Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG KISAH DESI, SI PRIMADONA KAMPUNG

pelan pelan hu, biarpun desi haus kepuasan tapi kalau bisa jangan terkesan murahan.....greget dikit
 
Panen Kopi, Panen Kenikmatan

***


Keluarga Rohman memiliki usaha penjualan kopi. Kopi yang dimaksud adalah biji kopi. Mereka menjual biji-biji kopi ke beberapa pemasok. Tapi ada beberapa biji kopi yang mereka olah sendiri. Mereka punya berhektar-hektar kebun kopi. Kebun-kebun kopi itu adalah warisan turun-temurun. Setiap musim panen kopi tiba, mereka akan sibuk mengurusi kebun-kebun mereka yang hendak dipanen.

Seperti suatu ketika musim panen kopi telah tiba. Saat itu ada dua kebun yang harus dipanen. Para pemetik sudah berangkat ke kebun yang dimaksud. Biasanya yang bertugas untuk memberikan upah adalah Rohman dan Desi. Pak Burhan, ayah Rohman, sudah jarang mengurus usahanya itu.

Demi mempercepat proses panen, Rohman dan Desi pun melakukan pembagian tugas. Desi ditugaskan ke kebun yang tidak terlalu luas, meski tempatnya lumayan jauh. Demi menjaga keamanannya, Rohman meminta Sapto menemaninya. Sapto adalah pesuruh sekaligus sopir di rumah itu.

Sapto sebaya dengan Rohman. Tingginya juga hampir sama tetapi Sapto lebih tegap dan berisi. Mungkin karena faktor pekerjaannya yang berat sehingga badannya menjadi berotot. Kulitnya agak sedikit gelap. Memiliki jambang di wajahnya. Sekilas wajah Sapto memang tampak menakutkan tapi sebetulnya dia lumayan tampan.

Mereka berdua menaiki mobil pick up untuk mengangkut kopi-kopi yang telah dipanen. Desi juga telah menyiapkan sejumlah uang untuk dibayarkan pada pemetik.

Saat itu Desi mengenakan kaos lengan panjang berwarna hijau tua yang agak ketat sehingga membuat lekukan badannya terlihat. Bawahnya mengenakan celana jeans berwarna gelap. Rambutnya ia ikat menyerupai ekor kuda membuat leher jenjangnya terlihat jelas. Jujur saja penampilan Desi membuat Sapto tergoda. Ah, kalau saja bukan majikan, pasti sudah Sapto sikat.

“Sap, aku udah nyiapin makanan juga nih. Nanti setelah selesai semua, kita makan dulu.”

“Wah, mantap nih. Makasih, mbak.”

“Sama-sama.”

“Aku memang senang, Sap, makan di kebun. Udaranya sejuk. Nafsu makan jadi bertambah. Hehehe.”

“Iya juga sih, mbak. Bener.”

“Sap, ini kok kaya mendung ya? Masa mau hujan?” tanya Desi sambil melihat ke langit dari dalam mobil.

“Ngga mungkin, mbak. Paling habis ini juga cerah lagi.”

Sesampainya di sana, rupanya sebagian pekerja sudah menyelesaikan pekerjaannya. Satu per satu hasil petikan mereka ditimbang. Upah mereka disesuaikan dengan jumlah yang mereka dapatkan.

Tak butuh waktu lama menunggu sampai semuanya selesai. Kopi-kopi sudah dinaikkan ke atas pick up dan langsung ditutup kain terpal. Para pekerja satu per satu mulai pergi.

“Kita makan dulu yuk.” Ajak Desi setelah memastikan semua pekerjaan selesai dan pekerja pergi.

Kebun kopi mereka agak jauh dari jalan raya. Mungkin masuk ke area hutan sekitar 1 km. Jadi susana sangat sepi dan paling hanya ada satu dua orang yang lewat untuk mencari kayu. Itu pun jarang sekali.

Mereka makan berdua di pondokan kecil yang hanya cukup untuk dua orang. Pondokan itu berada di tengah kebun. Tapi masih terlihat dari posisi pick up diparkir. Saat selesai makan, dan mereka sedang merapikan bekas makannya, tiba-tiba sekali hujan turun. Deras. Mereka sama sekali tak punya persiapan. Mereka memilih berteduh terlebih dahulu di pondokan itu. Sialnya, pondokan itu atapnya juga bocor dan terpaksa membuat mereka harus berdiri berhimpitan.

“Waduh, bagaimana ini, mbak?” tanya Sapto.

“Ga tau, Sap. Mendadak sekali hujannya.”

“Untung kopi udah ditutup terpal, mbak.”

“Iya, Sap.”

“Apa kita mau lari aja ke mobil, mbak?”

“Basah dong, Sap. Deres banget ini hujannya. Kita tunggu aja deh di sini. Paling ntar juga reda.”

Mereka pun akhirnya menunggu dengan tetap berdiri berhimpitan. Awalnya posisi Desi berada di depan Sapto. Dengan posisi itu otomatis selangkangan Sapto menyentuh pantat Desi. Sapto tak bisa bohong bahwa kondisi itu membuat dirinya terangsang. Kontolnya mulai tegang. Sapto takut sekali itu diketahui oleh Desi.

Hujan ternyata makin deras. Cipratan air makin mengenai Desi. Desi coba mundur untuk menghindari cipratan itu. Tapi sesuatu yang aneh dirasakan oleh Desi. Pantatnya membentur sesuatu yang keras. Desi berpikir, di belakangnya hanya ada Sapto. Desi paham apa yang barusan menyentuh pantatnya itu.

Sapto makin tidak tahan dengan kondisi ini. Ia memberanikan diri untuk mendekatkan tubuhnya ke tubuh Desi. Alhasil selangkangannya makin erat dengan pantat Desi. Desi sendiri merasakannya dan makin lama Sapto terasa mulai menggesek-gesekkan selangkangannya.

“Sapto, kamu ngapain?” tanya Desi dan membuat Sapto kaget sekaligus menghentikan gerakannya.

“Maaf, mbak. Aku...aku terangsang.”

Desi tak menjawab dan diam saja. Sebagai seorang wanita harus diakui kondisi dan situasi ini juga memberikan rangsangan padanya. Cuaca sedang dingin dan Sapto ada untuk menawarkan kehangatan.

“Mbak Desi marah ya?”

“Ngga kok, Sap. Kamu cowok. Itu normal. Cowok mana pun pasti juga bakalan seperti kamu.”

“Tapi aku sudah kurang ajar, mbak.” Sesal Sapto. Tapi selangkangannya masih menempel.

“Kamu ga bisa menghentikan kodratmu sebagai cowok. Kalau sudah waktunya tegang, ya pasti tegang.”

Mendengar itu, Sapto merasa lega.

“Kamu tegang kan?” tanya Desi. Sapto terkejut.

“Eh...iya...mbak. Maaf ya.” Jawab Sapto. “Mbak kok tau?”

“Kerasa. Selangkanganmu keras. Apalagi kalo bukan tegang?”

“Hehehe iya, mbak. Siapa sih yang ngga tegang lihat cewek secantik dan seseksi Mbak Desi “

“Berarti semua salahku ya, Sap?”

“Bu...bukan, mbak. Maksud saya, biasanya cowok kan suka sama cewek cantik dan seksi.”

“Kalau memang salahku, biar aku yang menyelesaikan.”

Tiba-tiba Desi berbalik arah dan mereka pun berhadap-hadapan. Kini dada Desi menempel erat ke tubuh Sapto. Sapto makin menegang. Dan yang paling mengejutkan, Desi kini meraih selangkangan Sapto dan meremasnya.

“Biar aku selesaikan ya.” kata Desi sambil menurukan resleting celana Sapto. Setelah terbuka, Desi meminta Sapto menurunkan celana sekaligus CD-nya. Tampaklah kontol Sapto yang sudah keras. Ukurannya sedikit agak lebih besar dari milik Rohman ditambah jembut yang sepertinya tak pernah dirapikan.

“Besar juga ya.” kata Desi sambil menggenggamnya. Sapto hanya tersenyum malu. Tapi tampak kepuasan di wajahnya. Desi sendiri mulai mengocok kontol Sapto. Kontol Sapto makin menegang dalam genggaman Desi.

Ingin rasanya Sapto menyentuh payudara Desi yang menempel ke badannya. Tapi dia tak cukup berani. Baginya mendapat kocokan tangan Desi saja sudah cukup. Namun ternyata harapan Sapto terkabul. Tiba-tiba saja tangan kiri Desi memegang tangan Sapto dan menuntunnya ke selangkangannya.

“Buka.” kata Desi. Ucapan yang memberikan tanda lampu hijau pada Sapto.

Sapto tak mau membuang-buang kesempatan itu. Dengan sigap ia segera membuka celana Desi dan menurunkannya. Kini tampaklah selangkangan Desi yang masih dibungkus CD putih tulang.

Tangan Sapto langsung menyelinap masuk ke dalam CD dan segera menemukan sesuatu yang diidamkannya: memek Desi. Melihat sikap Desi yang diam saja, Sapto pun berani menyelipkan tangannya ke balik kaos Desi dan menyentuh payudaranya. Ia juga mengangkat kaos Desi ke atas hingga tampak payudaranya dibungkus BH berwarna senada dengan CD-nya.

Betapa indah payudara itu, kata Sapto dalam hati. Bulat sempurna. Sapto membuka kaitan BH di punggung Desi. Setelah terbuka, ia dengan mudah mengeluarkan payudara Desi dari dalam BH. Sapto segera menunduk dan melahap payudara itu. Ujung payudara itu segera masuk dalam mulut Sapto. Disedot-sedot oleh Sapto. Putingnya yang berwarna merah muda ia gigit-gigit kecil dan lidahnya menari-nari di puting itu.

“Sapto, jangan dimerahin.”

Sapto hampir khilaf: melakukan cupang pada payudara Desi. Desi segera mencegahnya. Ia takut nanti suaminya curiga.

Tangan Sapto yang lain terus bermain di selangkangan Desi. Jarinya sudah mengorek-orek memek Desi. Sapto merasakan memek Desi sudah basah pertanda bahwa ia sudah terbuai oleh birahi. Desi sendiri masih asik mengocok kontol Sapto.

Tanpa terasa hujan sudah mulai mereda.

“Mbak, kita pindah ke mobil?” tanya Sapto. Desi hanya mengangguk.

Setelah merapikan baju dan membawa bekal makanan kembali, mereka segera bergegas ke mobil.

“Ga akan ada orang kan?” tanya Desi.

“Ga akan, mbak. Habis hujan.”

Sapto lalu membuka kaos yang ia kenakan disusul dengan celana dan CD-nya hingga ia telanjang bulat. Desi sempat terpana sejenak. Tubuh Sapto lumayan bagus. Itu membuat birahinya kembali naik.

Dengan buasnya, Sapto melepas pakaian Desi satu per satu: kaos, BH, celana dan CD. Sapto mengangakat tubuh Desi dan ia dudukkan di pangkuannya. Kontol Sapto menempel langsung dengan memek Desi. Batangnya pas berhadapan dengan lubang memeknya.

Sapto kembali melahap payudara Desi yang kini tepat berada di hadapannya. Ia melahap secara bergantian. Sementara Desi mulai mendesah.

“Mpphhh...mmpphh...”

“Ahhh....asshh...” desah Desi. Apalagi ditambah memeknya tertekan oleh kontol Sapto. Desahannya kian bertambah.

Mereka tak lagi peduli jika ada orang yang lewat dan memergoki mereka. Kenikmatan telah membuat mereka lupa segalanya. Karena saking bernafsunya, tiba-tiba Desi mengangkat wajah Sapto dan langsung mencium bibirnya. Mereka pun saling berciuman dengan brutal. Bibir mereka saling berpagutan. Sapto juga langsung membalas ciuman bibir Desi. Selangkangan mereka masih tetap saling beradu. Desi tanpa diperintah bergerah naik turun agar kontol Sapto bisa bergesekan dengan memeknya.

Situasi itu membuat Sapto merasa akan segera sampai. Bagaimana mungkin tak segera sampai? Bibir saling berpagutan mesra dan kemaluan mereka saling beradu? Ia pun memberanikan diri untuk segera menyelesaikan semuanya.

“Mbak, aku masukin ya?” kata Sapto sambil berusaha mengarahkan kontolnya.

“Kamu ada kondom ga? Aku lagi subur.”

“Ga ada, mbak.” Jawab Sapto. “Aku buang di luar deh.”

Agak ragu sebenarnya. Tapi sudah kepalang tanggung. Desi pun mengangguk.

Ah, mimpi apa Sapto semalam bisa bercinta dengan majikannya yang cantik itu. Desi mengangkat tubuhnya dan Sapto pelan-pelan mengarahkan kontolnya ke lubang memek Desi. Setelah dirasa tepat, Desi perlahan turun.

“Ah...” desah Desi begitu kepala kontolnya berusaha menguak bibir memeknya. Ia coba terus perlahan sambil menggigit bibir menahan rasa sakit dan nikmat yang datang bersamaan.

“Ahhhh....”

Begitu kepala kontolnya sudah masuk, dengan mudah Sapto mendorong batangnya lebih masuk lagi. Sampai akhirnya, seluruh batangnya masuk ke liang senggama Desi.

“Uhhh..” Desi melenguh karena memeknya telah dipenuhi batang kontol.

Desi bergerak naik turun di pangkuan Sapto. Sapto menikmati kontolnya yang keluar masuk di memek Desi. Gerakannya pelan tapi nikmat.

Sapto kemudian kembali mencium bibir Desi mesra. Ia ciumi juga leher Desi. Lagi-lagi ia ingin melakukan cupang tapi Desi cegah.

“Sapto, jangan!”

Tentu saja ini adalah kali pertama bagi Desi bercinta dengan orang lain selain suaminya. Desi tidak tahu kenapa tiba-tiba berani mengambil keputusan itu. Ia tahu yang ia lakukan itu salah. Tapi dalam lubuk hati terdalamnya, ada suatu kepuasan yang sudah sangat lama ia rindukan. Kepuasan yang sangat jarang diberikan oleh suaminya. Desi, sebagai wanita, juga ingin merasakan kepuasan itu. Salahkah ia?

Sementara bagi Sapto, entah ini yang keberapa kali. Sebelumnya ia sudah pernah melakukam hubungan intim dengan pacarnya dulu.

“Ahh...ah...ahh....” desah Desi. Gerakan naik turunnya semakin cepat. Apalagi Sapto terus memberikan rangsangan di puting susunya yang ranum.

“Ahh...seerett...bangeettt...mbaak...” kata Sapto.

Dalam hati Sapto, ia bertanya kenapa memek Desi masih seret. Apakah karena belum pernah melahirkan? Atau kontol Rohman terlalu kecil? Ah, entahlah. Tapi yang jelas memek Desi rasanya nikmat.

“Sapp....”

Kini gerakan Desi sudah berubah. Ia mulai melakukan gerakan menggoyang pantatnya. Desahannya juga makin sering dan keras.

“Ahh...sapp....kamuu...naa..kall..” Sapto meremas-remas payudaranya dan sesekali memainkan puting susunya.

Desi kembali melakukan gerakan naik turun namun dengan tempo lebih cepat. Sampai akhirnya, tubuhnya menegang dan ia membenamkan wajahnya ke bahu Sapto. Memeknya makin kuat menjepit kontol Sapto. Pertahanan Sapto sendiri sepertinya juga akan jebol.

“Ahh.....” Desi melenguh panjang. Dengan cepat Sapto segera mengangkat tubuh Desi dan crot crot crot. Spermanya muncrat ke bagian luar memek Desi dan perutnya sendiri. Sperma yang keluar banyak sekali.

Masih dalam posisi yang sama, mereka saling berpelukan untuk melepas penat.

“Ini jadi rahasia kita.” Kata Desi. Nafasnya tersengal-sengal.

“Iya, mbak.” Begitu juga Sapto.

Mereka pun membersihkan kelamin dengan CD masing-masing. Sapto mengelap kontolnya yang berlumuran cairan cinta Desi. Sedangkan Desi membersihkan sperma Sapto dan cairan cintanya sendiri. Setelah bersih mereka mengenakan baju dan segera pulang.

Dalam perjalanan, mereka seolah tak percaya bahwa baru saja mereka sudah berhubungan intim. Desi sudah mengkhianati suaminya: berselingkuh dengan pesuruh di rumahnya. Tapi dia sendiri tak tahu, kenapa begitu saja tergoda dengan situasi di kebun kopi tadi. Apa yang salah dari Rohman? Atau justru dirinya yang salah?

Bersambung
 
Terakhir diubah:
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd