Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG - TAMAT Kegagahan Ayah Mertua

Semakin Nakal

“Rin,” sapa ayah saat aku sedang sendiri di dapur.

“Iya, yah?” jawabku.

“Soal permintaan ayah kemarin, kamu belum yakin ya?”

“Bukan gitu, yah. Beberapa hari ini Mas Iwan mengeluh kecapean. Jadi dia selalu tidur lebih dulu.”

“Ayah kira kamu ngga yakin sama permintaan ayah kemarin.”

“Ngga kok, yah,” jawabku. “Nanti coba aku ajak deh Mas Iwan.”

“Iya, rin. Makasih ya.”

Aku sudah benar-benar termakan hasrat pada ayah mertuaku sendiri sampai aku rela menuruti permintaan anehnya itu. Entahlah. Aku juga tidak tahu kenapa bisa begini. Padahal secara kebutuhan biologis, aku masih tercukupi. Kenapa aku masih mencari kepuasan yang lain? Parahnya dari ayah mertuaku sendiri. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku.

Malam harinya, aku coba mengajak suamiku untuk bercinta. Aku tidak memintanya secara langsung. Pertama aku tutup pintu kamar. Setelah itu aku membuka dasterku dan seluruh pakaian yang menempel di tubuhku. Jadilah aku telanjang bulat. Selanjutnya aku menghampiri suamiku dengan posisi sudah telanjang. Pada saat itu suamiku sedang mengenakan sarung. Tanganku langsung masuk ke dalam dan meraih selangkangannya.

Suamiku langsung paham dengan maksudku. Ia membuka sarung yang ia kenakan. Sementara aku terus memainkan kontolnya. Kurasakan kontolnya mulai mengeras. Suamiku tidak tinggal diam. Tangannya meraih payudaraku yang sedang menganggur.

Puas bermain dengan kontolnya, aku meminta suamiku membuka pakaiannya. Ia pun juga sama-sama telanjang denganku. Kami kembali memulai dengan ciuman. Suamiku langsung melumat bibirku. Aku pun membalasnya. Tangannya juga kembali bergerilya di payudaraku. Meremas keduanya secara bergantian.

Pikiranku langsung tertuju pada ayah yang kemungkinan besar sudah mengintip. Entah kenapa membayangkan ada sepasang mata ayah di balik gedek membuatku makin bernafsu. Aku ingin menunjukkan kebinalanku padanya.

Aku menghentikan ciuman dengan suami. Kini aku memposisikan diri di depan selangkangan Mas Iwan dan langsung kuraih kontolnya. Perlahan kumulai menjilati batangnya. Dari ujung hingga pangkal. Berlanjut ke arah buah zakarnya yang menggantung.

“Ahhh….” Kudengar suamiku mendesah pelan.

Tidak ada bagian dari kontolnya yang kulewatkan. Langsung saja aku masukkan ke dalam mulutku dan langsung aku kulum.

“Mpphhh….” bunyi suara yang dihasilkan.

Kurasa Mas Iwan merasa aneh kenapa aku mau melakukan oral seks. Sebab sebenarnya aku jarang sekali mau melakukan hal ini. Tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin menunjukkan pada ayah mertuaku. Ya, aku sudah benar-benar gila.

Kulumanku makin cepat. Entah karena takut muncrat lebih dulu, kini Mas Iwan merebahkanku dan ia langsung menindihku. Tangan kirinya menyentuh memekku yang ternyata sudah basah. Perlahan ia mencari bagian klitoris dan ia mainkan dengan jarinya.

Sementara badannya menunduk melahap payudaraku. Lidahnya mulai memainkan puting susuku dan itu makin membuatku tak karuan.

“Ahhh…mass…” aku makin mendesah. Tak kuat merasakan kenikmatan yang diberikan.

Suamiku terus melakukan aktivitasnya. Tanganku otomatis membelai kepala suamiku. Tapi makin lama aku makin tidak tahan.

“Mas…aa..yoo…” pintaku pada suamiku agar segera memasukiku.

Suamiku menuruti permintaanku. Ia mengangkat tubuhnya dan mulai melakukan penetrasi. Tanpa banyak basa-basi, kontolnya menyeruak dan membelah bibir vaginaku. Tak butuh waktu lama kepalanya sudah masuk. Mas Iwan terus saja mendorong perlahan hingga akhirnya semua batangnya tertelan oleh memekku.

“Ahhh….” desahku merasakan ada sebuah kontol yang masuk.

Mas Iwan mulai melalukan gerakan maju mundur. Perlahan kontolnya mulai keluar masuk di memekku. Aku hanya bisa memejamkan mata sebagai tanda kenikmatan yang kurasakan. Tak luput juga, ingatan soal ayah mertua yang mengintip juga ada di pikiranku. Pasti ayah sedang mengocok kontolnya. Ah, kontol itu. Kontol yang sangat ingin aku rasakan. Tiba-tiba saja kubayangkan yang saat ini menindihku adalah ayah. Kontolnya yang perkasa itu sedang keluar masuk di memekku. Aku jadi makin merasa bernafsu. Aku mulai melakukan gerakan pinggulku.

Kubayangkan pula ayah mertua mencium bagian dadaku dengan ganas. Mulutnya melumat kedua puting susuku secara bergantian. Lidahnya juga berputar-putar di ujung puting sambil sesekali melakukan gigitan kecil. Aku memeluk tubuh ayah dengan erat. Sementara kakiku melingkar di pinggangnya agar ia semakin erat menindihku.

“Aaahh….ahh….” desahku keenakan.

Dalam bayanganku kontol ayah masuk dan menyentuh dinding rahimku. Aku jadi makin tidak keruan melakukan goyangan pinggulku. Pinggul jadi makin naik seakan menjemput kontolnya yang menghujam memekku.

Semoga saja suamiku tidak curiga dengan permainanku yang jadi lebih panas. Suamiku sendiri mulai mempercepat hujamannya. Sementara aku tetap membayangkan bahwa yang ada di atasku adalah ayah mertuaku. Sampai akhirnya, aku merasakan kontol Mas Iwan makin kuat keluar masuk dan aku juga semakin meresponnya hingga aku sampai pada puncakku. Tak lama Mas Iwan juga menyusul dengan menyemburkan spermanya ke dalam rahimku.

“Hahhh…” desah Mas Iwan merasa kelelahan.

Dia langsung terkapar lemas di sampingku. Sementara aku dengan posisi mengangkangku memperlihatkan memekku yang dipenuhi dengan pejuh Mas Iwan. Posisiku menghadap ke gedek samping rumah. Ayahku pasti sedang mengintip dari sana. Ia pasti melihat posisiku. Sengaja aku bertahan lama dengan posisi ini agar ayahku makin tidak tahan.

Oh ya, aku membiarkan posisiku memuntahkan pejuhnya karena aku sedang tidak di masa suburku. Biasanya jika di masa subur, aku mewanti-wanti Mas Iwan untuk tidak keluar di dalam.

Pagi harinya, saat suamiku sudah berangkat, ayah datang padaku dan menghampiriku.

“Rin, makasih ya untuk semalem,” kata ayah. “Semalem mainmu ganas banget kayanya.”

Sebenarnya aku tidak tahu harus menjawab apa. Rasanya aneh kalua aku menjawab ‘sama-sama’. Bukannya ini hal yang salah? Itu sama saja aku membenarkan hal ini. Akhirnya aku hanya tersenyum saja pada ayah. Ayah membalas senyumku.

“Kalau mau main lagi,” lanjut ayah. “Kabarin ayah ya?”

“Sebenernya aku malu sama ayah,”

“Ga usah malu, Nak,” jawab ayah. “Hitung-hitung kamu bantu ayah.”

“Bantu apa yah?”

“Ya ngasih ayah cara pelampiasan.”

Aku tidak menjawab dan hanya tersenyum saja.

“Kalau kamu mau, sekali-kali coba main di luar kamar, Rin.”

“Ah, ngga yah. Masa mau main di luar kamar?”

“Biar tambah bergairah.”

“Ah, ayah ada-ada aja.”

“Dicoba aja,” kata ayah. “Pasti suamimu tambah seneng. Percaya aja sama ayah. Dan ayah juga lebih puas lihatnya.”

Entah kenapa aku yang semula menolak ide aneh ayah kini jadi penasaran. Benarkah? Aku coba mengutarakan pada suamiku, tapi malah suamiku malah merasa aneh.

“Kamu aneh-aneh aja,” kata suamiku. “Kita kan tinggal sama ayah. Kalo tiba-tiba ketahuan ayah gimana?”

Aku tidak bisa menjawab. Ah, suamiku tidak tahu bahwa ayah sudah tahu semuanya. Bahkan ide gila ini juga darinya.

~~~​

Suatu siang, aku kembali mengantar makanan ke ayah di sawah. Pada saat di sana, kami banyak mengobrol termasuk soal kebiasaan mengintip ayah. Perlahan ayah mulai mengaku.

“Sebenarnya ayah sudah lama mengintip kamu waktu main sama Iwan,” ucap ayah.

“Kenapa ayah melakukan itu?”

“Kamu kan tau sendiri, ayah ini duda. Tapi ayah juga butuh pelampiasan. Satu-satunya cara ya dengan mengocok. Untuk merangsangnya, ya ayah diam-diam ngintipin kamu sama Iwan. Maafin ayah ya?”

“Kan udah terjadi, yah,” jawabku. “Ayah ngintip sambil ngocok?”

“Iya, Rin,” kata ayah. “Bahkan kadang ayah juga muncrat ke gedek kalo sudah tidak kuat. Kalo kuat ya buru-buru ke kamar mandi.”

“Yah, aku boleh tanya?”

“Boleh. Tanya apa?”

“Eh…ayah pernah ngintip aku waktu mandi ngga?”

Ayah terdiam sejenak. “Jujur iya, Rin.”

Aku terdiam sejenak sebelum akhirnya aku juga mengaku, “Jujur, Yah, aku juga pernah tidak sengaja lihat ayah lagi mandi.”

Ayah langsung menoleh padaku seperti terkejut. Tapi tampak raut wajah yang senang pada dirinya.

Sesampainya di rumah, aku penasaran dengan ucapan ayah.Aku pergi ke arah tempat ayah mengintip. Aku mencari bekas sperma ayahnya. Ternyata benar. Ada bekas seperti muncratan yang sudah mengering. Aku langsung terbayang sosok ayah yang sedang mengocok. Itu membuatku tidak tahan dan aku memilih bermasturbasi di kamar mandi.

~~~​

Semakin hari, aku dan ayah makin terbuka soal seks. Hampir tidak ada rasa malu lagi di antara kami. Bahkan satu per satu, kami saling mengaku apa yang kami rahasiakan masing-masing.

“Rin, ayah mau tanya sesuatu?” kata ayah.

“Tanya apa, Yah?”

“Pernah gak kamu bayangin ayah?”

“Ehmm…bayangin gimana, Yah?”

“Ya ngebayangin yang nakal-nakal soal ayah.”

Apakah aku harus berkata jujur? Ataukah aku harus berbohong? Kenapa tiba-tiba ayah bertanya seperti ini? Apakah ini sengaja dilakukan oleh ayah? Tapi aku tidak mungkin menyimpan ini terus menerus. Aku juga ingin ayah tahu apa yang aku rasakan.

Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala.

“Ga usah malu, Rin,” sahut ayah. “Ayah juga sering bayangin kamu kok. Ayah sering bayangin tubuh kamu sambil ngocok.”

Mulutku seolah terkunci. Aku tak bisa berkata apa-apa. Di satu sisi aku merasa malu, tapi di sisi lain aku merasa senang menjadi objek imajinasi ayah.

“Boleh ngga ayah ngocok sambil lihat kamu telanjang?”

Aku langsung melihat pada ayah. Permintaan apa lagi ini? Semakin lama ayah semakin membuat perminataan yang nakal. Apakah ini strategi ayah? Aku bingung harus mengiyakan atau tidak. Tapi aku tak bisa memungkiri bahwa aku ingin menuruti permintaan ayah itu.

“Boleh,” jawabku. Akhirnya aku tidak bisa berbohong tentang apa yang aku rasakan.

Pertama kali aku melakukan permintaannya itu pagi hari saat suamiku baru berangkat kerja. Awalnya ayah yang datang padaku saat aku sedang menyapu lantai dapur.

“Rin,” kata ayah.

“Iya, Yah.”

“Gimana soal permintaan ayah kapan hari itu?”

Aku jadi bingung. Sebelumnya aku tidak melakukan persiapan apa-apa. Maksudku, meskipun aku setuju, tapi semuanya serba mendadak.

“Sekarang?” tanyaku.

“Mumpung suamimu sudah berangkat,”

“Eh…yaudah sekalian aku mau mandi, Yah.”

“Iya. Ayah tunggu di kamar ayah yah ya?”

Aku menyelesaikan menyapu. Setelah itu aku mengambil handuk dan segera ke kamar ayah. Rupanya ayah sudah duduk di pinggir ranjang.

“Buka baju di sini aja, Rin,” kata ayah.

Aku bagai hewan ternaknya yang langsung menurut apa yang diperintahkannya. Perlahan aku membuka dasterku. Terlihatlah bagian dalam tubuhku yang masih tertutup BH dan celana dalam. Kulihat ayah mulai menyingkap sarungnya. Lalu tampaklah kontolnya yang mulai mengeras. Perlahan ia mulai melakukan kocokan pada batang gagahnya itu. Aku melepas BH-ku dan kini dilanjutkan dengan CD-ku. Jadilah aku berdiri telanjang di depan mertuaku.

“Mainkan susumu dong, Rin.” ucap ayah.

Aku lagi-lagi menurut pada ayah. Aku mulai meremas-remas sendiri payudaraku. Sementara aku melihat ayah sedang mengocok. Pemandangan itu juga membuatku bernafsu. Aku jadi semakin semangat memainkan payudaraku sendiri. Aku juga tidak lupa memainkan puting susu dengan jariku. Kulihat kontol ayah sudah mengeras. Ah, aku ingin diriku yang mengocok kontol itu. Bisakah?

“Duduk di kursi, Rin,” kata ayah. “Aku pengin lihat memek kamu.”

Aku di kursi menghadap ke arah ayah. Tak lupa aku menampakkan memekku ke ayah sebagaimana permintaan ayah.

“Coba kamu sentuh pake jarimu sendiri,” suruh ayah. Aku sudah tidak bisa menolak lagi permintaannya. Aku mulai menyentuh memekku dengan jariku. Kurasakan sudah mulai basah. Sementara tanganku yang lain tetap bermain di payudara.

Ayah semakin cepat melakukan kocokan pada kontolnya. Kudengar juga deru nafasnya yang semakin berat.

“Ayah suka memekmu, Rin,” kata ayah di sela mengocoknya. “Jembutnya juga lebat. Ayah makin nafsu.”

Aku hanya diam saja tidak menjawab. Aku terus memainkan memek dan susuku. Ini kulakukan sebagai pelampiasan atas nafsuku melihat kontol ayah mertua. Apalagi kontol itu sedang dikocok oleh ayah sendiri.

Cukup lama kami melakukan itu. Aku sampai pada puncakku lebih dulu. Kurasa ayah menyadari itu. Sementara ayah sendiri juga berhasil memuncratkan spermanya. Banyak sekali sperma yang muncrat ke lantai. Setelah itu aku langsung ke kamar mandi.

Kami cukup sering melakukan hal itu. Biasanya kami lakukan pada saat rumah sedang sepi. Tapi pernah juga suatu kali, kami cukup nekat. Pada saat itu, sore hari, aku akan pergi mandi. Suamiku berada di teras depan. Saat aku menuju kamar mandi, tiba-tiba ayah memaksa ikut ke dalam. Katanya ia pengin ngocok sambil lihat aku mandi. Ayah benar-benar nekat. Aku tidak bisa mencegahnya. Ia akhirnya ikut masuk dan melihatku sedang mandi. Meski sangat berisiko ketahuan, tapi itu satu sensasi baru bagiku.

Anehnya, meskipun sering melakukan hal seperti itu, ayah masih saja kuat menahan hasratnya untuk melangkah lebih jauh. Atau sebenarnya ia takut melakukannya? Sementara aku sendiri sudah sangat berharap. Bisa saja aku melakukan Tindakan yang agresif, tapi aku belum cukup berani. Bagaimana kalau nanti ayah menolak? Aku pasti akan sangat malu sekali.

Atau ayah sengaja melakukan ini agar aku lebih dulu yang meminta padanya?

Bersambung~
 
Bimabet
Semakin Nakal

“Rin,” sapa ayah saat aku sedang sendiri di dapur.

“Iya, yah?” jawabku.

“Soal permintaan ayah kemarin, kamu belum yakin ya?”

“Bukan gitu, yah. Beberapa hari ini Mas Iwan mengeluh kecapean. Jadi dia selalu tidur lebih dulu.”

“Ayah kira kamu ngga yakin sama permintaan ayah kemarin.”

“Ngga kok, yah,” jawabku. “Nanti coba aku ajak deh Mas Iwan.”

“Iya, rin. Makasih ya.”

Aku sudah benar-benar termakan hasrat pada ayah mertuaku sendiri sampai aku rela menuruti permintaan anehnya itu. Entahlah. Aku juga tidak tahu kenapa bisa begini. Padahal secara kebutuhan biologis, aku masih tercukupi. Kenapa aku masih mencari kepuasan yang lain? Parahnya dari ayah mertuaku sendiri. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku.

Malam harinya, aku coba mengajak suamiku untuk bercinta. Aku tidak memintanya secara langsung. Pertama aku tutup pintu kamar. Setelah itu aku membuka dasterku dan seluruh pakaian yang menempel di tubuhku. Jadilah aku telanjang bulat. Selanjutnya aku menghampiri suamiku dengan posisi sudah telanjang. Pada saat itu suamiku sedang mengenakan sarung. Tanganku langsung masuk ke dalam dan meraih selangkangannya.

Suamiku langsung paham dengan maksudku. Ia membuka sarung yang ia kenakan. Sementara aku terus memainkan kontolnya. Kurasakan kontolnya mulai mengeras. Suamiku tidak tinggal diam. Tangannya meraih payudaraku yang sedang menganggur.

Puas bermain dengan kontolnya, aku meminta suamiku membuka pakaiannya. Ia pun juga sama-sama telanjang denganku. Kami kembali memulai dengan ciuman. Suamiku langsung melumat bibirku. Aku pun membalasnya. Tangannya juga kembali bergerilya di payudaraku. Meremas keduanya secara bergantian.

Pikiranku langsung tertuju pada ayah yang kemungkinan besar sudah mengintip. Entah kenapa membayangkan ada sepasang mata ayah di balik gedek membuatku makin bernafsu. Aku ingin menunjukkan kebinalanku padanya.

Aku menghentikan ciuman dengan suami. Kini aku memposisikan diri di depan selangkangan Mas Iwan dan langsung kuraih kontolnya. Perlahan kumulai menjilati batangnya. Dari ujung hingga pangkal. Berlanjut ke arah buah zakarnya yang menggantung.

“Ahhh….” Kudengar suamiku mendesah pelan.

Tidak ada bagian dari kontolnya yang kulewatkan. Langsung saja aku masukkan ke dalam mulutku dan langsung aku kulum.

“Mpphhh….” bunyi suara yang dihasilkan.

Kurasa Mas Iwan merasa aneh kenapa aku mau melakukan oral seks. Sebab sebenarnya aku jarang sekali mau melakukan hal ini. Tapi aku tidak peduli. Aku hanya ingin menunjukkan pada ayah mertuaku. Ya, aku sudah benar-benar gila.

Kulumanku makin cepat. Entah karena takut muncrat lebih dulu, kini Mas Iwan merebahkanku dan ia langsung menindihku. Tangan kirinya menyentuh memekku yang ternyata sudah basah. Perlahan ia mencari bagian klitoris dan ia mainkan dengan jarinya.

Sementara badannya menunduk melahap payudaraku. Lidahnya mulai memainkan puting susuku dan itu makin membuatku tak karuan.

“Ahhh…mass…” aku makin mendesah. Tak kuat merasakan kenikmatan yang diberikan.

Suamiku terus melakukan aktivitasnya. Tanganku otomatis membelai kepala suamiku. Tapi makin lama aku makin tidak tahan.

“Mas…aa..yoo…” pintaku pada suamiku agar segera memasukiku.

Suamiku menuruti permintaanku. Ia mengangkat tubuhnya dan mulai melakukan penetrasi. Tanpa banyak basa-basi, kontolnya menyeruak dan membelah bibir vaginaku. Tak butuh waktu lama kepalanya sudah masuk. Mas Iwan terus saja mendorong perlahan hingga akhirnya semua batangnya tertelan oleh memekku.

“Ahhh….” desahku merasakan ada sebuah kontol yang masuk.

Mas Iwan mulai melalukan gerakan maju mundur. Perlahan kontolnya mulai keluar masuk di memekku. Aku hanya bisa memejamkan mata sebagai tanda kenikmatan yang kurasakan. Tak luput juga, ingatan soal ayah mertua yang mengintip juga ada di pikiranku. Pasti ayah sedang mengocok kontolnya. Ah, kontol itu. Kontol yang sangat ingin aku rasakan. Tiba-tiba saja kubayangkan yang saat ini menindihku adalah ayah. Kontolnya yang perkasa itu sedang keluar masuk di memekku. Aku jadi makin merasa bernafsu. Aku mulai melakukan gerakan pinggulku.

Kubayangkan pula ayah mertua mencium bagian dadaku dengan ganas. Mulutnya melumat kedua puting susuku secara bergantian. Lidahnya juga berputar-putar di ujung puting sambil sesekali melakukan gigitan kecil. Aku memeluk tubuh ayah dengan erat. Sementara kakiku melingkar di pinggangnya agar ia semakin erat menindihku.

“Aaahh….ahh….” desahku keenakan.

Dalam bayanganku kontol ayah masuk dan menyentuh dinding rahimku. Aku jadi makin tidak keruan melakukan goyangan pinggulku. Pinggul jadi makin naik seakan menjemput kontolnya yang menghujam memekku.

Semoga saja suamiku tidak curiga dengan permainanku yang jadi lebih panas. Suamiku sendiri mulai mempercepat hujamannya. Sementara aku tetap membayangkan bahwa yang ada di atasku adalah ayah mertuaku. Sampai akhirnya, aku merasakan kontol Mas Iwan makin kuat keluar masuk dan aku juga semakin meresponnya hingga aku sampai pada puncakku. Tak lama Mas Iwan juga menyusul dengan menyemburkan spermanya ke dalam rahimku.

“Hahhh…” desah Mas Iwan merasa kelelahan.

Dia langsung terkapar lemas di sampingku. Sementara aku dengan posisi mengangkangku memperlihatkan memekku yang dipenuhi dengan pejuh Mas Iwan. Posisiku menghadap ke gedek samping rumah. Ayahku pasti sedang mengintip dari sana. Ia pasti melihat posisiku. Sengaja aku bertahan lama dengan posisi ini agar ayahku makin tidak tahan.

Oh ya, aku membiarkan posisiku memuntahkan pejuhnya karena aku sedang tidak di masa suburku. Biasanya jika di masa subur, aku mewanti-wanti Mas Iwan untuk tidak keluar di dalam.

Pagi harinya, saat suamiku sudah berangkat, ayah datang padaku dan menghampiriku.

“Rin, makasih ya untuk semalem,” kata ayah. “Semalem mainmu ganas banget kayanya.”

Sebenarnya aku tidak tahu harus menjawab apa. Rasanya aneh kalua aku menjawab ‘sama-sama’. Bukannya ini hal yang salah? Itu sama saja aku membenarkan hal ini. Akhirnya aku hanya tersenyum saja pada ayah. Ayah membalas senyumku.

“Kalau mau main lagi,” lanjut ayah. “Kabarin ayah ya?”

“Sebenernya aku malu sama ayah,”

“Ga usah malu, Nak,” jawab ayah. “Hitung-hitung kamu bantu ayah.”

“Bantu apa yah?”

“Ya ngasih ayah cara pelampiasan.”

Aku tidak menjawab dan hanya tersenyum saja.

“Kalau kamu mau, sekali-kali coba main di luar kamar, Rin.”

“Ah, ngga yah. Masa mau main di luar kamar?”

“Biar tambah bergairah.”

“Ah, ayah ada-ada aja.”

“Dicoba aja,” kata ayah. “Pasti suamimu tambah seneng. Percaya aja sama ayah. Dan ayah juga lebih puas lihatnya.”

Entah kenapa aku yang semula menolak ide aneh ayah kini jadi penasaran. Benarkah? Aku coba mengutarakan pada suamiku, tapi malah suamiku malah merasa aneh.

“Kamu aneh-aneh aja,” kata suamiku. “Kita kan tinggal sama ayah. Kalo tiba-tiba ketahuan ayah gimana?”

Aku tidak bisa menjawab. Ah, suamiku tidak tahu bahwa ayah sudah tahu semuanya. Bahkan ide gila ini juga darinya.

~~~​

Suatu siang, aku kembali mengantar makanan ke ayah di sawah. Pada saat di sana, kami banyak mengobrol termasuk soal kebiasaan mengintip ayah. Perlahan ayah mulai mengaku.

“Sebenarnya ayah sudah lama mengintip kamu waktu main sama Iwan,” ucap ayah.

“Kenapa ayah melakukan itu?”

“Kamu kan tau sendiri, ayah ini duda. Tapi ayah juga butuh pelampiasan. Satu-satunya cara ya dengan mengocok. Untuk merangsangnya, ya ayah diam-diam ngintipin kamu sama Iwan. Maafin ayah ya?”

“Kan udah terjadi, yah,” jawabku. “Ayah ngintip sambil ngocok?”

“Iya, Rin,” kata ayah. “Bahkan kadang ayah juga muncrat ke gedek kalo sudah tidak kuat. Kalo kuat ya buru-buru ke kamar mandi.”

“Yah, aku boleh tanya?”

“Boleh. Tanya apa?”

“Eh…ayah pernah ngintip aku waktu mandi ngga?”

Ayah terdiam sejenak. “Jujur iya, Rin.”

Aku terdiam sejenak sebelum akhirnya aku juga mengaku, “Jujur, Yah, aku juga pernah tidak sengaja lihat ayah lagi mandi.”

Ayah langsung menoleh padaku seperti terkejut. Tapi tampak raut wajah yang senang pada dirinya.

Sesampainya di rumah, aku penasaran dengan ucapan ayah.Aku pergi ke arah tempat ayah mengintip. Aku mencari bekas sperma ayahnya. Ternyata benar. Ada bekas seperti muncratan yang sudah mengering. Aku langsung terbayang sosok ayah yang sedang mengocok. Itu membuatku tidak tahan dan aku memilih bermasturbasi di kamar mandi.

~~~​

Semakin hari, aku dan ayah makin terbuka soal seks. Hampir tidak ada rasa malu lagi di antara kami. Bahkan satu per satu, kami saling mengaku apa yang kami rahasiakan masing-masing.

“Rin, ayah mau tanya sesuatu?” kata ayah.

“Tanya apa, Yah?”

“Pernah gak kamu bayangin ayah?”

“Ehmm…bayangin gimana, Yah?”

“Ya ngebayangin yang nakal-nakal soal ayah.”

Apakah aku harus berkata jujur? Ataukah aku harus berbohong? Kenapa tiba-tiba ayah bertanya seperti ini? Apakah ini sengaja dilakukan oleh ayah? Tapi aku tidak mungkin menyimpan ini terus menerus. Aku juga ingin ayah tahu apa yang aku rasakan.

Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala.

“Ga usah malu, Rin,” sahut ayah. “Ayah juga sering bayangin kamu kok. Ayah sering bayangin tubuh kamu sambil ngocok.”

Mulutku seolah terkunci. Aku tak bisa berkata apa-apa. Di satu sisi aku merasa malu, tapi di sisi lain aku merasa senang menjadi objek imajinasi ayah.

“Boleh ngga ayah ngocok sambil lihat kamu telanjang?”

Aku langsung melihat pada ayah. Permintaan apa lagi ini? Semakin lama ayah semakin membuat perminataan yang nakal. Apakah ini strategi ayah? Aku bingung harus mengiyakan atau tidak. Tapi aku tak bisa memungkiri bahwa aku ingin menuruti permintaan ayah itu.

“Boleh,” jawabku. Akhirnya aku tidak bisa berbohong tentang apa yang aku rasakan.

Pertama kali aku melakukan permintaannya itu pagi hari saat suamiku baru berangkat kerja. Awalnya ayah yang datang padaku saat aku sedang menyapu lantai dapur.

“Rin,” kata ayah.

“Iya, Yah.”

“Gimana soal permintaan ayah kapan hari itu?”

Aku jadi bingung. Sebelumnya aku tidak melakukan persiapan apa-apa. Maksudku, meskipun aku setuju, tapi semuanya serba mendadak.

“Sekarang?” tanyaku.

“Mumpung suamimu sudah berangkat,”

“Eh…yaudah sekalian aku mau mandi, Yah.”

“Iya. Ayah tunggu di kamar ayah yah ya?”

Aku menyelesaikan menyapu. Setelah itu aku mengambil handuk dan segera ke kamar ayah. Rupanya ayah sudah duduk di pinggir ranjang.

“Buka baju di sini aja, Rin,” kata ayah.

Aku bagai hewan ternaknya yang langsung menurut apa yang diperintahkannya. Perlahan aku membuka dasterku. Terlihatlah bagian dalam tubuhku yang masih tertutup BH dan celana dalam. Kulihat ayah mulai menyingkap sarungnya. Lalu tampaklah kontolnya yang mulai mengeras. Perlahan ia mulai melakukan kocokan pada batang gagahnya itu. Aku melepas BH-ku dan kini dilanjutkan dengan CD-ku. Jadilah aku berdiri telanjang di depan mertuaku.

“Mainkan susumu dong, Rin.” ucap ayah.

Aku lagi-lagi menurut pada ayah. Aku mulai meremas-remas sendiri payudaraku. Sementara aku melihat ayah sedang mengocok. Pemandangan itu juga membuatku bernafsu. Aku jadi semakin semangat memainkan payudaraku sendiri. Aku juga tidak lupa memainkan puting susu dengan jariku. Kulihat kontol ayah sudah mengeras. Ah, aku ingin diriku yang mengocok kontol itu. Bisakah?

“Duduk di kursi, Rin,” kata ayah. “Aku pengin lihat memek kamu.”

Aku di kursi menghadap ke arah ayah. Tak lupa aku menampakkan memekku ke ayah sebagaimana permintaan ayah.

“Coba kamu sentuh pake jarimu sendiri,” suruh ayah. Aku sudah tidak bisa menolak lagi permintaannya. Aku mulai menyentuh memekku dengan jariku. Kurasakan sudah mulai basah. Sementara tanganku yang lain tetap bermain di payudara.

Ayah semakin cepat melakukan kocokan pada kontolnya. Kudengar juga deru nafasnya yang semakin berat.

“Ayah suka memekmu, Rin,” kata ayah di sela mengocoknya. “Jembutnya juga lebat. Ayah makin nafsu.”

Aku hanya diam saja tidak menjawab. Aku terus memainkan memek dan susuku. Ini kulakukan sebagai pelampiasan atas nafsuku melihat kontol ayah mertua. Apalagi kontol itu sedang dikocok oleh ayah sendiri.

Cukup lama kami melakukan itu. Aku sampai pada puncakku lebih dulu. Kurasa ayah menyadari itu. Sementara ayah sendiri juga berhasil memuncratkan spermanya. Banyak sekali sperma yang muncrat ke lantai. Setelah itu aku langsung ke kamar mandi.

Kami cukup sering melakukan hal itu. Biasanya kami lakukan pada saat rumah sedang sepi. Tapi pernah juga suatu kali, kami cukup nekat. Pada saat itu, sore hari, aku akan pergi mandi. Suamiku berada di teras depan. Saat aku menuju kamar mandi, tiba-tiba ayah memaksa ikut ke dalam. Katanya ia pengin ngocok sambil lihat aku mandi. Ayah benar-benar nekat. Aku tidak bisa mencegahnya. Ia akhirnya ikut masuk dan melihatku sedang mandi. Meski sangat berisiko ketahuan, tapi itu satu sensasi baru bagiku.

Anehnya, meskipun sering melakukan hal seperti itu, ayah masih saja kuat menahan hasratnya untuk melangkah lebih jauh. Atau sebenarnya ia takut melakukannya? Sementara aku sendiri sudah sangat berharap. Bisa saja aku melakukan Tindakan yang agresif, tapi aku belum cukup berani. Bagaimana kalau nanti ayah menolak? Aku pasti akan sangat malu sekali.

Atau ayah sengaja melakukan ini agar aku lebih dulu yang meminta padanya?

Bersambung~
Monggo yang tadi udah keburu minta di-update. Wkwkwk. Selamat menikmati. Selamat ngocok ya. :Peace::tegang:
 
Jav Toys
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd