Agen Terpercaya  
 
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA Kencan ibu dan anak kandungnya

nero angelo

Guru Semprot
Daftar
8 Apr 2012
Post
626
Like diterima
4.375
Lokasi
Dimensi keterasingan
Bimabet
Sudah dua tahun
sejak ayah Bayu
meninggal. Bayu baru
berusia enam belas
tahun saat tragedi itu
terjadi. Padahal saat
itu kehidupan
mereka telah mapan,
tinggal di rumah
mewah di pinggiran
kota Jakarta, yang memiliki garasi untuk dua mobil, Bayu
sekolah di SMA favorit. Semuanya hampir sempurna sampai
saatnya kecelakaan itu terjadi. Bayu dan ibunya sangat
merindukan Taufan.

Ayah Bayu, Taufan tengah mengendarai mobilnya pada larut
malam itu, pulang dari tempat kerja ketika seorang pengemudi
mabuk mencuri jalan dan menabrak mobil yang tengah
dikendarainya secara frontal. Taufan meninggal di tempat saat
itu juga. Polisi mengatakan bahwa mobil pemabuk itu tengah
melaju dengan kecepatan hampir seratus kilometer per jam.

Sejak saat mereka mendengar berita kecelakaan itu, sampai
dengan dilakukannya pemakaman, sungguh merupakan saat-
saat yang sulit bagi mereka, bagi Susan dan Bayu dunia serasa
kiamat saat itu. Hanya karena kerabat Taufan dan Susan yang
berdatangan dari daerah-daerah lain dan memberikan bantuan
yang besar terutama dari segi moral yang membuat Bayu dan
ibunya bisa bertahan. Namun setelah pemakaman selesai, para
kerabat pun pulang dengan meninggalkan Susan dan Bayu yang
harus melanjutkan kehidupannya.

Kecelakaan itu mengubah hidup mereka secara dramatis. Ibu
Bayu, Susan, harus kembali bekerja untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari dan mereka juga harus menjual rumah
mereka, dan hidup di rumah kontrakan. Namun setelah dua
tahun sejak kematian Taufan, karir Susan telah meningkat
dengan pesatnya, dan dia juga mendapatkan keuntungan besar
dari hasil jual beli saham di pasar saham. Berbekal
keuntungan tersebut, Susan membeli membeli sebuah rumah
baru untuknya dan Bayu, lebih kecil dari sebelumnya, tapi
sangat nyaman untuk ditinggali. Pekerjaan dan investasi di
bursa saham menghasilkan uang yang cukup banyak bagi
mereka untuk bisa menikmati hidup dan berlibur sesekali.

Setelah dua tahun sejak kecelakaan tersebut, kehidupan
mereka secara lahiriah, uang dan materi telah kembali mapan,
tetapi secara batiniah masih sangat rentan dan labil. Susan
dan Bayu satu sama lain saling mengandalkan agar dapat
bertahan dalam mengarungi kepahitan hidup ini. Karena itu
terciptalah suatu ketergantungan yang sangat tinggi antara
yang satu dengan yang lainnya, yang menyebabkan terjalin
hubungan yang lebih erat dari hubungan yang umum antara ibu
dan anak laki-lakinya.

Bayu tumbuh menjadi seorang pemuda yang tidak menyukai
hura-hura tidak seperti layaknya seorang pemuda seusianya,
dia hampir tidak pernah keluar malam, waktunya lebih banyak
dihabiskan untuk menemani ibunya, meskipun demikian dia
tahu bahwa dia tidak bisa menebus rasa kehilangan ibunya
akan ayahnya.

Bayu sendiri tumbuh menjadi seorang pemuda tampan, dengan
tinggi 185 centimeter, dan berat 75 kilogram, dia tampak lebih
tegap dari sebagian besar teman-teman sekelasnya, meskipun
dia terlihat memiliki rasa percaya diri yang tinggi namun
sebenarnya dia seorang pemalu dan sensitif, terutama
dihadapan para gadis-gadis teman sekolahnya. Setiap kali dia
berdekatan dengan seorang gadis yang menarik hatinya, setiap
kali juga lidahnya terasa kelu dang selalu salah tingkah,
sehingga lebih mudah baginya untuk menghindari situasi
tersebut. Selain itu, dia seperti merasa mengkhianti ibunya jika
berdekatan dengan seorang gadis.

Sekarang diusianya yang ke 18, Bayu sudah lulus dari SMA dan
mendapatkan beasiswa prestasi untuk melanjutkan kuliahnya
di universitas negeri setempat. Tidak seperti anak muda
seusianya, dia belum memiliki pacar karena sifat pemalunya
yang berlebihan, dan penyakit gagap bicara yang dideritanya
jika dia berada dalam keadaan tertekan dan gugup, terutama
di depan gadis yang menarik hatinya. Penyakit ini muncul sejak
ayahnya meninggal, meskipun selama ini dia berhasil menutupi-
nutupinya dari ibunya.

Sementara itu ibunya, Susan nampak masih cantik dan menarik
dengan tinggi 165 centimeter dan berat tubuh yang
proposional dan bentuk tubuh yang langsing menawan,
meskipun demikian seperti umumnya para wanita yang selalu
merasa memiliki kekurangan pada dirinya, Susan pun merasa
pantatnya terlalu bulat dan payudaranya terlalu besar, sehingga
dia cenderung berpakaian konservatif untuk menutupi
kekurangan yang dirasakannya.

Susan merasa sangat kesepian sejak kematian Taufan.
Meskipun d ia mencoba untuk tidak terlalu bergantung pada
Bayu, tapi Bayu tampaknya menjadi satu-satunya orang yang
benar-benar mengerti keadaannya, sehingga tanpa perlu Susan
menyatakan keadaannya, entah ketika dia sedih, marah, atau
kesepian maka Bayu akan selalu mengetahuinya. Susan pun
berfikir bahwa dia juga bisa memahami Bayu seperti Bayu
memahaminya.

Karena rasa sepinya, beberapa kali Susan mencoba menjalin
hubungan baru dengan laki-laki lain yang mendekatinya
sepeninggalan suaminya, sayangnya setiap pria yang mencoba
berhubungan dengannya lebih banyak terdorong oleh
ketertarikan mereka secara phisik pada dirinya, yang memang
masih merupakan seorang wanita yang cantik menawan, Susan
masih memiliki hasrat seksual yang kuat, namun dia lebih
membutuhkan dicintai, dipahami dan diperlakukan dengan
lembut oleh seorang pria. Sementara sebagian besar pria
tampaknya berpikir karena dia seorang janda muda maka
mudah bagi mereka untuk membawanya ke tempat tidur dan
menyetubuhinya.

Bayu berusaha untuk mendorong ibunya untuk lebih banyak
keluar rumah serta mendapatkan pasangan hidup baru, tapi
setiap kali juga Susan selalu mengelak dengan mengatakan
bahwa Bayu adalah satu-satunya pria yang dibutuhkannya dan
menjadi pusat perhatiannya selama sisa hidupnya. Susan
hampir merasa seperti mengkhianati Bayu dan menodai
kenangannya akan Taufan jika melakukan hal terserbut
meskipun jauh dilubuk hatinya dia sadar bahwa Taufan adalah
masa lalu, tapi dia tetap tidak bisa lepas dari masa lalu
tersebut.

Susan memang dulu menikah muda, dia baru kuliah di
semester tiga saat menikah, dan langsung punya anak,
meskipundia terpaksa harus mengambil cuti menjelang dan
setelah melahirkan selama satu semester, tapi dia kemudian
melanjutkan kuliahnya sampai selesai, dan sempat bekerja
sampai usia Bayu delapan tahun, setelah itu dia berhenti
bekerja karena Taufan memintanya.

Sekarang di usianya yang ke 36, Susan kembali bekerja keras
untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, pekerjaannya sebagai
seorang kepala humas sebuah perusahaan besar, menuntutnya
untuk bekerja 12 jam sehari, bahkan hari sabtu pun terkadang
dia terpaksa melembur.

Bayu seringkali menyarankannya untuk mengenakan pakaian
seksi dan bahkan seringkali memujinya dengan mengatakan
bahwa Susan tampak sangat cantik jika mengenakan rok
pendek dan atasan berpotongan rendah, seraya mengatakan
bahwa kita harus tampil menawan jika ingin meraih puncak
karir, sekaligus juga dapat menarik perhatian laki-laki yang
mungkin diminati Susan.

Susan sendiri lebih banyak mengkhawatirkan perkembangan
sosial Bayu sehingga dia selalu mengelak dengan menyarankan
agar Bayu mulai lebih banyak keluar malam untuk berkencang
dengan gadis-gadis sebayanya. Akhirnya mereka satu sama
lain saling mengelak dan kembali menghabiskan waktu luang
mereka bersama-sama.

Suatu malam minggu ketika Susan menemukan Bayu duduk di
ruang tamu menonton TV seperti biasanya, dia berkata. “Bayu
kenapa kamu hanya duduk sendiri dirumah, bukankah ini
malam minggu, pergilah keluar! Dan bersenang-senanglah
dengan kawan sebayamu, atau bahkan dengan pacar kamu!”
kata Susan setengah bertanya setengah menyuruh, sambil
duduk di samping anaknya dan meletakkan lengannya di bahu
Bayu.

Apa yang dikatakan Susan ini adalah pembicaraan yang sudah
sangat sering diutarakan pada Bayu anaknya, dan Bayu pun
menjawab dengan jawaban yang standard yang biasa
dilontarkannya. “Aku sangat lelah, Ma. Aku perlu istirahat.
Selain itu, aku lebih suka tinggal di rumah menemani mama.”
Sebuah alasan yang sangat lemah dan mereka berdua
mengetahuinya.

“Bayu, kamu harus mau bergaul dan memiliki teman-teman
sebayamu, atau bahkan memiliki… pacar.” kata Susan putus
asa. Kemudian ia menatap dengan serius dan berkata lebih
lanjut, “Aku khawatir tentang kamu.”

“Mama sendiri juga juga tidak memiliki kawan dekat, dan
ternyata mama baik-baik saja, lalu mengapa saya perlu pacar?
” jawab Bayu santai.

“Hei, itu masalah yang berbeda. Aku sudah pernah menikah.
Lagian, mama sekarang juga punya seorang pria yang mengisi
kehidupan mama, yaitu kamu.” jawab Susan sambil menepuk
bahu Bayu, tanda sayang.

“Ya, aku juga punya banyak waktu kok, Ma, untuk bergaul dan
pacaran. Selain itu, aku sudah memiliki seorang wanita yang
menyayangiku, yaitu mama!” jawab Bayu sambil tersenyum, dia
menirukan omongan ibunya sendiri.

Susan mendesah frustrasi. “Yah, kita pasangan serasi bukan?”

“Ma, kau sahabat terbaikku.” kata Bayu serius sambil
merangkul ibunya.

“Dan kau juga sahabatku,” kata Susan sambil balas
memeluknya lagi, sambil melanjutkan kata-katanya. “kamu
harus banyak bergaul dengan kawan-kawan sebayamu
termasuk dengan teman perempuanmu, karena cara hidup
kamu seperti sekarang ini tidak baik untuk perkembangan
jiwamu.”

Bayu menarik napas dalam-dalam. “Ma…” panggilnya.

”Apa?” tanya Susan.

Bayu membuka mulutnya tapi tidak ada suara yang keluar,
kepalanya terkulai di sofa dengan mata terpejam, sementara
wajahnya tampak memerah karena malu. “Akh, engga… engga
apa-apa.” akhirnya keluar juga suara Bayu.

“Apa sich yang mau kamu omongkan, Bayu? Tolong jangan
berahasia dengan mama,” kata Susan sambil memalingkan
muka kepada Bayu dan menatap matanya yang terpejam.
“Bukankah kita selama ini selalu terbuka, berbicara tentang apa
saja? ” desak Susan pada anaknya.

Sebenarnya Bayu sudah lama ingin mengutarakan keadaan
dirinya yang merasa malu, gagap dan salah tingkah jika
berdekatan dengan gadis yang menarik perhatiannya, tapi dia
tidak ingin ibunya merasa susah karenanya lebih lagi karena
dia malu untuk mengatakannya.

Tapi desakan ibunya akhirnya membuat dia mau tidak mau
harus membicarakannya, “I-ini… karena aku merasa malu jika
berdekatan dengan gadis-gadis yang menarik perhatianku.
Setiap kali aku berdekatan dengan gadis yang kusukai, setiap
kali lidahku kelu, bicaraku tergagap-gagap dan aku selalu salah
tingkah.” aku Bayu kepada ibunya.

Susan terkejut tetapi dia berusaha untuk tidak
menunjukkannya, dia tidak pernah tahu keadaan Bayu yang
seperti itu sebelumnya. “Tunggu sebentar, kamu ingin
mengatakan bahwa setiap berdekatan dengan gadis yang kau
sukai, maka kamu selalu menjadi salah tingkah dan tergagap-
gagap?” tanya Susan untuk mencari penegasan.

“Sungguh, Ma! Aku selalu salah tingkah dan lidahku tiba-tiba
menjadi kelu setiap berdekatan dengan gadis-gadis. Seumur
hidupku aku pernah mengenal dua gadis yang kusukai, tapi
setiap kali aku berdekatan dengan mereka, setiap kali juga aku
bingung dan tidak mampu bicara apa-apa.” cetus Bayu tanpa
bisa menahan diri lagi.

“Benarkah?” tanya Susan heran, “Ya Tuhan, Bayu sudah berusia
18 dan dia hanya pernah suka dengan dua anak perempuan.”
pikirnya, “Pasti Bayu masih seorang perjaka” batinnya kembali.
Terpikir olehnya sebuah masalah yang lebih besar, “Tapi kau
menyukai anak perempuan kan? Maksudku tidak menyukai
sesama jenis?” tanya Susan dengan hati yang diliputi
kekhawatiran.

“Maaa…! Tentu saja aku menyukai anak-anak gadis. Aku bukan
seorang gay.” jawab Bayu dengan malu.

Susan menghela napas lega. “Hanya saja… hanya saja… oh,
terkutuk… Aku bahkan belum pernah punya pacar seorang pun.”
lanjut Bayu.

“Wah Bayu, mama benar-benar tidak menyangka.” kata Susan
tanpa bisa menyembunyikan kekagetan dalam nada suaranya.
“Bukankah kau pernah pamit pada mama untuik kencan
dengan gadis-gadis yang menjadi pacarmu?” lanjutnya.

“Maaf, Ma. Aku berbohong, sebenarnya aku pergi ke mall atau
ke perpustakaan. Aku tadinya tidak ingin menjadi beban
pikiranmu, sesudah banyak beban yang harus mama
tanggung.” jawab Bayu dengan suara lirih.

Tiba-tiba Susan sadar dia telah banyak mengabaikan Bayu
semenjak ayahnya meninggal, dengan seluruh aktifitasnya
mencari nafkah dan bersikap terlalu mengasihani diri sendiri,
disisi lain dia juga merasa bodoh berpikir telah memahami
Bayu, satu-satunya anaknya.

“Bagaimana mungkin aku kehilangan begitu banyak kehilangan
pengenalanku atas anakku, dan betapa bodohnya aku tidak
menyadari bahwa anakku telah tumbuh menjadi seorang
pemuda yang dewasa dan bukan lagi anak kecil.” batinnya.

Mereka duduk terdiam selama beberapa saat tanpa
seorangpun mampu berkata-kata. Akhirnya Susan
memecahkan keheningan dengan sebuah gagasan. “Bayu
bagaimana jika kita berkencan?” tanyanya kepada Bayu.

“Jangan mengolok-olok aku, Ma…” jawab Bayu.

“Mama sungguh-sungguh. Bukankah kamu merasa nyaman
disekitar mama, jadi kenapa kita tidak pergi berkencan?
Anggaplah mama seolah-olah pacar kamu, dan kamu bisa
berlatih bagaimana caranya pacaran. Mama akan memberitahu
kamu apa yang harus dilakukan saat pacaran, apa yang boleh
dan apa yang tidak. Mama masih ingat kok apa yang disukai
para gadis dari pemuda-pemuda seperti kamu, dan apa yang
diharapkannya.” Susan berhenti beberapa saat, dia menyadari
bahwa mungkin Bayu malu kalau harus jalan berdua
dengannya. “Itu… itu jika kamu tidak merasa malu jalan
dengan mama kamu yang sudah tua ini.” lanjutnya kepada
Bayu.

“Mama sudah tua?! Ya Tuhan, mama adalah seorang wanita
tercantik yang penah aku kenal.” jawab Bayu dengan muka
memerah karena malu berkata begitu.

“Terima kasih sayang, dan kamu adalah pemuda tertampan
yang mama pernah kenal. Jadi kenapa kita tidak mencoba
berlatih berkencan?” balas Susan sambil balik bertanya.

Bayu terdiam selama beberapa menit, “Mungkin ada baiknya
jika dilakukan, barangkali ini bisa menjadi cara therapy yang
baik untuk membantuku bersikap wajar didepan gadis-gadis
yang kusukai.” pikirnya. Tiba-tiba saja dia menyukai gagasan
itu. “Ya… oke… aku rasa mungkin menyenangkan.” Bayu
akhirnya berkata dengan nada acuh tak acuh.

“Suara kamu kok kayaknya tidak bersemangat?” timpal Susan
dengan mencibir.

“Bukan begitu maksudnya…” kata Bayu cepat, “tapi… “ suara
Bayu menggantung.

“Apa masalahnya, sayang?” tanya Susan kembali.

“Aku tidak… eh, tidak tahu tentang bagaimana…. hal-hal yang
aku... aku... eh, aku… akan… eh… bagaimana jika aku berlaku
bodoh sehingga itu akan terlihat… memalukan!” jawab Bayu
dengan suara tergagap.

“Apapun yang kau lakukan, aku tidak akan mempermalukan
buah hatiku sendiri.” kata Susan sambil menepuk kakinya,
tanda sayang. “Ayo, kita berganti pakaian, dan kamu akan
mengajak saya untuk makan malam dan nonton film,” kata
Susan sambil beranjak kemeja mengambil kunci mobil, “Kamu
bahkan bisa menyopiri mobil kita, sayang.” lanjut Susan sambil
melihat pada Bayu.

“Mammmmm,” kata Bayu sementara wajahnya memerah lagi.
Tapi disamping malu dia juga merasa girang dapat melakukan
suatu hal yang sudah diimpikannya sejak lama, berkencan
dengan seorang perempuan, walaupun perempuan itu adalah
ibunya sendiri.

Dua puluh menit kemudian, Bayu dengan gugupnya mondar-
mandir di ruang tamu, sambil menunggu ibunya. Ketika Bayu
melihat ibunya turun tangga, Bayu menatapnya dengan
pandangan terpesona dan mulut terbuka tanpa suara.

Susan mengenakan baju atasan putih yang ketat dengan
belahan leher rendah, sehingga memperlihatkan bagian atas
payudara yang membengkak, sedang baju ke bawahnya
merupakan rok hitam pendek dengan sepatu hak tinggi. Dia
pikir karena Bayu sering menyarankannya memakai baju seksi
seperti itu, maka dia mengenakan pakaian tersebut dengan
tujuan untuk menyenangkannya.

“Ada yang salah?” Susan bertanya khawatir ketika melihat
wajah anaknya. Tiba-tiba, ia merasa bahwa ia telah melakukan
kesalahan besar.

“Ma, eh, eh, kau… terlihat… terlihat…” Bayu tergagap mencoba
untuk mengatakan betapa cantik ibunya.

“Aku akan menggantinya.” kata Susan sambil mau berbalik
kembali ke atas untuk menukar pakaiannya, dia khawatir kalau
dirinya salah karena memakai baju yang terlalu seksi.

“Tidak… tidak...! Mama terlihat cantik sekali.” akhirnya tercetus
juga kata-kata Bayu.

Susan berbalik kembali sambil tersenyum. “Wah, terima kasih,
Sayang. Aku pikir kau tidak suka dengan apa yang aku pakai.”

“Wah, Ma, aku harap beberapa temanku melihat saat aku
berduaan dengan mama. Pasti mereka akan sangat iri!” lanjut
Bayu kepada ibunya.

Susan merasakan hatinya melambung dengan bangga dan
cinta karena pujian Bayu. “Yup, mari kita membuat mereka
cemburu. Untuk malam ini, panggil saja aku dengan Susan,”
katanya sambil tersenyum.

“Oke, Ma. Eh, Susan.” jawab Bayu. “Susan,” diulangnya sendiri
sebutan itu yang terasa sangat menyenangkan keluar dari
mulutnya.

Bayu bergegas berjalan ke mobil di depan, agar bisa
membukakan pintu mobil untuk ibunya. Saat duduk, Bayu tidak
bisa menahan dirinya untuk tidak melihat sebagian paha ibunya
karena tertariknya rok ke atas. Ketika ia menengadah ia
melihat ibunya tersenyum padanya.

“Ya Tuhan, dia melihatku mengintip bagian dalam dari roknya!”
pikir Bayu. “Aku tidak boleh melakukannya, itu salah.” batinnya,
menyalahkan dirinya sendiri.

Sambil menyetir, Bayu terus melirik ke arah kaki ibunya. Dia
merasakan batang penisnya mengeras dan kaku. Rok pendek
ibunya tertarik sampai lebih dari pertengahan pahanya,
memperlihatkan paha ibunya yang bulat panjang, putih mulus.
Beberapa kali Susan mencoba untuk menarik roknya agak ke
bawah, tapi posisi kursi mobil yang rendah membuatnya
kesulitan membenahi roknya.

Bayu pergi ke sebuah café & resto Eropa, sebuah tempat yang
pernah dikunjungi mereka beberapa waktu yang lalu. Sebuah
café & resto yang kecil tapi nyaman, tenang, dan intim dengan
suasananya yang bergaya oriental mediteranian, meja-meja
ditutupi taplak meja berwarna merah. Diatas setiap meja
terhidang masing-masing sebotol anggur tua, dengan lilin
menyala disebelahnya, dan alunan musik dari biola terdengar
mengalun menambah romantisnya suasana.

Suasana di sana mengingatkan mereka akan tempat tinggal
mereka yang lama, sewaktu Taufan bertugas di Eropa, Alih
tugas Taufan juga yang menyebabkan Susan berhenti kerja.
Hampir delapan tahun mereka tinggal di Venesia, sampai
akhirnya Taufan kembali bertugas di negeri sendiri, tak nyana
tidak berapa lama sejak kembali ke tanah air, Taufan tewas
dengan mengenaskan.

Mereka makan malam dengan sangat santai, menyantap
hidangan ala italia. Susan bahkan membiarkan Bayu meminum
beberapa gelas anggur. Susan ingin membuatnya merasa lebih
dewasa, dan beberapa gelas anggur bukanlah masalah besar,
tapi bisa membuat seseorang tampil lebih percaya diri.

Susan sendiri meminum anggur agak lebih banyak dari Bayu,
sehingga dia merasa agak sedikit mabuk, tetapi juga hangat
dan santai. Bayu sendiri tidak mengalami kesulitan untuk
berbincang dengan ibunya, rupanya anggur telah sedikit
melonggarkan kegugupannya, dan perasaan bahwa ini bukan
kencan yang nyata telah membuatnya santai.

Mereka berbicara tentang sekolah, musik, teman-teman, film,
dan semua hal yang biasa diperbincangkan oleh sepasang
remaja saat kencan. Kadang-kadang Susan akan menunjukkan
hal-hal tentang hal-hal bagaimana seharusnya Bayu bertindak
saat berkencan. Seperti menunggu sampai pasangannya duduk
sebelum dia sendiri duduk atau membukakan pintu restoran
untuk pasangannya. Susan mencoba untuk tidak terlalu kritis
dalam menilai Bayu, sementara Bayu sendiri tidak
membutuhkan banyak arahan, karena secara alami dia
memiliki sifat gentle dan galant seperti ayahnya. Untuk
sementara waktu, Bayu benar-benar lupa bahwa Susan adalah
ibunya.

Demikian juga dengan Susan, dia juga lupa bahwa teman
kencannya adalah anaknya, di matanya Bayu tampak begitu
dewasa dengan mata yang bersinar ditemaramnya nyala lilin,
sementara wajahnya tampak berseri seperti sinar yang
dilontarkan cahaya lilin. “Ya Tuhan, betapa tampannya dia.”
pikirnya. Tiba-tiba Susan merasakan getaran arus listrik
mengalir hangat dari hati ke sekujur tubuhnya, membuatnya
terasa nyaman dan hangat.

Bayu tidak lagi bisa berkonsentrasi pada film. Dengan napas
sedikit terengah, tanpa dapat dikendalikan lagi, jari-jarinya
mulai mengelus-elus tonjolan payudara ibunya yang terbuka.
Gerakan itu sangat halus, nyaris tak terlihat. Namun, Bayu bisa
merasakannya. Ia merasa seakan ujung jari terbakar.
“Hentikan!” katanya pada diri sendiri.

Setelah beberapa menit, Susan melihat jari-jari anaknya
bergerak memberikan sentuhan sensual, hampir menggelitik.
“Hal ini masih bisa saja kebetulan.” pikirnya, tapi ketika
dirasakannya puting buah dadanya mulai menegak, dia tahu
harus segera menghentikannya, tapi dia juga bingung
bagaimana caranya menghentikan tingkah Bayu tanpa
membuatnya malu. Bukankah sangat mungkin Bayu tidak
menyadari apa yang telah dilakukannya dan itu adalah
sentuhan ketidak sengajaan. Untuk sesaat Susan dilanda
kebingungan, namun rasa kesemutan dan geli mulai
dirasakannya di celah selangkangannya, rasa kesemutan dan
geli yang begitu nyaman.

Bayu dengan tangan gemetar menjadi semakin berani karena
tidak ada larangan dari ibunya, jari-jarinya mengelus sampai
melewati batas atas baju ibunya. Sekarang tidak ada keraguan
lagi bahwa Bayu sengaja melakukannya, Susan nyaris tidak
bisa percaya bagaimana Bayu menjadi sedemikian berani
melakukan itu.

Napas Susan mulai terengah, dia ingin menghentikannya tapi
sudah begitu lama sejak seorang laki-laki memperlakukannya
seperti itu. Perasaannya sebagai seorang ibu berperang dengan
perasaan dan hasrat seorang wanita yang sudah begitu lama
tidak mendapat sentuhan intim seorang laki-laki. Susan mulai
menggeliat di kursinya terdorong oleh perasaan yang begitu
luar biasa merangsangnya, dia mulai merasakan celana
dalamnya basah. Tapi ketika ia merasa jari-jari Bayu mulai
bergerak lebih jauh ke bawah mengarah putting susunya, dia
mengulurkan tangan dan menahan tangan Bayu, mencegah
setiap gerakan lebih lanjut. Namun dia tidak menariknya agar
lepas dari buah dadanya, tapi hanya menahan dengan
menekankan tangan tersebut ke buah dadanya.

Bayu menghela napas lega ketika ibunya tidak memarahi
tingkah lakunya. Saat Susan mengambil popcorn di kursi
sebelahnya, kembali Bayu mengambil kesempatan untuk
menggerakkan jari ke bawah lagi, hingga hampir mencapai
puting susu ibunya, sebelum tangan Susan kembali
menghentikan tingkahnya.

Sekarang Susan memegang jari-jari Bayu yang masih ada
diluar batas bajunya, sementara detak jantungnya sendiri
berdegup dengan kerasnya. Bayu sendiri merasakan
jantungnya seakan copot dari tangkainya, sedangkan penisnya
yang tegang dan kaku terasa tidak nyaman didalam celananya,
dia menggeliat mencari posisi duduk yang sedikit melepaskan
penisnya dari himpitan celananya, ingin sekali dia bisa
mengulurkan tangan membenahi batang penisnya, tapi dia
tidak bisa melakukannya karena malu.

Susan memegang tangan Bayu yang gemetar dengan erat, dia
sadar jari tangan Bayu telah menyentuh aerola buah dadanya,
sedikit lagi akan sampai pada puting buah dadanya yang kini
berdenyut keras, dan tegang menyakitkan. Nafasnya kini tidak
kalah cepatnya dengan nafas Bayu, mereka sama-sama
terengah menahan nafsu yang mulai meliputi diri mereka.

Keduanya duduk dengan kaku. Ketika pegangan jari-jari Susan
agak mengendor, dia merasa jari-jari Bayu mulai bergerak ke
bawah lagi. Susan menutup matanya dan menarik napas
panjang. Dia bisa merasakan jari-jari Bayu bergerak di
permukaan bergelombang dari areolanya, kemudian mengelus
di sekitar inti dari puting buah dadanya yang membengkak.

Tiba-tiba, lampu-lampu bioskop menyala, rupanya film telah
berakhir tanpa mereka sadari, Susan melompat seperti
tersengat arus listrik yang sangat kuat. Ia cepat-cepat menarik
tangan bayu dari atas dadanya. Sejenak dia duduk dengan
tubuh gemetaran sambil menunggu beberapa pengunjung yang
keluar di lorong sebelahnya, lalu akhirnya dia berdiri dengan
kaki gemetar melangkah ke lorong tersebut dan berjalan keluar
gedung bioskop.

Ketika mereka berjalan meninggalkan gedung bioskop, Bayu
harus berjalan di belakang ibunya dengan harapan bahwa
ibunya tidak bisa melihat ereksinya.

Susan menarik napas panjang dan dia berdesah saat berjalan
menyusuri lorong di depan Bayu. Hatinya sempat bertanya-
tanya mengapa Bayu tertinggal di belakangnya. Dia melirik
kebelakang dan menyadari bahwa selangkangan anaknya
tampak seperti membengkak karena ereksinya. Susan harus
menahan diri untuk tidak memandang kembali ke arah
anaknya. Tiba-tiba saja Susan merasa dirinya seperti saat
kuliah dulu, saat dia masih pacaran dengan Taufan, begitu
banyak kenangan indah dan mesra yang mereka alami.

Dalam perjalanan pulang mereka nyaris tidak bercakap
sepatahpun, masing-masing asyik dengan lamunannya sendiri.
Bayu tidak percaya dengan apa yang telah terjadi di dalam
bioskop, rasanya seperti mimpi indah yang terputus. “Sialan!”
makinya dalam batin, dia sudah mengelus buah dada ibunya,
tanpa suatu cegahan yang berarti dari ibunya, betapa inginnya
dia mengulang kembali semua itu, tapi disudut hatinya
terungkit juga perasaan bersalah kepada ibunya yang telah
berbaik hati mengajarkannya bagaimana seharusnya
berkencan, sementara balasan darinya adalah tingkah laku
yang sangat kurang ajar.

Susan sendiri tidak percaya bahwa dirinya telah membiarkan
semua itu terjadi, tetapi dia berulang-ulang dia mengatakan
kepada dirinya sendiri “Bahwa hal itu bukan kesalahan
siapapun melainkan hanya sebuah proses therapy agar anaknya
memiliki rasa percaya diri saat berkencan dengan gadis
sebayanya”. Dia mengatakan hal itu agar rasa bersalah yang
muncul dihatinya berkurang.

Sesampainya di rumah, Bayu membuka pintu rumah mereka,
lalu berhenti dan berbalik kepada ibunya. “Terima kasih, Ma…
eh, Susan, a-aku... aku... telah melewatkan waktu yang sangat
menyenangkan denganmu,” katanya tergagap-gagap, karena
rasa gugup yang kembali muncul.

“Aku juga, Bayu, karena kamu telah memberikan sebuah
kencan yang luar biasa,” kata Susan tulus.

Bayu berdiri gugup di depan ibunya, tangannya gelisah di sisi
tubuhnya. Keinginan yang kuat untuk meraih dan mencium
ibunya nyaris tidak terkendalikan, dengan susah payah dia
mengendalikan dirinya dan bertanya, “Eh… apakah… apakah…
seorang pria mendapatkan ciuman pada kencan p-per…
pertamanya,” tanya Bayu dengan gugup. Hatinya berdebar
kencang lagi, sedang lututnya terasa goyah. Ketika ibunya tidak
langsung menjawab, dia merasa bahwa angannya buyar tertiup
angin.

“Yah, mungkin tidak pada kencan pertama, tetapi karena kau
begitu baik kurasa sebuah ciuman tak ada salahnya.” jawab
Susan, sedangkan pikirannya berteriak “Tidak! Tidak!” tapi
malam yang indah, kencan yang mereka lakukan serta
pengaruh anggur yang diminumnya meruntuhkan akal sehat
Susan sebagai seorang ibu.

Bayu jantung berdetak semakin kencang “Tuhan, akhirnya aku
akan merasakan bagaimana mencium wanita.” pikirnya. Dia
benar-benar akan menciumnya, batinnya denga tubuh tiba-tiba
terasa kaku.

“Lakukanlah!” kata Susan sambil menutup matanya sementara
jantungnya berdetak dengan kencangnya. “Ini suatu hal yang
sangat keliru,” pikirnya, tapi tidak dapat mencegahnya.

“Aku benar-benar… uh… mama tahu, aku... aku... tidak tahu
harus bagaimana,” kata Bayu dengan tergagap.

“Di sini,” kata Susan sambil menunjuk bibirnya dan
menyodorkannya pada Bayu. Lengan Bayu otomatis memeluk
punggung ibunya. Bibirnya ditekan keras dan kasar kepada
kelembutan bibir ibunya.

“Tunggu,” cegah Susan sambil menarik kepalanya, “bukan
begitu caranya mencium bibir wanita, basahi dulu bibir kamu
lalu lekatkan pada bibir wanita dengan santai dan nyaman.”
kata Susan dengan nada keibuan. Namun, ini bukan tindakan
keibuan

Bayu melakukan seperti petunjuk ibunya, dia membasahi
bibirnya dengan lidahnya, lalu melekatkannya pada bibir ibunya
lagi, Kali ini dengan lembut ia dan menekan bibirnya ke bibir
ibunya yang lembut. Saat Bayu melakukan hal itu, segera
dirasakannya bagaimana payudara ibunya menempel
didadanya, belum lagi kelembutan bibir ibunya, ditambah
dengan keharuman parfum yang dikenakan Susan, serasa
kepala Bayu mulai berputar.

Susan mengerang saat lidah hangatnya meluncur masuk ke
dalam mulut anaknya, itu adalah tindakan refleks dan otomatis
yang terbentuk dari kebiasaannya kalau dia berciuman dengan
Taufan. Setelah sekian lama dia tidak pernah berciuman, maka
kini dari sentuhan lidahnya dengan lidah Bayu terasa
menimbulkan getaran yang sangat nikmat, bagaikan selarik
arus listrik mengalir ditubuhnya, lidah Bayu yang dengan
kikuknya berusaha mengesel-gesel lidahnya terasa sangat
nikmat dirasakan, meskipun Susan tahu Bayu sama sekali
tidak berpengalamn, tapi apa yang dilakukannya sudah cukup
untuk menyalakan api birahinya serta membuat vaginanya
kembali mengeluarkan cairan nikmat.

Untuk beberapa saat Susan terlena dalam kenikmatan ciuman
yang dilakukan anaknya, dia benar-benar kehilangan kendali
diri. Sampai tiba-tiba naluri keibuannya muncul dan
kesadarannya tumbuh kembali, dengan segera dia menarik
kepalanya ke belakang dan menarik napas panjang, mencoba
menenangkan diri.

“Nah, dengan cara seperti itu lebih baik bukan?” kata Susan
yang berusaha berbicara sepolos mungkin seolah tadi itu betul-
betul hanya sekedar mengajari Bayu, tapi dia tidak bisa
menyembunyikan sesuatu yang bergetar dalam suaranya,
karena dorongan birahi.

“Bagus, mari kita lakukan lagi,” kata Bayu yang semakin berani
sambil merangkul tubuh ibunya lagi.

Pelukan Bayu yang erat telah menyebabkan tubuh mereka
rapat sekali satu sama lain, dan Susan merasakan penis
tegang dan keras anaknya menekan pada perut bawahnya.
Sesaat tubuh Susan menggigil dilanda gairah birahi lagi,
“Ternyata aku masih mampu membuat seorang pemuda
terangsang berat.” pikirnya, sementara itu hatinya kembali
menjeritkan peringatan “Jangan! Pemuda ini adalah anak
kandungnya sendiri.” Susan sadar kalau sekali lagi berlangsung
ciuman seperti tadi, maka dia tidak akan bisa menahan dirinya,
dia tahu bahwa dia harus berhenti saat ini juga sebelum
semuanya terlanjur.

“Tidak! Stop!” kata Susan hampir berteriak. Sadar bahwa kata-
katanya terlalu keras dan langsung, dia melanjutkan dengan
nada yang lebih lunak. “Satu ciuman pada kencan pertama,
jangan serakah.” kata Susan sambil mendorong anaknya
menjauh.

“Au, dasar sial.” maki Bayu sambil tersenyum polos dan
berusaha menutupi kekecewaannya dengan sikap diriang-
riangkan. Lalu dia melanjutkan kata-katanya dengan mimik
muka serta nada serius “Demi Tuhan, Ma. Aku senang sekali
malam ini. Bisa… eh… bisa kita pergi berkencan lagi kapan-
kapan, bisa yah?” pintanya.

“Yah, mama rasa begitu, jika kamu benar-benar
memperlakukan mama dengan sangat baik.” kata Susan sambil
mencium bibir Bayu sekilas lalu berlalu memasuki rumah.

Malam itu, Bayu berbaring di tempat tidur sambil melacap
menghayalkan ibunya, semula khayalannya saat onani adalah
tentang gadis-gadis di sekolah. Tapi sekarang ibunyalah yang
mendominasi khayalannya. Dia masih bisa merasakan
kekenyalan payudara ibunya di dadanya dan kulit lembut di
bawah jari-jarinya. Jika saja dia bisa menggeserkan jarinya
setengah centi ke bawah sewaktu di gedung bioskop, maka dia
akan menyentuh kepala puting susu ibunya, bahkan
sekarangpun dia masih bisa merasakan kelembutan bibir
ibunya, dan hangatnya lidah ibunya di dalam mulutnya. Dan
Bayu hanya membutuhkan waktu yang singkat untuk dia
memancarkan air maninya serta meraih kenikmatan onani.
Malam itu dia onani sampai tiga kali.

Pada saat yang sama, Susan berbaring di tempat tidur dengan
satu tangan meremas-remas payudara yang sama yang telah
disentuh Bayu. Sedangkan dua jari ditangan yang satunya
mengusap-usap klitorisnya untuk kemudian terbenam dalam
lubang nikmatnya, lubang vagina yang gersang karena sudah
lama tidak di tetesi hujan air mani laki-laki. Susan masturbasi
terus sampai mencapai puncak kenikmatannya berulang-ulang,
sehingga jari tangannya terendam dalam cairan nikmatnya.

Setelah semuanya selesai, rasa sedih menikam hatinya,
sehingga dia menangis pilu “Ya Tuhan, apa yang telah
kulakukan, masturbasi sambil membayangkan bersetubuh
dengan Bayu, anakku?” keluhnya dalam hati. Susan menangis
sampai tertidur malam itu.

Keesokan paginya Bayu melihat ibunya duduk di dapur sambil
minum secangkir kopi. Ada kesunyian yang mencekam, saat
Bayu mengambil secangkir kopi dan duduk di kursi meja
makan. Cahaya hari baru membuat segalanya tampak berbeda.
Mereka masing-masing menyalahkan diri sendiri atas apa yang
telah terjadi.

“Mam…”

“Bayu…”

Mereka berdua berbicara pada saat yang sama, lalu mereka
sama-sama berhenti dan tertawa gugup.

“Maaf,” kata Bayu.

“Bayu… eh… kita, eh… apa… yang terjadi tadi malam adalah…”
Susan berusaha menjelaskan dengan susah payah.

“Aku... aku... tahu, Ma,” sela Bayu. “Aku mohon maaf atas
semua yang terjadi” lanjut Bayu dengan suara bergetar
menahan tangis, dan menunggu kelanjutan kemarahan ibunya.

Susan menatapnya dengan heran. “Itu bukan kesalahanmu,
sayang. Itu adalah kesalahanku. Mari kita lupakan saja
semuanya, mungkin ini semua hanya karena pengaruh anggur
yang kita minum,” lanjut Susan berbohong. “Aku seharusnya
tidak minum begitu banyak.”

“Bisa… bisa kah kita eh… keluar lagi?” Bayu bertanya penuh
harap.

“Aku pikir itu bukan sebuah gagasan yang baik bagi kita,” jawab
Susan.

“Aku tahu itu,” kata Bayu dengan nada frustasi dan marah.
Namun dia marah kepada dirinya sendiri tanpa berkata lagi dia
segera bangkit dari kursi dengan air mata di matanya dan
bergegas keluar dari ruangan.

“Bayu!” Susan memanggilnya. Namun Bayu sudah keluar dari
rumah, Susan merasa hatinya hancur “Oh, aku telah
mengacaukan semuanya.” pikirnya dengan air matanya mulai
mengalir.

Malam itu Susan mengetuk pintu kamar Bayu, dan mendorong
pintu sampai terbuka perlahan setelah mendengar Bayu
menyuruhnya masuk. Bayu berbaring di atas tempat tidur
sambil melihat sebuah majalah olahraga.

“Bayu, bisa kita bicara?” tanya Susan sambil duduk di tempat
tidur, wajahnya tegang dengan emosi terselubung.

“Tentu,” jawab bayu sambil berguling dan menatap langit-langit
dengan tangan di belakang kepala.

“Mama minta maaf, Bayu… mama minta maaf tentang…
tentang semua yang telah terjadi,” kata Susan terpatah-patah
berusaha mencurahkan isi hatinya. “Tuhan tahu Bayu, mama
adalah penggagas kencan tersebut, dan mama sudah
memikirkannya sepanjang hari tentang hal itu dan mama tahu
itu seluruhnya salah mama. Kita berdua merasa kesepian dan
sangat kehilangan ayahmu…” kata Susan dengan suara
tersendat-sendat dan akhirnya terhenti sama sekali dan dia
mulai menangis.

Bayu duduk dengan cepat dan bergerak lebih dekat kepada
ibunya. Dengan hati-hati ia memeluk Susan dan mendekapnya
ke dadanya, air mata mulai mengalir di pipinya sendiri.

Meskipun Susan merasa nyaman dalam pelukan anaknya, tapi
isak tangisnya menjadi lebih keras lagi. Semua emosi
terpendam dalam hatinya membuncah keluar tanpa
tertahankan dari dirinya sekaligus. Dua tahun menjalani hidup
kesepian tanpa suami, pekerjaan baru, berjuang untuk
membiayai keluarga, dan masalah sekarang ini, itu sungguh
terlalu banyak untuk ditanggungnya sendiri.

Bayu mendekapnya untuk waktu yang lama, sampai saatnya
Susan membersit hidungnya. “Bu, aku sangat mencintaimu.”
kata Bayu dengan tulus sambil membelai bahu ibunya.

Susan kembali duduk dan mengeringkan air matanya. “Bayu,
mama juga sangat menyayangimu, kita satu sama lain saling
membutuhkan sejak lama, tapi sekarang kita menjadi lebih
saling membutuhkan satu sama lain, hanya saja…” kata-kata
Susan terputus, dia sebenarnya ingin melanjutkan kata-katanya
dengan mengatakan bahwa “Caranya tidak boleh seperti yang
kemarin malam terjadi,” tapi keraguan yang sangat
menyebabkan kata-kaytanya terputus menggantung begitu saja.

“Bisakah kita jujur satu sama lain untuk sementara?” Bayu
bertanya dengan cara yang lebih dewasa daripada usianya
yang sebenarnya. “Tentu saja! kita harus jujur satu sama lain,”
jawab Susan dengan hati bertanya-tanya apa yang Bayu
maksudkan.

“Mama… mama adalah seorang wanita yang sangat cantik dan
sangat seksi,” kata Bayu sambil berusaha keras untuk tidak
gagap. “Aku... kita… eh… aku… aku hanya seorang remaja yang
sedang dimabuk masa puber dan didorong oleh hormon laki-
lakiku, karena itu aku minta maaf jika aku keluar dari jalur,”
cetus Bayu pada akhirnya, sambil tertawa mentertawakan diri
sendiri.

Susan menatapnya dengan alis terangkat lalu perlahan bibirnya
membentuk senyuman. Tiba-tiba, mereka berdua tertawa
terbahak. Mereka tertawa begitu keras sampai mereka hampir
jatuh dari tempat tidur. Situasinya sekarang tampak begitu
konyol, tapi dalam kekonyolan itu diam-diam mereka telah
mendapat kesepakatan dari semua permasalahan yang tadinya
menimpa mereka, dan terjalinnya pengertian yang mendalam
diantara mereka.

Ketika mereka telah kembali menjadi tenang, Susan berpaling
kepada Bayu dan berkata, “Kamu dapat mengajak mama untuk
berkencan kapan saja kamu mau.” katanya sambil mencium
bibir Bayu sekilas.

“It’s great, Ma… karena tim sepak bola kampusku mengadakan
piknik pada hari minggu mendatang, dan aku butuh teman
pendamping.” jawab Bayu penuh harap.

“Baiklah, aku akan jadi teman yang mendampingimu.” jawab
Susan. Bayu menghela napas lega, semuanya berjalan sesuai
dengan harapannnya. “Ceritakan pada mama dalam rangka apa
tim sepak bola kampusmu mengadakan piknik?” tanya Susan
pada Bayu.

“Seperti mama ketahui, aku tergabung dalam tim sepak bola
kampusku, dan sekarang kita mengadakan acara perpisahan
bagi anggota tim yang senior yang telah lulus jadi sarjana.
Acara tersebut mengundang semua anggota tim beserta
keluarganya, bagi yang telah berkeluarga, dengan orang tua,
atau dengan pacarnya.” jelas Bayu pada Susan.

“Tadinya aku tidak berniat menghadirinya. Aku tidak punya
pacar, atau teman perempuan yang bisa mendampingiku,
karena aku sadar bahwa teman-temanku semuanya belum
berkeluarga dan mereka pasti tidak akan membawa orang tua
mereka, tapi pasti mereka akan membawa pacar-pacar
mereka ke acara tersebut, dan aku tidak berniat menjadi
kambing congek atau orang asing diacara tersebut dengan
hanya datang seorang diri. Tapi sekarang aku berniat
menghadirinya karena mama bersedia menjadi teman
perempuan yang akan mendampingiku.” jelas Bayu lebih lanjut.

“Memangnya acaranya dimana tempatnya?” tanya Susan
kepada Bayu.

“Tempat pastinya aku masih belum tahu, tapi yang jelas akan
berada di tempat terbuka, entah taman ataupun tempat wisata
alam lanilla.” jawab Bayu sambil tersenyum.

“Ok, pada saatnya mama akan menjadi teman perempuan yang
akan mendampingimu.” jawab Susan, “ingatkan saja mama
akan harinya.” lanjutnya.

Bayu menjawab dengan anggukan kepalanya.

Beberapa hari kemudian di suatu sore yang berudara hangat,
Bayu sendirian di rumah dan karena tidak ada tidak ada acara
apapun, Bayu menggunakan waktu luangnya untuk memotong
rumput. Selesai memotong rumput Bayu memutuskan untuk
mandi dengan air dingin. Dia pergi ke kamar mandi dan
meninggalkan secara sembarangan pintu yang terbuka.

Setelah membuka pakaian, dia lalu melangkah ke pancuran
yang berdinding kaca bening. Dinyalakan shower, sejenak
dinikmatinya pancuran air dingin yang membasahi sekujur
tubuhnya. Terasa badannya yang cukup lelah setelah
memotong rumput kembali menjadi segar. Lalu dia mulai
menyabuni dirinya sendiri, sambil pikirannya melayang pada
ibunya.

Begitu membayangkan ibunya, tak tertahankan lagi batang
penisnya segera tegak mengacung dengan kerasnya, perlahan
dengan tangan yang berlumuran busa sabun, dia mulai
mengelus-elus batang penisnya dari pangkal sampai ke ujung
kepala penis. Matanya tertutup sambil bersandar pada ubin
dari pancuran, khayalannya kembali kepada ibunya yang cantik.

Dikenangnya saat jari tangannya mengelus payudara ibunya,
hanya kurang setengah centimeter lagi baginya untuk bisa
memilin-milin kepala puting susu ibunya.

Tanpa disadari oleh Bayu, Susan, ibunya hari itu memutuskan
untuk pulang kerja lebih awal dari biasanya, setalah melihat
iklan disebuah koran tentang film-film yang baru disebuah toko
video. Ketika Susan sampai di rumah, dipanggilnya Bayu,
karena tidak juga mendapat jawaban, Susan berpikir mungkin
Bayu sedang tidur siang.

Karenanya dia segera pergi ke lantai dua untuk bertanya
apakah Bayu mau nonton film bersamanya malam ini. Setelah
sampai diujung tangga dia berbalik untuk berjalan menyusuri
lorong, setelah berbalik itulah dia langsung melihat kamar
mandi yang letaknya diujung lorong pendek tersebut, awalnya
hanya terlihat pintu kamar mandi yang terbuka.

Lalu tiba-tiba langkah Susan terhenti karena kejutan yang
dilihatnya di dalam kamar mandi. Mata Susan terbelak selebar-
lebarnya ketika dilihatnya Bayu anaknya sedang berada
dikamar mandi setengah bersandar pada dinding shower,
sedang matanya terpejam dan tangannya tengah mengocok
batang penisnya. Batang penis terbesar dan terpanjang yang
pernah dilihatnya secara nyata dalam kehidupannya yang hanya
pernah melihat satu batang penis, yaitu milik Taufan suaminya.
Dan Susan yakin batang penis Bayu jauh lebih besar ketimbang
milik suaminya tersebut.

Susan menggelengkan kepala, berusaha untuk memalingkan
penglihatannya dan menjauh, tetapi kakinya tidak bisa
bergerak. Dia merasakan kegairahan yang sangat muncul
dalam perutnya, kehangatan yang nyaman dan bergetar menuju
selangkangannya, sementara matanya tetap menatap, terpaku
pada batang penis Bayu.

“Ma, hisap aku,“bisik Bayu kepada dirinya sendiri sambil
mengelus-elus penisnya, khayalannya melambung
membayangkan ibunya menghisap batang penisnya, napasnya
terengah-engah karena dia telah dekat dengan pencapaian
klimaks kenikmatannya. Segera, tangannya mengocok semakin
keras sehingga busa sabun berceceran di lantai kamar mandi.

“Okhh… akhhhhh… hisap penisku semakin keras, Ma. Aakh...
nikmatnya!” erangnya semakin keras. Batang penis yang besar
dan panjang miliknya berdenyut-denyut, dan creett…creett…
pancaran air mani muncrat dari kepala penisnya, memancar
cukup jauh sebelum akhirnya percikan air mani tersebut
membasahi ubin di lantai kamar mandi.

Susan merasa seperti dirinya akan pingsan saat dia melihat
anaknya mencapai puncak kenikmatannya, telinganya juga
mendengar erang Bayu sesaat sebelum klimaks
memanggilnya. Susan merasakan denyutan di bibir vaginanya
dan cairan nikmat yang mulai membasahi celana dalamnya,
“Jadi Bayu mengkhayalkan aku dalam masturbasinya?” bisik
hatinya, sementara tanpa sadar sebelah tangannya meraba
buah dadanya serta meremasnya, sedangkan sebelah tangan
lagi mengusap celah di antara selangkangannya.

Untuk sebuah alasan yang tidak diketahuinya, Bayu membuka
matanya. Dia terkesiap ketika matanya bertemu pandang
dengan ibunya. Namun sudah terlambat untuk menghentikan
puncak kenikmatan masturbasinya, tangannya terus mengocok
batang penisnya sampai tidak ada air mani yang tersisa di
buah pelirnya.

Susan tersentak saat bertemu pandang dengan Bayu, dan dia
bergegas pergi dari ambang pintu kamar mandi.

Satu jam kemudian, Bayu datang ke ruang bawah untuk makan
malam dengan mengenakan celana pendek dan kaos. Dia
sangat resah dan gugup terhadap reaksi ibunya yang telah
memergokinya sedang onani, dan dia merasa seperti orang
idiot dengan semua apa yang terjadi.

Susan sedang mencuci wadah di wastafel ketika ia mendengar
Bayu masuk ke dapur. Dia juga telah mengevaluasi kejadian
yang memalukan tadi, dan sadar bahwa apa yang Bayu lakukan
adalah normal. Setiap anak laki-laki pasti melakukan
masturbasi. Namun erangan Bayu terus terngiang ditelinganya,
“Okh… akhhhhh… hisap penisku semakin keras, Ma. Aakh...
nikmatnya!“

Dengan badan sedikit gemetar, dan selarik aliran listrik yang
serasa mengaliri sekujur tubuhnya, Susan berbalik dan
tersenyum pada Bayu. “Hai, sayang… makan malam akan siap
dalam satu menit.” katanya sambil tersenyum untuk menutupi
gejolak di dalam hatinya.

Ketika dilihatnya Bayu dalam pakaian seperti itu, Susan
menatapnya lekat-lekat, “Oh Tuhan, Bayu terlihat begitu
tampan,” pikirnya. Sementara wajahnya terasa panas dan
memerah saat terkenang olehnya bagaimana Bayu berdiri
setengah bersandar pada dinding shower sambil mengocok
batang penis yang keras dengan tangannya.

Senyum di wajah ibunya membuat Bayu terkejut. Dia sudah
bersiap menerima teriakan kecewa dan umpatan kemarahan
dari ibunya, tapi yang diterimanya ternyata lain dengan yang
diduganya, karena itu ketegangan yang sejak tadi
mencengkramnya perlahan mengendor, dan Bayu bisa
tersenyum dengan cerahnya, sambil duduk di kursi meja
makan.

“Jadi apa yang akan kita lakukan malam ini?” tanya Susan
membuka pembicaraan, “Bagaimana jika kita menonton film
malam ini? Kamu bisa kan membelinya di toko tapi bukan
salah satu film action atau hal-hal yang serupa,” lanjutnya.

“Kedengarannya menarik.” jawab Bayu.

Susan membawa makanan ke meja dan duduk dikursi makan.
Dia tahu bahwa dia tidak bisa begitu saja melupakan kejadian
di kamar mandi. “Pembahasan yang salah dari situasi seperti
itu bisa memiliki dampak yang sangat negatif pada Bayu,”
pikirnya. Mereka makan tanpa banyak bicara sampai Susan
menemukan ide bahwa dia harus menanggapinya dengan
ringan bahkan mungkin setengah bergurau, biasanya sedikit
gurauan cukup ampuh untuk menetralisir suasana.

“Jadi bagaimana mandi kamu yang tadi?” tanya Susan dengan
senyum menggoda tergambar di wajahnya.

“Hah!” Bayu berkata kaget.

“Hei, bukankah kita sudah sepakat untuk jujur satu sama lain.
Mama melihat apa yang kamu lakukan, dan mama meminta
maaf karena mama tidak tahu kamu sedang berada di kamar
mandi.” kata Susan dengan nada ringan.

“Eh… eh… tapi aku…” Bayu tergagap menjawab.

“Mama tahu kamu masturbasi seperti semua anak laki-laki
melakukannya. Karena itu kita tidak usah memperbesar
masalah itu. Oke?” kata Susan sambil terus tersenyum
meskipun dia merasa bahwa apa yang barusan diucapkannya
sebenarnya merupakan suatu yang paling sulit yang pernah
dilakukannya.

Namun setelah terucap, hati Susan terasa lega karena telah
bersikap terbuka kepada Bayu, dan dia tidak merasa perlu
untuk memberitahu Bayu bahwa dia telah mendengar apa yang
Bayu erangkan.

“Uh… mama sungguh-sungguh? Eh… aku juga minta maaf, lain
kali aku akan menutup pintu.” jawab Bayu sedikit tersendat-
sendat suaranya.

“Jangan terlalu khawatir tentang hal itu. Ini rumah kita dan kita
harus bisa merasa bebas di dalamnya.” kata Susan. “bukankah
kau hanya seorang remaja yang sedang dimabuk masa puber
dan didorong oleh hormon laki-laki?” lanjut Susan sambil
tertawa. Bayu tersenyum malu mendengar ibunya menirukan
kata-katanya. Tapi akhirnya dia ikut tertawa juga.

“Kau membersihkan lantai kan?” tanya Susan lebih lanjut pada
Bayu.

“Mammmmm!” rengek Bayu sedangkan wajahnya berubah
memerah karena malu.

“Hanya sekedar meyakinkan,” jawab Susan disela tertawanya.

Setelah mereka selesai makan, Susan dan Bayu berbincang
dengan topik pembicaraan yang biasa sehari-hari mereka
lakukan, dan bertindak seolah-olah tidak pernah terjadi apa-
apa di sore itu.

“Mama akan mencuci piring, dan setelahnya mama akan
mandi, sementara kamu Bayu pergilah ke toko untuk membeli
beberapa film terbaru yang menarik.” kata Susan mengakhiri
perbincangan mereka di meja makan.

“Oke, ma…” jawab Bayu sambil bangkit dan mengambil kunci
mobil, lalu dia berjalan mendekati Susan dan mencium bibir
ibunya sekilas sambil berkata “Aku pergi sebentar ke toko
CineFlex, dan mampir ke toko makanan untuk membeli
popcorn. Love you, Mam.” pamitnya pada ibunya.

“Love you too, saying. Hati-hati di jalan ya.” jawab Susan.

Setelah membersihkan piring-piring, Susan pergi untuk mandi.
Ketika dia masuk ke kamar mandi, dia merasa getaran hangat
di dalam perutnya, terkenang kembali olehnya apa yang tadi
sore telah dilihatnya, dan sekarang dia berdiri persis ditempat
Bayu tadi onani. Sebuah perasaan aneh datang kepadanya,
rasanya seperti dia dapat merasakan gairah seksual Bayu
menularinya. Tapi dengan memaksakan diri Susan berusaha
menolak keinginannya untuk melakukan masturbasi, dan dia
segera mandi.

Bayu memutuskan untuk tidak singgah di toko CineFlex,
karena dia teringat dilacinya dia masih punya beberapa keping
‘film cewek’ demikian kawan-kawannya menyebutnya, dan dia
segera kembali ke rumah setelah membeli beberapa camilan.
Ketika dia naik ke atas, dia melewati kamar ibunya.

Pintu kamar ibunya tidak tertutup rapat, ketika ia melewati
pintu itu dia berhenti sejenak. Dari celah pintu yang terbuka dia
melihat ibunya duduk di atas tempat tidur, sedang mewarnai
kukunya. Hanya sehelai handuk besar yang menutupi seluruh
tubuhnya, dan satu lagi membungkus kepalanya.

Tak tertahankan lagi Bayu mulai mengintip, dilihatnya ibunya
bangkit dan berjalan ke lemari, melihat ke cermin. Bayu
terkejut melihat bahwa handuk mandi yang melilit di tubuh
Ibunya, nyaris tidak mampu menutupi buah pantat ibunya. Kaki
ibunya terlihat begitu panjang dan halus.

Bayu terpukau mengawasi Susan yang berdiri dengan tenang
mengurai handuk yang menutupi kepalanya serta mulai
mengeringkan rambutnya. Bayu tahu bahwa dia tidak boleh
mengintip ibunya, tapi ia tidak bisa menahan diri.

Susan menggunakan handuk untuk mengeringkan sebagian
rambutnya kemudian dipakainya hair dryer yang mengalirkan
udara hangat pada rambutnya, saat tanpa sengaja dia melihat
ke cermin. Dia melihat gerakan diluar pintu. Untuk sesaat
Susan merasa takut kalau yang datang adalah perampok, tapi
segera disadarinya bahwa Bayu pasti telah pulang lebih awal.

Sesaat Susan tertegun terpikir olehnya bahwa Bayu tengah
mengintipnya, sejenak timbul hasratnya untuk menutup pintu,
tapi kemudian terpikirkan olehnya bagaimana jika Bayu merasa
malu. Selain itu dia telah terlanjur berbicara tentang kebebasan
dalam rumah, munafik rasanya jika dia bertingkah sebaliknya,
apalagi Susan sendiri telah melihat bagaimana Bayu telanjang
bulat tengah onani, rasanya jika kini dia diintip Bayu, maka itu
adalah balasan yang cukup adil. Dengan pertimbangan itu
Susan terus mengeringkan rambutnya, membiarkan anaknya
mengintip tubuhnya yang hanya berbalut handuk sebatas dada
sampai tepat dibawah pantat.

Bayu sudah akan pergi ketika dia melihat ibunya menaruh
pengering ke meja rias dan meraih simpul handuk yang terselip
di antara payudaranya. Segera dia mengurungkan niatnya
untuk pergi, dan meneruskan kegiatan mengintipnya dengan
mata semakin terbelak.

Susan sendiri tiba-tiba merasakan kegairahan yang aneh
melanda dirinya, belum pernah selama ini dia merasa senang
karena mempertontonkan tubuhnya, bahkan saat Taufan
menatap tubuhnya yang telanjang bulat, dia tidak merasakan
gairah seperti ini. Tangannya gemetaran saat Susan meraih
simpul handuk di dadanya. “Ini gila… dan tidak boleh
kulakukan.” pikirnya.

Namun, tangannya tetap bergerak dan dia membuka simpul
handuk, serta memegang ujung-ujungnya dan
membentangkannya selama beberapa saat. Matanya melirik ke
cermin dan Susan tahu bahwa Bayu bisa melihat bagian depan
tubuhnya yang telanjang. Rangsangan gairah yang aneh
menyebabkan putingnya mengeras, lalu perlahan-lahan Susan
menjatuhkan handuk yang tadi dipegangnya, sehingga terserak
dilantai sebelah belakang tubuhnya, dan Susan mendengar
suara pelan orang yang terkesiap dibelakannya seiring jatuhnya
handuk tadi.

Bayu tersentak, dia berdiri beku, melihat tubuh telanjang
ibunya. Ibunya benar-benar sangat cantik dengan tubuh sintal
yang langsing, pinggang ramping, pinggul dan pantat membulat
sedang besarnya, dan payudara besar yang terlihat kenyal dan
masih berdiri dengan tegak, kalaupun ada melorot, maka
melorotnya sangat sedikit sekali. Matanya menjelajahi sekujur
tubuh mulus Susan, dan didaerah kemaluannya. Bayu melihat
rambut yang lembut hitam serta jarang, serta sedikit bibir
vaginanya yang berwarna merah muda. Di dalam celananya,
penis Bayu segera berdenyut dan tegak mengacung, keras
laksana besi serta penuh vitalitas.

Lalu Susan melakukan sesuatu yang sangat mengejutkan,
bukan saja bagi Bayu yang tengah mengintip, tapi juga bagi
dirinya sendiri, tidak pernah terpikir olehnya untuk bertindak
seberani itu. Susan membungkukkan badannya sedangkan
tangannya meraih ke bawah dan membuka laci paling bawah,
Susan membungkuk pada pinggang, saat dia menegakkan
tubuhnya, pantat nya seperti terdorong kembali kebelakang dan
kedua kakinya sekarang sedikit mengangkang.

“Tuhan…” keluh Bayu saat ia menatap pantat ibunya yang
indah. Bayu melihat celah di antara kedua kaki Susan, dan
lubang vagina ibunya seperti menatap ke arahnya. Dia bahkan
bisa melihat bibir vagina ibunya yang berwarna merah itu
mengkilat karena basah. Tidak terpikir olehnya bahwa cairan
tersebut keluar karena api gairah yang membakar ibunya, sama
seperti api gairah yang membuat ujung penisnya basah.

Susan merasa seperti nya dia telah membungkuk untuk waktu
yang sangat lama, meskipun sebenarnya hanyai beberapa
detik. Susan tahu bahwa dia harus segera menegakkan
tubuhnya karena cairan nikmat mulai menetes keluar dari
lubang vaginanya. Perlahan dia berdiri dengan memegang
celana dalam minim merah di tangannya. Lalu ia membungkuk
lagi dan melangkah ke dalam celana dalam, menarik ujung
celana ke pinggang. Dia bisa merasakan bahan halus membelai
pantatnya dengan sensual dan menarik erat-erat vaginanya
yang telah membengkak.

Sadar ibunya akan segera membalik badan setelah selesai
berpakaian, perlahan Bayu menarik diri dan menjauh dari pintu
kamar ibunya. Dia melangkah dengan cepat tapi tanpa suara
kedalam kamarnya serta membuka laci dan mengambil film
yang akan di tontonnya, lalu turun kebawah dengan langkah
setengah berjingkat, dan menunggu ibunya di ruang keluarga.

Susan menarik nafas panjang serta menghela napas sampai
tidak tersisa udara di paru-parunya. “Aku telah kehilangan
akal,” pikirnya sambil mulai berpakaian. Dipakainya rok pendek
untuk yang panjangnya hanya sampai tengah-tengah pahanya.
Ketika dia mulai berjalan keluar dari ruangan, sejenak dia
berhenti. Tangannya gemetar ketika dia mengangkat roknya
dan membuka celana dalamnya serta melemparkan celana
dalam tersebut ketempat tidur. Lalu tanpa mengenakan celana
dalam dia berjalan menuju ruang keluarga.

Beberapa menit kemudian Susan telah bergabung dengan Bayu
di ruang keluarga. Dilihatnya Bayu sedang memasukkan film ke
dalam alat pemutarnya, sedang di meja dilihatnya sebungkus
besar pop corn. “Tepat pada waktunya,” kata Susan sambil
berjalan masuk ke dalam ruangan. “Yup ada Popcorn juga,
sedap sekali!” lanjutnya.

”Aku membelikan mama anggur,” ujar Bayu bangga sambil
menunjuk ke botol yang didinginkan dalam ember es.

“Terima kasih, Sayang!” jawab Susan sambil meredupkan
lampu ruangan, dan mereka mulai menonton film, sebuah film
yang berjudul Fried Green Tomatoes, sebuah film yang tidak
disukai Bayu, tapi dia tahu ibunya sangat menyukainya.

Susan duduk di sofa sementara Bayu duduk di lantai bersandar
di sofa. Sekitar satu jam setelah film ditayangkan, Bayu minta
diri dan naik ke atas ke kamar mandi. Saat ia melewati kamar
ibunya, ia berhenti. Ia melihat sebuah celana dalam merah
kecil tergolek di tempat tidur. “Ya Tuhan, bukankah itu celana
dalam yang tadi dipakai mama, apakah mama
menanggalkannya, sehingga dia kini tidak memaki celana
dalam?” dia bertanya pada dirinya sendiri.

Seketika itu juga timbul kepenasarannya untuk membuktikan
apakah ibunya benar tidak mengenakan celana dalam. Ketika
Bayu kembali ke ruang tamu, dia telah memiliki satu niatan
untuk menyelidiki apakah ibunya memakai celana dalam atau
tidak. Saat dia duduk kembali di lantai, ia berbalik sedikit
miring sehingga ia bisa melihat kaki ibunya. Namun, setelah
mencoba beberapa saat, pandangannya selalu tertutup oleh
baju yang dipakai ibunya. Akhirnya, ia mendesah dengan
frustrasi dan menyerah.

Susan duduk di sofa sambil minum anggur. Dia bisa melihat
bahwa Bayu sedang berusaha untuk mencari celah pada baju
yang dipakainya. Dia tersenyum melihat Bayu berusaha
melakukan beberapa hal seperti, merubah posisi duduk, dan
bergeser kesana kemari tapi dia tetap tidak mendapatkan cara
dan tempat yang baik untuk bisa melihat dan membuktikan
bahwa ibunya memang tidak memakai celana dalam.

Susan sendiri sengaja membuat Bayu kesulitan untuk
mendapat pemandangan yang diinginkannya. Dia tahu bahwa
ia telah menggoda Bayu habis-habisan, tapi entah kenapa ia
tidak bisa berhenti menggoda. Akhirnya ketika anggur yang
diminumnya mulai menunjukkan pengaruhnya, ia duduk
kembali di sudut sofa dalam posisi bersimpuh nyaris tengkurap
dan kakinya berada di samping pantatnya sehingga gaun mini
yang dipakainya hampir tidak menutupi pipi pantatnya.

Bayu melihat perpindahan posisi ibunya dengan sudut matanya.
Dia menggeser posisinya lagi sedikit sambil diam-diam melirik
kaki ibunya. Kini dia bisa melihat sampai bagian atas paha
belakang ibunya sekarang, tapi baju yang dipakai ibunya masih
cukup menutupinya.

Beberapa saat kemudian, mereka tetap saling
mempertahankan posisinya. Bayu yang melihat ibunya tidak
banyak bergerak segera berbalik untuk memeriksa apakah
ibunya sedang tidur.

Bayu tahu bahwa ibunya sering tertidur setelah minum anggur.
Tiba-tiba, sebuah pikiran kotor timbul di benaknya. Dia segera
bangkit duduk dengan tenang dan lembut di sofa, di samping
ibu yang bersimpuh setengah tengkurap.

Jam di dinding terdengar berdetak keras seperti jantungnya
yang berdetak keras di dadanya. Sesaat dia menunggu untuk
memastikan bahwa ibunya benar-benar tertidur. Kemudian
dengan jari-jari gemetar, ia mengulurkan tangan dan
memegang ujung baju ibunya.

Perlahan-lahan, hampir tak kentara, ia mulai menarik baju
tersebut sampai keatas paha ibunya. Ketika ujung baju itu
berada tepat di atas pantat ibunyanya, Bayu berhenti “Cukup
segini,” pikirnya. Lalu ia duduk kembali di lantai. Dia menunggu
satu atau dua menit lalu berpaling untuk melihat ibunya.

“Wahh…” sebuah desahan lirih keluar dari mulutnya, ketika ia
melihat bibir vagina ibunya dengan jelas.. Meskipun ruangan itu
gelap karena lampunya yang dimatikan, tapi cahaya yang
terpancar dari layar TV memberi cukup penerangan sehingga
dia dengan jelas bisa melihat vagina ibunya.

Susan mengerang pelan dalam tidurnya dan tubuhnya bergerak
sedikit, membuat baju yang dipakainya terangkat lebih tinggi
lagi di pantatnya. Lalu ia menarik satu lutut lebih dekat ke
dadanya dan bajunya itu bergerak lebih jauh lagi sampai
pinggulnya. Bahkan dalam tidurnya Susan bisa merasakan
udara dingin mengelus pada bagian pribadinya serta
membuatnya terangsang.

Sekarang Bayu bisa melihat segalanya. pantat lembut putih
ibunya seperti bersinar dalam cahaya yang terlontar dari layar
TV. Dia bahkan bisa melihat lubang kecil tersembunyi di antara
pipi dan bibir dalam vagina ibunya yang berwarna merah muda.
Dengan hati-hati dan tanpa menimbulkan suara, Bayu
membuka celananya dan mengeluarkan penisnya yang telah
berdenyut-denyut. Kemudian sambil menatap pada bagian
pribadi ibunya, ia mulai melakukan masturbasi.

Rasa dingin di vaginanya akhirnya membuat Susan terjaga, tapi
sengaja tidak bergerak, dia sadar vaginanya telah terbuka dan
nalurinya bisa merasakan mata anaknya melotot memandang
vaginanya.

Perasaan bahwa vaginanya tengah menjadi tontonan Bayu,
menimbulkan sebuah rangsangan tersendiri bagi dirinya,
sehingga tanpa dapat ditahan lagi vaginanya mulai dibasahi
cairan pelicinnya, semakin lama semakin banyak sampai
menetes ke atas pahanya.

Perlahan ia membuka matanya sedikit, diintipnya Bayu yang
tengah bermasturbasi. Kegairahan yang sangat menyentak
dalam dirinya, membuat kepalanya terasa bagai berpusing,
ketika ia melihat Bayu tengah melakukan masturbasi. bibir
vaginanya yang tembem terasa membengkak serta berdenyut
dengan keras oleh gairah terlarang saat ia lebih
mengangkangkan kakinya serta menekan pinggulnya ke bawah,
sehingga bajunya semakin tertarik keatas dan ujungnya
sekarang hampir berada di pinggangnya.

“Oh Tuhan,” bisik Bayu sedikit keras. Sekarang Bayu bisa
melihat dengan jelas kedua lubang ibunya, termasuk bibir
vagina ibunya yang tembem dan membengkak serta lubang
coklat kecil dari anus ibunya yang hanya beberapa inci jauhnya.

Tangannya naik ke atas dan ke bawah pada batang penisnya,
Bayu terpacu dengan cepat menuju puncak masturbasinya.
Tiba-tiba Bayu mengerang dan mulai menyemprotkan air mani-
nya. Ledakan pertama terbang di atas Bayu dan berceceran ke
belakang paha ibunya, dan jatuh di dekat persimpangan bagian
atas paha ibunya, hampir pada vaginanya.

Ketika Bayu mulai reda dari kenikmatan puncaknya, dia
melihat bahwa tetesan air maninya, sebagian jatuh disofa
dekat ibunya, bahkan sangat dekat dengan vagina ibunya, dia
sadar bahwa dia tidak mungkin bisa membersihkannya tanpa
membuat ibunya terbangun.

Susan sendiri hampir tidak bisa melihat apa yang terjadi tapi
dari suara lenguhan Bayu, dia tahu bahwa Bayu anaknya telah
mencapai puncak kenikmatan masturbasinya. Hal ini juga
memacu gairahnya, sehingga tanpa terasa vaginanya menjadi
semakin basah, dan nyaris mengalami orgasme akibat dari
pengaruh angan dan khayalnya.

Ketika pancaran air mani tersebut akhirnya berhenti, karena
buah pelir yang telah menjadi kosong, Bayu mengancingkan
kembali celananya, yang tertinggal hanyalah bekas pancaran
air mani dilantai dan ditubuh ibunya, serta rasa bersalah
karena kehilangan kendali diri serta memiliki pikiran kotor
terhadap ibunya. Dilihatnya juga air maninya yang jatuh ditubuh
ibunya mulai menetes di bagian belakang paha ibunya.

“Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan? Oh!” pikirnya.

Tapi sebelum Bayu bisa memutuskan apa yang harus
dilakukannya dengan air maninya yang mengenai tubuh ibunya,
Susan telah menggeliat lalu duduk sambil membuka matanya.

“Aku pasti tertidur,” kata ibunya sambil merentangkan
tangannya dan menguap.

“Eh… eh… oh iya, tapi hanya sebentar kok.” jawab Bayu sambil
melihat air maninya yang menetes diantara kedua paha ibunya.

Susan yang berpura-pura baru terbangun, bertindak seolah
tidak tahu apa-apa, namun gairahnya yang sudah memuncak
menyebabkan dia bergegas pergi kekamarnya, untuk
melampiaskan tuntutan birahinya, dia sangat sadar kalau
sperma masih membasahi belakang pahanya. Karenanyanya
setelah memberikan ciuman selamat malam dia segera pergi
dan masuk kedalam kamarnya, dibalik pintu kamar tangannya
terulur ke belakang paha dan meraba bekas cecahan air mani
Bayu, terasa sangat lengket di jarinya.

Kegairahan yang sangat kembali menerjangnya, lubang
vaginanya terasa mulai mengemut dengan kuat, terhuyung-
huyung dia merebahkan diri di pembaringannya, bersamaan
dengan tubuhnya yang merebah, datanglah gelombang
orgasme yang sangat kuat melanda tubuhnya “Oookhhh…”
desahnya.

Ketika semua berakhir, dia kembali menarik bajunya
menggunakan jari-jarinya untuk melacap sampai kembali
meraih orgasmenya, lagi dan lagi. Sampai akhirnya dia tertidur
karena kelelahan, pakaiannya masih naik sampai pinggang dan
sperma Bayu yang sudah mengering berada di belakang
pahanya sampai keesokan harinya.

Bayu menunggu ibunya turun di ruang tamu, sehingga mereka
bisa pergi ke Taman Suaka Alam, untuk menghadiri acara
perpisahan tim sepak bola kampusnya. Ketika dia melihat
ibunya pagi ini, tidak terlihat ada tanda-tanda yang
menunjukkan bahwa ibunya tahu apa yang telah dilakukannya.
Ibunya tersenyum manis padanya dan mereka berbicara
tentang segala hal yang umum. Karenanya Bayu berpikir bahwa
ibunya tidak menyadari sama sekali kejadian semalam, dan
dia lolos dari kasus air maninya yang menyemprot paha
belakang ibunya. Tapi dia sadar untuk lain kali dia mesti lebih
berhati-hati.

Susan sendiri mencoba untuk berpikir logis dan realistis
tentang apa yang telah terjadi, dilihatnya Bayu sebagai anak
muda yang sedang tumbuh dan dimasa pancaroba, karena itu
wajar saja bagi Bayu jika dia melihat ibunya sebagai makhluk
seksual dan wanita yang menarik perhatiannya. Ini bukan suatu
hal yang aneh dan perlu diributkan. Susan merasa dia hanya
harus lebih berhati-hati.

Bayu sangat terkejut ketika melihat Susan turun dengan
mengenakan baju tank top dan sebuah celana pendek yang
sangat ketat. Bayu nyaris melihat bibir vagina ibunya yang
tembem diselangkangan ibunya karena ketatnya celana
tersebut.

Dari pengamatannya dia yakin ibunya tidak memakai celana
dalam, karena dia tidak melihat bayangan celana dalam di
celana ibunya yang ketat. “Tidak mungkin mama memakai
celana dalam, kalau pakai pasti tercetak.” pikirnya sambil
berusaha tidak menatap selangkangan ibunya.

Saat Bayu melihat ke bagian tubuh atas, ternyata ibunya juga
tidak memakai bra, itu terlihat dari payudara Susan yang besar
dan menegak itu bergoyang bebas dengan putingnya yang
menonjol dibalik baju tank topnya, sewaktu dia berjalan
kearahnya.

“Bagaimana penampilanku, apakah aku terlihat oke kali ini?”
tanya Susan memimnta penilaian Bayu.

“Wow... mam, aku akan membuat semua orang iri karena
menggandengmu.” jawab Bayu. Susan tersenyum manis pada
anaknya dan menggandeng tangan Bayu, sehingga tangan
tersebut menyentuh sisi payudara, saat mereka berjalan keluar
pintu.

Taman Suaka itu merupakan sebuah arena rekreasi yang besar
dan luas serta dilengkapi fasilitas-fasilitas yang banyak seperti
meja piknik, hutan lebat dan sebuah danau besar dengan
sejumlah sampan dan sepeda air.

Susan dan Taufan cukup sering pergi ke sana membawa Bayu
rekreasi ketika Bayu masih anak-anak, dan membiarkan dia
bermain di ayunan dan berenang di danau. Ketika mereka tiba,
taman tersebut sudah sangat ramai dengan beragam kegiatan.

Dari rombongan Bayu sendiri ada sekitar 60 atau 70 orang
yang datang pada acara tersebut yang terdiri dari tim sepak
bola, keluarga dan teman. Setelah sampai Bayu bergegas
keluar dan membuka pintu untuk ibunya. Mereka berjalan
dengan bangga ke tempat kelompok mereka berkumpul pada
acara tersebut.

Jelas sekali bahwa sejak awal penampilan Susan telah menarik
perhatian semua orang, kaum laki-laki baik tua dan muda
sama tergiur melihat Susan. Sementara kaum perempuan
tampak cemburu.

Beberapa orang mencoba untuk mendekati Susan, tapi Susan
selalu menolak mereka semua, dan mengatakan bahwa dia
telah memiliki teman kencan, yaitu Bayu, anaknya yang kini
berperan sebagai pacarnya. Bayu sendiri penuh dengan
perasaan bangga dia berjalan dengan elegant seperti seekor
burung merak, dan tidak pernah membiarkan ibunya terlalu
jauh dari pandangannya.

Setelah semua beramah tamah dan makan, mereka mulai
berpencaran dengan kegiatan masing-masing, beberapa orang
bermain voli, dan yang lain berenang, beberapa orang menaiki
perahu dan mendayung di danau.

Kerumunan orang mulai menipis. Bayu dan Susan membawa
tikar dan barang-barang bawaan mereka dan pergi ke atas
bukit dan menemukan tempat di bawah pohon beringin yang
besar untuk mereka bersantai, cukup jauh dari keramaian.
Susan yang agak terlalu banyak minum badannya tampak
goyah saat membantu Bayu menghamparkan selimut di tanah,
untuk tempat duduk mereka . Susan tampaknya menjadi terlalu
banyak minum akhir-akhir ini.

Keduanya duduk mengamati orang-orang di bawah, menikmati
desiran angin dingin diawal musim panas yang justru terasa
dingin karena letak taman tersebut cukup tinggi diatas
permukaan laut..

Bayu menarik tubuh ibunya sehingga bersandar pada dirinya,
dan memeluknya, “Aku mencintaimu, Ma.” bisiknya.

“Aku juga mencintaimu, Bayu.” kata Susan sambil berpaling
kepada anaknya.

Bayu melihat air mata menggenang di mata ibunya. “Apa ada
yang salah, Ma?” Bayu bertanya dengan nada prihatin.

“Tidak ada, sayang, hanya saja bahwa ini tampak begitu
sempurna seperti dahulu… dulu ayahmu dan mama sering
membawamu bermain keari, kami bahkan pernah duduk di
bawah pohon ini. Mama merasa ini adalah peristiwa yang
terbaik sejak ayahmu meninggal. Terima kasih telah membawa
mama kemari, dan selalu mendampingi mama.” kata Susan
bersandar pada Bayu dan meletakkan kepalanya di bahunya.
Beberapa lamanya mereka berdiam diri, dan Susan mulai
memejamkan matanya seakan-akan tertidur.

“Aku akan selalu mendampingi mama, dan tidak akan pernah
meninggalkan mama.” kata Bayu. Seperti tadi saat berjalan
bergandengan keluar rumah, lengan atas Bayu menempel pada
tubuh ibunya, sehingga lengan tersebut menyentuh payudara
Susan.

Bayu sadar lengannya menyentuh sisi payudara ibunya, dank
arena besarnya, payu dara tersebut sebagian keluar dari tank
top yang dipakai ibunya. Tangan Bayu bergerak perlahan,
sehingga jarinya menyentuh payudara yang lembut di luar baju
tank top ibunya.

Untuk sesaat Bayu menahan napas sambil menunggu ibunya
menghentikan tingkah lakunya. Susan menyadari apa yang
telah Bayu lakukan, namun dia tidak ingin membuat Bayu
menjadi malu dan merusak suasana indah yang mereka
rasakan.

Karenanya dia membiarkan jari tangan Bayu dengan lembut
mengelus payudaranya. Tapi rasa hangat yang nikmat mulai
timbul di bagian bawah perutnya, membuat lengannya sedikit
mengejang dan memaksanya untuk lebih rapat bersandar ke
dada Bayu yang sangat bidang dan kekar.

Bayu menggerakkan jari-jarinya dibuah dada ibunya yang terasa
begitu lembut dengan sangat perlahan. Dia terus menerus
melakukan itu untuk waktu yang lama, sambil menunggu
ibunya meraih tangannya dan mencegahnya seperti yang dia
lakukan saat nonton film di bioskop.
Ketika ibunya tidak juga bergerak untuk menghentikannya,
Bayu mulai berani membuka telapak tangannya dan
meletakkannya dibawah payudara ibunya, lalu perlahan-lahan
telapak tangannya terangkat.

Kepalanya mulai terasa berpusing, ketika telapak tangannya
menangkup seluruh buah dada ibunya tersebut yang masih
tertutup baju tank top tersebut. Batang penis berdenyut dengan
kuat di dalam celananya. Sentuhan puting buah dada ibunya
dengan telapak tangannya terasa seperti membakar tangannya.

Akal sehat Susan yang berada dalam pengaruh alkohol mulai
menjeritkan peringatan, tapi kegairahan yang sangat dan
denyut-denyut di selangkangannya menahannya untuk
mencegah perbuatan Bayu lebih jauh lagi.

Bayu merasa seperti mendengar erangan ibunya, dia berhenti
bergerak dan memperhatikan ibunya dengan teliti. Tapi tidak,
ibunya bernapas berat dan teratur. Dia menatap wajahnya dan
melihat bahwa matanya tertutup. Berat tubuh ibunya yang
menyender penuh padanya, membuatnya berpikir bahwa ibunya
mungkin masih tertidur.

Bayu memindah tangan ke bawah tepat dibawah ujung baju
tank top ibunya, terasa olehnya hangat sentuhan tangannya
kekulit perut ibunya. Perlahan ia menggerakkan tangannya ke
atas, sedikit demi sedikit. Dia merasakan sengatan listrik
ketika sisi tangannya menyentuh kulit buah dada ibunya yang
telanjang.

Denyutan keras di dalam celananya sempat membuatnya
berpikir akan memancarkan air maninya. Bayu menarik napas
dalam-dalam dan memasukkan tangannya kedalam baju
ibunya. Sekarang dia memegang seluruh payudara telanjang
ibunya sendiri di tangannya.

Dia menunggu sejenak reaksi dari ibunya, ketika dilihatnya
tidak ada reaksi apa-apa, dia mulai meremas-remas buah
dada ibunya. Dia dengan penuh hasrat mempermainkan
payudara ibunya dengan lembut, merasakan kelembutan,
kepenuhan dan kehangatan buah dada ibunya disertai rasa
was-was bahwa ibunya akan terbangunkan.

Perasaan Susan berguncang dengan dahsyat, nafsunya
demikian menggelegak sehingga dia tidak bisa berpikir jernih.
Dia tahu dia harus menghentikan ini, tetapi gairah birahinya
yang telah membakar serta pengaruh minuman anggur yang
diminumnya membuat dia tetap membiarkan semua ulah Bayu.
Dia bisa merasakan celana pendek yang dikenakannya mulai
menjadi sangat basah, dan dia sangat khawatir basahnya akan
Nampak dari luar celana yang dipakainya.

Bayu menjadi semakin berani. Dia menangkup dan memijat
satu payudara sebelum berpindah untuk menangkup dan
memijat payudara yang satunya lagi. Dia bergeser sedikit dan
membiarkan tubuh ibunya menyelinap dari lengannya, sehingga
kini tubuh ibunya berada dipangkuannya.

Penisnya yang sekarang terimpit punggung ibunya berdenyut
dengan keras, sekali lagi dipandangnya wajah ibunya, dan dia
menghela napas lega ketika melihat bahwa mata ibunya masih
tertutup. Lalu ia mengalihkan pandangannya kearah dada
ibunya, dan melihat tangannya bergerak bebas di bawah baju
ibunya.

Susan berbaring setenang mungkin, membiarkan anaknya
menjelajahi payudaranya. Dia bisa merasakan penis Bayu yang
menekan di punggungnya menegang dengan kerasnya dan
berdenyut-denyut. Terasa olehnya betapa besarnya batang
penis itu, pinggulnya terasa sedikit kesemutan, dan dia harus
berjuang keras untuk mengendalikan napasnya.

Tangan Bayu yang meremas dan mengelus sebuah payudara
kini berganti dengan mempermainkan puting buah dada ibunya
yang tegak dan keras. Tiba-tiba terlintas dalam benaknya
bahwa ia telah mengisap puting susu ini ketika masih bayi.

Sebuah hasrat yang kuat tiba-tiba mendorongnya untuk
melihat buah dada tersebut, perlahan tangannya mengangkat
baju keatas sampai buah dada tersebut tidak tertutupi.
Matanya melebar saat dia menatap kulit putih mulus dan
puting merah muda yang panjang yang diremasi tangannya,
dan dia terpesona sendiri saat ia melihat tangannya meremas
daging lembut tersebut.

Susan akhirnya sadar bahwa dia harus menghentikan semua
ini. Dia melenguh dan pura-pura terbangun, terasa olehnya
Bayu cepat-cepat menarik tangannya dari payudaranya, dan
menarik ujung bajunya kebawah lagi, sehingga menutupi tubuh
bagian atasnya lagi.

Lalu Susan duduk dan menggosok matanya. “Aku pasti jatuh
tertidur lagi, maaf sepertinya aku selalu tertidur setelah minum
anggur. Berapa lama aku terlelap?” tanyanya pada Bayu.

“Uh… oh, tidak lama kok.” jawab Bayu.

“Mari kita jalan-jalan,” kata Susan sambil berdiri. Pengaruh
minuman anggur dan rangsangan birahi yang naik kekepalanya
membuatnya merasa pusing dan hampir jatuh. Untung Bayu
yang cepat berdiri di sampingnya dapat memegangnya
sehingga seimbang kembali.

Mereka berjalan bergandengan tangan menyusuri jalan setapak
yang menuju ke arah danau. Mustahil bagi Bayu untuk
menyembunyikan tonjolan di celananya. Bayu tidak bisa
percaya bahwa dia telah meremas-remas buah dada ibunya.
Digeleng-gelengkannya kepalanya dan berpikir bahwa semua
itu mungkin hanya mimpi.

Mata Susan sendiri terus melirik ke selangkangan anaknya.
Rasa ibanya timbul melihat batang penis anaknya yang tegang
dan kaku seperti itu, pasti batang penis itu terasa sakit
terhimpit celana ketat, dan menuntut dibebaskan dari
ketegangannya.

Tidak lama kemudian mereka menemukan tempat yang lapang
dan nyaman dekat tepi danau, “Kita duduk disini saja, Mam.”
ajak Bayu.

“Jangan disini, mama tidak ingin rumput dan kotoran yang ada
padanya menempel pada celana pendek mama.” jawab Susan.

“Tidak akan, duduklah disini.” kata Bayu sambil menanggalkan
kemejanya dan menghamparkannya ditanah.

Dia sekarang berdiri di samping ibunya dengan hanya
mengenakan celana pendek dan sandal, dadanya yang
telanjang terlihat bidang dengan six pack di perutnya.

“Wow, kamu benar-benar telah bekerja keras untuk berolah
raga dan membentuk tubuhmu.” seru Susan sambil mengagumi
otot dada dan perut anaknya.

Susan merapatkan kakinya dan merasakan vaginanya yang
tembem kian membengkak serta berdenyut-denyut dengan
kerasnya. “Ini semua berkat pelatih kami, dia ingin semua
pemainnya berada dalam keadaan prima.” jawab Bayu.

“Kamu tampak begitu hebat dan perkasa.” kata Susan sambil
duduk diatas kemeja Bayu yang sudah dihamparkan. Susan
merasakan jahitan ketat celana pendeknya membuat bibir
vaginanya tertarik, menimbulkan rasa nikmat tersendiri,
karenanya dia menutup matanya sambil menikmati sentuhan
celana tersebut.

“Terima kasih,” kata Bayu yang mendengar pujian ibunya, dia
lalu duduk di sebelah ibunya dan meletakkan lengannya di
sekeliling bahu ibunya.

Mereka duduk di sana dalam keheningan sambil memandang
ke arah danau yang berkilauan. Mereka bisa melihat bintik
orang-orang yang tengah mendayung perahu kecil didanau
tersebut, serta mendengar sayup-sayup suara tawa anak-anak
yang tengah bermain dengan riangnya di kejauhan.

Situsi dan kondisi saat itu tampak semuanya sempurna untuk
berkencan, pemandangan indah di depan mata, tempat yang
cukup terpencil tapi tidak terlalu jauh, tiadanya orang-orang di
dekat mereka, membuat Bayu akhirnya memberanikan diri
bertanya.

“Ma!” kata Bayu memecah kesunyian, “apa… apakah… mama..
apakah mama mengijinkan aku memcium mama lagi?”
tanyanya dengan suara sedikit tergagap. Susan menarik nafas
panjang, dia tidak segera bisa menjawab pertanyaan Bayu.

Entah bagaimana, nalurinya telah lama membisikkan bahwa
suatu saat pertanyaan itu akan datang. Dia telah berlatih untuk
menolak dengan halus, agar tidak menyakiti perasaaan Bayu.
Namun semua yang dilatihnya terbang terbawa angin, ketika
dia dihadapkan langsung dengan pertanyaan tersebut.

Susan masih bisa merasakan bagaimana tangan Bayu
meremas dan mempermainkan buah dadanya, dan bahkan
bibir vaginanya pun masih membengkak serta basah karena
terangsang oleh gairah birahinya. “Mama kira boleh, tapi hanya
satu kali saja.” kata Susan pada akhirnya, dia bukannya
menolak, tapi justru malah mengijinkan meskipun dengan
syarat.

Jantung Bayu serasa copot dari tangkainya, saking gembiranya.
Dengan gugup dia berpaling pada ibunya, dan mendekatkan
bibirnya pada bibir ibunya, lalu mereka sama-sama menekan
kedua bibir tersebut, dan memeluk ibunya ke dada
telanjangnya.

Ketika ibunya membuka mulut, Bayu tidak menyia-nyiakan
waktu, dia segera mendorong lidahnya masuk kedalam mulut
ibunya yang hangat dan basah, rasanya Bayu seperti menegak
sepuluh botol anggur yang memabukkan. Ketika lidahnya
ditarik keluar, lidah ibunya mengikuti dan menekan ke dalam
mulutnya. Dia mengisap lidah ibunya dan terdengar Susan
mengerang, “Aakkhhmmmppp…”

Ciuman terus berlanjut, berubah menjadi ciuman kedua dan
kemudian ketiga, dan keempat, lagi dan lagi. Bayu
menggunakan kesempatan saat mereka berciuman dengan
mengulurkan tangannya kedada ibunya dan meremas
payudaranya lagi, diselingi dengan mempermainkan putingnya.

Susan tidak pura-pura tidur saat ini tapi tetap dia tidak bisa
menghentikannya. Bayu mengerang saat dia merasa buah dada
ibunya penuh dalam genggaman telapak tangannya. Jari-
jarinya gemetar saat dia bermain dengan puting susu tersebut.

Permainan Bayu di puting susu tersebut, menyebabkan ibunya
lebih menekankan dan mendorong payudaranya ke dalam
tangan Bayu, “Aaakhh…” bibir Susan mengeluarkan erang lirih
yang terdengar bergetar karena diamuk birahi. Bibir mereka
hampir bengkak karena terus menerus berciuman dengan
penuh gairah.

Akhirnya, Susan mendorong Bayu menjauh, napasnya terengah-
engah dan pendek. “Bayu, kita tidak bisa, kita… kita… harus
berhenti,” katanya dengan suara lirih, penuh dengan nada
keraguan.

Larangan Susan yang penuh dengan nada ragu, tampak tidak
meyakinkan untuk Bayu. Dia mendorong kembali Susan ke
tanah, mengabaikan protes yang lemah dan sekali lagi
mengulum mulut Susan dengan mulutnya.

Tangannya sekarang bekerja menarik baju atas ibunya ke atas
sampai kedua payudara yang besar dan montok tersebut
menyembul tanpa penghalang serta terkena udara dingin sore
hari, sapuan udara dingin rupanya menyebabkan puting
tersebut lebih mengeras lagi.

Bayu melepaskan kulumannya pada bibir Susan, dan menarik
wajahnya serta menatap keindahan payudara montok dan
penuh milik ibunya. “Tuhan, begitu cantiknya sepasang buah
dada ibu.” kata Bayu sambil membungkuk dan mencium kedua
buah dada tersebut satu persatu.

“Jangan, Bayu, berhenti!” kata Susan sambil mendorong Bayu
menjauh.

Bayu jatuh telentang, dadanya terengah-engah sedang
matanya memandang langit. “Maaf, Ma… aku… aku idiot
bodoh, telah menyalah gunakan kasih sayang mama yang
selamanya selalu memanjakan aku. Maaf...” kata Bayu hampir
menangis.

Susan kembali duduk, sambil menarik baju atasannya ke bawah
dan menatap anaknya. “Dia begitu muda dan bergairah sampai
dia kehilangan kontrol. Ini salahku bukan salah Bayu.” pikirnya.
“Aku sudah dewasa dan selayaknya lebih mampu menahan diri
daripada Bayu.” kembali hatinya berdesah.

“Uughhh…” desah sangat lirih keluar dari bibir Susan saat ia
menatap dada yang bidang dan berotot anaknya lalu
pandangannya turun ke tonjolan di celana Bayu tepat dibagian
selangkangannya.

“Kau bukan seorang idiot, Bayu. Tapi kamu seorang anak laki-
laki yang tampan serta cerdas, dan aku sangat mencintaimu.”
bisik Susan sambil berbaring di samping tubuh Bayu dan
meletakkan kepalanya di dada Bidang berotot tersebut.

Sisi wajahnya menempel pada kulit dada bayu yang hangat,
Susan bisa merasakan debaran jantung anaknya. Perlahan-
lahan seolah-olah tidak sengaja, tangannya mulai meluncur
keatas perut anaknya.

Susan mengagumi otot-otot keras perut tersebut serta
mengawasi gerak geliat perut tersebut yang kegelian akibat
dari sentuhan tangannya. Ketika tangan Susan sampai di ikat
pinggang Bayu, dia berhenti sejenak dan setelah ragu
beberapa saat, dia mulai melepaskan kancing celana tersebut.

Bayu berbaring kaku, gairahnya melonjak menembus batas
khayalinya, dia tidak bermimpi ibunya akan melepaskan
celananya. “Mam….” bisiknya bergetar, menahan gairah dari
dugaannya sendiri atas apa yang akan dilakukan ibunya.

“Shhhhh…!” Susan berdesis menyuruhnya diam, sambil melepas
kaitan celana Bayu dan menarik risluitingnya ke bawah. Hanya
sejenak dia ragu-ragu, sebelum akhirnya dia mengulurkan
tangannya yang gemetar ke dalam celana dan meraih penis
keras dan tegang.

“Aaaakkhhhhh…” Bayu mengerang ketika batang penisnya
digenggam ibunya. Tangan Susan menarik batang keras dari
celana sehingga keluar dan tersorot sinar matahari sore.

“Ouh!” keluh Susan sambil menatap batang penis anaknya.

Kepala penis itu seperti bengkak dan dilubangnya tampak
cairan birahi yang menetes keluar dari lubang kencingnya. Kulit
batangnya terasa hangat, bahkan nyaris panas di tangannya.
Susan merasa dunia seakan berputar di sekelilingnya saat dia
mulai menggerakkan tangannya atas dan ke bawah di batang
penis anaknya.

Bayu gemetaran badannya, saat dia merasa jari-jari tangan
ibunya mencolek cairan birahinya yang menetes dari ujung
batang penisnya, dan mengoles-oleskannya pada seluruh
kepala batang penis tersebut, sehingga tampaklah sekarang
batang penis itu mengkilap di bawah sinar matahari.

Susan menggerak-gerakkan jari-jarinya, mengelus dan memijat
dengan lembut keatas dan ke bawah sepanjang batang penis
Bayu, “Aaakkkhhhh…” erang Bayu kembali terdengar, lancapan
tangan Susan pada batang penis tersebut, menimbulkan
sebuah gelembung air birahi di ujung batang penis Bayu.

Susan mencelupkan jari telunjuknya kedalam gelembung cairan
bening air birahi tersebut, dan perlahan-lahan dengan tangan
gemetar dia membawa jari telunjuk itu ke bibirnya. Sekarang
ada untaian panjang cairan birahi yang jelas terlihat
menghubungkan bibir Susan dengan ujung batang penis
anaknya.

Kepala Susan mulai menunduk perlahan. “Dia tidak akan
mengulum… “pikir Bayu ketika melihat pergerakkan kepala
ibunya. Susan tahu betapa salahnya ini, betapa gila dan tidak
masuk diakal, tapi tapi dia tidak bisa berhenti.

Susan melumuri telapak tangannya dengan cairan birahi
tersebut lebih banyak, dengan mengusap ujung kepala penis
dengan telapak tangannya, kemudian digenggamkannya pada
batang penis Bayu yang sangat tegang dan panas.

Dia menunduk semakin dalam melihat telapak tangannya yang
menggenggam batang penis, seolah-olah tangan tersebut milik
orang lain. “Itu tidak mungkin terjadi, pasti hanya impian.”
hatinya berkata pada dirinya sendiri. “Tidak mungkin aku
memegang batang penis anakku dengan tanganku.” kembali
hatinya berdesah.

Tiba-tiba Bayu tersentak dan pinggulnya terangkat naik,
“Aaaakkhhhh…” erangnya dengan keras. Susan terkejut ketika
cairan sperma yang putih memancar dari ujung kepala penis
Bayu, menembak dengan kuat pada pipi dan lehernya. Lalu
memencar berceceran di pipinya dan meleleh turun ke
lehernya.

Susan cepat sadar dari keterkejutannya, dan tangannya
meremas-remas batang penis anaknya, dan memerah batang
penis itu sehingga kembali memancarkan air mani yang kali ini
jatuh di dada dan perut Bayu, tepat di depan mata Susan yang
melotot memandangnya.

Cipratan air mani Bayu yang hanya setengah inchi dari
mulutnya, menyebabkan dia bisa mencium aroma sperma
tersebut. Bayangan khayali kalau sperma tersebut menembak
kedalam rahimnya, membuat lonjakkan rangsangan pada diri
Susan.

Tak tahan lagi Susan menghimpitkan kakinya satu sama lain,
sedang sebelah tangannya yang bertumpu pada paha Bayu,
meremas paha tersebut, bersamaan dengan itu kekejangan
mulai terasa merambat disekujur tubuhnya, kekejangan yang
nikmat, pinggulnya bergerak selaras dengan ejakulasi Bayu
sebagai akibat orgasmenya sendiri yang menyusul datang.

Beberapa saat kemudian mereka terdiam, hanya suara burung-
burung yang berkicau di hutan dan tarikan nafas yang sesak
dari seorang ibu dan anaknya. Lalu Susan mengangkat
kepalanya dan pandangannya jatuh kembali ke tanah, dadanya
masih kembang kempis. Dia menutup matanya dan menarik
napas panjang, “Tuhan, jika dia tidak segera memancarkan air
maninya ketika kukocok, apa yang akan saya lakukan?”
tanyanya pada diri sendiri.

“Mama pikir sudah saatnya kita kembali,” kata Susan sambil
duduk. Bayu segera mengikuti sehingga bekas spermanya
seperti tertelan otot perutnya, yang sedikit menggigil. Susan
sendiri merasakan cairan sperma di wajahnya mulai mendingin
dan menetes, dia bangkit berdiri.

“Mam, aku eh… eh… aku minta maaf,” kata Bayu, dia merasa
seperti orang bodoh karena tidak dapat mengendalikan dirinya
dan menyemprotkan air mani di wajahnya, serta membuat
bekas noda disana, pipi ibunya tampak basah, oleh air
maninya, yang perlahan mengalir dan menetes dilehernya.

“Ini ambil bajumu,” kata Susan, “Hari mulai gelap.” lanjutnya.
Bayu yang mulai mengenakan kemejanya menjadi ragu-ragu
ketika dilihatnya pipi dan leher ibunya masih berkilau oleh
bekas air maninya. “Apakah mama mau menggunakan ini?”
katanya sambil mengangsurkan kemejanya kepada Susan.

“Tidak, tidak apa-apa, dan tidak akan menggunakan kemeja
kamu yang berlumuran tanah.” kata Susan. Dia merasa cairan
dileher, menetes ke bawah ke atas payudaranya. Meskipun
aneh, tapi dia senang merasakan sensasi cairan mani di
wajahnya. Karena itu dia tidak berniat menghapusnya, dulu
Taufan sering menyemprotkan air mani ke wajahnya dan Susan
akan membiarkannya di sana sampai kering.

Ketika mereka mulai berjalan di jalan setapak, tangan Bayu
mengusap tangan Susan. Tanpa melihat ke bawah atau
mengatakan sesuatu, Susan balas menggenggam tangan Bayu
dan meremasnya. Bayu menghela napas lega, dia tahu ibunya
tidak marah.

Mereka berjalan bergandengan tangan, kembali ke tempat
mereka meninggalkan tikar mereka. Kemudian setelah
mengambil tikar dan barang-barang, Mereka pulang ke rumah
tanpa seorangpun yang berbicara. Baik ibu dan anak sama-
sama asyik dengan sejuta fikiran dan angan di benaknya.

END
 
Panjang suhu sebenarnya.. ada adegan dansa didepan teman nya terus masuk kamar sampe ngewek(sahabatnya gk ikutan ya)
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd