Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG Kesepian dan birahi tertahan

"Aaaakkhhh.. oooouughh..,"



erangan yang kutahan-tahan akhirnya keluar juga, ketika kurasakan hangat sekaligus basah di sekujur kejantananku. Entah apa yang sedang dilakukan Alfira di bawah sana, pada senjata kebanggaanku. Sejenak dia menatapku tajam sambil mulutnya tak lepas mengulum kejantananku.


Aku ulurkan tanganku membelai rambut panjangnya. Dia balas menatapku sambil mengedipkan sebelah matanya. Kejantananku tak lepas dari mulutnya, malah kini dia mulai memainkan lidahnya sambil mengeluar masukkan kejantananku di mulut mulutnya.

Oohh.. sungguh tak kusangka, Alfira yang anggun dan lembut ternyata bisa seliar ini. Tak tahan dengan siksaan kenikmatan ini, kujambak rambut panjang Alfira. Dan apa balasannya?
Alfira justru semakin liar memainkan kejantananku.

"Oohh ampuuun sayaang, aaakkhh."

"Kamu suka sayang?" Alfira justru bertanya sambil masih tetap mengulum kejantananku.


Aku menggeram dan menarik paksa kejantananku. Sedikit kasar, kutarik paksa Alfira hingga berdiri dan kemudian kusuruh dia nungging di depanku.

Oohh Tuhan, memeknya yang pink merekah dan basah mengundangku untuk memasukinya.
Segera kuposisikan senjataku di liang memeknya, dan bleeesss... ooohh..

Memek Alfira memeluk hangat dan mengurut kejantananku di dalam sana.



KRIINNNGGG......


Jam deringku berbunyi, aku lihat jam sudah pukul lima pagi.
Hari ini selepas kerja, aku mengajar teater lagi di sekolah.
Ketika aku sibak selimutku, ya ampun basah. Mungkin karena mimpiku bercinta dengan Alfira. Memang semenjak hari itu, aku selalu memikirkan dia.
Dan parahnya sampe terbawa mimpi. Paras manisnya, lembut tangannya masih terbayang.
Huaaaahhhh, istri orang yang menggoda. Kadang aku sampai tak percaya benarkah aku jatuh cinta sama istri orang. Segera aku beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi, dan bersiap beraktivitas.

Ting tung..
Hapeku berbunyi, menandakan ada pesan masuk. Ternyata bu Alfira, memberi kabar kalau anak-anak sudah siap untuk berlatih.




Siang ini begitu sejuk, aku geber motorku menuju sekolahan tempatku mengajar. Sudah tak sabar aku untuk mengajar anak-anak, lebih tepatnya sih bertemu guru pembimbingnya, bu Alfira.

"Selamat siang bu, senang sekali anak anak antusias hari ini hehe" sapaku sambil bersalaman. Ya ampun tangannya mulus sekali.

"Iya pak, karena pembawaan mengajar bapak yang santai serius yang bikin anak-anak betah. Gurunya aja juga betah hehe" jawabnya dengan senyum genit.

Waduh, godaan apa lagi ini ya ampun. Disini aku sudah berfikir kemana mana, di tambah terbayang mimpi basahku tadi. Aku pejamkan mataku sejenak untuk menyampingkan fikiran itu dan fokus mengajar anak-anak.

Kami berlatih dengan serius karena mengambil kisah cinta Qais dan Layla. Dimana menampilkan kisah kebucinan akut kedua tokoh. Hingga maut memisahkan mereka. Aku coba mempraktekkan adegan dimana qais merayu layla.

"Itu kamu berdiri coba" tunjukku pada salah satu siswi dibelakang.

"Gak mau pak, malu. Takut sama om om" jawabnya dengan gurauan.

Kami tertawa bersama disitu.

"La sama siapa?"

"Sama bu Alfira aja pak" celetuk salah satu siswa.

"Iyaaa pak iyaa pakk" teriak anak-anak lain.


Aku tatap dia, seakan meminta izin dia untuk menjadi Layla. Alfira mengangguk dan berdiri di depanku. Langsung aku berakting dan merayu.


"Layla, mawarku memang layu. Tapi itu dulu. Sekarang, mawar itu mekar. Karena keanggunanmu. Aku tak ingin kau cintai sampai mati, Layla. Cintai aku sampai hidup" celotehku dengan gaya khas


Anak-anak senyum dan tepuk tangan. Tak tau itu senyuman mengejek atau senyuman kagum. Tapi memang berakting harus punya muka badak.


Jam menunjukkan pukul setengah lima sore, kelas teater pun selesai. Murid-murid bersiap untuk pulang. Tapi aku lihat, wajah Alfira murung.

"Ra, kamu kenapa? kok hari ini kamu agak murung gitu? ada aura-aura negatif menyelimuti. Persis kuntilanak" tanyaku dengan selipan humor. Ku harap, dia tersenyum.


"Hahaha emangnya kuntilanak cantik wangi gini yeeee. Sedih aja, suamiku gak jadi pulang. Katanya mundur seminggu lagi"


"Loh kan ada to. Kuncanwi , kuntilanak cantik wangi yang di tinggal suaminya sendiri adakah yang menemani?" candaku lagi sembari mengkode

"Hahahaha jepros kamu ini bercanda terus. Kan ada kamu yang menemani"


Deg.
Aku kaget, apakah ini memang balasan kodeku tadi?


Aku coba untuk mencandainya dengan genit, dengan memanggilnya sayang.
Tak aku sangka, Alfira malah menimpalinya dengan genit juga. Waduh, ini binor emang bener-bener dah.
Wajahnya yang tadi gembira mendadak sedih, aku dengarkan curhatnya. Tentang suaminya yang mundur jadwal pulangnya. Aku duduk untuk mendekat. Tanganku menepuk untuk menenangkan hatinya, terlihat air matanya menetes sedikit.

"Aku tuh pengen ditemenin. Pengen dimanjain. Tapi aku selalu sendiri" keluhnya dengan sesenggukan.


Bibirku mendekat ke telingnya dan berbisik lembut

"Iya, aku temenin" jawabku. Sebenarnya, aku juga deg deg an merespons. Tapi aku harus kuat. Ini peluangku mendekati bu Alfira, binor cantik kesepian.

Dia mendongak melihatku. Semakin salting aku di buatnya.
Aku pikir, Alfira adalah wanita tipe suka romantis. Maka fikiranku bingung, gak mungkin aku ngambil adegan dari film bokep. Yang main "brak..brak..gradakk".

Untuk mengontrol suasana, aku harus mengkondisikan se romance mungkin. Yang ada di fikiranku saat itu hanya film romance . Romeo and juliet, fifty shades of grey, qais dan layla, thousand of the descent, dan kisah- kisah romantis lainnya.


"Janji ya, Hanz.."

Tangannya membelai daguku yang baru aku cukur pagi tadi.
Hasil cukuran yang gak rapi karena keburu berangkat kerja. Tanganku menyambutnya dengan memegang, menciumnya.
Dari sorot matanya, Alfira sudah hanyut. Perlahan aku mendekati bibirnya dan aku cium mesra. Ciuman kesepian dari Alfira. Bibir kami berpangutan lama sekali di dalam aula.

Tanganku mulai meraba-raba dadanya. Aku remas perlahan. Ukuran yang lumayan pas untuk ukuran badannya. Nafasnya memburu seiring tindakanku.

============

POV ALFIRA


Lagi-lagi Hans mencandaiku ketika kami sedang berkemas seusai latihan teater di aula. Aku yang sedang kesal karena kepulangan suamiku yang mundur dari jadwal mau tak mau tersenyum juga mendengar celetukannya.

"Udah, Rara cantik mau ke mana? Hansen siap menemani," candanya lagi.

Aku yang sudah siap-siap berdiri justru batal melangkah dan kembali terduduk di lantai aula.

"Aku ga pengen pulang. Aku males pulang." kataku sedih.

"Loh, kenapa? Pengen ke mana?" Hansen ikut-ikutan duduk di sampingku.

"Ga taauu.. Mau ikut kamu aja boleh? Aku kesepian," jawabku sambil mulai terisak.

Aku benar-benar tak bisa menahan kecewaku karena aku harus sendirian lebih lama. Suamiku entah kapan akan pulang.

Melihatku yang terisak pelan, Hansen beringsut mendekat dan menepuk punggungku lembut. "Iyaa.. Udah jangan sedih. Aku selalu ada buat kamu."

Dan aku tak bisa menahan diri lagi. Kusurukkan kepalaku ke dada Hansen dan menangis di sana.
Dia paham dan memelukku hangat.

"Aku tuh pengen ditemenin. Pengen dimanjain. Tapi aku selalu sendiri," kataku sambil mempermainkan kancing kemeja Hansen, sementara dia membelai kepalaku lembut.

"Iyaa, ini kan aku temenin," ucapnya lembut di telingaku. Hangat nafasnya membuat bulu kudukku meremang dengan sensasi yang menyenangkan.

Kudongakkan kepalaku menatap matanya.
Mata jenaka yang menatapku penuh ketulusan. Jarak wajah kami begitu dekat. Aku bisa merasakan hangat nafasnya menghembus di pipiku.

"Janji yaaa, Hans.." kataku sambil mengusap rahangnya yang kasar bekas bercukur.

Dia menangkap telapak tanganku yang mengusap rahangnya, dan membawanya ke bibirnya. Diciumnya telapak tanganku lembut. Setelahnya, Hansen mendekatkan bibirnya ke bibirku.


Entah sudah berapa lama bibir kami berpagutan di aula itu. Yang pasti, seandainya bisa, aku ingin waktu berhenti di sini, agar kami terus bisa berciuman seperti ini. Lidah Hansen yang hangat memaksa masuk ke mulutku dan menggoda lidahku untuk menari bersama. Gemas, kuhisap lidahnya.
Kudengar dia menggeram tertahan, membuatku semakin bersemangat untuk menggodanya.
Kukalungkan tanganku ke lehernya, dan kumiringkan kepalaku agar ciuman kami semakin dalam.

Sejenak Hans melepaskan lilitan bibirnya untuk mengambil nafas.
Namun tak lama dia kembali menarik tubuhku hingga aku terduduk di pangkuannya.
Bibir kami kembali menyatu. Tangan Hans yang semula memeluk punggungku, kini kurasa menjalar membelai perutku. Dengan isyarat mata, dis meminta ijin untuk masuk ke dalam blusku.
Aku hanya mengerjap memberinya ijin.

Tangan besar Hans kini membelai perutku, dan terus naik mengusap payudaraku dari luar bra.
Bibir dan lidahnya kini berganti menjelajahi leherku.
Tak kuasa menahan siksaan nikmat itu, aku mendesah sambil melengkungkan punggung dan mendongakkan kepala, seakan memberi akses seluas-luasnya padan Hans untuk menjelajahi tubuhku.
Tangan kanannya kini meremas payudara kiriku







Sudah mulai panass suhu
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd