Agen Terpercaya  
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

Ketika Birahi Berdesir update Part 08

Bimabet
Part 05



P
apa telah memergoki kami dalam keadaan sama – sama telanjang dan saling berpelukan. Ketika Papa menutupkan berlalu setelah menutupkan kembali pintu kamarku ... aku dan Mama saling tatap. Lalu Mama berkata setengah berbisik, “Makanya mama gak mau tidur di sini, takut kejadian begini. Karena Papa kan selalu bawa kunci cadangan. “

“Iya Mam. Biarin ... aku akan mempertanggungjawabkannya, “ sahutku sambil mengenakan baju dan celana piyamaku.

Mama pun mengenakan housecoat hitamku. Lalu duluan keluar dari kamarku.

Aku berkonsentrasi sejenak. Lalu keluar juga dari kamarku. Menghampiri Papa yang sedang terdiam di sofa ruang keluarga, bersama Mama yang tengah memeluknya.

Aku sudah siap untuk diapakan juga oleh Papa. Meski Papa akan menghajarku sampai babak belur, aku mau bersikap pasrah saja. Karena sebagai lelaki aku tak boleh menghindar dari tanggung jawab atas segala yang telah kulakukan.

Aku berlutut sambil memegang kedua kaki Papa. “Ampuni aku Papa. Aku terima bersalah. Aku yang bersalah Pap. Bukan Mama. “

Di luar dugaan, Papa malah membelai rambutku. “Sudah ... sudah ... papa sudah menduga sejak lama, bahwa hal itu akan terjadi. Tapi papa gak marah kok sama kalian. Papa malah senang melihatnya. Karena yang melakukannya darah dagingku sendiri. Anak tunggalku sendiri. Yang penting kalian harus melakukannya secara rapi, jangan sampai ada orang luar yang tau. “

“Jadi Papa gak marah ?” tanya Mama.

“Nggak. Bahkan tadinya aku akan menyuruh Edo untuk mewakiliku selama aku tidak ada di rumah ini. Tapi ternyata Edo sudah mendahului perintahku. Hahahaaa ... gak apa – apa. Daripada sembarangan selingkuh dengan orang luar, mendingan sama anakku sendiri. “

Mama menciumi pipi kiri Papa dengan sorot ceria. Aku pun jadi berani duduk di samping kanan Papa. Sambil memegang tangan kanan Papa.

“Sebenarnya aku takkan lama di sini. Aku hanya akan mengambil beberapa surat penting, untuk mengurus usahaku di Indramayu. Paling lambat surat itu harus diberikan ke notaris hari ini, “ kata Papa.

“Mau dibikinin kopi ?” tanya Mama pada Papa.

“Boleh, “ sahut Papa.

“Edo juga mau dibikinin kopi ?” tanya Mama padaku.

“Iya Mam, “ aku mengangguk.

Lalu Mama pergi ke dapur.

Papa pun berkata setengah berbisik, “Memang daripada senang – senang sama perempuan nakal, mendingan puasin Mama. Biar dia tetap teguh di samping papa. “

“Iya Pap. “

“Lagian kamu udah dewasa sekarang. Puasilah mama untuk mewakili papa. “

“Tapi ... kalau Mama hamil nanti gimana Pap ?”

“Gak apa – apa. Malah bagus. Supaya dia merasa terikat sama kita. “

Aku hanya mengangguk – angguk tanpa berani menanggapi.

Lalu kami sama – sama terdiam seolah kehabisan kata – kata untuk diucapkan.

“Ohya ... Mama bilang tanahnya dibeli sama kamu. Betul ?” tanya Papa ketika Mama sudah muncul sambil membawa dua cangkir kopi di atas baki.

“Sekarang Edo sudah sukses Pap, “ kata Mama, “Bukan hanya tanah yang dibelinya. Mobil baru pun sudah punya. “

“Ohya ? Betul begitu Do ?” tanya Papa padaku, seperti belum yakin pada laporan Mama.

“Iya Pap, “ sahutku, “kebetulan aja ada bisnisku yang meledak. “

“Bisnis apa ? ” tanya Papa.

“Bisnis besi tua Pap, “ sahutku.

“Syukurlah. Yang penting jangan bisnis ilegal. Mana mobilnya ? Papa ingin lihat, “ kata Papa sambil berdiri.

Aku pun berdiri dan mengikuti langkah Papa ke garasi lewat pintu dari dapur.

“Wah, ini sih mobil bsgus Do, “ kata Papa sambil mengusap – usap SUV hitamku.

“Cuma SUV Pap. Bukan sedan, “ kata Papa.

“SUV juga SUV mahal ini sih, “ sahut Papa sambil menepuk – nepuk mobilku.

“Papa mau dianterin ke Indramayu ?” tanyaku.

“Gak usah. Sebentar lagi juga Pak Jaya datang menjemput Papa. “

“Owh, Papa pakai mobil Pak Jaya ?”

“Numpang di mobil Pak Jaya, “ sahut Papa seperti membetulkan kata – kataku.

Lalu kami kembali ke ruang keluarga lagi di mana Mama menunggu di sofa.

“Bagus ya mobilnya ?” cetus Mama.

“Bagus sekali, “ Papa mengangguk lalu duduk di samping Mama.

“Papa mau dibikinin nasi goreng ?” tanya Mama.

“Takkan keburu. Sebentar lagi juga Pak Jaya datang menjemput. Lagian tadi udah makan di dekat batas kota. “

“Papa serius gak marah padaku dan pada Edo ?” tanya Mama.

“Kalau bukan Edo lelakinya, pasti aku marah. Tapi karena Edo yang melakukannya, aku ijinkan untuk berlanjut terus. Terutama agar Mama jangan kesepian kalau aku sedang gak ada. Bahkan tadi Edo nanya, bagaimana kalau Mama hamil nanti ? Aku jawab, itu lebih bagus. Supaya ada ikatan di antara kita bertiga. Aku hanya pesan, pandai – pandailah menjaga rahasia ini. Rahasia yang hanya untuk kita bertiga saja. “

Papa seperti masih ingin bicara. Tapi tiba – tiba terdengar bunyi klakson mobil di depan rumah kami. Treeeeetttttt ... treeeeeeeeeeeeetttt .... !

“Nah itu Pak Jaya sudah datang. Aku mau berangkat lagi ya Sayang ... “ kata Papa sambil mencium bibir Mama.

Aku menghampiri Papa dan mencium tangannya. “Papa titipkan Mama padamu ya Do. Bahagiakanlah Mama dan jangan pernah sakiti hatinya, “ kata Papa sambil mengusap – usap rambutku.

“Siap Pap, “ sahutku.

Sambil mengepit map plastik, Papa melangkah ke pintu depan. Membuka pintu itu lalu melangkah ke sedan Pak Jaya yang sudah menunggu di pinggir jalan.

Tak lama kemudian sedan itu bergerak di atas jalan aspal. Setelah sedan itu hilang dari penglihatan, aku dan Mama masuk lagi ke dalam rumah.

“Yesssss ... ! “ aku mengacungkan jempolku, “Ternyata Papa sayang sekali pada kita berdua ... Papa bahkan sudah mengijinkanku untuk menghamili Mama ... yesss ... ! ”

Mama cuma tersenyum datar. Mungkin karena batinnya masih terpengaruh oleh semua yang telah terjadi tadi. Awalnya shock, seperti aku, lalu mendapat “lisensi” dari Papa untuk bikin enak dan bikin anak denganku.

“Mama mau ke pasar dulu ya. Edo mau dimasakin apa sama mama ?” tanya Mama sambil melingkarkan lengannya di pinggangku.

“Mau dianterin ke pasar ?” aku balik bertanya.

“Gak usah. Pasar kan dekat gitu. Jalan kaki juga bisa. Edo mau dimasakin apa ? “ Mama mengulangi pertanyaannya yang belum kujawab.

“Aku sih pengen sate kambing Mam, “ sahutku.

Mama mendekatkan mulutnya ke telingaku dan berbisik, “Biar kontolmu ngaceng terus ya ?”

“Ah, memangnya sate kambing bisa bikin ngaceng ? Aku sie pengen makan aja. Karena udah lama gak makan sate kambing sama emping. “

“Mau dibikinin gule kambing juga ?”

“Terserah Mama. Yang penting ada satenya aja. “



Baru saja beberapa menit Mama berangkat ke pasar, yang memang dekat dari rumah kami, tiba – tiba handphoneku berdering. Ternyata dari ... Teh Nining ... !

Lalu :



Aku : “Hallo Teh ... apa kabar ?”

TN : “Sehat. Edo sendiri gimana ? Gak kecapean ?”

Aku : “Emang lagi kecapean Teh. Makanya hari ini takkan ke mana – mana. “

TN : “Iya, istirahat aja di rumah. Ohya ... teteh mau nanya soal lahan yang akan dijadikan rumah kos itu, kata Edo luasnya satu hektar ?”

Aku : “Betul. Emangnya kenapa Teh ?”

TN : “Semuanya mau dijadikan rumah kos ?”

Aku : “Iya Teh. “

TN : “Kegedean rumah kos sampai sehektar sih Do. Memang kelihatannya lebih keren. Tapi nanti langsung disamperin orang pajak. Karena rumah kos yang sudah proifesional, kena pajak. “

Aku : “Terus bagusnya gimana Teh ?”

TN : “Ini sih sekadar saran ya. Mendingan beli rumah tua yang letaknya strategis. Lalu dirombak jadi rumah kos. Tapi kamarnya jangan terlalu banyak. Lima kamar juga cukup. Terus cari lagi lokasi lain. Jadi intinya mendingan banyak rumah kos kecil – kecil daripada sekaligus ngabisin lahan satu hektar. Pasti sangat menyolok nanti. Dan akan tercium orang pajak. Kalau rumah kecil – kecil sih takkan diganggu. “

Aku : “Kalau gitu, aku akan ikuti saran Teh Nining aja. Aku akan mencari rumah – rumah tua untuk direnovasi jadi rumah kos kecil. “

TN : “Gak usah rumah tua aja. Rumah yang masih bagus juga kalau harganya murah dan cocok untuk dijadikan rumah kos sih beli aja. “

Aku : “Iya. Banyak kok rumah yang mau dijual. Yang sulit itu mencari pembelinya. “

TN : “Iya, seperti rumah Pak Hendra tuh. Udah berbulan – bulan mau dijual, sampai sekarang belum laku juga. “

Aku : “Oh iya ... iya ..***mah Pak Hendra itu kalau dijadikan rumah kos, cocok ya ?!”

TN : “Iya, tapi tanya dulu harganya berapa. Terus cari di bulletin property, berapa harga pasaran tanah dan bangunan di daerah rumah Pak Hendra itu. “

Aku : “Oke ... terimakasih atas perhatiannya Teteh Nining cantik dan baik hati ... “

TN : “Mmmm ... hati teteh selalu berbunga – bunga kalau mendengar gombalan Edo. “

Aku : “Itu bukan gombalan, tapi kenyataan. Selama ini Teteh banyak sekali berbuat baik padaku, sampai aku tak bisa membalas kebaikan yang sudah bertumpuk ini. “

TN : “Untuk membalas kebaikan teteh, nikahi Shinta dan bahagiakan dia. Tapi hubungan kita jangan sampai putus, karena teteh masih sangat membutuhkan sentuhan Edo. “

Aku : “Kalau soal itu sih, aku kan sudah menyetujui semua. Tinggal pelaksanaannya aja kan ? ”

TN : “Iya. Tepatnya tiga bulan lagi Do. Soalnya kalau sebulan-dua bulan lagi gedungnya sudah dipesan semua. “

Aku : “Aku sie gak pengen resepsi di gedung segala Teh. Yang penting akad nikah selesai, selamatan di rumah juga gak apa – apa. “

TN : “Anak teteh kan cuma satu orang. Apa kata orang – orang nanti kalau pernikahan anak tunggal teteh dilaksanakan diam – diam ? Pasti banyak gosip nanti. “

Aku : “Iya Teh. Kalau gitu sih, silakan gimana Teh Nining aja. By the way, Teteh udah bersih mens-nya ?”

TN : “Belum Do. Masih ada flek-flek. Mungkin besok baru benar – benar bersih. Kenapa ? Udah kangen ?”

Aku : “Iyaaa ... “

TN : “Lusa aja ke sini. Biar pasti udah bersih. Biar enak makainya. Hihihiiii ... “

Gila, ucapan Teh Nining itu spontan membuat si dede bangun. Tentu saja, karena biar bagaimana pengalaman seksual pertamaku adalah dengan Teh Nining itu.



Setelah hubungan seluler ditutup, aku tersenyum sendiri. Membayangkan seandainya Shinta sudah jadi istriku, sementara hubunganku dengan Teh Nining tetap berjalan, kebayang serunya. Bukan tidak mungkin pada suatu saat aku bisa threesome juga sama mereka. Sama ibu dan anaknya.

Lalu terawanganku melayang lagi ke arah Papa. Sungguh tak kuduga kalau Papa bisa mengeluarkan keputusan yang kontroversial bagi orang lain, tapi menyenangkan bagiku.

Tiba – tiba terawanganku buyarm karena ada WA masuk. Ternyata dari ... Shinta ... !

Isinya singkat sekali, cuma – Kangen –

Aku tersenyum sendiri. Lalu kubalas dengan – Aku juga kangen, tapi hari ini aku tak bisa ke mana – mana karena lagi istirahat. Badan pegel – pegel –

Shinta : – Sini dong biar aku bisa pijitin sampai hilang pegelnya –

Aku tidak menjawab. Datang lagi chat darinya – Apakah aku yang harus datang ke rumah Papie ? –

Kujawab : – Gak usah. Aku sudah pesan tukang pijit, sebentar lagi juga datang –

Aku membohonginya. Aku tidak pegel – pegel dan tak pernah pesan tukang pijit. Aku hanya mencegah agar Shinta jangan datang ke rumah. Karena takut berjumpa dengan Mama. Takut hati Mama jadi kecil, jadi kurang pede. Karena Shinta itu masih muda, cantik pula.

Beberapa saat kemudian, Mama datang. Dengan beberapa kantong kresek berisi belanjaan dari pasar.

Aku menghampiri Mama yang tengah membongkar belanjaannya di dapur. Mendekapnya dari belakang sambil menciumi tengkuknya.

“Edo ... jangan ganggu dulu dong. Mama kan mau bikin sate yang kamu inginkan. Kalau diganggu gini entar mama horny lagi ... “ kata Mama ketika aku tak cuma mendekapnya dari belakang, tapi menurunkan tanganku untuk memijat – mijat bagian “pusat dari segala kenikmatan perempuan” alias memek.

Maka kulepaskan dekapanku. Mengambil kursi dan duduk di situ. Sementara Mama mulai menggodok air di panci dan memotong – motong daging kambing untuk sate.

“Kalau dipikir – pikir Papa itu baik sekali sama kita ya Mam. Tadinya kupikir Papa akan menghajarku sampai babak belur. Tapi Papa malah membelai rambutku dengan lembut, “ kataku.

“Karena kamu kan anak semata wayang Papa. Selain daripada itu, mungkin Papa juga sudah sadar, bahwa belakangan ini Papa semakin jarang memberikan nafkah batinnya sama mama, “ sahut Mama.

“Tapi Papa masih normal kan ?” tanyaku.

“Yah ... senormal – normalnya lelaki yang sudah hampir enampuluh tahun. Banyak mogoknya daripada lancarnya. Kalau mama perturutkan kata hati sih, mungkin mama udah minta cerai. Karena hasrat birahi mama udah sering tidak terpuasi. Tapi mama udah telanjur sayang sama Papa, laksana sayangnya seorang anak kepada ayahnya. “

“Papa kan dulunya berteman baik dengan ayah Mama ya. “

“Iya, “ sahut Mama, “almarhum ayah mama teman sekantor sama Papa. Gak nyangka setelah ayah mama meninggal, Papa bakal melamar mama dan akhirnya menjadi suami mama. Dan gak nyangka juga kalau akhirnya ketidakpuasan mama terobati olehmu Do. “

“Aku juga gak nyangka bakal mendapatkan kenikmatan tiada banding dari Mama, “ sahutku.

“Tapi kelak kalau kamu udah punya istri, mungkin kamu melupakan mama, “ kata Mama lirih.

“Gak mungkin Mam. Meski aku dikelilingi bidadari, Mama takkan pernah kulupakan. Karena Mama punya sejarah istimewa di hatiku. “

Mama seperti mau menjawab. Tapi tiba – tiba terdengar bunyi ketukan di pintu depan. “Siapa itu Do ? Samperin gih. Mama lagi berlepotan gini tangannya. “

Aku mengangguk. Lalu bergegas menuju pintu depan. Begitu pintu terbuka, aku agak kaget, karena di teras depan berdiri seorang wanita muda, adik bungsu Mama yang biasa kupanggil Tante Icha.

“Tante Icha ?! Kirain siapa ... “ sambutku sambil menjabat dan mencium tangannya.

Tante Icha mencubit pipiku sambil berkata, “Edo kok makin ganteng aja sih ?!”

“Hehehee ... Tante juga makin cantik aja, “ sahutku.

“Masa sih ?! “ Tante Icha menggandeng pinggangku, “Mana Mama ?”

“Ada di dapur, “ sahutku sambil melangkah ke dapur. Tante Icha pun mengikuti langkahku.

“Mama tampak kaget. “Icha ?!” serunya sambil memegang sepasang bahu adiknya.

Lalu mereka berpelukan dan cipika – cipiki.

Aku sudah kenal dan akrab dengan ketiga adik Mama, yakni Tante Mira, Tante Tetty (yang sudah menjanjikan bonus “gumurih” itu) dan Tante Icha (adik bungsu Mama).

“Kok lama sekali kamu gak ke sini – sini Cha ?” tanya Mama setelah Tante Icha duduk di kursi bekas tempat dudukku tadi.

“Sibuk bisnis Teh, “ sahut Tante Icha, “ Udah gak punya suami kan harus rajin nyari duit sendiri. Ini juga ke sini mau nanyain tanah Teh Lina yang satu hektar itu, mau dijual gak ? Soalnya ada boss yang butuh tanah sehektar atau dua hektar, untuk dibangun gudang. ”

“Waaah ... tanah itu sih udah dibeli Edo, “ sahut Mama sambil menunjuk ke arahku.

“Dibeli sama Edo ?! “ Tante Icha memandangku.

“Iya, “ sahut Mama, “Edo sekarang kan bisnis juga. Makanya punya duit untuk beli tanahku. “

Aku mengambil kursi lain untuk duduk di dekat Tante Icha.

“Mau dijual lagi tanahnya Do ?” tanya Tante Icha padaku.

“Nggak Tante. Tanah itu untuk masa depanku. Takkan dijual lagi. Tapi kalau Tante butuh tanah, aku punya rekan yang mau jual tanahnya. Tapi luasnya dua hektar. “

“Justru boss tante juga inginnya dua hektar. Tanahnya di dalam kota ?” tanya Tante Icha.

“Agak di luar kota Tante, “ sahutku, “ Tapi letaknya di pinggir jalan raya. Pokoknya kalau untuk dibangun gudang, cocoklah. Truk bisa masuk dengan mudahnya. Gak jauh pula dari pintu tol. “

“Bisa disurvey sekarang ?” tanya Tante Icha.

“Bisa, “ sahutku.

Mama nyeletuk, “Jangan sekarang perginya. Ini kan lagi masak. Pada makan pagi dulu, baru pergi. “

“Iya ... , “ sahut Tante Icha sambil berdiri dan menghampiri panci yang isinya sedang diaduk – aduk oleh Mama, “Waaah ... gule kambing Teh ?”

“Iya. Nanti kalau gulenya sudah matang, satenya dibakar, “ kata Mama sambil menunjuk ke setumpuk sate yang belum dibakar.

“Aduuuh ... pagi – pagi makan yang berat – berat, “ kata Tante Icha

“Ini udah hampir jam sebelas, jadi termasuk makan siang Tante, “ sahutku.

“Iya ya. Abis dari tadi langit mendung terus, terasanya masih pagi. “



Beberapa saat kemudian kami sudah duduk mengitari meja makan, untuk menyantap masakan Mama. Sate dan gule kambing bersama emping yang besar – besar. Tentu Mama hidangkan juga sambel cengek (cabe rawit) untuk menambah semangat makan.

Setelah selesai makan, aku pun masuk ke dalam garasi. Membuka pintunya dari dalam dan memanaskan mesin SUV hitamku.

Kemudian masuk ke dalam kamarku, untuk ganti pakaian. Dari piyama ke celana jeans dan baju kaus kuning muda.

Tak lama kemudian, aku sudah duduk di belakang setir SUV hitamku. Tante Icha duduk di sebelah kiriku.

Ketika mobilku bergerak menuju jalan aspal, tampak Mama sedang menutupkan pintu garasi. Sebenarnya aku sudah mengajak Mama untuk ikut, tapi Mama tidak mau. Karena mau mencuci pakaian dan bersih – bersih rumah katanya.

“Berarti Edo sudah sukses bisnisnya ya, “ kata Tante Icha ketika mobilku sudah meluncur di atas jalan aspal.

“Dari mana Tante mengukur kesuksesanku ?” tanyaku di belakang setir.

“Kan tanah mamamu sudah dibeli. Sudah punya mobil mahal segala. Tinggal kawin aja yang belum. “

“Kalau kawin sih udah pernah Tante ... hihihihiii ... “

“Eeee ... maksud tante nikah. Kalau kawin sih, yaaah, anak muda zaman sekarang pasti udah sering. “

“Ohya, Tante kok bisa cerai sama Oom Beni, kenapa ?” tanyaku.

“Dia itu lelaki pencemburu sekali. Sama siapa – siapa cemburu. Yang gak tahannya dia itu suka KDRT. Makanya tante gugat cerai dia. “

“KDRT kalau sudah kelewatan bisa dituntut secara pidana Tante. “

“Iya. Pokoknya Tante males kawin lagi, takut ketemu yang suka ringan tangan lagi. “

“Males kawin ?”

“Iiiiih ... males nikah. Kalau kawinnya sih masih suka. Hihihihiii ... “

“Tapi Tante masih normal kan ?”

“Maksudnya normal gimana ?”

“Mmm ... masih bisa horny gitu. “

“Edo ... Edo ... ya tentu aja tante masih normal. Umur tante kan baru duapuluhempat tahun. Tentu aja masih membutuhkan sentuhan lelaki. Mau dibuktikan ?”

“Bagaimana cara membuktikannya ?”

“Pakai ini, “ sahut Tante Icha sambil memegang celana jeansku tepat pada bagian yang menutupi si johni.

“Tante mau ?”

“Kalau Edo mau, tante juga mau. “

“Mau deh ... mau. “

“Nanti setelah survey, langsung ke rumah tante aja ya. “

“Siap Tante. “

“Umur Edo sekarang berapa ?” tanya Tante Icha.

“Delapanbelas ... “ sahutku.

“Hmm ... enam tahun lebih muda daripada tante. Berarti nanti tante bisa ngerasain brondong. Hihihihiiii ... “

“Dan aku justru penggemar wanita yang lebih tua. Ngepas deh ... “

“Penggemar MILF ?”

“Begitulah kira – kira. “

“Sudah berapa MILF yang disikat sama Edo ?”

“Baru dua orang Tante, “ sahutku sengaja dikurangi. Seharusnya aku menjawab 3 orang.

“Termasuk mamamu ?”

“Iiiih ... nggak dong. Mama kan sudah kuanggap ibu kandungku sendiri, “ sahutku berbohong lagi.

“Kirain ... “ gumamnya, “Tapi seandainya terjadi sesuatu di antara kita berdua, jangan lapor sama mamamu ya. “

“Tentu aja Tante. Kalau lapor, bisa ditempeleng nanti sama Mama. “

“Mamamu galak ?”

“Nggak sih. Cuman waktu aku masih ABG, memang sering marahin aku juga. Setelah umurku lewat tujuhbelas, Mama gak pernah marahin aku lagi. “

“Kalau udah tujuhbelas tahun ke atas kan udah bukan anak kecil lagi. Kalau dimarahin juga bisa melawan. “



Beberapa saat kemudian, SUV hitamku sudah tiba di lokasi yang dituju. Tadi aku pun sudah mengirim WA pada Mang Ucup (pemegang surat kuasa tanah yang mau dijual itu), supaya dia standby di lokasi sebelum kami datang.

Begitu melihat lokasinya, Tante Icha membisikiku, “Boss pasti suka tanah ini. Coba nego dulu harganya. “

“Tanah ini mau dijual berapa Mang ?” tanyaku kepada broker tradisional itu.

“Ini harga matinya Den, “ Mang Ucup memperlihatkan secarik kertas dengan nominal harga tanah itu.

“Harga mati? Gak bisa kurang sedikit pun ?” tanyaku setelah melihat harga tanah itu. Tante Icha pun ikut melihatnya.

“Tempo hari ada yang nawar dengan selisih sedikit, gak dikasih Den. Soalnya mamang kan ikuti keinginan pemiliknya aja. “

Tante Icha menjauh dari aku dan Mang Ucup, untuk menelepon bossnya.

Aku mendadak teringat pesanan Deni, rekan lamaku itu. Lalu aku bertanya, “Mang Ucup punya tanah yang ada mata airnya ?”

“Ada Den, “ sahut Mang Ucup, “ Butuh berapa hektar ?”

“Antara empat sampai lima hektar. Tapi harus ada mata airnya, “ sahutku.

“Ada Den. Bahkan mata airnya pun banyak. Bikin banjir ke rumah – rumah penduduk. “

“Airnya bening ?”

“Bening sekali Den. Untuk apa mata airnya itu Den ?”

“Untuk pabrik air mineral Mang. “

“Wah, cocok sekali kalau untuk pabrik air mineral mah Den. Penduduk di sekitarnya pasti senang. Karena kalau airnya disedot terus, rumah – rumah penduduk takkan kebanjiran lagi. “

“Ya udah nanti Mang Ucup tanyakan dulu, luas tanahnya berapa dan mau dijual berapa,” ucapku.

“Siap Den. Nanti kalau sudah jelas, mamang hubungi Den Edo. “

Sesaat kemudian Tante Icha sudah selesai menelepon bossnya. Lalu kembali menghampiriku. Dan langsung bertanya kepada Mang Ucup, “Tanahnya sudah ada sertifikat Mang ?”

“Sudah SHM Neng. “

“Sertifikatnya tidak sedang disekolahin ke bank ?”

“Nggak Neng. SHM aslinya ada sama mamang. Jadi nanti transaksinya juga bisa dengan mamang aja, karena pemiliknya sudah menyerahkan sepenuhnya sama mamang. “

“Kalau gitu, kita tunggu kurang lebih dua jam. Karena Boss mau datang ke sini. Untuk menyaksikan sendiri posisi dan kontur tanah ini, “ kata Tante Icha.

“Baik Neng, “ sahut Mang Ucup, “mamang akan standby di sini. Mungkin nongkrongnya di tukang bubur kacang ijo yang itu tuh. “ Mang Ucup menunjuk ke arah tukang bubur kacang ijo yang tak jauh dari lokasi tanah yang mau dijual itu.

AKu dan Tante Icha mengangguk. Lalu kami masuk ke dalam mobil yang kugerakkan ke arah selatan. Karena aku masih ingat benar bahwa di jalan menuju danau besar itu ada bagian yang sepi sekali dan biasa dipakai tempat pacaran oleh para ABG.

“Ini mau ke mana Do ?” tanya Tante Icha.

“Ke situ, gak jauh. Ada tepat yang biasa dipakai pacaran sama anak – anak muda. “

“O, jadi ceritanya Edo mau ngajak pacaran nih sama tante ?”

“Iya. Biar gak kesal. Nungguin dua jam itu bukan waktu sebentar Tante. “

Hanya dibutuhkan waktu 5 menit untuk mencapai tempat yang kutuju. Tempat yang sangat sepi, dengan kerimbunan pepohonan di sekitarnya.

Aku tidak kuatir dilihat orang sedikit pun. Karena kaca – kaca mobilku gelap semua. Dari luar takkan bisa melihat ke dalam mobil, tapi dari dalam mobil bisa melihat ke luar.

Maka setelah melepaskan seatbelt, aku menghadap ke arah Tante Icha yang sedang tersenyum manis. Lalu Tante Icha membantingkan kartu balak 6 .... memagut bibirku dan melumatnya dengan hangat. Aku pun membalasnya dengan lumatan lahap pula, sementara tanganku mulai memegang lutut Tante Icha yang terbuka lewat belahan gaunnya. Bahkan ketika Tante Icha semakin lahap melumat bibirku, tanganku pun merayap ke balik gaun kuning muda itu. Merayapi pahanya sampai ke pangkalnya.

Akhirnya tanganku berhasil menyelinap ke balik celana dalam Tante Icha. Lalu menyentuh memeknya yang ternyata berbeda dengan memek Mama. Kalau memek Mama punya jembut yang lumayan lebat, memek Tante Icha justru bersih dari bulu alias gundul plontos.

“Edo ... aaaaaaaahhhh .... “ desah Tante Icha ketika jemariku mulai menyelusup ke dalam celah memeknya yang hangat dan mulai membasah. “Nanti kalau tante kepengen gimana ? Masa mau main di sini ?”

“Apa salahnya main di sini ? Kalau belum kenyang kan bisa dilanjutkan nanti, “ sahutku sambil menyodok – nyodokkan jari tengahku ke dalam celah memekTante Icha yang mulai basah dan licin.

Tante Icha pun merayapkan tangannya ke ritsleting celana jeansku. Aku mengerti, dia ingin memegang kontolku, mungkin. Maka kubuka kancing logam celanaku dan kuturunkan ritsletingnya, lalu kuturunkan celana jeansku berikut celana dalamnya sampai di lutut. Sehingga kontol ngacengku langsung menunjuk ke atas. Dan Tante Icha memekik tertahan, “Anjiiiiirrrrr ... kontolmu gede pisan Dooo ... !”

“Mending yang gede apa yang kecil ?” tanyaku sambil mencolek – colek memek Tante Icha terus.

“Gak tau. Tante kan baru tau satu kontol doang. Kontol mantan suami tante. Dan dibandingkan sama kontol Edo ini, kontol mantan suamiku kalah gede dan kalah panjang ... !”

“Liang memek Tante malah kebalikannya. Kecil sekali. “

“Ya iyalah ... tante kan belum pernah melahirkan. Makanya memek tante masih seperti gadis yang udah bolong tapi belum nikah. Hihihiiiii ... “ kata Tante Icha sambil memegang kontol ngacengku dengan telapak tangannya yang terasa hangat. Lalu tangan satunya lagi digunakan untuk memelorotkan celana dalamnya.

Aku pun dengan sigap merebahkan sandaran seat kiri depan, sehingga menyambung dengan seat belakang.

Tante Icha menurut saja ketika kuminta agar rebah celentang di seat kiri depan dengan seat belakang itu. Gaunnya pun disingkapkan sehingga memeknya terpamerkan dengan jelas di mataku.

“Memek gundul gini enak jilatinnya, “ kataku sambil merenggangkan kedua paha Tante Icha, lalu menyerudukkan mulutku ke memeknya yang bersih dari bulu itu.

“Iya Do ... memek Tante harus dijilatin dulu. Kalau langsung dimasukin sih pasti sakit, karena kontol Edo kegedean ... “ kata Tante Icha sambil semakin merenggangkan kedua pahanya.

“Dua jam bukan waktu yang sebentar. Tapi kalau kita pakai senang – senang, pasti akan terasa sebentar, “ ucapku diikuti dengan gerakan lidahku, menyapu – nyapu memek Tante Icha.


PS
Mulustrasi di part berikutnya
roman2nya kejar tayang nih
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd