipadamkan karena takut ada orang melihat, Mbok semi berjalan cepat. Pikirannya masih tetap disibukkan oleh sandal di kolong amben. Sandal milik Jumprit.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd