SENSASI MILF
NO.2
POV NIDA
Sepertinya aku bermimpi, suamiku pulang dan langsung menciumku, karena sudah lama juga aku tak dijamahnya, aku merasa sudah bernafsu sekali, namun rasa ini nyata, lidahnya menerobos bibirku, spontan aku membukan mata. BAGAS?
Entah kenapa aku merasa tak kaget, dia langsung menjauh dariku, jadi tadi dia sudah kurang ajar padaku, dia menciumku? Aku membalikkan badan ke arah jendela, tanpa sadar justru aku memberikan lekukan pantatku padanya, aku dengar desahannya di belakangku, dia sedang apa? Mungkin bermasturbasi, dan beberapa saat kemudian aku merasakan ada cairan hanya di area pantatku, namun aku masih pura pura tidur, aku merasa takut menegurnya, setelah itu aku merasa bersyukur membangunkanku, berarti tindakan kurang ajarnya padaku sudah selesai.
POV BAGAS
Dikamar aku membuka rekaman di ponselku, menampakkan spermaku yang mendarat di gamisnya dan sedikit ke jilbabnya, aku merasa nafsu lagi lalu beronani, setelah itu aku tertidur karena lelah. Mungkin besok teh nida akan memarahiku.
“bagas bangun, itu teh nida ngajak ke pasar” aku dibangunkan ibuku jam 7 pagi, teh nida? Apa dia tidak marah?
“aduh iya bun, bilangin bagas mandi dulu”
“tumben kamu mandi”
“ishhh...” aku berjalan ke kamar mandi dan mandi dengan kilat karena tak mau teh nida menunggu.
Aku segera mencari pakaian yang lumayan bagus, kemeja dan celana jean hitam yang tidak terlalu ketat, sedikit minyak wangi karena sekarang aku supir artis, aku tidak boleh mempermalukan teh nida, lalu rambutku sedikit aku atur, agar tidak terlalu awutan atau terlalu rapih. Cupu juga keliatannya kalau terlalu rapih.
“nunggu lama teh?”
“4 episode kayaknya kalo syuting”
“idih.. aku mandi cepet kok”
“udah yuk buruan ke pasar”
“tumben ke pasar teh”
“udah kangen dunia pasar aja gas”
“Bajunya bagus the, endorse?”
“enggak, suka aja, jadi beli, bagus apanya emang?”
“bagus kalo dipake sama teteh haha”
“maksudnya?”
“teteh cantik pake baju itu”
“oh jadi kalo pake baju lain gak cantik gitu?”
“cantik lah”
“dasar gombal, kamu godain teteh kan?”
“yamasa teteh aku bilang ganteng”
“iya juga sih”
Kami mengelilingi pasar tradisional, ternyata dalamnya tidak seburuk yang aku bayangkan, terlihat lebih bersih dibanding dulu aku kesini waktu kecil, aku ingin sekali memotret teh nida untuk bahah onani nanti malam, aku mengangkat ponselku dan mengarahkan padanya, namun aku ketahuan.
“eh gas fotoin dong”
“oh iya mbak”
“yang bagus ya”
“iya cekrek, udah”
“nanti kirim ya”
“oke teh”
Aku memeriksa foto itu, hatiku berdesir ketika mataku melihat lekukan payudaranya yang tercetak dibalik baju lebarnya, aku merasa ingin segera pulang saja dan melakukan onani, karena adik ku di bawah sudah tidak kondusif, namun aku menyabarkan diriku, karena dari belakangnya aku bisa melihat pantatnya, sehingga pemandangan itu aku nikmati, bahkan 1 jam kami berkeliling tidak terasa karena aku terus mencuri pandang ke pantat teh nida.
Diperjalanan pulang teh nida kembali tertidur, hatiku berontak ingin mencium bibirnya lagi, lalu aku berhentikan mobil sebentar dipinggir, kulihat wajahnya terlihat lelah, mungkin karena semalam teh nida juga kurang tidur. Kutunggu beberapa saat memastikan dia tetap tidur, aku beranjak mendekatkan wajahku, padahal tinggal beberapa senti saja, namun aku lihat badannya bergerak dan buru buru aku mengambil posisi aman.
“kok berhenti gas?”
“oh ini barusan ponselku jatuh teh, takut kenapa napa kalo maju terus”
“ogitu yaudah, ayo ah teteh ngantuk nih”
“iya teh”
Huh, untung saja posisiku masih aman, meskipun dia tertidur lagi namun aku tak mau nekat siang bolong begini.
POV NIDA
Aku pikir yang semalam itu hanya imajinasiku setengah sadar saja, namun ketika pagi itu aku mencoba tidur, aku hanya sekedar memejamkan mata, aku tak benar tertidur, namun mobilku berhenti, aku mencoba mengintip, bagas mendekatkan wajahnya padaku, karena aku tak mau dia melakukan hal yang tidak senonoh aku segera memberi tanda kalau aku mau bangun, dan syukurlah aku bisa lolos lagi.
POV BAGAS
Besok paginya aku merasakan badanku lemas, rasanya tubuhku membutuhkan asupan sayuran dan olah raga. Setelah ibadah subuh aku membuat jus wortel dengan susu, rasanya segar sekali dengan campuran sedikit es, aku meminumnya sambil menonton tv, mencoba mencari film kartun, walau badan dan usiaku sudah kepala dua tontonanku masih anak anak, aku tidak peduli omongan orang, aku sangat suka crayon sinchan dan sebagainya.
Setelah jus habis aku segera mengganti pakaian dengan pakaian olah raga SMAku, ingin sedikit nostalgia dengan pakaian itu rasanya, aku merasakan sedikit sempit baju itu, namun terasa masih cukup. Aku segera memakai sepatu olah raga dan segera membuka pintu gerbang, aku mulai peregangan sambil jalan menuju taman olah raga dekat kompleks.
“eh bagas, kirain siapa” aku cukup kaget bertemu dengan teh nida di belokan menuju gerbang keluar.
Pemandangan yang indah sekali pagi itu, langit yang biru dan udara pagi yang segar, pemandangan menyejukkan dari teh nida juga, walaupun pakaian olah raganya cukup tertutup namun dapat kulihat sedikit lekukan di dada dan pantatnya, namun sayang sekali aku tak membawa ponsel saat itu.
Teh nida mengenakan pakaian putih garis hitam dan celana olah raga putih yang terlihat serba panjang.
“kok bengong gas?”
“gapapa teh”
“yaudah bareng yu”
“boleh teh, tumben olah raga”
“iya nih, jarang gerak soalnya, mumpung lagi libur jadi maksain biar keringetan”
“yah kok kita sepemikiran sih jangan jangan...”
“jangan jangan apa?”
“jodoh hahahah”
“jodoh apaan, teteh udah punya jodoh ya”
“yeee, jarang pulang juga”
“dari pada gapunya wek haha”
“menusuk sih kalimatnya “
“haha maaf maaf udah yuk jalan ke arah danau yuk”
“ayo teh”
Kami sedikit berlari menuju danau taman olah raga, entah kenapa aku kalah sama teh nida, Cuma beberapa meter saja berlari aku merasa pengap sekali. Aku tak kuat mengejar teh nida yang langkah kakinya cepat sekali, ternyata dia tak selemah itu.
“dih kalah sama yang tua”
“iya nih aku belom sarapan”
“ah itu mah bukan masalah sarapan”
“terus apa”
“kamu sering nyabun aja kali”
“emang teteh tau nyabun?”
“taulah, suami haha”
“enggak lah teh, aku kan akhir bulan ini sama teteh terus”
“ya berarti kamu emang badan aja yang gede, isinya lemah hahaha”
“kalo lari mah lemah teh, kalo di kasur mah kuat”
“kuat tidur sampe siang? Haha”
“iya itu maksudku haha”
Akhirnya kami sampai di danau, cukup banyak orang disana, beberapa orang terlihat berlari mengelilingi danau buatan itu, aku dengan teh nida duduk di kursi panjang sambil membahas jadwal kami keluar kota selanjutnya, karena jadwal masuk kuliahku masih 2 bulan lagi aku menyanggupi jadwal itu, bahkan kalau harus keliling indonesia aku siap.
Kemudian kami berjalan mengelilingi danau, melangkahkan kaki agar uratnya tak kram, ada beberapa keliling kami berputar sampai akhirnya kami berhenti di bawah pohon yang cukup rindang, teh nida mulai menceritakan keluh kesahnya dengan profesinya, namun dia memutuskan menerima semua takdir tuhan dan menikmati apa yang dia punya sekarang, aku sedikit memujinya karena ketabahan dan keuletannya.
Setelah itu aku juga mulai curhat padanya, mulai dari aku yang susah punya pacar dan sulit bergaul dengan lawan jenis, dia sedikit memberi tips padaku kalau mau punya pacar.
“... ya gitu gas, yang penting buat dia nyaman, puji dia dikit, biasanya cewe suka dipuji”
“teteh cantik”
“dih langsung praktek”
“tapi aku serius deh teh, teteh cantik”
“iya makasih gas, udah tua masih dibilang cantik”
“ya mau gimana lagi, kalo emang cantik masa aku bilang jelek”
“udah ah jangan godain teteh, godain yang lebih muda aja sana”
“ih tapi aku sukanya yang lebih tua hahaha”
“biar apa? Ambil duitnya, teteh gapunya duit”
“dih aku gak matre kok teh, mau?”
“bener emang kata temenku, berondong mulutnya emang manis”
“yaudah sini cium”
“ngimpi wek, udah ah yuk pulang”
Kami berjalan pulang, aku sengaja berjalan di sampinya sambil mencari topik pembicaraan, entah kenapa aku merasakan teh nida berjalan pelan, akupun yang merasa menikmati momen itu berjalan pelan agar kami lama sampai rumah.
“teh ini tangannya kenapa?” aku mengambil tangan kanannya sambil melihat jari teh nida.
“ehm.. itu kemarin luka pas motong buah naga”
“galak banget sih buahnya, lagian teteh belinya buah naga”
“udah ah gapapa, cari kesempatan aja kamu ya ih” teh nida mencoba menarik tangannya
“ih kali kali atuh teh, suami teteh kan lagi gada hehe” dia melemaskan tangannya ketika aku pegang.
“dasar berondong mesum”
“salah teteh juga itu mah pake beli buah naga, jadi aku perhatian kan sekarang”
“terus teteh harus beli buah apa?”
“beli hewan aja atuh”
“dih buat apa?”
“ya dikonsumsi”
“hewan apa emang?”
“ular kasur”
“awhhhhh” dia mencubit pipiku
Kami bergandengan tangan sampai di gerbang rumah teh nida, sebelum dia menutup gerbang rumahnya, dia menatapku dan senyum manis, oh tuhan sepertinya aku jatuh cinta.
Seminggu kemudian, putaran roda membawa kami ke berbagai daerah di negeri ini, aku sangat bersyukur bisa menjelajahi sebagian negeri ini, aku menemukan ratusan wajah yang baru, dapat kurasakan dimanapun aku berada aku merasakan seakan itu rumah, para warga yang ramah membuat aku senang pergi kemanapun.
Kini aku merasa tak malu kalau mau memegang tangan teh nida, walaupun kadang dia menolak, namun aku tak menyerah aku optimalkan semua kesempatan yang ada.
Sampai suatu ketika ketika kami masuk ke jalan tol, kami menuju kota tujuan selanjutnya. Sore redup itu kemudian dihujani air langit yang lumayan deras, beberapa kilo meter kemudian antrian mobil terlihat. Sepertinya ada kecelakaan sehingga kami dan rombongan lainnya terjebak macet, dan saat itu kami hanya bisa menunggu dalam mobil, hujan yang turun membuat suasana makin sendu.
Aku mulai bergerilya, tangan kiriku perlahan mendekat ke tangan kanan teh nida yang sedang duduk sambil menelpon seseorang di tangan kirinya. Pegangan tanganku padanya tak dia tepis, aku mulai merasakan akan mendapat lampu hijau, tangannya hangat sekali, dapat terasa hangatnya di suhu ruangan yang cukup dingin dalam mobil itu.
Walau pun teh nida sudah selesai menelpon seseorang itu, dia masih membiarkan aku memegang tangannya, aku mulai nekat, aku sudah tak peduli dia menolak atau tidak, aku melai sedikit menarik tangannya ke arahku, sehingga badannya juga ikut mendekat. Kami saling bertatapan, aku memberanikan diri mendekatkan wajahku padanya, aku kira dia akan menolak, tapi dia malah memejamkan matanya, dan cups...
Aku mencium bibirnya, tak lama kemudian dia membalas ciumanku juga, lampu hijau sudah terang menyala, instingku berkata aku tak boleh buru buru, aku harus bersabar, kami mulai berciuman dengan lidah, teh nida dengan sukarela membuka bibirnya membiarkan lidahku masuk, hangat sekali.
Namun aku takut ada orang yang melihat dari depan sehingga aksiku sore itu tidak lama, namun setelah itu suasana menjadi kikuk, aku jadi tak berani ngobrol dengannya kalau dia tak betanya lebih dulu.