Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Keluarga, sebuah kebersamaan (TAMAT)

Post 2

(POV Airin)

Malam ini aku dan kak Arfan kembali hanya berdua saja di rumah. Mama masih belum pulang dari urusan bisnisnya, sedangkan kak Amira keluar ada acara sama teman-temannya. Setelah makan malam dan mencuci piring kotor tiba-tiba diluaran sana hujan turun dengan deras. Parahnya lagi, listrik rumah kami ikut-ikutan padam juga.

JEDAARRRR... !!!!

“Aihhhhhh... kaakkk.....!!” aku menjerit ketakutan. Dari dulu aku memang takut dengan suara petir, apalagi saat kondisi yang gelap.

“Bentar.. kamu di situ aja..” ucap kak Arfan yang kemudian menyalakan lampu flash dari Hpnya lalu mendekatiku.

“Kakkk... aku takut kakkk....” ucapku dengan tubuh bergetar.

“Udahh... sssts.... ada kakak di sini..” tiba-tiba kakak laki-lakiku itu memeluk tubuhku dengan penuh rasa sayang, aku jadi merasa aman dibuatnya.

“Antar aku ke kamar aja kak...” pintaku kemudian. Kalau lagi gelap-gelapan gini mending tiduran di kamar saja pikirku.

Aku dan kak Arfan kini berada di dalam kamarku. Kami memilih untuk di kamar saja sampai listrik menyala kembali. Aku tengah tidur di atas ranjang dan kakakku ada di sebelah pinggir.

“Sudahlah Rin.. aku tungguin di sini sampe kamu tidur” kata kak Arfan masih mencoba menenangkan aku.

“Iya kak... makasih...” balasku. Aku bener-bener dibuat nyaman oleh kak Arfan. Hanya dia laki-laki yang aku ingin terus bersamanya, namun sayang dia bukan jodohku karena dia kakak kandungku.

“Kak..”

“Hemm.. apa?”

“Gerah banget yah...” ucapku yang mulai merasa kepanasan, karena aku sudah terbiasa menyalakan AC kalau di dalam kamar.

“Iya kan ga da listrik, AC jadi ga bisa menyala..” balas kak Afan.

“Hufftt... iya kak.. jadi ga bisa tidur kalo gini..”

“Yaudah.. kalo gerah lepasin aja bajumu kaya biasanya” ucap kakakku.

“Hah!? Maksud kakak??” tanyaku kaget campur bingung.

“Hehe.. bukannya kamu kalo tidur ga pake baju....” entah ada maksud apa dengan ucapannya itu.

“Kakak kok tau kalo aku tidur ga pake baju?”

“Lah.. siapa suruh pintunya ga ditutup..”

Aduhh.. bener-bener bodoh aku ini. Aku memang sering membiarkan pintu kamarku tak terkunci, bahkan kadang terbuka. Biasanya kalau aku sudah mengantuk dan tiduran di atas tempat tidur sudah malas mau turun lagi. Aku harus mulai merubah kebiasaanku itu.

“Iya sih kak.. udah jadi kebiasaan dari kecil, nyaman kalo ga pake baju” aku kemudian berkata jujur saja pada kakakku itu.

“Yaudah kalo gitu lepasin aja bajunya” ucap kak Arfan dengan entengnya, mungkin supaya aku merasa nyaman.

“Hemm.. beneran kak!? Gapapa !?” kataku masih ragu dengan ucapan kak Arfam tadi.

“Hahaha.. beneran.. percaya kakak deh... kakak juga mau lepas baju, gerah banget di sini”

Dalam kondisi tanpa penerangan apapun aku mulai melepas pakaian yang menutupi tubuhku. Semula aku hanya ingin melepas kaos longgar yang menutupi bagian atas tubuhku. Namun entah kenapa pikiranku tergelitik untuk mencoba tidur tanpa memakai apa-apa, asyik mungkin yah!? Akhirnya kulepas juga celana hotpans dari tubuhku.

“Udah kak...” ucapku pelan.

“yaudah... coba kita tidur aja yukk...” ajak kak Arfan kemudian. Kurasakan dia ikut tidur di samping kananku. Rasanya aku malam ini bahagia banget, nyaman dan merasa aman di samping kakakku itu.

Aku menggulung diri di dalam selimut sambil memeluk tubuh kak Arfan erat. Setiap kali petir menyambar, setiap kali itu juga aku terkejut dan memeluk kakakku semakin erat. Tanpa kusadari payudaraku yang kini tanpa pembungkus mulai menabrak lengan kirinya. Ingin aku memundurkan tubuhku tapi aku ga mau lepas dari pelukannya, tapi kalu terus-terusan gini ntar aku dikira menggodanya.

“Udahlah dek.. gapapa kok... ada kakak... tenang aja” kata kak Arfan masih berusaha menenangkanku.

Kurasakan tubuh kak Arfan berusaha melepas himpitan badan kami. Dia berusaha menata posisi tangan dan badannya supaya tak menyentuh buah dadaku lagi. Aku hanya bisa diam saja, kubiarkan kakakku menggerakkan badannya dengan perasaan tak rela.

“Ngapain sih kak!?” tanyaku yang sedari tadi ingin kusuarakan.

“Dek.. kita kan udah dewasa. Aku ga masalah kalau kamu peluk kakak. Cuma, kalau kamu tidur ga pakai baju begini bisa bikin kakak horni loh. Kamu tuh udah besar”

“Biarin..” balasku cuek.

“Loh kok biarin?”

“Biarin... aku suka tidur kayak gini... emang kakak ga suka?” emosiku mulai terpancing saat kurasakan omongan kakakku itu sedikit menyepelekan aku.

“Bukan begitu Rin.. aku ini kan kakakmu”

“Emang kenapa? Aku gak cantik dan seksi kayak gadis incaran kakak itu?” balasku tanpa bisa kutahan lagi.

JEDAARRR...!!!

Petir malam itu semakin menjadi-jadi. Aku semakin erat memeluk tubuh kakakku. Kurasakan detak jantung kak Arfan menjadi kencang meskipun tubuhnya diam. Aku yakin kakakku itu mulai terpancing nafsunya karena bulatan payudaraku berkali-kali menggesek lengan dan dadanya.

BRAKKK !! BRAKKK !!

Tiba-tiba terdengar suara gebrakan keras dari arah lantai bawah. Aku semakin takut. Pikiranku mulai dipenuhi hal-hal buruk. Aku khawatir kalau itu tadi suara pencuri mendobrak pintu rumah kami. Atau perampok keji yang bisa masuk dan menyandera kami. Bahkan aku takut kalau mereka akan memperkosaku dan menyetubuhiku bergiliran. Anehnya saat aku berpikiran seperti itu celah vaginaku jadi lembab, malah terasa cenderung basah.

“Mau kemana kak?” tanyaku saat mengetahui kak Arfan beranjak pergi keluar dari kamarku.

“Ngecek suara itu tadi, kamu dengar kan?”

“Aku ikut...” aku kemudian ikutan beranjak dari tempat tiru, mengikuti kakakku yang akan keluar dari kamar.

“Jangan.. Kamu di kamar aja...” cegahnya.

“Ga mau, aku takut kak...” kataku tetap bersikukuh.

“Yaudah, ayo...”

Kak Arfan kemudian keluar dari dalam kamarku. Aku mengekor di belakangnya dengan jarak beberapa langkah. Suasana masih gelap gulita, hanya ada lampu flash dari Hp kak Arfan saja yang menerangi jalan. Meskipun aku juga punya Hp sendiri tapi aku tak mau menggunakannya jadi senter, takut baterainya cepat habis.

Jangtungku berdegub kencang saat aku mulai melangkah keluar melewati pintu kamar. Malam ini aku memberanikan diri keluar dari dalam kamar tanpa memakai apa-apa alias bugil. Mungkin aku sudah gila untuk melakukannya, tapi aku sangat tertantang untuk merasakan sensasi telanjang sambil jalan-jalan di dalam rumah. Suasana rumah yang sepi dan gelap membuatku semakin berani. Meskipun ada kakak laki-laki ku, tapi aku percaya dia tak akan berbuat macam-macam padaku. Bahkan melihat tubuh bugilku saja dia masih tak berani.

Aku dan kak Arfan turun ke lantai satu kemudian berkeliling melihat apa saja yang mungkin bisa bersuara keras seperti tadi. Akhirnya kami ke dapur dan kak Arfan langsung melihat sebuah jendela kaca yang tertutup tapi tak terkunci. Jadi saat jendela itu terkena angin akan membuka dan menutup dengan kencang. Aku pun ikut mendekati kak Arfan yang sedang berusaha menutup jendelanya.

“Annjrrrriiiittttt... !!” teriak kak Arfan kaget sambil menyorotkan lampu flash dari Hpnya ke arahku.

“A-apaan sih kakak ini..!?” tanyaku balik karena aku juga kaget pas dia teriak tadi.

“Adduhhhhh.... apasih dek yang kamu lakuin di sini??” ucap kak Arfan yang kini mengalihkan arah lampu dari Hpnya itu dari tubuhku.

“Lha kan tadi aku ikutin kakak..” jawabku.

“Iya gapapa ngikut kesini.. cuma ngapain ga pake baju gitu?”

“Ahh.. kan ga ada siapa-siapa lagi di rumah” balasku enteng.

“Hadeuhhhh... yaudah... kita balik ke kamar..”

Tanganku kembali digandeng sama kak Arfan dengan lembut. Kurasakan tiap sentuhan kakakku itu penuh dengan kasih sayang. Akupun ikutan mendekatkan tubuhku lagi menempel badan kak Arfan sambil kita berjalan menuju ke kamar. Meskipun petir menyambar dan suasana masih gelap gulita, sudah tak begitu kupedulikan lagi. Aku sudah terhanyut dalam sentuhan sayang dari kak Arfan.

“Kamu lekas tidur aja Rin..” ucap kakakku saat sampai di depan kamar.

“Ga mau... pokoknya malam ini kakak harus temenin aku...” balasku masih bersikeras memintanya menemaniku.

Ctek !! tiba-tiba listrik menyala dan lampu penerangan rumah ikutan menyala semua.

“Nahh.. sudah menyala listriknya.. udah terang nih dek.. kamu tidur aja yah” ujar kak Arfan lagi.

Sesaat aku sempat terkejut saat lampu menyala. Cahaya yang terang dari lampu mambuat tubuh telanjangku nampak jelas di depan kakak kandungku itu. Aku berusaha tenang dan cuek, meski detak jantungku semakin naik temponya. Pandangan matanya membuatku bergetar, tiba-tiba saja aku jadi horni. Meski kulihat pandangan mata kak Arfan masih tetap teduh seperti biasanya namun entah kenapa perhatian dari kakak laki-lakiku itu membentuk rangsangan tersendiri buatku.

Tubuh kak Arfan yang malam itu hanya tertutup celana basket semakin membuatku tertarik padanya. Padahal pemandangan seperti itu sudah biasa kutemui setiap harinya. Namun entah kenapa malam itu aku jadi tertarik melihat tubuh kak Arfan, dadanya yang bidang, perutnya yang rata dan terutama tonjolan dibalik celana basketnya itu. Aku bisa perkirankan ukuran batang dibalik celana basketnya itu pasti lumayan besar.

“Yaudah deh kak... gapapa... udah terang juga kok” ujarku kemudian sambil masuk kembali ke dalam kamarku.

“Oke dekk... met tidur yah..” balas kak Arfan yang juga masuk ke dalam kamarnya.

Setelah masuk ke dalam kamar aku kunci pintu kamarku. Kubaringkan tubuhku di atas tempat tidur sambil memejamkan mataku. Kubiarkan lampu kamarku menyala untuk menerangi tubuhku yang telanjang ini. Tanpa sengaja aku kemudian melihat bayanganku di cermin. Ya ampun, ternyata tubuhku bagus juga ya. Kok aku baru sadar saat ini, padahal kan tiap mandi liatin tubuh sendiri.

Cukup lama aku memandang bayangan tubuhku sendiri. Aku memandanginya sambil senyum-senyum sendiri. Tapi tanpa sadar tanganku sudah mulai membelai-belai tubuhku sendiri. Darahku berdesir saat tanganku menyentuh puting susu milikku. Sebuah sensasi yang membuatku ketagihan. Akupun terus meremas-remas buah dadaku. Aku memejamkan mata meresapi nikmatnya sambil membayangkan kak Arfan yang melakukannya. Ahh.. mungkin aku sudah mulai gila, membayangkan kakak kandungku meraba tubuh telanjang adik perempuannya sendiri. Sunguh, rasanya luar biasa. Aku menyukainya!

Ah, tidak. Apa sih yang aku lakukan? Ini dosa. Aku gak boleh membayangkan kakakku membelai tubuhku yang mulus ini. Itu incest namanya, dan itu gak bermoral banget. Tapi.. aku kan hanya membayangkannya saja, apalagi rasanya jadi lebih nikmat banget dan bikin aku ketagihan.

Tanganku kini sudah turun membelai vaginaku sendiri. Aku ternyata tak kuasa untuk menahannya. Kuraskan celah vaginaku sudah mulai basah, ini pasti gara-gara tubuhku dilihatin terus sama kak Arfan tadi. Aku menyukai sensasi nikmat ini. Sentuhan tanganku pada vaginaku sendiri bahkan rasanya jauh lebih enak sekarang ini. Tubuhku semakin kelojotan merasakan nikmat. Aaahh… aku kembali masturbasi. Ya, aku memang sudah sering masturbasi sebelumnya. Memang masturbasi itu nikmat banget dan mambuat ketagihan. Aku jadi ingin mendapatkan nikmat itu terus menerus!

Aku terus menjamah tubuhku sendiri sambil sesekali melihat bayanganku di cermin meja rias di depan tempat tidurku. Aku jadi membayangkan seorang cowok sedang menjamahku sekarang. Anehnya… aku… justru membayangkan Kak Arfan, kakak kandungku sendiri! Aku jadi heran sendiri kenapa aku malah memikirkan dia. Aku membayangkan kulit tangannya yang kasar membelai halusnya kulit payudaraku. Ahh.. aku horni!

Aku terus masturbasi sambil membayangkan tubuhku dijamah tangan milik Kak Arfan, hingga akhirnya tubuhku kelojotan. Aku merasakan nikmat yang begitu hebat. Ahhh… aku kembali mendapat orgasme.

Setelah mendapatkan orgasme pertamaku, ada rasa menyesal yang muncul karena entah kenapa aku bisa orgasme dengan membayangkan kakak kandungku sendiri. Namun ada rasa ketagihan yang membuatku ingin melakukannya lagi. Akupun mengulanginya lagi dan lagi. Aku benar-benar ketagihan. Aku lanjut dan terus lanjut menyentuh buah dada dan vaginaku sendiri.

Malam itu aku sudah mencapai orgasme sekali. Tapi sepertinya masih ada yang kurang. Aku masih belum puas. Aku menginginkan lebih. Aku tidak bisa berpikir jernih lagi. Yang aku pikirkan saat ini hanyalah ingin terus merasakan kenikmatan!

Akhirnya aku nekat membuka pintu kamar lalu berjalan ke luar diam-diam. Untungnya malam itu di rumah hanya ada kakak laki-lakiku saja dan kondisi sedang sepi. Kulewati depan kamarnya dan kuperhatikan pintunya tak tertutup rapat. Kucoba untuk melihatnya dan ternyata kak Arfan sudah tidur pulas. Kakakku yang satu itu memang gampang sekali tidurnya dan susah kalau mau dibangunkan.

Aku kini sudah berada di ruang tamu saat ini. Aku semakin nakal. Aku malah menggesek-gesekkan lobang vaginaku ke sofa, membayangkan sedang disetubuhi kak Arfan di ruang tamu ini, hingga akupun kemudian orgasme karenanya. Akupun melakukannya lagi dan lagi. Namun semakin sering orgasme, aku bukannya semakin puas. Aku justru semakin ingin lebih, bahkan aku ingin masuk ke kamar kakakku lalu menaiki tubuhnya dan menusukkan penisnya dalam vaginaku. Aku ingin beneran dibikin puas olehnya. Ah… pikiranku kacau. Kenapa bisa gini sih aku!?

Aku mencoba bertahan dengan sisa pikiran jernih yang kupunya, tapi ternyata tubuhku beneran ingin lebih. Aku kemudian melangkahkan kaki menuju kamar mamaku. Ada satu barang hanya aku yang tahu dimana mama menyimpannya.

“Ahh.. untung ketemu..” ucapku lirih.

Aku langsung membawa dildo silikon milik mamaku itu kembali ke ruang tamu. Aku sudah tak punya pikiran lain kecuali ingin terus mereguk kenikmatanku.

“Shhhh…” desahku ketika ujung dildo berbentuk penis itu mulai menyentuh celah vaginaku.

Kugesekkan naik turun menyusuri garis celah kemaluanku terus menerus. Vaginaku kembali basah akibat rangsangan ujung dildo yang menggaruk vaginaku. Cairan orgasmeku belum sepenuhnya hilang, kini disusul oleh cairan pelumas alami yang merembes keluar menandai libidoku yang tinggi.

Aku sudah tak bisa berpikir panjang. Rasa gatal pada vaginaku semakin tak tertahankan, ingin rasanya segera kumasukkan batang dildo itu menembus ke dalam liang vaginaku. Meskipun harus kehilangan keperawananku tapi aku rela. Aku sudah kesetanan akibat pengaruh birahiku sendiri.

Namun keinginanku tak sesuai dengan kenyataan. Segala kegiatanku terpaksa harus berhenti mendadak.

Ceklek... Ceklekk !!

Suara putaran kunci pintu depan terdengar jelas. Aku yang masih duduk di kursi ruang tamu langsung meloncat menyembunyikan diriku di balik sebuah kursi di sudut ruangan. Aku tak ingin seorangpun melihatku di ruang tamu tengah telanjang bulat sambil membawa dildo. Pasti mereka akan marah dan menasehatiku sepanjang hari tanpa henti.

“Ahh.. ternyata kak Amira..” ucapku dalam hati. Padahal sempat sebelumnya aku menyangka yang datang adalah mama.

Setelah pintu terbuka kulihat kak Amira melewatinya lalu menutup pintu kembali dan menguncinya dari dalam. Sejenak kuamati kakak perempuanku itu, ada yang aneh dengan diririnya. Seingatku dia tadi berangkat pakai kemeja dan celana jeans, lengkap dengan jilbabnya. Namun kenapa sekarang dia pulang hanya memakai sebuah jaket usang di tubuhnya. Kulihat saat kak Amira jalan beberapa kali pantatnya terlihat, mungkinkah kakak perempuanku itu tidak memakai apa-apa lagi dibalik jaketnya?

Dalam posisi sembunyi aku mengamati langkah kak Amira yang berjalan masuk ke dalam kamarnya. Dia beberapa kali celingukan juga, seperti tak mau kehadirannya ada yang melihat. Aneh sekali gerak-gerik kakak pertamaku itu. Baru kali ini aku mengetahuinya.

Ketika kak Amira sudah masuk ke dalam kamarnya akupun mulai keluar dari tempat persembunyianku. Namun saat aku sudah mulai beranjak dari ruang tamu tiba-tiba pintu kamar kak Amira terbuka, dan muncullah kakak perempuanku itu dengan handuk yang melilit tubuhnya. Aku pikir dia mau mandi karena langkahnya menuju ke kamar mandi di dekat dapur. Kesempatan itupun aku gunakan untuk lari kembali masuk ke dalam kamarku.

“Aduhhh....” gerutuku, ternyata dildo milik mamaku tadi lupa aku kembalikan.

***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^

Saya ucapkan banyak terimakasih untuk semua teman-teman yang sudah membaca cerita ini. Mohon maaf komentarnya tak bisa saya balas satu-persatu, namun tetap saya baca. Info juga untuk Update-nya jarak sehari atau dua hari, tergantung kesibukan pekerjaan.

mantap bosss. pengen lihat Arfan menguasai semuanya
 
Post 3

(POV Arfan)

Pukul 05:50 pagi, aku sudah dibangunkan oleh Airin. Dia sudah berada di kamarku dan kini adik perempuanku itu sedang mangguncang-guncang badanku. Sebenarnya aku hari ini tidak ada kuliah jadi aku bisa bermalas-malasan dan bangun agak siang.

“Kakkk.. bangun dong kak.. udah siang nih..” ucap Airin sambil mengguncang badanku.

“Hemmmm....” kubalas dengan gumamanku, aku sengaja membuatnya terus berusaha membangunkanku.

“Kakkkk... iihhh.. bangun dong kak... aku ada tes pagi ini” ucapnya lagi.

“Iya..iya.. kakak udah bangun kok..” aku kemudian menggeliat sebentar lalu duduk di pinggir tempat tidur.

“Cepetan siap-siap kak.. aku ada tes di jam pertama”

“Eh.. aku hari ini ga da kuliah dek..” kataku sambil menatap wajah cantik Airin. Kuperhatikan dia sudah mandi dan sudah pakai make-up tipis.

“Lhah... terus gimana dong!?”

“Bawa aja mobilnya.. tuh, kuncinya ada di atas meja..” tunjukku pada meja belajar yang ada di sudut kamarku.

“Yaudah... aku langsung berangkat aja... Cupphh !!”

Aku sempat tersentak kaget saat Airin mencium pipiku sebelum dia beranjak keluar dari kamarku. Semenjak dia dewasa ini tak pernah sekalipun dia mencium pipiku, bahkan mencobanya saja tidak. Setelah Airin berangkat akupun kembali menikmati waktu tidurku.

***

Pukul 9 pagi, aku kembali terbangung dari tidurku karena perut sudah protes harus diberi isi. Dengan malas aku bangun dari tidurku kemudian duduk sambil mengembalikan kesadaranku.

“Huaaahhhhhh.. !!!”

Setelah menggeliat dan mengulur kedua tanganku ke atas aku langsung pergi ke luar kamar dan menuju dapur lantai bawah. Namun langkahku terhenti saat pemandangan yang janggal kutemui di depan kamar mama.

“Ntar siang jangan lupa yah..” suara mama dari dalam kamarnya. Beberapa detik kemudian keluarlah seorang pemuda dari balik pintu.

“Iya bu.. ntar saya jemput...” balas pemuda itu.

Tunggu, bukankah pemuda itu namanya Billy? dia kan anak buah almarhum papa. Kenapa dia bisa keluar dari dalam kamar mama? Jangan-jangan mamaku sudah ada hubungan sama si Billy itu. Tadi malam mama pulang jam berapa aku juga tidak tahu. Sekarang malah ada laki-laki keluar dari dalam kamarnya. Kenapa aku merasa semakin aneh saja kejadian di rumah ini ya?

Kuamati tiap kejadian yang berlangsung di depanku itu dari ujung tangga menuju lantai bawah. Aku sengaja sembunyi di balik pegangan tangga supaya mereka tak mengetahuinya. Demi melihat Billy keluar dari kamar mama, hatiku seperti tidak terima. Bukankah kalau memang Billy ada hubungan sama mama berarti dia telah mengkhianati papa. Suatu saat aku harus membuat perhitungan dengannya dan meminta penjelasan dari mama.

“Ehhh...” gumamku spontan saat aku akan melanjutkan langkahku namun harus terhenti.

Setelah Billy pergi, pintu kamar mama kembali terbuka, kemudian disusul mama yang menampakkan kepalanya duluan. Mungkin dia sedang mengintip kondisi di luar kamarnya. Kemudian terjadilah sesuatu yang tak pernah kupikirkan sebelum-sebelumnya. Kulihat mamaku keluar dari dalam kamarnya tanpa memakai apa-apa di tubuhnya. Ahh.. mungkin dia mengira di rumah sudah tidak ada orang lain kecuali dirinya. Bahkan Mbak Wati yang biasa masak di rumahku jam segini pasti sudah pulang juga.

Kuperhatikan mama dengan santainya berjalan keluar dari kamarnya menuju ke arah dapur. Sepertinya mamaku tak mempedulikan tubuhnya yang bugil, atau memang mamaku sengaja ingin melakukannya. Aku jadi berpikir, sepertinya Airin memang menurun kelakuan dari mama. Di umurnya yang 43 tahun, tubuh mamaku masih terlihat bagus dan terjaga bentuknya. Kedua payudaranya masih terlihat kencang dan tidak jatuh menggantung. Pinggulnya juga masih seksi meski perutnya sudah tidak rata lagi. Maklum karena mama telah mengandung sampai tiga kali.

Walau aku sudah sering melihat mama dengan baju ketat saat senam di rumah, ini pertama kalinya setelah aku dewasa kembali bisa melihat langsung seluruh kulit putih mama yang tak tertutup apa-apa. Dari posisiku berada, aku bisa melihat tubuh telanjang mama dengan jelas. Kekagetan dalam diriku tiba-tiba berubah menjadi rasa penasaran, dan kini malah membuatku terangsang. Saat aku menyadari kedua mataku tidak bisa lepas dari puting dan pantat mama, aku semakin berharap mama tidak segera mengenakan pakaian kembali.

Setelah memastikan rasa masakan yang tersedia di atas meja sudah sempurna, mama dengan santai melenggang ke mesin cuci. Sedari tadi mesin cuci itu berbunyi mengingatkan untuk segera mengambil pakaian yang sudah selesai di cuci. Bukannya berjongkok dan segera mengeluarkan seluruh baju dengan cepat, mama justru berlutut, menahan badannya dengan tangan kanan dan tangan kirinya lalu memindah satu-persatu baju dari mesin cuci ke dalam keranjang.

Aku yakin mama pasti tahu dengan posisi seperti itu pantat dan kemaluannya yang tembem terekspos langsung dari belakang, tapi mungkin karena mama menganggap saat ini dia sendirian di rumah akhirnya dengan santainya mama melakukannya. Walau seluruh baju sudah dikeluarkan ke dalam keranjang, mama tidak segera beranjak pergi, malah memainkan jari-jari tangan kirinya ke lubang di selangkangannya. Meski hanya melihatnya saja namun aku bisa perkirakan saat ini liang vagina mama pasti sudah basah.

“Aaahhh... ahh... ehmm....” desah mama mulai terdengar.

Di ujung tangga lantai dua aku masih memperhatikan dengan jelas semua gerakan yang dilakukan oleh mama. Meski jarak dengan mamaku yang ada di dapur kini mulai jauh, tapi pandanganku tetap bisa melihat jelas apa yang mama lakukan. Tanpa sadar batang penisku sudah bangun dari tidurnya dan menonjol ke depan dalam celana basket yang kupakai dari tadi malam. Memang yang ada di depanku itu adalah mama kandungku sendiri tapi dia tetap seorang perempuan juga. Apalagi dia tengah telanjang menunjukkan tubuhnya tanpa penutup apa-apa. Pastinya sebagai seorang laki-laki normal aku juga ikut terangsang. Tidak hanya posisi mama yang menyajikan keindahan segenap jengkal tubuhnya sebagai seorang perempuan, namun gerak-gerik dan erangannya juga mengisyaratkan betapa besar nafsu mama saat ini untuk segera bersetubuh.

“Aahhh... ayoo.. terus.. entootthhh.. aahh...terusss...” erangan mama semakin seru.

Tentu saja aku pernah melihat adegan yang lebih seronok dari ini di situs porno, namun ini pertama kalinya aku melihat secara langsung seorang perempuan mengekspos kemaluannya dan mengucapkan kalimat-kalimat secara vulgar betapa dia ingin digagahi. Apalagi perempuan ini adalah mamaku sendiri yang di luar atribut kekeluargaan adalah seorang perempuan cantik dengan badan yang bagus. Satu-satunya kata yang bisa aku pikirkan saat ini adalah, ternyata aku punya mama seorang perempuan yang binal. Bagaimana tidak, bibir mama yang biasanya menyampaikan salam dan nasihat kini mengucapkan kata-kata kotor sambil sesekali menghisap jari yang baru saja keluar masuk di vaginanya.

Aku yakin jika yang sedang bermasturbasi di depannya bukan mamaku, mungkin aku akan segera turun dan memberikan kepuasan yang perempuan itu cari.

“Aahhhhh... yeesssss... aaahhhhh.....” teriakan demi teriakan dari mulut mama semakin keras terdengar. Pada teriakan yang terakhir tadi disertai mengejangnya tubuh mama. Aku tak terlalu mengerti, mungkin itu yang dinamakan orgasme pada seorang perempuan.

Getaran orgasme yang melanda tubuh mama mengalahkan kemampuan tangannya untuk menahan berat badannya. Kini kepala dan bahu mama menempel di lantai sementara pantatnya masih menjulang ke atas. Mungkin mama sekarang ini tengah membayangkan seorang lelaki menusukkan penisnya dari belakang.

Setelah berhenti sesaat, mama kemudian berdiri dan membawa keranjang pakaian ke halaman belakang untuk dijemur, mungkin dia juga ingin merasakan telanjang di luar rumah. Untungnya tinggi pagar halaman belakang rumah memastikan tidak ada tetangga yang bisa melihat apa yang tengah dilakukan mama. Aku yang tak ingin kehilangan tontonan bagus itu langsung mengikutinya dan bersembunyi di balik pintu dapur yang terhubung langsung dengan halaman belakang.

Semakin lama mama menjemur baju semakin banyak juga bulir keringat akibat teriknya matahari. Pantulan cahaya pada tubuh mama yang berkeringat membuat kulitnya berkilau. Pintu kaca yang memisahkan halaman belakang dan ruang dapur menjadi cermin karena begitu terangnya cahaya luar dibanding di dalam rumah. Mama lalu duduk di rumput mengarah ke pintu kaca sambil melihat refleksi payudaranya yang sedang dia remas dan kedua kakinya yang terbuka lebar, menyajikan vaginanya yang sedang dimasuki tiga jarinya yang lentik.

Tiba-tiba akal sehatku kembali bekerja. Aku harus menghentikan perbuatanku mengintip mama, karena kalau sampai mama tahu aku ada di rumah bisa panjang urusannya. Apalagi kalau mama sampai tahu anaknya tengah mengintipnya masturbasi, apa kata dunia? Aku langsung beranjak pergi ke lantai atas lalu menelfon Ikhsan, sobat karibku.

“Broo.. lu dimane nih?”

“Di rumah.. napa?” jawab Ikhsan.

“Tolongin gua dong, lu ke rumah gua tapi gua tunggu di pos satpam yee..”

“Lahh.. ntar dulu.. gua ke rumah lu tapi lu tungguin di pos satpam..”

“udah jangan banyak tanya lu ahh.. cepetan ke sini.. ntar gua traktir” rayuku.

“Iya dehh.. lu tungguin bentar”

Setelah selesai memastikan Ikhsan bisa menjemputku, aku langsung ganti baju. Kuputuskan untuk tidak mandi, supaya mama tak mengetahui kalau aku ada di rumah. Setelah selesai mengganti baju aku langsung berjalan mengendap-endap menuju pintu depan. Aku yakin mama masih di halaman belakang memuasi dirinya.

***

Ikhsan benar-benar menjemputku. Setelah kami membeli makanan dan beberapa botol minuman bersoda, kami lanjut pergi ke rumah Ikhsan. Rencananya aku tunggu saja di rumah sobatku itu sampai mama berangkat kerja, atau sampai Airin selesai kuliah.

“Bro.. ortu lu kemana sih?”

“Lagi ke luar kota tuh.. ada undangan resepsi nikah” jawabnya sambil menenteng bungkus makanan yang kami beli tadi ke dapur.

Aku langsung naik ke kamarnya di lantai dua. Tempatnya aku hafal banget, karena aku sudah sering kali menginap di kamar ikhsan dari aku sekolah smp dulu.

“Eh, adik lu kemana nih?” tanyaku lagi saat Ikhsan masuk ke dalam kamar.

“Ikut ortu gua...”

“Lhah.. cuman lu aja yang ga diajak nih?”

“Iya.. gatau, gua di suruh jaga rumah”

“Beneran lu udah dijadiin satpam sama ortu lu sendiri..”

“Mungkin...” balas Ikhsan sambi mulai menguyah makanan yang kita beli tadi.

“Gimane kabar adik lu San?”

“Ehh.. tumben lu tanya adik gua, kepikiran lu ya?”

“iya nih.. gua jadi naksir sama adik lu.. tapi karna dia punya kakak kaya elu, ga jadi deh...” candaku.

“Anjrit.. mang gua seburuk itu!?”

“Hahaha...”

Aku dan Ikhsan terus menyantap makanan dan minuman yang kami beli tadi. Lumayan buat sarapan juga, aku tadi di rumah belum makan apa-apa, begitu juga dengan Ikhsan.

“Fan.. lu cerita dong ngapain lu tadi minta gua jemput di pos satpam??” tanya Ikhsan yang kini bersandar di tembok karena kekenyangan.

“Ga da apa-apa.. cuma gua lagi bete aja sama mama..” alasanku.

“Lahh, emang mama lu ngapain sih?”

“Pokoknya gua lagi bete aja... udah..”

“Ehh... besok gua dateng ke rumah yak.. udah lama gua ga ketemu sama mama lu Fan..”

“Iye... dateng aja San.. kaya biasanya lahh...”

Hari itu akhirnya aku menghabiskan waktu di rumah Ikhsan. Dia juga sebenarnya senang karena ada yang menemaninya di rumah. Dari main game, ngobrol, sampai main gitar kami lakukan untuk melewatkan waktu. Namun dalam pikiranku masih saja terbayang apa yang tengah dilakukan mama tadi. Apalagi tentang anak buah almarhum papa yang bernama Billy itu.

***

Pukul 3 sore akhirnya Airin menjemputku di rumah Ikhsan. Akupun pulang ke rumah bersama adik perempuanku itu, karena dia hari itu yang membawa mobilku. Ketika kami sampai di rumah sudah kudapati mobil kak Amira terparkir di garasi, berarti si empunya juga sudah pulang. Biasanya kalau kak Amira pulang pasti mama sudah berangkat ke kantor.

Setelah masuk ke rumah aku segera mandi, karena memang sedari pagi tadi aku belum mandi. Kemudian sehabis maghrib aku, Airin dan kak Amira makan malam seperti biasa tanpa kehadiran mama.

“Kak Mira ga acara?” tanyaku basa-basi.

“Enggak.. lagi pengen di rumah aja dek..” balasnya.

Malam itu kak Amira mengenakan kaos longgar warna putih dengan belahan dada yang cukup rendah, jadi setiap kali kak Amira menunduk aku bisa melihat bulatan payudaranya menggantung karena dia tak memakai bra. Sedangkan untuk bawahannya dia memakai celana pendek, yang menurutku terlalu pendek karena bentuknya hampir mirip celana dalam. Tak ayal paha putih nan mulusnya secara sengaja dia pamerkan pada yang melihatnya. Sungguh penampilan kakak perempuanku itu kontras sekali saat dia di luar rumah, setahuku dia biasanya berpakaian sopan dan tertutup.

“Kak.. ntar temenin Airin tidur lagi yah, hihi...” celetuk adik perempuanku.

“Lah.. udah gede kok minta di temenin..” balasku. Aku sempat kaget dengan kata-kata Airin itu, jangan sampai kak Amira berpikir yang tidak-tidak.

“Ehh.. gapapa Fan.. temenin aja Airin.. atau kamu mau temenin kakak, hihi..” ucap kak Amira centil.

Aku merasakan ada perubahan pada sikap kakak perempuanku itu. Kak Amira biasanya terkesan pendiam, tak responsif pada pembicaraan di sekitarnya. Memang kalau dengan orang lain dia akan ramah, apalagi kalau dengan orang yang lebih tua darinya. Namun dengan kami adik-adiknya dia akan bersikap biasa-biasa saja, bahkan cenderung cuek. Tapi bagaiamanapun juga kakak perempuanku itu tetap baik hati.

Setelah makan aku langsung isirahat. Tak ada hal yang ingin aku lakukan malam itu kecuali tidur. Ajakan Airin yang ingin ditemani tidur ternyata hanya candaanya saja, toh dia begitu masuk kamar langsung mengunci pintunya.

***

Pukul 01:05 malam, aku terbangun dari tidur karena merasa sangat haus sekali. Bahkan leherku terasa kering dan perih, mungkin aku terkena panas dalam. Tanpa pikir panjang aku langsung berjalan keluar kamar dan menuju dapur untuk mengambil air minum.

Saat aku sampai di dapur, aku sangat terkejut sekaligus terkesima. Kulihat mama sedang berbaring telentang di atas meja makan kami. Pakaiannya entah kemana dan tubuhnya begitu terbuka, seakan memamerkan buah dadanya yang masih kencang dan besar. Sementara bagian bawah tubuhnya juga tak mengenakan penutup apa-apa. Sekitar vaginanya yang berbulu lebat itu kulihat belepotan cairan putih kental sampai ke perutnya. Banyak banget. Mama tak sadar dengan kehadiranku, karena saat itu dia tengah memejamkan matanya.

Aku segera mengalihkan pandanganku dari tubuh mamaku yang mengangkang di atas meja itu. Entah kenapa sepertinya aku mudah sekali terangsang. Bisa berabe nih kalau punya keingin ngentot sama mamaku sendiri. Pandanganku kualihkan ke lemari es. Saat menatap ke arah sana aku kembali kaget. Disana berdiri si Billy, dengan tanpa pakaian apapun menutupi tubuhnya. Badannya yang tinggi dan atletis itu polos. Ahh.. rupanya dia baru saja bersetubuh dengan mama, pikirku.

“Haus ya Fan?” kata Billy menegurku. Ia masih berdiri dengan santainya sambil menenggak sebotol minuman ringan dengan tubuh telanjang bulat.

“Iya..” sahutku sambil mengangguk. Aku berusaha tenang, setenang-tenangnya.

Mamaku yang sedang berbaring lemas di atas meja makan tiba-tiba bangun dan duduk di pinggiran meja. Ia sibuk mencari-cari pakaian untuk menutupi bagian dada dan pangkal pahanya yang terbuka.

“Eh.. Arfan... ngapain bangun?” kata mama dengan ekspresi malu.

“Mau ngambil minum ma..” sahutku. Aku beraksi seperti tidak terjadi apa-apa disitu. Segera kuambil minuman dingin dari lemari es.

“Ohh.. i-iya... Fan... mama minta maaf yah..” ujar mama kemudian.

“Gapapa ma.. itu kan urusan mama sama Billy.. silahkan aja” balasku sok cool, meski dalam hati mulai terbakar api emosi.

Setelah mendapatkan minuman dingin, aku segera meninggalkan dapur. Tinggallah mamaku dan Billy disana. Aku tak tahu apakah mereka masih melanjutkan lagi permainan cabul mereka atau tidak. Yang pasti sepanjang jalan menuju kamarku, pikiranku dipenuhi dengan pemandangan vagina mama yang belepotan air mani Billy tadi.

“Gila! Gila!” rutukku dalam hati. Kok aku bisa mikirin tubuh telanjang mamaku sendiri sih? Ada apa denganku ini? Rasanya malam itu aku susah untuk tidur. Setelah membolak-balikkan badan berpuluh kali di atas ranjangku yang empuk, barulah aku bisa tertidur. Itupun setelah jarum jam menunjukkan pukul empat pagi.

***

Bersambung lagi ya gaes ^_^

Kecewa banget gw........ Arfan kecolongan nih
 
Post 4

(POV Airin)


“Kamu serius? Kamu pernah ngentot sama adik kamu sendiri?” tanyaku tak percaya dengan cerita teman satu fakultasku ini. Dia baru saja menceritakan kisah hidupnya yang betul-betul membuatku merinding ngeri sekaligus Horni.

“Serius… Nih, kalau kamu gak percaya lihat nih foto-foto di Hpku…” ujar Citra sambil menyerahkan hpnya padaku. Ku periksa gallerynya, ternyata benar yang dikatakannya.

Dalam gallery foto di Hpnya kulihat banyak sekali foto batang penis Fajar, adik kandungnya Citra itu. Memang ukurannya lumayan besar dan panjang, meski aku tahu adiknya Citra itu masih SMA. Semakin kulihat semakin banyak pula foto-foto bugil dirinya bersama adiknya. Hingga aku harus mengakui memang benar Citra ini pernah bersetubuh dengan adik kandungnya sendiri.

“Videonya juga ada, noh tonton aja..” sambungnya lagi. Akupun memeriksa kumpulan videonya. Lagi-lagi omongannya memang benar. Banyak sekali kulihat video persetubuhannya dengan Fajar, sampai durasinya ada yang 30 menitan pula.

Aku sudah lama mengenal Citra, dia dan aku dulu satu SMA. Meskipun kami tak pernah satu kelas bersama namun aku lumayan akrab dengannya. Memang aku pernah mendengar kalau Citra itu anak yang terjebak dalam pergaulan bebas, namun baru kali ini aku benar-benar mendapat bukti yang nyata. Entah dia sudah gila atau bagaimana hingga mau bersetubuh dengan adik laki-lakinya sendiri.

“Emm.. Citra... emm.. boleh minta videonya gak?” ucapku malu.

“Boleh dong… kirim aja, asal jangan kesebar yah… cuma ke kamu aja aku tunjukin nih, soalnya aku tau kamu ga ember orangnya, haha...” balas Citra malah tertawa.

Akhirnya hari itu aku pulang kuliah dengan berhasil membawa beberapa video porno hasil rekaman dari Citra dan adiknya. Saat dalam perjalanan pulang dadaku sudah berdegub kencang dan darahku berdesir deras. Hanya memikirkan isi video itu saja bisa membuatku horni. Ughh... bisa ikutan gila aku dibuatnya.

Sesampainya di rumah aku segera masuk ke dalam kamarku. Tak kuhiraukan lagi ada kak Amira atau mama di rumah. Karena aku yakin mereka belum pulang semua. Begitu masuk ke dalam kamar segera kutelanjangi diriku. Entah kenapa aku melakukannya padahal hanya sekedar menonton video saja. Aku juga masih terus kepikiran tentang sahabatku itu yang bisa ngentot dengan adiknya.

Akupun kemudian menonton video hubungan seks antara Citra dan adiknya itu. Setelah beberapa menit berlalu, tak sadar tanganku sudah mulai mengelus-elus celah vaginaku sendiri. Aku terangsang, aku horni bukan main hanya dengan menonton video itu. Saat tengah asik-asiknya menonton tiba-tiba kak Arfan masuk ke kamarku.

“Eh, maaf dek… lagi asik ternyata, hehe...”

“Duh kak… kalau masuk ketuk pintu dulu dong…” ucapku salah tingkah.

Aku masih berbaring telentang di atas tempat tidur dalam kondisi telanjang bulat. Tanpa menutupi tubuhku yang bugil ini kubiarkan kak Arfan masuk ke dalam kamarku. Bahkan kedua kakiku yang mengangkang pun tak kurubah posisinya.

TAKK !!

Tiba-tiba hpku jatuh di lantai karena tanganku bergetar gugup hingga peganganku tak sempurna. Kak Arfan reflek mengambilnya untuk diberikan padaku lagi. Namun saat tahu video yang tengah kuputar di Hp tadi dia langsung menatapnya.

“Lahh.. kamu kok nontonnya yang ginian dek!?” ucapnya.

“Itu.. itu... emm...”

“Loh!! Ini bukannya.... Citra”

“Bener..” balasku lirih.

Kak Arfan malah ikut menonton video itu masih dalam posisi berdiri. Aku mulai sadar dan kemudan duduk di pinggir tempat tidur.

“Kak..”

“Apa?” balasnya tanpa melihatku.

“Punya kakak sama punya laki-laki yang ada di video itu besar mana?” tanyaku iseng.

“Hemm.. ga tau dek..”

“Coba Airin mau lihat yah...”

Kak Arfan yang masih dalam posisi berdiri dan kedua tangannya memegang Hp milikku tak bisa berbuat apa-apa saat aku mulai menarik celana dalam boxer yang dipakainya. Celana dalam yang dipakai kak Arfan langsung turun sampai sebatas lututnya.

“Wuaahh... gede juga ternyata...!!” ujarku kagum saat kedua mataku melihat batang penis kak Arfan yang sudah setengah tegang itu.

“Ehh... apaan sih!? dekk...” sergah kak Arfan, mungkin dia kaget dengan keberanianku.

“Entar dulu kak.. aku mau liatin ahh...” kataku agak teriak, akhirnya kak Arfan membiarkan perlakuanku padanya.

“Rin.. udah ahh..”

“Bentar kak.. atau kalo ga boleh liat aku mau cari orang lain yang mau aku liat tititnya..” balasku dengan ancaman, akibatnya kakakku langsung diam.

Kuperhatikan batang penis kak Arfan mulai dari ujung sampai pangkalnya. Baru kali itu aku bisa melihat kemaluan kakakku dari dekat semenjak kami dewasa. Tanganku mulai memegang batang penis itu dengan pelan namun pasti. Kuperkirakan ukurannya tak kalah dengan ukuran penis milik adiknya Citra. Dari genggaman tangan Citra di video itu dan kubandingkan dengan genggaman tanganku pada penis kakakku ukurannya hampir sama. Bahkan milik kakakku ini punya urat-urat yang menonjol, bikin bulu kudukku berdiri melihatnya.

“Kak.. ga pernah dicukur bulunya yah?” tanyaku iseng saat melihat bulu kemaluan kak Arfan lumayan lebat.

“Emm.. engga pernah sih dek..”

“Mau ga kapan-kapan Airin bantu bersihin” ujarku lancang, langsung malu aku saat menyadarinya.

“Emm.. boleh.. ah...” balas kak Arfan, tapi kudengar tadi dia sedikit mendesah.

Kusadari saat itu batang penis kak Arfan yang ada dalam genggaman tanganku ukurannya semakin besar dan semakin panjang, semakin keras juga. Aku memang sudah pernah memegang penis milik pacarku dulu, tapi tak sebesar punya kakakku ini.

“Iiihh.. ternyata punya kakakku ini besar dan panjang juga...” ucapku tanpa sadar. Kaka Arfan yang melihatku hanya bisa diam.

Aku juga mulai bergerak aktif, kuraba perut sixpack kak Arfan lalu kuturunkan lagi tanganku untuk menggenggam penisnya yang sudah ereksi itu. Kubelai lalu kugenggam batang penisnya. Aku pun mulai mengocoknya. Pikiranku seakan terhipnotis saat tanpa sadar aku mulai berjongkok didepannya. Ku coba berikan service bibirku pada penisnya. Kujilat batang penisnya, kuberikan service sepongan terbaikku seperti aku melakukannya pada penis pacarku dulu. Ugh.. gilaa, tak pernah kubayangkan penis kakakku bisa ada dalam mulutku.

Kulihat kak Arfan hanya memejamkan matanya sambil menikmati seponganku. Kulepas penisnya dari bibirku dan kuperhatikan batang penisnya. Penisnya terlihat besar dan panjang, bahkan lebih besar dari milik adiknya Citra. Tak kubiarkan penis itu berdiri bebas. Aku langsung mengulumnya lagi dan memajukan mundurkan kepalaku, berusaha mengocok batang penis kakak kandungku sendiri.

“Ohhhh.. dekk.. enak banget...” desah kak Arfan menerima seponganku.

Kuteruskan perlakukanku pada batang penis kak Arfan. Kuingat-ingat kembali bagaimana aku memuasi pacarku dulu hanya dengan Blow Job. Kujilati kepalanya dan ku hisap bijinya, sambil terus ku maju-mundurkan kepalaku. Namun lama-kelamaan mulutku jadi sakit dan terasa ngilu.

“Ahhhh... kak.. kok ga keluar sih!?” tanyaku heran sambi menatap mata kak Arfan.

“Ga tau dek.. emang udah lama yah?”

“Iya lahh.. biasanya kalo gini pacarku dulu udah keluar” ceritaku jujur.

“Hehe.. mungkin kakak lebih hebat dari pacar kamu dek...” balas kak Arfan jumawa, merasa lebih hebat dari pacarku dulu.

“Hemmm.. oke.. kalo gitu aku pake cara lainnya”

Entah kenapa aku semakin penasaran sebatas mana kemampuan kakak kandungku itu. Kumajukan posisiku mendekati kak Arfan, lalu kujepit penisnya dengan kedua payudaraku. Kuberikan kakak kandungku ‘Tits Job’.

“Lohh.. kok di ludahin sih dek!?”

“Yeee.. biar licin dong kak..”

Setelah memastikan batang penis kak Arfan terjepit kedua payudaraku, kumulai gerakan badanku maju mundur. Saat beberapa kali gerakan tubuhku maju-mundur kak Arfan langsung nyambung dengan kemauanku, aku gantian diam sedangkan dia kini memaju-mundurkan pinggulnya.

“Ahhhh.. kok enak yang ini yah dek...” ujar kak Arfan yang mulai merasa enak.

“Hihi.. ya jelas dong kak..”

Kak Arfan kini secara otomatis mengocokkan penisnya pada jepitan payudarku. Keuntungan punya payudara yang ukurannya besar itu bisa memberi tits job pasangannya. Penis kak Arfan dengan lancar membelah jepitan buah dadaku yang kutekan dengan kedua tanganku. Kadang ujungnya sampai menyentuh daguku, memang ukuran penis kakakku itu lumayan panjang.

“Ohhhhhh.. dekkk.. enakkk...” racau kak Arfan.

“Hiyaa.. terusin kak.. terusinn..”

“Ahhh.. kalo gini bisa ga tahan kakak...”

“Gapapa kak.. lanjutin.. kocok terus kak..” ujarku memberi semangat pada kak Arfan.

Sudah hilang rasa maluku. Demikan juga sudah hilang rasa canggung dari kak Arfan padaku. Kami berdua selain sama-sama telanjang bulat juga sudah mulai mencoba memberikan rasa nikmat. Meski saat itu yang merasa nikmat hanya kakakku saja tapi aku malah merasa bahagia. Rasa bahagia bisa memberi kenikmatan pada laki-laki yang kita sayangi dengan anggota badan kita.

“Ohhhh.. dekkk... ini.. ahhh.. awassss...” teriak kak Arfan sambil mempercepat kocokan penisnya pada jepitan buah dadaku.

Crootttt.... Crootttt.... Crootttt.... Crootttt....

Tak kusangka penis kak Arfan begitu cepatnya ejakulasi dan menyemburkan spermanya. Aku yang tak siap akhirnya membuat sperma kak Arfan masuk di dalam mulutku. Dalam posisi bingung aku menerima sembuaran spermanya di mulutku membuat cairan putih kental itu langsung tertelan dalam tenggorokanku.

“Aduh.. sory dekk.. sory..” ujar kak Arfan meminta maaf.

“Nggak apa-apa kak..” balasku tersenyum sambil membersihkan spermanya yang tumpah di dadaku dengan tissu.

“Lhah, itu bisa muncrat kak!?” ucapku.

“Iya dek.. karena saking enaknya jepitan tetek kamu kali ya? Hehehe..”

“Hihi.. gimana.. mau lagi kak?” tanyaku.

“Ehhh.. jangan.. udah sore nih.. kita mandi dulu..”

“Yaudah deh kak.. kita mandi bareng aja yukk....”

“Hayuukkk...”

***

Tiba saatnya makan malam. Aku dan kak Arfan bersikap biasa saja seperti tak ada hal penting yang terjadi di antara kami. Malam itu mama kebetulan ada di rumah dan bisa makan bersama kami. Malah kak Amira yang belum pulang, katanya sih ada tugas yang mau di kerjakan di rumah temannya.

“Masih enak gak makanannya?” tanya mama sambil mencicipi ikan goreng. Memang tukang masak di rumah kami hanya ada pagi hari dan pulang ketika masakan sudah matang.

“Masih enak sih ma..” jawab kak Arfan.

“Kalo udah gak enak mending mama pesen makanan online aja.. trus besok kita cari pembantu yang bisa masak sore juga..” kata mamaku.

“Iya nih ma.. masih enak kok.. kalo kita cari pembantu lagi ntar kasian mbak Wati, ga kerja ikut kita lagi” aku ikut menambahi.

“Ohhh.. oke..oke.. yaudah kalo gitu..” balas mama sambil makan.

Kuperhatikan malam itu ada yang lain dengan mamaku. Pertama, mama kulihat jadi perhatian sama kak Arfan. Bahkan beberapa kali mama nampak sedang memanjakan kakak laki-lakiku itu. Kedua, mama terlihat seksi. Tak biasanya mama memakai gaun tidur semi transparan seperti itu. Karena kainnya yang tipis dan hampir transparan itu aku bisa melihat puting susunya karena memang mama tak memakai bra. Apalagi mama tak berusaha menutupi area pangkal pahanya. Harusnya kalau memakai lingerie seperti itu minimal kita harus memakai celana dalam.

Dengan penampilan mama yang hampir memperlihatkan payudara dan vaginanya seperti itu kak Arfan terlihat biasa-biasa saja. Dia seakan tak melihat tubuh mama yang setengah telanjang karena memakai baju hampir transparan. Akupun ikutan cuek saja, kalau aku protes bisa-bisa malah kena marah mama.

“Oiya.. besok Om Julian mau nginap di sini.. katanya ada kerjaan, daripada nginap di hotel mending ke sini..” ujar mama kemudian.

Om Julian itu adik kandung mama. Orangnya ramah dan nyambung kalau diajak ngobrol, meski bahan pembicaraannya sekitar materi kuliah sekalipun. Wajahnya cakep dan lumayan kaya, makanya dia disukai banyak wanita. Sepanjang yang aku tahu sih kerjanya bikin film atau pemotretan gitu. Tapi film tentang apa aku tidak tahu.

“Asikk lah.. kalo ada om Julian di sini ada temen ngobrol nih..” ungkap kak Arfan gembira.

“Fan.. uang saku kamu masih ada? Kalo ada perlu tambahan bilang mama yah”

“Gak kok ma.. cukup.. lebih malah..” balas kak Arfan. Kok aneh ya? Cuma kak Arfan saja yang ditanya, aku enggak.

Selesai makan aku langsung beres-beres peralatan makan kami. Kak Arfan seperti biasa membantuku mengangkat semua peralatan makan yang kotor dari meja menuju tempat cuci piring. Sedangkan mama langsung masuk ke dalam kamarnya.

Pukul 9 malam aku dan kak Arfan pun ikut masuk ke dalam kamar kami masing-masing. Setelah memastikan pagar dan pintu depan terkunci, serta mematikan beberapa lampu yang tak diperlukan lagi.

Sesaat setelah aku masuk ke dalam kamarku, seperti biasanya sebelum tidur aku pasti melepas semua baju yang kupakai. Kebiasaan ini kulakukan sejak dari kecil dulu, tapi kalau sedang datang bulan aku hanya memakai celana dalam. Mungkin akan terasa aneh buat sebagian orang, tapi aku pernah membaca sebuah artikel penelitian yang menunjukkan tingkat kesehatan akan meningkat saat tidur telanjang.

Aku langsung naik ke tempat tidur dan menutupi tubuhku dengan selimut. Tiba-tiba aku teringat lagi video yang dikasih Citra tadi siang. Langsung saja kuambil Hpku dan kuputar videonya. Beberapa menit berselang aku menonton video itu rasanya aku semakin terangsang. Mendadak celah vaginaku berkedut dan mulai basah. Ahh.. aku horni banget.

“Dekk.. udah tidur?” tiba-tiba pintu kamarku terbuka dan muncullah kak Arfan.

“Belumm.. sini kak... kita nonton lagi” ajakku.

“Hehe.. kok tau kalo kakak kesini pengen nonton yang tadi?”

“Pokoknya adek tau lah, hihihi...”

Kak Arfan langsung ikut tiduran di tempat tidurku. Kami kemudian kembali menonton video yang ku copy dari Citra tadi. Tubuh kami berdua berhimpitan, kurasakan kulit tanganku dan kulit paha kak Arfan menempel tanpa penghalang. Itu artinya kak Arfan tadi datang sudah dalam kondisi tak memakai apa-apa lagi. Duhh, coba bayangin.. kami kakak beradik ini seranjang berdua nonton video porno dalam kondisi telanjang bulat. Pastinya aku jadi tambah horni.

Semakin lama kami semakin hanyut dalam persetubuhan yang terekam dalam video itu. Celah vaginaku semakin terasa berdenyut dan basah. Sedangkan penis kak Arfan kulihat sudah mulai tegak menjulang.

“Ahhh.. kaakkk.. emphh...” tanpa kuduga dan kusangka, tiba-tiba kak Arfan menindih tubuhku. Mulutku pun langsung dilumatnya dengan ganas.

“Kakak udah ga tahan banget nih dekk...”

Aku kaget sekali, kak Arfan terus menyerangku sebelum aku tahu apa yang bakal dia lakukan. Bibirku sudah dilumatnya dan lidahnya kini menari-nari mencari lidahku juga. Aku mau nolak, tapi entah kenapa badan malah kepingin. Aku biarkan dia mencumbuiku, terus aku balas ciumannya yang semakin lama semakin buas itu dengan belitan lidahku. Ugh, gila.. gila.. akhirnya aku berciuman juga dengan kakak kandungku sendiri.

Baru saja aku mulai nikmati bibirnya yang hangat di bibirku, aku merasa ada yang meraba tubuhku, disusul remasan halus di dadaku. Aku tahu itu tangan kak Arfan. Aku tidak menolak, aku biarkan dia main-main sebentar di sana. Aku tidak tahu harus bagaimana, aku cuma diam dan mataku terpejam siap menerima apa saja yang bakal dia lakukan. Tiba-tiba remasan itu berhenti, tapi ada sesuatu yang hangat di sekitar dadaku, terus berhenti di putingku. Aku membuka mata sebentar, kulihat kak Arfan tengah asik menjilati putingku sambil sesekali menghisapnya.

“Aaahhhh.. kakakkk... aahhh...”

Lama-lama aku mulai bisa menikmati bagaimana enaknya permainan lidah kak Arfan di dadaku. Aku mulai berani membuka mata sambil melihat bagaimana kak Arfan menjelajahi setiap lekuk tubuhku. Tapi tiba-tiba aku dikagetkan sesuatu yang menyentuh selangkanganku. Tepat di bagian vaginaku. Aku tidak sadar mendesah panjang.

“Aaahhhhhh..... “

Kali ini jarinya mengelus-elus vaginaku yang sudah basah sekali. Dia masih terus menjilati puting susuku yang sudah mengeras sebelum akhirnya dia pindah ke selangkanganku. Aku menarik nafas dalam-dalam waktu lidahnya yang basah dan hangat pelan-pelan menyentuh vaginaku lalu naik ke klitorisku. Usapan lidahnya sewaktu menyentuh klitoris-ku kembali membuatku secara tidak sadar mendesah lagi.

“Uuuuhhhhhhh..... mmmmmm...”

Kakak laki-lakiku itu benar-benar jago memainkan lidahnya, benar-benar bikin aku merem-melek keenakan. Setelah dijilati, kini dia mulai memelintir-melintir klitorisku pakai bibirnya. Aku seperti kesetrum penuh rasa nikmat, tapi kak Arfan malah terus-terusan mengerjai ‘kacang"-ku itu.

“Ahh... aaahhhh... kaa.. kaakk....aahhh...”

Aku sudah tidak tahu bagaimana kondisiku waktu itu, yang jelas mataku buram, semua serasa berputar-putar. Badanku lemas dan nafasku seperti orang baru lari marathon. Aku benar-benar pusing, terus aku memejamkan mataku. Kurasakan ada lonjakan-lonjakan nikmat di badanku, mulai dari selangkanganku, ke pinggul, dada dan akhirnya bikin badanku kejang-kejang tanpa bisa aku kendalikan. Aku orgasme.

Kak Arfan kemudian beringsut mensejajarkan penisnya pada kemaluanku. Dibukanya pahaku agak lebar dan diusapnya sekali lagi vaginaku yang sudah kebanjiran. Terus dia pegang penisnya yang sudah sampai ke ukuran maksimal. Dengan tepat tangannya membantu mengarahkan penisnya ke vaginaku. Ujung penisnya itu tidak langsung dia masukan, dia gosok-gosokkan kepala kemaluannya itu ke bibir vaginaku, baru beberapa detik kemudian dia dorong penisnya ke dalam. Seperti ada sesuatu yang memaksa masuk ke dalam vaginaku, menggesek dindingnya yang sudah dibasahi lendir.

“Ouuhhhhh.. pelan kak.. aahhh... pelaaann....”

Vaginaku sudah basah, namun tetap saja tidak semua penis kak Arfan yang masuk. Dia tidak memaksa, dia cuma mengocok-ngocok penisnya di situ-situ juga. Aku mulai merem-melek lagi merasakan bagaimana penisnya menggesek-gesek dinding vaginaku, benar-benar nikmat. Waktu aku asik merem-melek, tiba-tiba penis kak Arfan memaksa masuk, terus melesak ke dalam vaginaku. Kak Arfan masih menghentak dua atau tiga kali lagi sebelum akhirnya seluruh penisnya masuk merobek selaput daraku.

"Aahhhhh.. sakit kaakk... aaahhhh...." rintihku, rasanya vaginaku perih bukan main dan rasa sakit itu membuatku mulai meneteskan air mata.

"Ssshhh.. tahan sebentar dek.. nanti sakitnya hilang kok.." ucap kak Arfan sambil membelai rambutku. Di balik senyuman nafsunya aku tahu ada rasa iba juga, karena itu aku bertekad menahan rasa sakit itu.

"Ga pa-pa kak.. aku bisa tahan kok... terusin saja.. ahh.."

Kak Arfan mulai menggerakkan pinggangnya naik-turun. Penisnya menggesek-gesek vaginaku, mula-mula lambat terus makin lama makin cepat. Rasa sakit dan perihnya kemudian hilang digantikan rasa nikmat luar biasa setiap kali kakakku menusukkan penisnya dan menarik penisnya. Kak Arfan makin cepat dan makin keras mengocok vaginaku, aku sendiri sudah merem-melek tidak tahan merasakan nikmat yang terus-terusan mengalir dari dalam vaginaku.

"Ahhh.. dekk.. ga bakalan lama lagi nih.." ujar kak Arfan di balik nafasnya yang sudah tidak karuan sambil terus mengocok vaginaku.

"Aku juga kak... ah.. oh.. bentar lagi.. ah.. ahh... juga.." aku ngomong tidak jelas sekali, tapi maksudnya adalah kalau aku juga sudah hampir sampai klimaks.

“Keluarin di dalam aja ya dek...”

“Ahhh.. ter.. ahh.. terserah..”

Kak Arfan lanjut menggenjot liang senggamaku dengan cepat. Hasilnya puncak kenikmatanku semakin mendekat dan terus mendekat. Hingga akhirnya kurasakan tubuhku bergetar dengan hebat dan menggelinjang tak tentu arah.

“Aahhhhhh... aahhhh... kaaaakkkkk..... hhhhaaaaaahhhhh...”

Akhirnya aku mencapai klimaks dengan bersetubuh bersama kakak kandungku sendiri. Aku tahu ini salah, ini tak benar, tapi aku sungguh terbuai dengan rasa nikmat yang dihasilkannya.

“Aaaaaahhhhhh......!!”

Desahan panjang kak Arfan menandai menyemburnya cairan sperma dalam liang kewanitaanku. Rasanya dalam rongga vaginaku tersiram cairan hangat. Sungguh nikmat sekali kurasakan saat itu.

Akhirnya aku terkapar tak berdaya, badanku lemas semua dengan lelehan sperma bercampur darah perawan merembes keluar dari celah vaginaku. Aku lihat kak Arfan ambruk setelah menyetubuhiku, dia terlentang di sebelahku. Badannya basah karena keringat, saat kupegang badanku ternyata aku juga basah keringatan. Malam itu benar-benar kurasakan kenikmatan yang luar biasa.

***

Bersambung lagi Gaes ^_^

Asyyiiikkkkk...... Arfan sudah berhasil menggarap Airin
 
Post 5

(POV Arfan)


Tidak tahu berapa lama aku ketiduran, waktu akhirnya aku bangun. Aku lihat jam digital di atas meja menunjukkan sudah pukul 2 pagi. Leherku rasanya kering, namun sewaktu aku hendak bangun ternyata sebuah tangan sedang memelukku erat. Kusadarkan pikiranku dan kulihat sekelilingku. Aku masih di kamar Airin dan dia sekarang berada di sampingku, masih telanjang bulat sama seperti kondisiku.

Ada rasa sesal dalam hatiku, kenapa aku tak bisa menahan gejolak birahiku sendiri hingga akhirnya aku menyetubuhi adik kandungku sendiri. Namun saat kulihat wajah Airin yang tengah tidur lelap, dia nampak lega dan bahagia. Entahlah, kenapa aku bisa benafsu sekali sampai tega mengambil perawan adik perempuanku sendiri. Bukankah aku yang harus melindunginya? Bukankah aku kakak laki-laki satu-satunya? Setelah ini aku hanya bisa berharap semuanya akan baik-baik saja.

Aku turun ke lantai bawah meninggalkan Airin tidur sendirian di kamarnya. Tujuanku hanya mau ambil air minum di dapur, aku masih telanjang bulat, tapi aku cuek saja. Aku pikir penghuni rumah ini pasti sudah tidur semuanya.

Aku turun dan mengambil air dingin di kulkas. Kebetulan kami menyimpan beberapa botol air mineral di dalamnya. Aku ambil sebotol, terus sambil jalan aku minum. Aku duduk di kursi meja makan, rencananya sih aku cuma mau duduk-duduk sebentar soalnya di kamarnya Airin tadi rasanya panas sekali. Beberapa saat lamanya aku melamun, memikirkan apa yang sudah terjadi pada keluargaku ini. Namun sewaktu aku sadar dari lamunanku aku kaget setengah mati. Aku lihat mama dengan santainya keluar dari kamarnya langsung menuju kulkas, kayaknya mau ambil minum juga.

Aku bingung harus menutupi tubuhku pakai apa, tapi aku telat, mama sudah balik badan duluan dan dia melongo melihat aku telanjang di depannya. Mama masih melihatiku saat pandanganku juga tertuju padanya. Aku benar-benar bingung harus bagaimana, aku malu setengah mati. Mama akhirnya berbalik tidak melihat kearahku lagi.

"Aduhh.. sorry Fan, mama pikir ga ada yang bangun malam-malam gini.." ujar mama masih tak mau melihat ke arahku.

"Ga apa-apa mam, ini salahnya Arfan kok..." balasku.

Aku masih mencari-cari sesuatu untuk menutupi badanku yang telanjang polos, tapi akhirnya aku sadar kalau saat itu mama juga telanjang bulat. Sepertinya dia pikir tak ada yang bangun, makanya dia juga cuek saja keluar dari kamar bugil seperti itu. Aku semakin percaya diri, sudah terlambat untuk malu, toh mama sudah melihatku dari atas sampai ke bawah polos tanpa sehelai benangpun, apalagi aku ini kan anaknya sendiri, malu apa? Cuek saja lah.

“Emm.. mama di sini aja biar Arfan yang kembali ke kamar..” ucapku tanpa melihat ke arah mama. Aku lakukan itu supaya mama tak terlalu malu di depanku.

“Gapapa Fan.. kamu di sini aja..”

“Kalo gitu mama jangan balik badan terus dong.. bikin Arfan tambah malu mam... kita kan keluarga”

Akhirnya mama membalikkan badannya. Buah dadanya yang besar menggantung dan memeknya yang berbulu lebat itu kini menghadapku. Kemudian mama mengambil tempat duduk di sebelahku.

“Gerah ya Fan? Kok kamu telanjang gitu?” tanya mama yang kini menatapku.

“Iya ma.. eh, tapi memang Arfan biasa tidur ga pake apa-apa kok ma” ujarku beralasan. Tak mungkin lah aku bilang ke mama kalau aku habis ngentot sama Airin.

“Ohh.. gitu.. kayak mama dong, ga bisa tidur kalo masih ada pakaian di badan”

“Lahh.. berarti yang membiasakan dari dulu kita tidur ga pake baju.. mama”

“Hehe.. Iya bener kamu Fan...”

Suasanya antara aku dan mama mulai cair. Dia bisa tersenyum lepas dan aku juga sama. Bahkan kami tak mengingat lagi kalau kami sama-sama telanjang di situ. Coba deh.. asik juga ternyata, bisa ngobrol sama mama kita pas lagi tak pakai apa-apa.

Akhirnya malam itu mama cerita berbagai macam hal. Mulai dari usaha yang dipunyai papa sampai hubungannya dengan Billy. Dari situlah aku mulai tahu bagaimana kelakuan mama saat bersama Billy, juga bagaimana awalnya mama bisa kecantol anak buah almarhum papa itu. Hingga aku bisa menyimpulkan kalau sebenarnya Billy juga mengincar harta yang dipunyai mama. Betul-betul suatu saat aku harus membuat perhitungan dengan pemuda tak tau diuntung itu.

Sekita pukul 4 pagi aku dan mama memutuskan kembali ke kamar kami masing-masing. Tak terjadi hal lain antara aku dan mama, kami hanya ngobrol dan cerita saja. Sebenarnya kalau di tanya apa aku tak horni berhadapan dengan mama yang telanjang seperti itu, pasti aku jawab iya, aku terangsang melihat tubuh bugil mamaku. Tapi aku jaga kuat-kuat birahiku, tak mungkin aku bisa mencabuli mamaku sendiri. Aku tak akan berbuat mesum dengan orang yang melahirkanku di dunia ini.


***

Hari itu aku dan Airin kuliah seperti hari-hari biasanya. Tak ada perubahan yang terjadi pada kami berdua, kami masih seperti kakak dan adik pada umumnya. Namun aku melihat raut wajah adik perempuanku itu sepertinya sangat bahagia. Bahkan rona pipinya jadi seperti kemerahan. Entah apa yang terjadi dengannya.

Karena mendekati libur panjang, akhirnya kami berusaha menyelesaikan tugas-tugas yang harus dikerjakan kelompok. Memang tidak enak kalau masa liburan harus kerjakan tugas, maka dari itulah kami kebut satu hari jadi. Setelah urusanku dan Airin bersama teman-temannya selesai kami pun pulang dari kampus sudah mendekati pukul 5 sore. Meski tak sempat terjebak macet namun kami sampai di rumah sudah lewat adzan maghrib.

Malamnya saat kami makan bersama, ada om Julian di situ. Sedangkan mama malah pergi ke luar kota, katanya ada urusan mendadak yang harus segera selesai. Jadilah aku, Airin, kak Amira dan om Julian yang makan semeja malam itu.

Makan malam kami di isi dengan cerita dan obrolan lucu dari om Julian. Memang dari dulu om ku yang satu itu suka sekali bercanda. Belum lagi kalau dia sudah merayu wanita pasti langsung kena. Itulah kenapa malam itu kulihat kak Amira dan Airin sangat tertarik pada cerita-cerita om Julian. Aku terpaksa meninggalkan mereka yang masih ngobrol bersama. Tadi siang teman-teman kuliah meminta data yang aku peroleh dari dosenku, jadi malam ini aku harus mengirimkan ke mereka.

Kurang lebih satu jam lamanya aku duduk di depan laptop merangkai data-data yang kuperoleh dari dosenku akhirnya selesai. Setelah selesai aku langsung mengirimkan pada teman-teman kelompokku lewat email. Aku sengaja tidak kirim lewat WA karena takut datanya cacat saat di terima.

Cklekk…!! tiba-tiba terdengar suara pintu kamar Airin dibuka.

Posisi pintu kamar kami yang berhadapan membuat aku bisa melihat siapa saja yang masuk atau keluar dari kamar adikku itu. Saat aku menoleh ke pintu aku lihat Airin hanya memakai celana dalam saja tanpa ada pakaian apapun menutupi bagian atas tubuhnya. Aku kaget sekali melihat keadaan adik perempuanku itu, tapi pandanganku tertuju pada payudaranya, seperti ada tanda merah seperti bekas remasan tangan.

Aku langsung berjalan ke luar kamar dan mendekati Airin yang akan masuk ke dalam kamarnya sendiri.

“Dekk.. kok kamu telanjang dada gitu? Hampir bugil malah?” tanyaku dengan rasa kaget yang sangat jelas di wajahku.

“Iyah tuh kak… om Julian nakal banget sihh.. hihihi…” jawab Airin santai sambil berjalan masuk ke kamarnya tanpa menutupi ketelanjangan tubuhnya dariku dan tidak menutup pintu kamarnya pula. Aku jadi penasaran dengan kata “nakal” yang diucapkan adik perempuanku itu.

“Hah? Nakal gimana sih dek? Bukannya tadi kalian cuman ngobrol aja kan? kok sampai hampir telanjang bulat gitu sih?” tanyaku tambah penasaran.

“Kakak penasaran yahh? Kalo kakak penasaran harusnya tadi ikut nonton.. biar tau juga caranya, hihi..” jawab Airin masih dengan nada santainya sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.

“Nonton? Caranya? Apaan sih dekk??” tanyaku semakin penasaran.

“Weitt.. sabar kak.. biar adek jelasin.. jadi tadi abis kita ngobrol dimeja makan, om Julian bilang kalau dia baru-baru ini belajar terapi biar payudara perempuan kencang dan gak lembek menggantung”

“Trus..”

“Trus dia tawarin aku mau gak.. ya pertama sih aku ragu, tapi penasaran juga gimana caranya.. akhirnya aku mau..” tutur Airin jujur padaku.

“Oke.. habis itu?”

“Awalnya aku duduk di samping om Julian, gak lama kemudian om Julian langsung mulai memijit payudaraku. Awalnya sih dari luar baju tapi lama-lama tangannya mulai masuk kedalam baju dan langsung memegang susuku.. hihihi..” ucap Airin santai.

“Loh berarti kamu dari tadi ga pakai bra dong?” kataku menyela kata-kata Airin.

“Yaelah kak... tiap hari kan kakak tau kalo aku di rumah pas malam-malam gini ga pernah pake Bra..” jawab adik perempuanku.

Aku harus ternganga mendengar cerita Airin. Rupanya buah dada adik perempuanku itu baru saja dikerjai oleh om Julian, adik kandung mamaku sendiri. Ahh.. tapi kenapa Airin kembali ke kamarnya cuma pakai celana dalam saja? Bukannya pas makan tadi dia pakai celana legging? Kembali aku hanya bisa bersyukur tidak terjadi apa-apa dengannya. Semoga tujuan om Julian melakukannya adalah demi kebaikan Airin juga.

Aku yang merasa sudah menemukan jawaban yang kuperlukan akhirnya meninggalkan Airin tidur di kamarnya. Langkah kakiku langsung menuju ke lantai bawah, biasanya om Julian jam begini belum tidur, lumayan kalau aku bisa ngobrol sebentar dengannya.

“Airin udah tidur Fan?” tanya om Julian setelah aku duduk di depannya.

“Iya om.. sudah.. dia kalau jam segini udah ngantuk berat...” balasku.

“Ohh, beda yah sama kakakmu ini? Hehe..” tanya om Julian lagi sambil menoleh pada kak Amira yang duduk di sebelahnya.

“iihhh.. apa sih omm!?” kak Amira pura-pura merajuk sambil mencubit paha om Julian.

Kak Amira kuperhatikan malam itu memakai kaos longgar warna putih. Ujung bawah kaos itu sampai bisa menutupi pangkal pahanya. Aku yakin kak Amira saat itu hanya memakai celana dalam saja, tanpa ada bra di tubuh bagian atasnya. Beberapa kali aku bisa melihat tonjolan putingnya.

“Tadi katanya Airin ikut terapi gitu... emang terapi apaan sih om?” tanyaku langsung.

“Nahh.. harusnya kamu belajar juga Fan.. biar kamu bisa bantuin kakak sama adik kamu nih...” jawab om Julian sambil menatap wajah kak Amira.

“Ohhh.. gitu.. trus gimana om caranya?” lanjutku penasaran.

“Oke om ajari kamu.. biar lebih jelas coba kamu lepas kaosmu ini Mira..” perintah om Julian pada kakakku.

“Lahh.. kok dilepasin om? Aku jadi bahan percobaan gitu?” protes kak Amira.

“Udahh.. santai aja, biar jelas om ngajarin adik kamu itu.. ngapain juga pake malu-malu, kita bertiga ini kan keluarga..” ucap om Julian meyakinkan kak Amira.

“Gimana Fan? Kakak lepasin apa enggak?” tanya kak Amira padaku, tapi ada seberkas tatapan genit dari kakak perempuanku itu. Aneh.

“Ummm.. iya deh kak.. biar jelas caranya..” balasku dengan dada mulai berdebar-debar.

Setelah mendengar jawabanku, kak Amira langsung menarik kaos yang dipakainya itu ke atas terus sampai melewati kedua tangannya. Sampai akhirnya kaos putih tadi dia letakkan di meja depanku. Kini dihadapanku dan om Julian, ada kak Amira yang cuma memakai celana dalam saja. Tubuh bagian atasnya sudah polos, memperlihatkan bulatan payudaranya yang montok. Sungguh baru kali ini aku melihat payudara kakak perempuanku secara keseluruhan. Bentuknya bagus banget, kulitnya putih mulus sampai urat-uratnya membayang kehijauan.

“Yuk sini sayang...” ajak om Julian penuh kelembutan.

Posisi kak Amira yang menghadap ke arahku membuat gerakan tangan om Julian di payudaranya terlihat dengan jelas. Kuperhatikan tiap gerakan tangan om ku itu dengan seksama dan teliti. Karena itulah pesan om Julian padaku. Kalau gerakan dan titiknya salah tak akan membawa hasil apa-apa.

“Hmmm....”

Tiba-tiba terdengar suara desahan dari mulut kak Amira dan kulihat sepertinya badan kak Amira agak bergerak-gerak menahan geli. Waahh, ternyata tangan om Julian sudah mulai memberi terapi pada puting payudara kak Amira. Pantas saja kakak perempuanku itu menggelinjang kegelian.

“Hmm.. Fan.. mau coba gantian?” tanya om Julian tiba-tiba.

“Ehh.. enggak om.. biar aku nonton aja dulu deh” alasanku, padahal sebenarnya aku masih ragu menyentuh buah dada kakakku itu.

Om Julian melanjutkan acara terapinya pada buah dada kakak perempuanku. Punggung kakak perempuanku langsung bertemu dengan dada om Julian karena mereka berdua sama-sama telanjang dada. Demikian juga denganku, dari kamar tadi aku memang sudah tak memakai baju, hanya memakai celana basket longgar seperti biasanya.

“Amira, celana dalamnya lepasin aja deh.. basah tuh..” ujar om Julian.

“Ahhh.. gak lah om.. masak gini aja basah? Hihi.. Fan, masak sakak suruh telanjang.. kan jadi kelihatan memek kakak ” ucap kak Amira padaku lagi. Semakin kuat rasa curigaku kalau kak Amira sengaja menggodaku.

“Yaudah gini aja.. kita taruhan Fan.. kalau memek kakakmu basah, celana dalemnya harus dilepas.. gimana?”

Aku jadi bingung dalam situasi ini. Apakah aku harus menyetujui tantangan om Julian atau tidak. Harusnya aku melindungi kehormatan kakak perempuanku, meski pada keluarga sendiri.

“O-oke om..” jawabku gugup. Aku mulai tak tahu harus menjawab apa.

Om Julian kemudian mengambil selembar tissu dari atas meja. Kemudian tanpa melepas celana dalam kak Amira tissu itu diusapkan pada celah vagina kakak perempuanku. Begitu diangkat langsung terlihat lembaran kertas tissu itu sudah basah dengan cairan. Duhh.. rupanya kak Amira sudah horni beneran.

“Gimana? Om lanjut yah...” tangan om Julian dengan cekatan menarik celana dalam warna putih berenda yang dipakai kak Amira hingga lepas dari tubuhnya.

Kak Amira tak terlihat protes atau menentang gerakan tangan om Julian yang menelanjanginya. Akupun sama, hanya bisa diam saja karena memang aku kalah taruhan. Kini kakak perempuanku itu sudah telanjang sepenuhnya. Aku bisa melihat jelas belahan vagina kakak perempuanku yang selama ini tertutup rapat dan tak pernah kubayangkan bisa terlihat. Belahan vagina yang bersih dari bulu, sepertinya kak Amira ini rajin waxing untuk menghilangkan bulu kemaluannya. Warnanya bibir vaginanya merah pucat, meski bentuknya tembem tapi tidak rapat seperti punya Airin.

Om Julian melanjutkan gerakan tangannya pada payudara kak Amira. Meski vagina kakak perempuanku itu terbuka tapi tak sekalipun om Julian menyentuhnya. Lelaki tampan berumur 37 tahun itu terus meremas dan memijat buah dada kak Amira. Hingga kakakku itu semakin terhanyut dalam rangsangan pada buah dadanya. Matanya terpejam seakan menikmati tiap sentuhan tangan om Julian pada puting susunya. Rambutnya yang lurus panjang sebahu kini sudah tergerai tak beraturan.

“Fan.. mau taruhan lagi gak?”

“Taruhan apalagi sih om?” balasku kembali gugup, berpikir pasti aku kalah lagi.

“Kakakmu ini pasti sudah ga perawan lagi... gimana? Mau taruhan?”

“I-iya deh om..” jawabku setengah gugup setengah putus asa juga. Aku juga meragukan kalau kakak perempuanku itu masih perawan, tapi kita lihat saja buktinya.

“Nahhh.. Amira.. coba kamu buka memek kamu, tuh biar Arfan lihat...” ujar om Julian memerintah kak Amira.

“Ahh.. om, jangan dong.. masak itu buat taruhan..” protes kak Amira.

“Udah gapapa.. kasih lihat aja” kata om Julian meyakinkan kak Amira.

“Dek? Kok diam? Mau lihat memek kak Mira gak nih?” tanya kakakku.

“I-iiya kak...” jawabku bergetar.

“Iya apa?”

“Iya.. adek mau lihat memek kakak...”

“Huhhh.. yaudah nih.. puas-puasin kamu lihat memeknya kakak” ucap kak Amira pasrah.

Perlahan-lahan aku mendekatkan wajahku pada pangkal paha kak Amira agar pandanganku jelas melihat selaput daranya. Kak Amira juga dengan suka rela melebarkan celah kewanitaannya dengan kedua jari tangannya.

“Gimana Fan? Segelnya masih ada gak? Hehe..” tanya om Julian kemudian.

“Ehh.. eng-enggak ada om..” jawabku terbata setengah gugup juga. Kulihat celah vagina kak Amira juga sudah mulai longgar sepertinya.

“Nahh.. bener kan apa tadi om bilang!? Ayo Mira.. kamu sekarang naik ke sini” ujar om Julian sambil menepuk pahanya memberi tanda pada kak Amira untuk mendudukinya.

Kak Amira perlahan beringsut dan mengangkangi kedua paha om Julian lalu mendudukinya. Kini di depanku nampak seorang gadis cantik dalam kondisi telanjang bulat duduk di pangkuan seorang laki-laki. Meski keduanya adalah keluargaku tapi pemandangan itu membuatku semakin horni. Gilaa......

“Kita taruhan yang terakhir ya Fan..”

“Eh, apa.. apalagi sih om?” balasku gugup campur horni pada ajakan om Julian. Aku ingin menghentikan semua ini tapi di sisi lain aku berharap bisa terus melihatnya.

“Kalo om bisa bikin Amira klimaks kurang dari 5 menit... om boleh ngentot sama kakakmu ini..”

“Hah !?” aku ternganga pada ucapan om Julian. Bagaimana mungkin dia mau bersetubuh dengan keponakannya sendiri. Tega sekali dia.

“Gimana Fan? Laki-laki harus berani lahh...” ucap om Julian lagi.

“Uhhh.. Jangan deh Fan.. masak kamu tega kakak dikontolin sama om Julian.. trus ntar memeknya kakak dientot juga.. muncrat dehh, hihi.. “ ucap kak Amira vulgar. Belum pernah aku mendengar kalimat sevulgar itu dari mulut kakak perempuanku.

“Ya deh kak... emang kalo muncrat enak gak kak?” tanyaku sambil sekuat tenaga berusaha tenang.

“Ummm... enak dong dekk.. banget” ucap kak Amira genit.

“Kalo gitu Arfan terima taruhannya om...” balasku pada tantangan om Julian tadi.

Aku langsung berpikir, memang aku mau selesaikan semua ini tapi apa benar om Julian bisa membuat kak Amira orgasme dalam 5 menit? Apa benar secepat itu? Kemudian aku ingat-ingat lagi kemarin pas aku kerjai tubuh Airin sepertinya lebih dari 5 menit aku baru bisa membuatnya orgasme.

“Oke deal..” jawab om Julian singkat, sambil mulai memainkan jarinya pada klitoris kak Amira sekalian puting susunya secara bersamaan.

“Ehh.. liat jam dulu dong om..” kataku menyela. Om Julian langsung melepaskan tangannya pada kedua bagian tubuh kak Amira tadi.

“Ya udah.. kamu set stopwatch di Hp aja...” balas om Julian kemudian.

“Siapp... mulai...”

Tidak lama kemudian tangan om Julian langsung kembali ke payudara kak Amira. Kedua tangan om ku itu kembali meremasi dan memelintir puting susu kakak perempuanku.

“Ohh.. om..” desah kak Amira.

Tidak lama bermain di payudara kak Amira, tangan om Julian langsung turun menuju vagina kakak perempuanku itu. Perlahan om Julian mencoba merenggangkan kedua pahanya agar selangkangan kak Amira ikut terbuka.

“Fan, om pegang dulu yah memek kakak kamu, hehehe...” kata om Julian sambil senyum-senyum padaku. Aku hanya bisa diam tanpa komentar.

Awalnya tangan om Julian memegang paha kakakku dulu, kemudian perlahan dia mengarahkan tangannya ke vagina kak Amira sambil meremas-remas pahanya. Akhirnya sampailah tangan kekar om Julian ke bibir vagina kakak perempuanku. Awalnya tangan om Julian hanya diam di vagina kakakku, lama- kelamaan jari tangannya mulai bergerak memutar pada clitoris kak Amira.

“Aaahh.. Hhh.. Hhh.. Hhh..” desah kakakku karena clitorisnya terus digesek-gesek oleh jari om Julian.

“Lihat nih Fan.. gini nih caranya nyenengin perempuan” ucap om Julian sambil melihat ke arahku.

Tempo gerakan tangan om Julian semakin cepat sehingga membuat vagina kakakku semakin basah. Aku bisa melihat dengan jelas permukaan vagina kak Amira jadi berkilau karena cairan pelumas alami yang merembes keluar dari celah kewanitaannya.

Jari om Julian terus menggesek vagina kak Amira, terutama clitorisnya, namun sekarang setiap jarinya bersentuhan dengan lubang vagina kakakku dia mencoba memasukkan jarinya tapi langsung ditarik lagi, kejadian itu terus berulang. Makin lama jari om Julian semakin masuk ke dalam ke lubang vagina kakakku, walaupun hanya sebentar dan langsung ditarik kembali.

“Enak Mir?” tanya om Julian sambil tersenyum. Kak Amira yang sudah terlanjur dikuasai birahi tidak bisa menjawab pertanyaan om Julian lagi. Dia hanya bisa mendesah saja.

“Aaahh.. Aaahh.. Aahh.. Aaahh..” suara dari kak Amira.

“Dijawab dong.. enak ga Mir?” tanya om Julian lagi.

“Aaahh.. eaah.. eee.. enak om..” jawab kak Amira.

“Enak yah? Kalau gini gimana?” kata om Julian sambil memasukan dua jarinya ke vagina kakakku dan tangan yang lain memainkan clitorisnya.

“Aaaaahhhh.. Oo.. Oomm.. Hhh.. Hhh..” rintih kak Mira. Aku yakin dia pasti merasa keenakan.

Tangan om Julian dengan cepat keluar masuk di vagina kakakku dan tangan yang satunya tidak kalah cepat memainkan clitorisnya. Beberapa saat kemudian kak Amira sudah menjerit-jerit akibat gelombang orgasmenya.

“Aaaahhhh.. o.. omm.. aa.. akuu.. kee.. keluaaarrrr…” jerit kak Amira saat gelombang orgasme menerpa tubuhnya. Matanya terpejam dan badannya menggelinjang hebat, kedua kakinya yang menjuntai ke bawah pun ikutan mengejang.

Namun tangan om Julian tidak berhenti keluar masuk vagina kakakku hingga sesaat kemudian menyemburlah cairan dari celah vagina kakak perempuanku. Ternyata kak Amira bisa squirt. Gilaaaa...!!

“Ooooohhhhhh… Aaaaahhh.. Aaahh.. Aaahh.. Aaahh” desah kakakku saat cairan bening menyembur keluar dengan derasnya sampai membasahi lantai di bawahnya.

“Okey Fan.. lihat waktunya..” ucap om Julian begitu menghentikan perbuatannya.

“Eh.. iya... iya om.. 4 menit 50 detik...” balasku.

“Hahahahaha.. lihat Fan... hahahaha.. betapa binalnya kakakmu ini... belum 5 menit udah ngecrot aja dianya” ujar om Julian tertawa penuh rasa jumawa.

Aku hanya bisa duduk terdiam di kursiku. Ada rasa kecewa, ada rasa menyesal, namun yang jelas aku horni. Harusnya sebagai laki-laki di rumah ini aku harus bisa melindungi keluargaku. Harus bisa mengamankan harta, nama dan martabatnya. Namun sekarang aku hanya bisa diam saat kakak perempuanku dicabuli oleh seorang laki-laki, meski dia om ku sendiri. Dalam hati aku mengutuk diriku sendiri, di tengah situasi seperti ini aku hanya bisa diam, malah ikut terangsang dan menikmati tontonan cabul ini.

“Nah.. sekarang om ambil hadiahnya yah Fan...”


***

Bersambung lagi ya Gaes ^_^
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd