Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

DRAMA KEPUTUSANKU 2 ( NO SARA )

Lanjut yuk suhu mumpung ada waktu...







Setelah solat subuh, aku melakukan pekerjaan rumah seperti biasanya.

Saat aku sedang sarapan tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu rumah dengan segera aku pun membukakan pintu.

Betapa terkejutnya aku saat melihat siapa yang mengetuk pintu rumahku.

Seorang gadis yang entah kenapa sangat aku rindukan dan juga sangat aku sukai.

" Ehh "

Gadis itu pun juga terkejut saat menatapku.

" A-assalamualaikum..., " ucap gadis itu menggunakan bahasa isyarat.

" Waalaikum salam... Mari masuk kak, " ucapku dengan lisanku yang mempersilahkan dia masuk kedalam rumah.

Namun tiba-tiba gadis itu menatapku dengan sangat tajam sampai-sampai aku pun merasa sangat gugup.

" Siapa nak?! " ucap ibuku sambil berjalan kearah kami.

" Masya allah Evi..., " ucap Ibuku yang langsung memeluk gadis tuna wicara itu yang bernama Evi.

" Pagi sekali kamu datang nak... Nah masuk dulu yuk..., " ucap ibuku sambil menggandeng tangan kanan Evi.

" Evi... Sudah sarapan kah? " tanya ibuku sambil berjalan.

" Alhamdulillah sudah bunda, " ucap Evi menggunakan bahasa isyarat.

" Hmm... Makan lagi ya bunda sama Azam lagi sarapan, yuk-yuk..., " ucap ibuku.

Kulihat Evi pun hanya mengangguk pasrah sambil ikut berjalan bersama ibuku.

Sedangkan aku sendiri yang mengekor dibelakang mereka hanya menggelengkan kepalaku saja.

" Nah bunda ambilkan ya sayang..., " ucap ibuku sambil mengambil piring.

Namun, dengan sigap Evi langsung menggelengkan kepalanya lalu mengambil piring.

Setelah sarapan, kami pun mengobrol ringan sampai pada sekitar jam 9 pagi teras belakang rumah.

" Azam... Kamu tidak kerja? " tanya ibuku.

" Tidak bunda, aku udah ijin tadi sama abi..., " ucapku sambil menanam daun bawang beberapa meter didepan mereka.

" Oh iya Zam, kamu sudah ketemu sama Umi? " tanya ibuku.

" Belum bunda... Kayaknya lagi sibuk deh bunda soalnya abi juga bilang kalau ada proyek perumahan dan gambarnya dari Umi, " ucapku.

" Hmm... Tapi kamu juga harus hubungi Umi kali Azam kalau kamu udah pulang, " ucap ibuku.

" Iya bunda, " ucapku singkat.

Sebenarnya aku malu drngan Umi karena pernah bermain dengannya yang berakhir Umi pingsan gara-gara tidak kuat menahan gempuranku.

Setelah itu ibuku dan Evi masuk kedalam, entah apa yang meteka lakukan karena aku masih sibuk dengan tanaman.

Sekitar jam 11 siang akhirnya aku pun selesai lalu bersih-bersih di kran belakang rumah lalu masuk kedalam.

Setelah sampai diruang tv, aku mengerutkan keningku karena tidak melihat ibuku, aku pun bertanya kepada Evi.

" Kak... Bunda kemana? " tanyaku.

Evi yang mendengar itu pun langsung menatapku tajam lalu mengucapkan sesuatu dengan bahasa isyaratnya.

" Panggil kakak terus saja Zam... Sekali lagi kamu panggil aku kakak, aku pulang, " ucap Evi dengan bahasa isyaratnya dan menatapku sangat tajam.

" Astaga... Semakin tajam saja itu mata, tapi iya juga sih kalau dia tidak mau dipanggil kakak olehku..., " gumamku dalam hati.

" Hehehe... Lupa lho kak... Ehh... Evi, " ucapku sambil cengengesan.

" Lupa-lupa..., " ucap Evi dengan bahasa isyarat.

" Hehehe... Evi bunda kemana? " tanyaku lagi sambil duduk satu meter disamping kirinya.

" Bunda lagi ke warung katanya garam sama bumbu dapur habis, " ucap Evi dengan bahasa isyarat.

" Hm... Kok tidak nyuruh aku saja, kenapa malah pergi sendiri..., " ucapku pelan.

" Aku tidak tahu, " ucap Evi dengan bahasa isyarat.

Setelah itu hening beberapa saat, aku pun juga bingung mau ngobrol apa dengan Evi dan kami pun hanya menonton tv saja sampai ibuku kembali.

" Assalamualaikum, " ucap ibuku.

" Waalaikum salam..., " ucapku singkat.

" Hahhhh... Oh iya Zam tadi bunda ketemu sama Hamid suaminya Hera kalau kamu suruh ke sana rumahnya, " ucap ibuku sambil berjalan ke dapur untuk meletakkan belanjaannya.

" Lah kenapa bunda? " tanyaku.

" Entah... Kamu kesana gih... Siapa tahu penting, " ucap ibuku sambil berjalan kearahku dan Evi.

" Hmm... Okelah... Tapi tidak apa-apa kalau aku tinggal? " tanyaku.

" Iya nak... Lagian ada Evi juga kan... Sudah buruan kesana, " ucap ibuku.

" Baik bunda, " ucapku sambil berdiri lalu pamit kepada ibuku dan Evi.

***

Sesampainya diwarung bakso kak Hera, aku lihat kalau mas Hamid sedang sibuk mengurus pembeli baksonya karena ramai.

" Assalamualaikum..., " salamku sambil berjalan kearah mas Hamid.

" Waalaikum salam... Wahhh Azam..., " ucap mas Hamid.

" Hehehe... Wah rame mas..., " ucapku basa-basi.

" Makanya tadi saat aku lihat bunda aku langsung meminta tolong sama bunda buat nyuruh kamu kesini, " ucap mas Hamid sambil bungkusin bakso.

" Memang ada apa mas? " tanyaku.

" Bantuin aku Zam... Soalnya rame banget ini sama ada pesanan 120 porsi, " ucap mas Hamid.

" Loh... Kak Hera kemana mas? " tanyaku sambil membantu mas Hamid.

" Hera lagi nemenin Amir didalam soalnya Amir rewel terus minta mainan didalam..., " ucap mas Hamid.

" Hmm... Okelah, " ucapku singkat.

Aku pun langsung dengan sigap membantu mas Hamid sampai siang hari.

Namun selama aku membantu mas Hamid, aku tidak melihat kak Hera.

" Azam... Tolong ambil simpanan bakso didalam dong... Bilang saja sama Hera, " ucap mas Hamid.

" Asiaaaappp...., " ucapku yang langsung masuk kedalam rumah mas Hamid.

Saat aku sampai diruang tengah, aku melihat kak yang sedang menonton tv bersama Amir dengan posisi tiduran menghadap tv.

Deg....

Seketika tubuhku mematung melihat apa yang tengah aku lihat.

Sebuah pemandangan yang sangat jarang dilihat oleh siapapun yaitu posisi kak Hera sedang tiduran menyamping dan menggunakan sebuah daster tanpa lengan berwarna biru tua polos tanpa khimar dan cadarnya.

Namun bukan itu yang membuat tubuhku mematung, yang membuat tubuhku mematung adalah semua susu besar kak Hera keluar karena sedang nenenin Amir sedangkan susu sebelahnya tepatnya bagian kirinya dibiarkan terbuka karena Amir juga sedang memainkan puting susu kak Hera yang berwarna coklat gelap itu.

Aku yang mematung beberapa detik itu pun langsung tersadar lalu memalingkan mukaku.

Niatan ingin segera keluar dari sana dan meminta mas Hamid untuk mengambilkan baksonya sendiri, namun sebuah suara menghentikan langkahku.

" Azam..., "

" Ehhh... Ka-kak..., " ucapku gugup tanpa memalingkan muka dan tubuhku.

" Baksonya di frezer plastik warna putih... Ambil saja disana, " ucap kak Hera.

" Ba-baiklah kak, " ucapku yang langsung berjalan ke arah dapur untuk mengambil bakso.

Namun karena dapur harus berjalan melewati kak Hera maka aku pun tanpa menoleh lagi ke arah kak Hera.

Setelah bakso aku dapatkan, aku kembali berjalan ke arah kak Hera dan kulihat kak Hera masih dalam posisi semula dengan susu yang keluar dari sarung dan tempatnya.

Aku juga tanpa berkata lagi langsung mempercepat langkahku keluar dari rumah.

" Ini mas baksonya, " ucapku sambil menyerahkan baksonya.

" Iya makasih Zam... Nah kamu makan dulu ya tuh sudah aku buatin, " ucap mas Hamid.

" Ok siap mas, hehehe, " ucapku sambil cengengesan menutupi rasa konak dan gugupku.

Saat aku sedang makan dan warung bakso sudah sepi, tiba-tiba ada notif watip masuk dan kulihat dari...

" Kak Hera? Ngapain watip segala..., " ucapku dalam hati.

Namun tidak aku buka karena aku yang sedang makan, juga sedang membantu mas Hamid.

Setelah semua sudah selesai, aku pun pamit kepada mas Hamid dan tidak lupa mas Hamid memberikan seabrek bakso dan juga sebuah amplop.

Aku pun menerima baksonya saja sedangkan untuk amplopnya tidak aku terima walauoun memaksa dan aku pun bilang kepada mas Hamid untuk memberikannya kepada Amir saja.

Setelah itu aku pulang dan seharian aku makan bakso bersama ibuku, sedangkan Evi sudah pulang tidak lama setelah aku pergi ke warung bakso kak Hera.

***

Malam hatinya sekitar jam 11 malam, aku yang sudah tidur itu tiba-tiba terbangun karena mendengar nada dering wattip.

" Astaghfirullah... Siapa sih malam-malam begini telpon..., " gumamku kesal.

Saat melihat layar hp ku, terlihat nama Kak Nisa tertera disana dengan panggilan video.

Seketika aku yang kesal dan malas-malasan itu langsung senang.

Saat aku jawab dan langsung melihat penampakan wajah seseorang yang sangat aku rindukan.

" Assalamualaikum... Adeeeekkkk, " ucap Kak Nisa sambil tersenyum karena saat itu kak Nisa tidak menggunakan cadarnya, otomatis wajah manis kak Nisa langsung terpampang didepanku.

" Waalaikum salam... Kakak kenapa sih malam-malam video call! " ucapku jaim walaupun aku sangat senang.

" Heh.... Kakak baru ada waktu jam-jam segini untuk santai... Lagian baru jam 11 lho ini, " ucap kak Nisa.

" Heleh... Aku jam segini memang sudah tidur kali kak.... Kenapa sih?! Ganggu orang tidur saja! " ucapku dengan ekspresi aku buat kesal.

Walaupun begitu aku sangat senang di video call dengan kak Nisa.

" Heleh... Oh iya dek, bunda sehat kan? " tanya kak Nisa.

" Alhamdulillah sehat kak... Kakak sendiri gimana? " ucapku sambil meletakkan hapeku dan memasangkan headset.

" Alhamdulillah kakak juga sehat dek... Hmm, " ucap kak Nisa sambil menggigit bibir bawahnya.

Aku yang melihat itu langsung mengerutkan keningku karrna merasa heran dengan kak Nisa.

" Huh... Kenapa kak? " tanyaku heran.

" Tidak, tidak apa-apa dek... Hmm... Kamu tidak pake baju begitu, " ucap Kak Nisa.

" Lah, aku kalau dirumah memang jarang kan kak pake baju... Sarungan aja udah, lebih adem, " ucapku.

" Dan tanpa celana dalam? " tanya kak Nisa sedikit berbisik.

" Eh... Hehehe, " ucapku sambil cengengesan.

" Oh iya kak, kenapa sepi di rumah kakak? " tanyaku penasaran.

Setahuku rumah suami kak Nisa selalu ramai karena jadi satu dengan pondok pesantrennya dan juga orang tua suami kak Nisa juga tinggal disitu.

" Kakak tidak tinggal jadi satu dengan ibu sama bapak ( ortu suami kak Nisa ) dek, " ucap Kak Nisa.

" Loh kok gitu kak? Bukannya kalau masih keluarga pesantren itu biasanya jadi satu ya? " tanyaku.

" Iya dek tapi entah kenapa ibu sama bapak menyutuh kakak dan Guse ( suami kak Nisa ) untuk tinggal dirumah belakang pesantren jadi rumahnya tepat dipojok ujung kanan belakang pesantren karena rumah ini lama tidak ditempati, makanya mereka meminta kakak sama Guse untuk tinggal disini sekalian jagain kebon mangga sama kolam ikan, " jelas kak Nisa.

" Lah terus? " tanyaku yang masih penasaran.

" Terus apa? " tanya kak Nisa.

" Maksudnya apa masih jadi satu sama kawasan pesantren? " tanyaku.

" Masihlah dek... Masih jadi satu sama pesantren tapi kawasan putra jadi aman... Adem tau dek tinggal disini, hehehehe, " ucap Kak Nisa.

" Lah... Kawasan putra? " tanyaku sedikit bingung.

" Iya dek jadi rumahnya terpencil dan didalam kebon mangga itu kalau sama asramanya kalau jalan kaki sekitar 10 menit lah sampai..., " ucap Kak Nisa.

" Tapi kakak tidak digangguin kan sama anak-anak pesantren? " tanyaku.

" Heleh mikirmu kejauhan kali dek, hahahahha... Mana berani mereka gangguin kakak, orang mereka lihat kakak aja nunduk gk berani lihat kakak kok padahal kakak juga biasa aja, " jelas kak Nisa.

" Oh gitu, " ucapku.

" Gini, kan kakak juga disini belajar di santri putri jadi tiap hari dari pagi sampai jam 10 malam kecuali hari jumat kakak di kawasan santri putri... Orang kakak jalan berangkat atau pulang aja mereka baris sambil nunduk tidak ada yang berani lihat kakak kok bahkan berebut buat salaman sama kakak, " ucap Kak Nisa.

" Loh kenapa kak? " tanyaku.

" Itu karena mereka menghormati dan takdzim dengan keluarga pengasuh dan para kyai dan kata Guse kalau dikalangan pesantren memang seperti itu, awalnya kakak tidak tahu dan menyuruh mereka untuk tidak melakukan itu tapi tetap saja mereka begitu, " ucap Kak Nisa.

" Oh gitu... Seru kali ya kak disitu, " tanyaku sambil tersenyum.

" Banget dek... Ortu Guse juga baik banget dek ahh kakak merasa sangat beruntung dan juga senang disini, hehehehe..., " ucap Kak Nisa.

" Wahhh sip lah kak.... Oh iya Guse mana kak kok dari tadi tidak kelihatan? " tanyaku.

" Guse baru ngaos ( ngajar ) dek bentar lagi juga pulang, " ucap Kak Nisa.

" Oh gitu... Aku jadi penasaran kak pengen ke situ, hehehhee, " ucapku.

Setelah mendengar cerita kak Nisa tentang pesantren, entah kenapa aku sangat tertarik dan ingin kesana.

" Tapi kalau aku kesana, bunda sama siapa? Tidak mungkin aku tinggal.... Ahh sudah lah besok-besok saja, " gumamku dalam hati.

" Dek... Elah ini anak mikir apaan sih, adeeeekkkk! " ucap Kak Nisa.

" Ehhh... Ha.... Apaan sih? " ucapku terkejut.

" Kamu ini kenapa? Tiba-tiba diam, " ucap kak Nisa kesal.

" Eh... Hehehe aku lagi mikir kak, pengen kesitu tapi bunda gimana, " ucapku jujur.

" Ya jangan dong dek... Nanti bunda sendirian dirumah, " ucap Kak Nisa.

" Iya-iya kak..., " ucapku.

" Ehh dek Guse pulang, udah dulu ya... Assalamualaikum, " ucap Kak Nisa yang langsung menutup video call.

" Waalaikum salam... Elah main tutup saja itu orang, " ucapku sambil kembali merebahkan tubuhku dikasurku.

Aku yang masih memegang hapeku itu teringat dengan pesan wattip kak Hera yang belum aku buka.

" Azam... Maaf ya soal tadi soalnya Amir kalau tidak begitu tidak tidur-tidur, " ucap pesan dari Kak Hera.

Aku yang membaca pesan itu langsung mengerutkan keningku, lalu membalas pesan chat dari kak Hera.

" Iya kak tidak apa-apa... Harusnya aku yang minta maaf karena masuk tidak salam dulu, " ucap pesanku yang langsung aku kirim.

Aku yang ingat kejadian tadi apalagi mengingat betapa besarnya susu milik kak Hera itu menjadi sedikit gelisah dan dengan pelan kemaluanku mulai bangkit.

" Duhh... Bisa jadi masalah kalau begini, " gumamku dalam hati.

Baru juga aku meletakkan hapeku tiba-tiba ada suara notif wattip masuk dan saat aku lihat dari kak Hera.

" Iya tidak apa-apa Zam, sebenarnya aku sudah tahu kalau kamu mau masuk karena suara mas Hamid kedengeran tapi karena Amir belum tidur dan sudah jadi kebiasaannya jadi ya begitu, " ucap balasan kak Hera.

" Oh gitu... Iya deh kak... Tapi hmm... Kenapa kakak tidak tutupin saat tahu aku mau masuk? " tanyaku membalas chatnya.

Tidak lama setelah itu aku pun mulai chat dengan kak Hera.

" Kalau aku tutupin pasti Amir rewel dan tidak mau tidur nanti dibuka lagi dibuka lagi jadi biarin kebuka begitu, lagian kamu sudah pernah lihat juga sebelumnya, " ucap kak Hera.

" Oh gitu, yaelah kak aku lho sudah lupa dan begitu aku lihat lagi jadi keinget, hehehehe, " balasku.

" Hehehe tidak apa-apa Zam toh itung-itung rejeki buat kamu, " balas kak Hera.

" Lah rejeki hahaha, ada-ada saja kak, " balasku.

"Hehee.... Oh iya Zam, gimana masih sama tidak sama yang dulu, hihihi, " balas kak Hera.

" Eh... Duh kakak jangan mancing-mancing dong, " balasku.

" Siapa juga yang mancing orang aku tanya beneran kok, gimana? Masih sama tidak, " balas kak Hera.

" Hmm... Masih kak, masih kelihatan sangat indah dan besar, " balasku.

" Hihihi...., " balas kak Hera.

" Ehh kak ini ada mas Hamid tidak? Bahaya loh, " balasku.

" Tidak Zam, tenang saja... Mas Hamid sudah balik lagi ke kota sore tadi karena dapat telpon dari bos nya, " balas Kak Hera.

" Lah, pantesan chat begini, " balasku.

Disini aku berfikir kenapa kak Hera berani chat begitu dan tidak takut jika mas Hamid tahu masalah ini.

" Apa kak Hera kesepian atau kurang diberikan nafkah batin ya sama mas Hamid? " gumamku dalam hati.

" Hihihi, santai saja Zam..., " balas kak Hera.

" Iya kak, tapi..., " balasku.

Entah aku yang memang sedang konslet atau gimana tapi memang saat itu aku ingin sekali menggoda kak Hera.

" Tapi apa Zam? " balas kak Hera.

" Hehehe jadi keingin dulu, " balasku.

Aku mencoba untuk mengulas kembali kejadian dulu dan kak Hera entah kenapa juga nyambung denganku.

" Hihihi kenapa Zam..., " balas kak Hera.

" Duh... Gimana ya bilangnya hmm..., " balasku.

" Apaan sih Zam..., " balas Kak Hera.

" Hmm.... Itu kak, hmm...., " balasku.

" Itu apa? " balas Kak hera.

" Anu kak ada yang tegang ini, " balasku.

Lama kak Hera tidak membalas pesan chatku dan aku pun juga tidak mengambil pusing dan mencoba untuk melupakan lalu tidur tapi tiba-tiba chat dari kak Hera masuk lagi.

" Astaghfirullah Azam ihh...., " balas Kak Hera.

Aku pun bingung dengan kak Hera, tadi kenapa begitu nyambung chat pinggir jurang nah sekarang malah begitu.

" Ya mau gimana lagi kak, tadi loh kita chatan pinggir jurang ya wajar jika ada yang tegang kan, " balasku.

" Iya kakak tahu tapi kan bukan maksud kakak untuk buat kamu tegang kan? " balas kak Hera.

" Ya kek mana lho kak, memang kek gini lho, " balasku.

" Astaghfirullah... Duh, terus gimana? " balas kak Hera.

" Ya tidak gimana-gimana kak, tapi kalau tegang begini sakit tahu kak, " balasku jujur.

Memang benar apa yang aku rasakan adalah rasa sakit.

Aku pun langsung mengecek kemaluanku yang sedang tegang berdiri dan berkedut.

" Terus gimana itu Zam, " balas kak Hera.

" Ya gk gimana-gimana kak, " balasku.

" Pusing gk Zam? Kalau mas Hamid pasti pusing kalau gk disalurkan, " balas kak Hera.

" Jelas pusing kak... Kalau mau disalurkan mau sama siapa coba, " balasku.

" Iya juga ya kamu kan belum nikah, makanya cepat nikah dong Zam, " balas kak Hera.

" Elehhh... Aku masih belum mikir sampai kesana kali kak... Terus gimana dong ini kak, pusing terus sakit akunya, " balasku.

" Duhhh maaf Zam bukan maksud kakak buat kamu kaya gini, " balas kak Hera.

" Iya kak gk apa-apa, hmm... Apa aku keluarin sendiri aja ya kak, heheheh, " balasku.

" Ehh... Jangan Zam dosa tahu...., " balas kak Hera.

" Lah terus gimana kak? Bingung aku, " balasku.

" Ya gimana Zam, kakak juga bingung... Maaf ya Zam, " balas kak Hera.

" Aku juga gk tahu kak, " balasku.

Lama tidak ada balasan dari kak Hera dan aku pun juga sedikit gelisah karena libidoku yang tinggi dan merasakan pusing dan juga sakit pada kemaluanku hanya bisa mendesah pasrah.

" Tidak mungkin juga aku salurkan sendiri atau sama bunda, duh gimana ini..., " gumamku dalam hati.

Tiba-tiba terdengar suara notif lagi dari kak Hera.

" Sakit banget ya Za? " balas kak Hera.

" Banget kak, " balasku.

" Duh..., " balas kak Hera.

Aku yang langsung teringat kejadian dulu itu langsung membalas chat dari kak Hera.

" Duh gimana kak, sakit banget lho ini, " balasku.

" Ya gimana Zam, kakak bingung ini, " balas kak Hera.

" Sama kak, oh iya kakak masih ingin lihat gk? " balasku.

" Huh... Lihat apa Zam? " balas kak Hera.

" Hmm.. Lihat itu lho kak, " balasku.

" Itu? Apa sih Zam, " balas Kak Hera.

" Itu lho kak yang dulu pernah kakak ingin lihat, " balasku.

" Eh... Astaghfirullah, Azam ihh...., " balas kak Hera.

Aku yang membaca pesan chat dari kak Hera tertawa walaupun masih menahan sakit dan pusing.

" Hahaha... Mumpung lagi tegang lho kak, " balasku.

" Ih Azam apaan sih.... Gk! " balas kak Hera.

" Hehehee yasudah, " balasku.

Setelah itu aku pun meletakkan hapeku dan mencoba untuk tidur. Aku juga tidak berharap kepada kak Hera.

Walau bagaimanapun juga, kak Hera itu wanita alim dan tahu tentang batasan-batasan juga sangat patuh dengan suaminya jadi tidak mungkin kak Hera ingin lihat apa yang seharusnya dia lihat.

Kejadian dulu juga mungkin sedang khilaf atau apa tapi untuk sekarang tidak memungkinkan.

" Ahhh sudahlah tidur saja lah lagi pula sudah hampir jam 12 malam, " ucapku pelan.

Aku pun mencoba untuk tidur dan disaat aku hampir menuju alam tidurku, aku kembali dikejutkan oleh nada dering hapeku.

" Astaghfirullah..... Siapa lagi sih! "





.



.




.




.




Untuk yang kangen kak Nisa sabar ya karena masih lumayan lama untuk ketemu sama kak Nisa jadi nikmatin yang ada dulu...


Salam...
 
Makasih updatenya, gapapa hu, fokus bangunin alur ceritanya aja dulu, tetap enak dinikmati, slow & steady gitu.
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd