Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Keep It As Secret! (Part 23 updated) [Tamat]

Status
Please reply by conversation.
Part 10 : Merah.


"Daniel, sini nak!" Om Ichwan memanggilku yang sedang membantu Eve belajar.
"Iya sebentar Om" jawabku, aku meninggalkan Eve yang tetap melanjutkan tugasnya menuju ke ruang tamu.

Aku menuruni tangga menuju ruang keluarga dan mendapati Om Ichwan sedang duduk di sofa single sedangkan Ariel duduk di sofa panjang. Jantungku berdegup kencang melihat pemandangan ini.

2799117940e2ccd6dbd50a0f922807ba513211ef.jpg


"Duh kenapa nih? Masa ketauan?" Pikirku, tanganku mulai bergetar.

Aku duduk di sofa di sebelah Ariel yang memperhatikanku, mata Om Ichwan juga terus mengikuti pergerakanku. Ia tersenyum tipis saat aku telah duduk di sofa dan menatap kearahnya.

"Daniel…" Om Ichwan memanggil namaku.
"I.. iya om" balasku grogi.
"Loh kenapa? Santai aja Niel" Om Ichwan menepuk lututku.
"Jadi gini…" Om Ichwan membuka pembicaraan.

Ia menyeruput kopi susu hangat yang sejak tadi berada di meja. Kata-katanya yang terhenti itu membuatku penasaran dan bertanya-tanya apa kelanjutannya.

"Kamu kan berangkat selalu sama Ariel, kamu juga pulang selalu sama Ariel. Kamu keberatan gak?" Tanya Om Ichwan padaku.
"Gak om!" Jawabku cepat, bagaimana mungkin aku keberatan bisa selalu bersama kekasihku seperti itu.
"Hahaha cepet banget kamu jawab ya…" Om Ichwan tertawa akibat jawabanku, Ariel menyenggol lenganku agar bersikap biasa.
"Om cuma gak enak liat kamu di rumah terus karena harus nganter jemput Ariel dan bantuin Eve belajar. Jadinya kamu gak punya waktu untuk main sama teman-teman" Om Ichwan menjelaskan maksudnya.
"Dia mah gak punya temen Pi, gapapa" tambah Ariel meledek.
"Hahaha Iya om saya gak masalah, toh temen saya juga gak nongkrong Om. Jadi saya gak pernah pulang malam kyak Ariel" balasku pada ledekan Ariel.

Ariel mencubit lenganku karena kata-kataku barusan. Om Ichwan tertawa melihat kami berdua yang jadi berdebat.

"Om sebenernya mau minta tolong kamu lagi, cuma Om gak enak sama kamu" Om Ichwan berdehem sebelum melanjutkan kata-katanya, "kamu mau anter Ariel juga kalau ada kegiatan JKT48? Karena kalau Om jemput Ariel lalu jemput Eve sering buat mereka telat. Maksud Om biar lebih mudah aja kalau Om antar Eve lalu kamu antar Ariel"

Aku melirik kearah Ariel yang sedang tersenyum lebar, ia mengangguk sedikit kearahku memberi kode. Aku tak bisa menahan senyum senangku karena aku menjadi dapat waktu lebih banyak bersama Ariel.

"Boleh Om gak masalah kok. Saya gak sibuk juga" balasku mengiyakan.
"Nanti kamu Om tambahin uang jajan kamu buat ongkos. Karena antar Ariel kegiatan JKT48 itu cukup lama jadi kamu bisa ngapain dulu gitu." Tambah Om Ichwan sambil menepuk lututku kembali.
"Iya Om, gak usah repot-repot…"
"Iya tambahin Pi biar kalo jalan sama aku jadi ada…" aku membekap mulut Ariel yang hampir salah ngomong.
"Jalan?" Om Ichwan nampak menyelidik.
"Maksud aku kalo jalan di FX dia jadi ada uang. Pas nunggu aku gitu Pi…" Ariel berkata sambil tersenyum awkward.
"Iya maksud Papi gitu. Atau kalau kamu mau nonton Ariel perform juga boleh" tambah Om Ichwan.
"Oke Om" balasku cepat.
"Gak boleh!!" Ariel memotong cepat.

Ariel mencubitku kembali, aku mengaduh sedikit sambil mendorong tangannya melepas cubitan. Om Ichwan tertawa kembali akibat tingkah kami berdua.

"Haha biarin lah Riel, siapa tau temen kamu ada yang menarik buat Daniel. Biar cepet punya pacar dia" Om Ichwan tersenyum kearahku sambil mengacungkan jempol.
"Gak Pi Daniel udah punya pacar!" Ariel menjawab dengan cepat.

Aku terkejut mendengar jawaban Ariel. Aku menyenggol lengannya sambil melirik kearahnya tajam, Ariel tercekat seakan sadar bahwa ia salah bicara. Ia menatap balik kearahku dengan wajah panik.

"Bener itu Niel? Wah kamu kok gak bawa kerumah?" Tanya Om Ichwan padaku.
"Gak Om, Ariel salah liat aja itu. Saya cuma kenalan doang kemarin" aku berusaha menyelamatkan diriku dan Ariel, Ariel nampak mengerti maksudku dan langsung mengikuti.
"Bohong bohong!" Ariel pura-pura meledekku yang ku balas dengan lirikan tajam.
"Bener Om, baru pertama ketemu doang. Namanya Dhea" balasku pada Om Ichwan pura-pura malu.
"Wah, Daniel sudah besar ya. Bagus lah Om bangga sama kamu udah mulai mikirin diri sendiri. Om gak enak sama kamu yang selalu ngerasa harus balas budi ke keluarga Om, padahal udah Om bilang kalau kita ikhlas." Balas Om Ichwan padaku.
"Yaudah kamu lanjutin gih yang kamu lakukan tadi. Om juga mau lanjut nonton film lagi" balas Om Ichwan, aku bangkit dari sofa dan meninggalkan Om Ichwan di ruang tamu.

Ariel mengikutiku dari belakang, kami berdua naik kembali ke ruang atas dan menuju ke lorong yang tak terlihat dari bawah.

"KOK DHEA?!" Ariel bertanya padaku dengan wajah tak percaya.
"Loh aku pikir maksudmu dia?" Tanyaku balik.
"Maksudku Sinka…" balas Ariel.
"Oh atau emang kamu maunya sama Dey?" Balas Ariel melipat tangannya di dada.
"Mulai deh." Balasku padanya.
"Udah jangan ngambek, kan udah jelas pacarku siapa. Masa karena gitu aja kamu cemburu" tambahku padanya.
"Abisnya…" Ariel melihat kearahku sebal.

Aku menepuk kepala Ariel lalu mengelus pelan bagian atas kepalanya, ia menatap keatas kearahku dengan wajah manyun seperti seekor bebek dan mata yang kesal. Tubuhnya yang pendek itu membuatnya harus menengadahkan kepalanya untuk melihat wajahku

"Hahaha lucu banget sih pacarku…" aku tertawa melihat tingkahnya yang seperti anak-anak.

Aku mencium keningnya singkat lalu kembali mengelus kepalanya. Wajahnya yang memerah itu benar-benar gemas sekali.

"Aku ngajarin Eve lagi ya, love you" kataku sambil meninggalkannya di lorong, Ariel hanya mengangguk membalasku.

Aku menuju kamar Eve dan kembali mengajarkan adik kecil ini tugas matematikanya. Eve bertanya padaku apa yang habis aku lakukan. Aku menjelaskan padanya dan ia mendengus.

27991183e7ca063ae058259a8fcfa47d2d122ec6.jpg


"Harusnya aku yang sama Koh Daniel!" Katanya kesal.
"Hahaha kalo kamu sama aku, jadi muter-muter dong" balasku.
"Hmmm ia sih nanti Koh Daniel capek… hehe" balasnya sambil nyengir.

Kami berdua melanjutkan belajar kembali sampai tugas Eve selesai.
________________________________________

*Ariel's POV*

Aku berjalan kesal menuju kantin. Aku habis berdebat dengan kekasihku yang cupu dan bodoh itu, ia hanya pintar soal pelajaran saja namun bodoh sekali dalam urusan percintaan. Ini hari jumat dan seperti tujuan kami sebelumnya, kami akan mempraktekan apa yang kami baca di buku Sin-Pyon malam ini. Namun ia malah membuatku kesal saat menemuinya.
Aku melihat Amel yang sedang duduk di meja yang agak jauh di belakang, pas sekali rasanya aku bertemu dia disini karena aku ingin cerita dan minta tolong padanya.

27991181435161f37059135a23825734fdbca0f3.jpg


"Kumle!" Aku memanggilnya dari kejauhan.
"Hmmm" ia membalasku dengan mengangkat dagunya sambil tetap melanjutkan makannya.
"Makan apa lu?" Tanyaku padanya.
"Nih" balasnya sambil memperlihatkan ketopraknya padaku.

Aku duduk di depannya yang masih sibuk mengunyah, temanku yang satu ini memang suka makan dan ngemil namun ia akan mengeluh karena berat badannya bertambah. Padahal banyak fansnya yang menyukai tubuh berisinya karena terlihat seksi.

"Tolongin gw dong Mle" aku meminta tolong pada Amel.
"Hm?" Balasnya malas sambil tetap mengunyah ketoprak.
"Gimana ya ngomongnya…" aku menggigit bibir bawahku sambil memainkan jariku, aku bingung bagaimana memulainya.
"Hm? Hm?" Amel menatapku bingung sambil mengunyah tauge dan bihun yang terlihat menggantung di mulutnya.
"Gw sama cowok gw mau… itu… mmm…" aku ragu untuk mengatakannya.
"Hm?" Ia mengeryitkan dahinya.
"Mau itu Mle…" tenggorokanku tercekat.
"Apasih?" Amel menatapku kesal.
"Gw sama cowok gw mau ML…" kataku setengah berbisik pada Amel.
"UHUK!! UHUK!!" Amel tersedak.

Amel buru-buru menegak es teh manis di hadapannya dan mengambil nafas banyak-banyak. Aku menatapnya kebingungan karena tingkahnya yang tiba-tiba gelagapan seperti itu. Ia menatapku tak percaya setelah menenangkan dirinya mengatur nafas.

"Woy serius?! Lo kesambet apa?!" Tanyanya padaku.
"Mmm… hehehe…" aku hanya nyengir membalasnya.
"Gara-gara gak sengaja, trus gw sama dia, trus hehehe… penasaran…" kataku lagi memberikan bahasa isyarat.
"Oke… gw gak ngerti… tapi gw paham lu sama dia udah ciuman, udah petting lah ya. Oke oke…" Amel menghentikan makannya lalu meneguk kembali es teh manisnya.
"Gw mau minta tolong, izinin ke ortu gw biar gw sama dia bisa nginep di hotel gitu hehe. Trus gw juga mau nanya tempatnya dimana dan cara pesannya gimana. Lo kan berpengalaman…" kataku padanya malu-malu.
"Cukup-cukup, kesannya gw ini tukang ML ya di mata lo, padahal lo tau gw baru beberapa kali doang. Sini HP lu gw telepon ke nyokap lo" Amel meminta handphone ku yang langsung ku berikan.

Ia menelepon Mamiku, aku hanya melihatnya dengan perasaan harap-harap cemas. Aku tak tau apa yang akan ia katakan dan alasan apa yang akan ia berikan. Aku harus bisa mengikuti permainan yang akan Amel lakukan. Ini semua karena kebodohan Daniel yang tidak bisa meminta izin untuk kami berdua, ia meminta izin untuk menginap karena ada acara jurusan di kampusnya. Sedangkan aku dan dia berbeda jurusan sehingga tidak mungkin aku bilang kalau aku ikut di acara itu. Lalu saat kami berniat untuk menyewa hotel dan mencari tau soal ML, ia dengan mudahnya percaya kalau tanpa buku nikah kau tidak bisa memesan hotel bila hanya berdua lalu ia mengembalikan buku Sin-Pyon sebelum kita berdua jadi mempraktekannya. Menyebalkan memang.

"Halo, ini Amel Tan" Amel membuka pembicaraan.
"iya tante, Ariel mau menginap di kostan saya malam ini, karena besok kita latihan dari pagi untuk acara" Amel berbicara kepada mamaku melalui Telepon.
"Iya tante, tenang aja Ariel gak ngerepotin kok. Malah saya senang jadi ada temen" kata Amel lagi.
"Iya tante... Iya... Serius tante? Oke, terima kasih tante" Amel menjawab kata-kata Mamaku lalu menutup teleponnya.

Amel menatapku dengan mata yang tajam, entah mengapa sepertinya ia ingin mengatakan sesuatu padaku namun ia tahan.

"Ini alamat hotelnya, gw harap lo gak bodoh ya. Gw mau ngelakuin ini karena kita temen." Amel melipat tangannya di dada.
"Lo matengin pikiran lo dulu Riel, ini bukan sekedar lo pacaran dan ML sama cowok lo" Amel menepuk jidatnya sendiri, "gw kaget lo minta tolong soal ini ke gw. Karena baru beberapa bulan lalu lu marah-marah ke gw karena mau nginep di apartementnya Arief, mantan gw"
"Hehe lo emang sobat terbaik gw Mel, tenang aja, percaya sama gw!" Aku memeluk tubuh sekal Amel yang menggeleng-gelengkan kepalanya karena permintaanku, dadanya yang jauh lebih besar dariku itu sangat empuk menekan dadaku.

Aku melepas pelukanku lalu berniat untuk meninggalkan Amel menuju ke gedung fakultas Komputer tempat Daniel kekasihku berada. Mengabarkan soal rencana kami berdua untuk menginap di sebuah hotel. Sebelum aku pergi Amel memegang tanganku yang membuatku berbalik menatapnya.

"Inget!" Amel menunjuk kearah wajahku.
"Pake kondom!"
"Siap bos!" Balasku sambil mengacungkan jempol.

Aku meninggalkan sahabatku itu yang melanjutkan makannya yang tertunda tadi. Aku mempercepat langkahku karena tak sabar untuk bertemu Daniel sekarang.

Sesampainya di Fakultas Komputer, aku mendapati Daniel yang sedang duduk sendirian di sebuah bangku panjang. Ia membaca bukunya dengan sangat serius sambil sesekali membenarkan kacamatanya. Di saat seperti ini ia terlihat ganteng, aku merasakan deg-degan saat memperhatikannya seperti ini. Sejak dulu aku selalu terpikat saat melihatnya sedang belajar seperti ini.

"Hai" kataku menyapanya, ia menoleh kearahku dan tersenyum tipis.
"Yaampun ganteng banget!" Pikirku dalam hati.
"Hai, duduk sini" ia menggeser sedikit untuk memberikanku tempat duduk.

Daniel menutup bukunya, lalu membenarkan posisi kacamatanya. Tatapannya yang lembut membuatku tersenyum tanpa sadar. Tatapannya tak lepas dari mataku yang membuatku menundukan kepala, sepertinya saat ini wajahku memerah.

"Ada tomat" kata Daniel tiba-tiba yang membuatku menoleh.
"Nih…" ia menyentuh pipiku dengan telunjuknya.
"Ih iseng!" Aku memegang jarinya dan pura-pura cemberut.
"Hahahaha lucu bener" ia tertawa renyah, jantungku semakin deg-degan melihatnya seperti ini.
"Mukamu juga merah!" Kataku membalasnya.
"Haha iyalah, merahnya nyamber ke mukaku nih dari pipimu" ledeknya lagi sambil menyentuh pipiku.
"Iiih ngeselin hahaha… eh inget, ini di kampus!" Aku mengingatkannya kembali.
"Hehe iya iya. Kenapa nyari aku?" Tanyanya padaku.

Aku menjelaskan padanya. Ia mengangguk-ngangguk mengerti namun wajahnya berubah merah padam, sepertinya aku juga seperti dia saat ini. Ia nampak awkward sepertiku.

"Serius nih?" Tanyanya padaku.
"Aku udah bela-belain nanya sama Amel, malu tau gak aku! Masa gak jadi!" Balasku kesal.
"Haha iya-iya, aku mau juga kok… eh bukan maksudnya gitu… ya aku ayo…" ia kebingungan memilih kata yang membuatku tertawa kecil.
"Haha iya, nanti ya…" balasku sambil meninggalkannya.
"Aku tunggu di parkiran ya entar!" Ia melambaikan tangannya padaku.

Aku meninggalkannya menuju gedung fakultasku untuk melanjutkan perkuliahan. Aku tak bisa menghentikan senyumanku yang terus merekah, rasa deg-degan namun penasaran memenuhi pikiranku. Aku tak sabar untuk menunggu malam ini.
________________________________________

"Daniel's POV"

Setelah menyelesaikan kuliah, kami berdua menaiki motorku menuju alamat yang di berikan oleh Amel. Tempat yang kami tuju berada di daerah Blok M sehingga tidak jauh dari tempat Ariel latihan besok pagi sehingga tidak akan di curigai oleh siapapun, termasuk Eve yang juga akan latihan bersama Amel. Kami berdua memarkirkan motor kami di pelataran Hotel berlogo A besar dengan bangunan warna warni tersebut. Security yang berjaga disana memandang kaki dengan senyum tipis, sepertinya ia mengerti maksud kedatangan kami ke sini. Namun sebelum memasuki hotel, kami berdua menuju kesebuah minimarket yang berada di samping persis hotel itu.

"Disini?" Tanyaku pada Ariel.
"Kata Amel sih amannya beli disini…" Ariel meyakinkanku untuk masuk ke minimarket berwarna biru itu.
"Gak di apotik aja? Kyaknya ada juga" Tanyaku pada Ariel tak yakin.
"Sebentar" Ariel mengetik sesuatu di HPnya.

Kami menunggu beberapa saat sampai HP Ariel berbunyi, Ariel kemudian menggelengkan kepalanya memberi isyarat padaku.

"Kata Kumle kalo di apotik nanti di tanya-tanya" ia berbicara dengan sedikit berbisik.
"Udah sana buruan kamu beli, aku juga gak ngerti Niel" Ariel mendorong punggungku agar memasuki minimarket di sebelah hotel itu, namun aku menarik tangannya untuk mengikutiku.

Cling!

Pintu minimarket itu berbunyi menandakan pengunjung datang, kasir minimarket yang nampak seumuran kami hanya menoleh singkat kearah kami lalu kembali fokus menata barang-barang di rak.

"Gimana ngomongnya?" Tanya Ariel padaku.
"Aku juga gak tau…" aku berjalan pelan memasuki minimarket tersebut tanpa melepas genggaman pada Ariel.
"Pura-pura beli minum dulu yuk" ajak ku menuju rak pendingin minuman.

Kami melihat sekeliling dan nampaknya minimarket ini sepi, sepertinya akan aman kalau hanya si kasir yang mengetahui apa yang kami beli. Setelah membeli beberapa cemilan dan minuman untuk di hotel, kami berdua menuju rak tempat kasir berada. Meletakan semua belanjaan kami dan menunggu si kasir menghitung total belanjaan kami.

"Tanya…" bisik Ariel padaku.
"Iya iya sebentar" balasku berbisik.

Kasir itu memasukan seluruh belanjaan kami kedalam plastik. Aku menunggu sampai ia menyelesaikan menghitung semua belanjaan kami.

"Jadi 104.700 Kak" kata kasir itu ramah.
"Mmm mbak ada…" tanyaku malu-malu.
"Buruan…!" Ariel berbisik sambil menyenggol bahuku.
"Mbak… mmmm itu…" aku tak bisa menyebutkan apa yang mau ku beli.
"Oohh… kak mau beli itu" si kasir menatap kami berdua dengan senyum penuh arti, aku yakin wajah kami berdua saat ini menjadi sangat memerah karena malu.
"Mau yang mana kak? Ada Sutr*, ada Fiest* atau Dure* silahkan dipilih sendiri sesuai selera. Soalnya beda-beda kak" mbak kasir ini sepertinya mengerjai kami dengan tak memelankan suaranya.
"Kain? Nugget? Aku kan mau beli kondom?!" Pikir ku dalam hati.

Aku melirik kearah Ariel yang memasang wajah polos nan bodoh, wajahnya yang memerah dengan tampang tak mengerti apa-apanya itu membuatku gemas. Aku tak menyangka kami berdua yang sepolos ini akan menjadi nakal sebentar lagi.

"Mbak itu kan kain sama nugget…" kata Ariel tiba-tiba.
"Kita mau beli kondom mbak…" tambahnya sambil membisikan kata "kondom".
"Hahaha kak, bukan itu yang saya maksud. Yaudah saya saranin yang ini aja ya soalnya kuat gak gampang bocor" ia tertawa melihat tingkah kami yang begitu polos.

Ia mengambilkan sebuah kotak kecil berwarna biru dongker setelahnya meng-scan benda itu dan memasukannya ke dalam plastik, ia menyerahkan belanjaan kami ke tanganku. Aku memberikan dua lembar uang seratus ribu yang kemudian ia hitung dan memberikan kembaliannya. Beruntung kami telah menyelesaikan transaksi saat seorang bapak-bapak masuk kedalam minimarket ini untuk membeli rokok.

"Terima kasih kak, have fun!" Kasir itu tersenyum kearah kami berdua yang membuat kami berdua terkejut.

Kami berdua bergegas pergi meninggalkan minimarket ini, aku sempat menoleh kebelakang dan melihat si bapak dan kasir minimarket itu tersenyum penuh arti kearah kami. Kurang ngajar…

"Malam…" aku dan Ariel berdiri di depan meja receptionist sambil menekan bellnya beberapa kali.
"Malam pak, bu. maaf membuat menunggu" receptionist muda itu tersenyum kearah kami berdua, kami berdua bingung ketika di panggil seperti itu.
"Sebelumnya sudah melakukan reservasi?" Tanyanya dengan ramah.
"Belum mbak." Jawabku pelan.
"Oh baik, kamar untuk berapa orang?" Tanyanya kembali.
"1 kamar untuk dua orang mbak" balasku yakin.
"Baik, smart queen room atau twins bed?" Tanyanya kembali.

Aku kebingungan mendapat pertanyaan dari receptionist, aku melirik kearah Ariel dan tidak menemukan jawaban. Ariel malah bersembunyi dibalik punggungku tanpa melepaskan genggamannya.

"Oke saya mengerti bu, pak. Boleh saya minta KTPnya?" Receptionist itu tersenyum pada kami, aku dan Ariel menyerahkan KTP kami berdua.
"Smart queen room untuk pasangan." Receptionist itu mendata kami.
"Untuk pasangan suami istri, bapak Daniel Tjandra dan ibu Ariella Calista Ichwan." Receptionist melanjutkan mendata kami berdua, wajah kami berdua memerah mendengar kata-kata receptionist itu.
"Kamar nomor 39 di lantai lantai 3, karyawan kami akan mengantarkan bapak dan ibu ke kamar, silahkan letakan barang bawaan bapak dan ibu di troli... selamat malam dan terima kasih telah menginap di hotel xxx Jakarta" receptionist itu memberikan instruksi standar kepada kami berdua lalu membungkuk kearah kami berdua.

Kami mengikuti bellboy itu menuju kamar kami, Ariel tak melepaskan genggamannya di tanganku. Kami berdua sama-sama khawatir namun yakin dengan pilihan kami ini. Aku menggenggam tangannya kuat untuk meyakinkannya. Sesampainya di kamar, bellboy menjelaskan beberapa tata cara di kamar ini. Setelah menjelaskan instruksinya pada kami yang mudah kami mengerti, ia meninggalkan kami berdua dan menutup kamar. Ariel berjalan menuju kasur dan duduk diatasnya. Aku mengikutinya duduk disana.

"Trus?" Tanyaku bingung.
"Hmmm gak tau…" ia menatapku bingung.
"Yaudah nonton tv aja" aku menyalakan tv yang ada di sudut ruangan.

Kami berdua hanya terdiam dan fokus menonton tv itu, namun sebenarnya aku mencuri-curi pandang pada Ariel yang menatap layar televisi. Beberapa kali aku juga memergokinya sedang melirik kearahku yang membuat kami berdua membuang muka karena malu.

"Riel…" aku memanggilnya pelan.
"Hmph!" Ia mengembungkan pipinya kesal.
"Kenapa?" Tanyaku bingung.
"Hmph hmph!" Ia menggeleng sambil terus mengembungkan pipinya.
"Aduh kamu kenapa, aku gak ngerti…" tanyaku sambil menggaruk kepala tak mengerti.
"Gak ada siapa-siapa disini, kenapa manggilnya Riel?!" Ia menatapku dengan wajah marah.
"Yaampun… iya iya... sayang, cinta, honey, baby" aku menggeleng gemas karena tingkahnya.
"Haha geli ah Niel…" balasnya tertawa.
"Kamu sendiri manggil aku Niel…" balasku pura-pura marah.
"Trus apa dong?" Tanyanya meledek.
"Cupu… itu kan panggilan kamu buatku" balasku tersenyum, Ariel memalingkan wajahnya yang bersemu merah.

Aku perlahan mendekati gadis manis didepanku, sepupuku yang sangat kucintai. Kupegang dagunya lembut lalu menolehkan wajahnya kearah wajahku. dalam sekejap bibir kami telah bertemu. Televisi itu menonton ciuman lembut yang kami lakukan. Bibir empuk yang sedikit basah milik Ariel kuajak menari dengan bibirku, rasa manis dari lipbalm yang ia kenakan selalu menjadi candu yang kurindukan. Tanganku menggenggam tangannya lembut. Mata kami terpejam meresapi setiap cinta yang mengalir di tiap detik ciuman ini. Aku melepaskan ciuman kami berdua, Ariel menatap mataku begitu lekat.

"Niel…" Ariel memanggil namaku lembut.

Ku balas panggilannya itu dengan ciuman kembali, kali ini ciumanku mulai lebih berani. Lidahku mengelus bibirnya lembut, Ariel yang telah mengerti membuka bibirnya untuk memberikan akses bagi lidahku bertemu lawan mainnya. Lidahku mengabsen tiap bagian mulut Ariel sebelum akhirnya mulai bercengkrama dengan lidah Ariel. Ciumanku mulai memanas, Ariel mengimbangi ciumanku ini dengan mudah. Lidah kami telah saling membelit. Aku menghisap pelan lidah Ariel yang ia balas kemudian. Saliva kami telah bercampur aduk menjadi satu disetiap ciuman kami. Beberapa telah menit berlalu, enrah sejak kapan tubuh Ariel telah berada dibawah tubuhku. Kami terbawa akan cumbuan bibir kami, aku melepaskan ciumanku. Ganasnya ciuman kami membuat benang saliva teruntai diantara bibir ku dan bibirnya. Tanganku mulai memasuki kemeja yang ia kenakan. Meraba pinggangnya menuju ke perutnya, kali ini aku benar-benar dapat merasakan halus pinggangnya dan kenyal perutnya. Ariel memalingkan wajahnya dari pandanganku, tanganku yang sudah mulai mendekati payudaranya yang masih di bungkus bra itu ia tepis lembut, aku bertanya-tanya karena sikapnya. Ia tersenyum lembut lalu menyingkirkan tubuhku dari atas tubuhnya.

"Aku mandi dulu ya cupu… sabar…" ia tersenyum lembut kearahku lalu mengambil handuk.
"Bareng!" Aku bergegas bangun dari tempat tidur itu mengikuti Ariel dari belakang.
"Kalau kamu gak sabar…" ia mengedipkan satu matanya padaku.
"Oke oke…" balasku mengangguk, sedikit kecewa sebenarnya.

Ariel berjalan memasuki kamar mandi, suara shower yang memancur membuatku membayangkan dirinya yang sedang disirami air dari shower. Tubuh pendek dan mungil telanjangnya yang sekal itu dibasahi oleh air, sabun dan shampoo. Tubuhnya yang putih mulus membuat air dengan mudahnya mengalir jatuh. Payudaranya yang cukup besar dan padat itu ia bersihkan dengan sabun, lalu kemaluannya.

"Aaaaaaa tahan Niel tahan… jangan buat Ariel kecewa karena terlanjur nafsu!!" Aku berusaha menyadarkan pikiranku kembali, sambil menunggu Ariel menyelesaikan mandinya.

Aku menonton televisi agar waktu berjalan lebih cepat. Namun rasa tidak sabarku membuat waktu seakan membeku, rasanya Ariel tak selesai-selesai membersihkan tubuhnya.

"Udah…" aku mendengar suara Ariel ketika bunyi shower berhenti.

Sesaat kemudian, Ariel muncul dari dalam kamar mandi hanya mengenakan handuk yang menutupi dadanya hingga ke lutut, ia membuka gelungan handuk di kepalanya saat berjalan kearahku. Rambutnya yang masih sedikit basah jatuh tak beraturan, membuat kesan yang amat seksi. Ini pertama kalinya bagiku melihat seorang gadis hanya mengenakan handuk setelah mandi. Birahiku kembali memuncak melihat gadisku ini mendekatiku dengan senyuman di wajahnya. Aku tak sabar menunggunya dan bangkit dari kasur, mendekatinya perlahan. Ariel tak menahanku saat aku menarik tangannya, menarik tubuhnya kedalam dekapanku. Saat tubuh mungil itu telah berada di dalam dekapanku, ku jatuhkan tubuh kami berdua keatas kasur dengan sprei putih yang empuk ini. Ariel menarik kepalaku mendekat kearahnya lalu berbisik lembut di telingaku.

279911800442bce9e4fed01169a979ace8149f43.jpg


"Aku yakin…"

-Bersambung-
 
Terakhir diubah:
Status
Please reply by conversation.
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd