Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG KISAH DESI, SI PRIMADONA KAMPUNG

Serigala Lain

***

Suatu malam Rohman mengalami mimpi buruk. Dalam mimpi itu Sapto dan Desi tampak mesra di sebuah taman. Mereka berdua saling berpelukan mesra bahkan tampak sedang berciuman juga. Tak hanya sampai di sana, mereka berdua melakukan gerakan yang tak senonoh. Keduanya hanya mengenakan pakaian dalam saja. Rohman dalam mimpi itu sangat marah tapi anehnya ia tak bisa melakukan apapun. Tubuhnya kaku. Dan tiba-tiba Rohman pun terbangun.

“Ah, cuma mimpi.” ucap Rohman dalam hati. Tetapi sesuatu yang aneh terjadi pada Rohman. Ia merasakan sesuatu di selangkangannya: kontolnya tegang.

“Kenapa aku terangsang dengan mimpi itu?” tanya Rohman dalam hati.

Ia melihat istrinya, Desi, yang sedang terlelap di sampingnya. Apakah arti mimpi itu, tanya Rohman. Kenapa mimpi itu seolah nyata? Apakah Desi ada sesuatu dengan Sapto? Ah, tidak. Itu hanya mimpi saja. Rohman pun kembali terlelap, namun sampai pagi menjelang ia tak bisa memejamkan matanya lagi.

Saat sarapan, Rohman coba untuk mengobati rasa penasarannya. Ia coba bertanya pada Desi tentang Sapto. Ia ingin melihat respon istrinya.

“Sapto mana?” tanya Rohman.

“Paling lagi nyiram halaman, Mas.”

“Udah kamu siapin makannya?”

Desi mengangguk.

“Mas memang salut sama Sapto. Dia bener-bener rajin. Makanya bapak ibu percaya banget sama dia.”

Desi mulai curiga. Tidak biasanya suaminya bicara tentang orang lain saat makan. Apalagi pesuruh di rumahnya. Desi pun harus berhati-hati untuk menjawabnya. Tapi menurutnya ia lebih baik tidak usah menjawab saja.

Rohman melanjutkan, “Dia orangnya juga baik. Sayang aja belum dapet jodoh. Kasihan sendirian terus.”

Desi tetap tak menjawab.

“Kalau menurut kamu gimana?” tanya Rohman pada Desi.

“Sapto? Ya, dia orangnya baik kok, Mas. Rajin juga.”

“Dia tidak pernah kurang ajar sama kamu, kan?”

“Ngga pernah, Mas. Dia selama ini sopan kok.”

Rohman coba menganalisa jawaban Desi: apakah ada kebohongan dalam kata-katanya. Tapi sepertinya Desi tidak bohong. Lalu, kenapa mimpi itu datang padanya?

Semenjak kejadian itu, Desi mulai khawatir bahwa hubungannya dengan Sapto diketahui oleh Rohman. Maka dia pun mulai berhati-hati agar suaminya tidak terus curiga.

***

Bu Sulastri belum juga menunjukkan kesembuhan. Pak Burhan juga mulai merasa kelelahan menjaganya di rumah sakit. Atas pertimbangan kesehatan bapaknya, maka Rohman meminta Pak Burhan untuk istirahat di rumah terlebih dahulu. Rohman akan menggantikannya menjaga ibunya bersama Jumi.

“Bapak di rumah saja dulu. Biar aku yang gantian jaga. Biar bapak juga ga sakit.”

Pak Burhan setuju dengan usul anaknya itu. Sebenernya Pak Burhan sendiri sudah mulai pesimis dengan kesehatan istrinya. Dokter bilang bahwa istrinya akan sembuh tapi kemungkinan besar akan susah berjalan dan bicara.

Umur Pak Burhan sudah berkepala enam. Rambutnya hampir seluruhnya sudah uban. Tapi bisa dibilang kesehatannya masih bagus. Badannya juga masih tampak tegap. Mungkin karena masa mudanya ia gunakan untuk banyak bekerja membantu ayahnya. Tinggi badan Pak Burhan sekitar 170 cm. Ia agak kurus tetapi otot-ototnya masih tetap keras.

Sementara Bu Sulastri sendiri kesehatannya sering terganggu. Sudah sering sakit-sakitan. Umurnya juga sudah memasuki kepala enam. Rambutnya sudah sebagian besar uban. Badan Bu Sulastri agak berisi dan tingginya hampir sama dengan Desi.

Selama berada di rumah, seperti biasa Desi yang memasak. Saat ini ia harus memasak untuk mertuanya dan Sapto.

Selesai makan malam, Desi melihat Pak Burhan sedang duduk menyendiri di ruang keluarga. Desi menghampirinya.

“Kok bengong, Pak?” tanya Desi. Pak Burhan agak kaget.

“Eh, Desi. Gapapa. Cuma lagi cape aja.”

“Tidur aja kalo capek, Pak.”

“Iya sebentar lagi.”

Di rumah itu hanya ada mereka berdua. Sapto sedang mengantarkan Rohman dan baju Jumi ke rumah sakit dan belum kembali. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

“Kok Sapto lama ya?” tanya Pak Burhan.

“Mungkin masih belum boleh pulang dulu sama Mas Rohman, Pak.”

“Iya kali. Takut keluyuran aja dia. Soalnya rumah ga ada yang jaga. Apalagi kamu ga ada Rohman.”

Desi sedikit senang mendengar mertuanya perhatian padanya.

“Insyaallah ga ada apa-apa kok, Pak. Sebentar lagi pasti datang.”

Mereka lalu melanjutkan obrolan mereka. Mulai dari kondisi Bu Sulastri sampai cerita masa muda kedua mertuanya. Sebenarnya Pak Burhan tidak cinta dengan Bu Sulastri, tapi dia dipaksa dengan orang tuanya karena Bu Sulastri anak orang kaya. Seketika Desi merasa kisahnya hampir sama dengannya.

“Tapi lama-lama bapak juga cinta sama ibumu. Dia orangnya baik. Meskipun saat ini sudah sering sakit-sakitan.”

“Bapak yang sabar ya. Pasti ibu segera sembuh.”

“Kadang-kadang bapak sempat berpikir buruk sih. Gimana kalo misal ibumu pergi? Bapak pasti bakal kesepian.”

“Hush. Bapak jangan ngomong gitu. Percaya saja kalo ibu pasti sembuh. Kalo pun hal buruk itu terjadi, kan ada Mas Rohman dan Desi.”

“Oh ya, gimana kamu belum isi?”

Mendadak hati Desi merasa sedih. Ia tertunduk.

“Maaf. Bapak ga bermaksud menyinggung.”

“Gapapa kok, Pak. Mungkin belum rejekinya.”

“Belum periksa?”

“Mas Rohman selalu nolak.”

“Gimana sih tuh anak!” seru Pak Burhan.

“Kalo bapak dulu, nikah satu bulan ibumu sudah langsung ngandung si Rohman.”

“Senengnya ya, Pak, kalo gitu.”

“Si Rohman ga nurun dari bapaknya sih. Kurang tokcer. Hehehe.”

Aku pun tersenyum pahit. Meski Pak Burhan mengatakannya hanya untuk candaan, tapi Desi mengamini ucapan itu.

“Sebenernya anak bapak dua. Adiknya si Rohman. Tapi dia meninggal dalam kandungan. Bapak sih maunya nambah lagi, tapi ibumu trauma. Jadilah Rohman anak tunggal. Kalo disuruh nambah bapak bisa banget. Hehehe.”

“Andai Mas Rohman bisa tokcer kaya bapak ya. Hehehe.”

Desi juga tak tahu kenapa ia mengatakan itu. Barangkali sudah terlalu lamanya ia memendam keluh kesahnya itu. Mereka terus berlanjut dengan obrolan. Bahkan saking asyiknya Desi menyediakan kopi untuk bapaknya. Apalagi di luar sedang turun hujan.

“Makasih ya, Des.”

“Sama-sama, Pak.”

Sejak obrolan itu Desi makin tahu kalau bapak mertuanya sangat baik. Mertuanya itu banyak bercerita tentang masa mudanya. Bahkan sampai tidak malu dengan hubungan ranjangnya dengan Bu Sulastri.

“Semenjak ibumu sakit-sakitan, ayah sudah tidak pernah memberikan nafkah batin padanya. Ibumu juga sering menolak. Entah kenapa. Makanya bapak sebisa mungkin bersabar.”

Desi membayangkan bagaimana sang mertua menahan birahinya. Setahu Desi, Sapto saja sering meminta jatah pada Desi kalau sudah pengin. Terakhir setelah kejadian di meja makan, Sapto terus meminta berhubungan intim lagi. Tapi demi keamanan, Desi menolak dan mengatakan tunggu sampai situasi aman. Sebagai gantinya, Desi sering mengirim foto payudara dan memeknya ke Sapto. Begitu juga Sapto.

Berarti Pak Burhan sangat hebat, pikir Desi. Dia mampu menahan rasa kepenginnya untuk bercinta.

Karena malam makin larut dan Sapto juga sudah pulang, mereka pun pergi untuk tidur. Sebelum tidur, Sapto mengirim pesan pada Desi, “Mumpung ga ada Mas Rohman.”

“Ada bapak. Bahaya.”

“Bapak kan tidur di kamarnya.”

“Ngga aman.”

***

Pagi-pagi benar Desi sudah bangun. Ia melihat seisi rumah masih sepi. Pintu kamar bapak mertuanya masih tertutup. Mungkin masih tertidur. Sapto juga tidak tampak sama sekali di halaman. Mungkin karena semalam dia pulang larut.

Desi memilih untuk beres-beres rumah saja. Ia akan menyuci pakaiannya dan suaminya termasuk milik Pak Burhan yang dibawa dari rumah sakit. Ia mengambil tas ransel milik Pak Rohman. Ia keluarkan semua isinya dan ia bawa ke tempat mesin cuci. Lalu ia pergi ke kamarnya untuk mengambil cuciannya sendiri. Ia berinisiatif untuk menggunakan handuk saja agar baju yang ia pakai bisa sekalian ia cuci.

Desi kembali ke belakang dengan hanya mengenakan handuk. Ia berani melakukannya karena Pak Burhan masih tidur. Kalau Sapto ia tak terlalu khawatir karena ia pernah melakukan hal 'terjauh' dengannya. Ia langsung memilah satu per satu yang akan ia cuci. Tak menyangka, saat memilih baju milik Pak Burhan, ia mendapati pakaiannya dalamnya: CD. Meskipun terbilang kurus tapi ukuran CD-nya besar. Dan yang paling membuatnya takjub, CD-nya bermerk dan bagus. Ia memang suka dengan pria yang memerhatikan celana dalamnya. Ia kurang suka pria yang CD-nya sudah bolong-bolong.

Saat itu posisi Desi sedang menunduk sementara handuk yang ia kenakan tidak sepenuhnya bisa menutupi tubuhnya. Sialnya saat itu Pak Burhan terbangun dan langsung melihat kejadian itu. Dilihatnya Desi dari arah belakang. Tubuh bagian bawah Desi begitu jelas. Memeknya terjepit di antara kedua pahanya. Pemandangan yang begitu indah bagi Pak Burhan sekaligus membangkitkan birahinya. Apalagi saat itu Pak Burhan hanya mengenakan sarung maka tampaklah kontolnya mulai mengacung.

Desi terperanjat begitu berbalik dan hendak kembali ke kamarnya. Ia terbelalak melihat siapa yang ada di depannya. Apalagi ketika melihat selangkangan orang itu sudah menegang. Sambil memegangi handuknya ia langsung berlari ke kamarnya dan melewati begitu saja Pak Burhan.

Setelah kejadian itu, Desi tak berani keluar kamar. Ia merasa takut melihat bapak mertuanya terangsang tadi. Bahkan ia tidak menyediakan sarapan untuk Pak Burhan dan Sapto. Pak Burhan pun berusaha membujuknya agar tidak takut.

Tok. Tok. Tok.

Pak Burhan mengetuk pintu kamar Desi.

“Des, kamu tidur? Ayo makan dulu. Bapak sudah beli sarapan.” Namun tidak ada jawaban dari Desi. “Des, bapak minta maaf soal kejadian tadi. Bapak tidak sengaja melihatnya. Itu bukan salah kamu kok, Des. Ayo keluar makan dulu. Nanti kamu sakit.”

Tiba-tiba pintu itu terbuka. Terlihat Desi yang coba tersenyum pada Pak Burhan. Pak Burhan membalas senyumnya.

“Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Pak Burhan. Desi menggeleng.

Pak Burhan mengajak Desi untuk duduk di kursi di ruang keluarga. Pak Burhan duduk di sebelahnya.

“Bapak minta maaf sudah membuat kamu takut, Des. Bapak tidak bermaksud begitu. Bapak benar-benar tidak sengaja. Kamu juga tidak salah kok. Kenapa bapak begitu? Kamu tahu sendiri kan bagaimana keadaan bapak. Jadi wajar sekali. Tapi bapak akan berusaha untuk menahannya. Oke? Kamu jangan takut ya.”

Entah kenapa hati Desi merasa tenteram begitu mendengar penjelasan dari Pak Burhan. Nada suaranya membuatnya hatinya damai. Betapa bapak mertuanya ini bersikap jantan sekali. Hatinya tersentuh. Senyum tersimpul di wajah Desi.

“Ayo makan dulu ya.”

Sebelum Pak Burhan mengambil makanan yang diletakkan di meja, tanpa diduga Desi mengecup bibir mertuanya itu. Mertuanya itu pun jelas kebingungan. Tapi dari sorot mata Desi ia tahu bahwa kecupaadala lebih dari sekadar ucapan terima kasih.

Mereka berdua pun lalu terlibat dalam ciuman yang mesra dan dalam. Keduanya saling berpagutan. Ini adalah kali pertama Desi berciuman dengan orang tua. Aneh sebenarnya. Tapi Desi merasa ciuman Pak Burhan juga hebat.

Ciuman itu terus saja berlanjut semakin panas. Tangan Pak Burhan bahkan sudah mulai bergerilya ke dada Desi. Dibuka beberapa kancing baju Desi agar tangannya bisa meraih isi dalam baju itu. Ia meremas-remas payudara Desi yang masih terbungkus BH. Kontol Pak Burhan juga sudah menegang.

Ciuman Pak Burhan beralih ke leher Desi. Sedikit jambang Pak Burhan membuat Desi merasa geli sekaligus nikmat dengan ciuman itu. Tangan Pak Burhan terus saja memainkan payudara Desi. Bahkan seluruh kancing bajunya sudah terbuka. Saat hendak membuka baju Desi, Desi mencegahnya.

“Pak, Sapto di mana?” Tiba-tiba Desi bertanya. Pak Burhan menggeleng.

“Pindah ke dalam saja.” ajak Desi.

Sudah bisa dipastikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Entah apa yang membuat Desi berani melakukan hal itu.

Mereka langsung mengunci pintu kamar. Mereka pun kembali terlibat dalam ciuman yang panas dan dalam. Keduanya hanyut dalam gelombang birahi. Pak Burhan dengan tetap mencium Desi mencoba melucuti baju Desi dan BH-nya. Tampaklah payudara besar Desi di hadapannya. Pak Burhan tampak terperangah. Ia langsung meremas-remas payudara itu dan dilanjutkan dengan menurunkan celana yang dikenakan Desi. Desi justru membantu Pak Burhan melepaskannya. Setelah terlepas Desi pun tampak hanya mengenakan CD berwarna peach.

Pak Burhan mendudukkan Desi di tepi ranjang. Ia sendiri berdiri dengan kedua lututnya di hadapan Desi. Langsung ia lahap payudara Desi secara bergantian. Kiri dan kanan. Ia mainkan puting susunya. Ia sedot-sedot bahkan sampai ia cupang. Membekas warna merah. Entah kenapa ia tidak mencegahnya seperti yang ia lakukan pada Sapto.

Begitu puas dengan payudara, Pak Burhan meraih CD Desi dan langsung melepaskannya hingga tampaklah menantunya yang cantik itu telanjang bulat di hadapannya dan duduk di tepi ranjang.

“Bapak buka juga dong.” Pinta Desi. Pak Burhpu langsung menurut Desi. Ia buka satu per satu pakaian yang ia kenakan. Baju, celana, hingga CD. Dan tampaklah kontol Pak Burhan yang sudah tegang.

Kontolnya berdiameter tidak besar tapi panjang. Lebih panjang dari milik Sapto dan suaminya. Otot-ototnya masih tampak keras. Termasuk di lengan dan pahanya. Desi takjub melihat pemandangan pria yang tak lain adalah mertuanya itu. Meski sudah berumur tapi tampak kuat.

Pak Burhan mendekati Desi dan meminta Desi memegang kontolnya. Desi menurutinya.

“Punya suamimu gini?” tanya Pak Burhan. Desi menggeleng. “Kocok dong.”

Desi melakukan kocokan di kontol mertuanya yang sudah menegang itu. Sementara Pak Burhan meremas-remas payudara Desi. Lalu Pak Burhan mendorong Desi untuk berbaring di ranjang. Ia langsung menindihnya dan menaikkan kedua kaki Desi ke tepian ranjang. Desi kembali ia cium dengan mesra. Ia ciumi seluru bagian wajah Desi dan terus turun ke leher sampai ke bagian belakang telinga. Itu adalah daerah sensitif milik Desi. Maka seketika Desi langsung mendesah dan menggelinjang. Apalagi ketika Pak Burhan memberikan sedikit jilatan di sana.

“Ahh....pakk....” desah Desi. Pak Burhan malah terus melakukan jilatan di belakang telinga Desi. Terus saja secara bergantian. Desi sendiri makin tak kuat untuk tidak mendesah.

Sementara itu di bagian bawah, kontol Pak Burhan sudah menggesek-gesek memek Desi. Memek Desi pun semakin basah pertanda bahwa birahinya sudah mendidih.

Pak Burhan menurunkan ciumannya ke dada Desi. Kembali ia menyedot-nyedot dua gunung kembar milik Desi itu. Ia mainkan puting susunya dan kadang memberikan sedikit gigitan kecil dan membuat Desi makin tak tahan.

Desi merasakan mertuanya mulai melakukan penetrasi di memeknya. Desi buru-buru mencegahnya.

“Pak, pake kondom dulu.” kata Desi.

“Kamu punya?”

Desi beranjak dari ranjang dan menuju salah satu lemari. Ia kembali dengan sebuah kondom dan ia berikan pada Pak Burhan. Pak Burhan pun segera pasang di kontolnya. Begitu kontolnya terbungkus kondom, ia kembali melakukan penetrasi di memek Desi.

“Ahh....” desah Desi saat kontol mertuanya bisa menembus memeknya. Pak Burhan terus memberikan tekanan agar penisnya bisa masuk lebih dalam. Pantatnya mulai melakukan dorongan kecil. Desi masih terus mendesah seiring sodokan dari kontol Pak Burhan.

Untuk memberikan sensasi lain, Pak Burhan mencium bibir Desi dan disambut Desi dengan baik. Desi melingkarkan tangan untuk memeluk mertuanya itu. Kakinya juga melingkari pinggangnya. Pantat Pak Burhan bergerak maju mundur makin cepat.

“Ahh....ahh....” desah Desi.

“Des...eee...nnakkk...” kata Pak Burhan dengan gerakannya yang terus menyodok-nyodok memek Desi.

“Iiyya...pakk...”

Ciuman Pak Burhan kini sudah lari ke leher Desi. Ia kembali menciumi leher jenjang menantunya itu. Sampai ia juga mencium bagian belakang telinga Desi dan juga menjilat-jilatnya. Itu membuat Desi bergerak liar. Desi mulai ikut menggerak-gerakkan pantatnya juga. Bahkan ketika Pak Burhan berhenti, Desi masih terus saja menggoyangkan pantatnya sendiri. Semua karena rangsangan di belakang telinganya.

“Naa...kaal...kamu...Des...”

“Enaaaakk...pakk...”

Karena Pak Burhan terus saja merangsangnya ditambah genjotan di memeknya, Desi mulai menunjukkan tanda-tanda akan orgasme. Goyangan pantatnya sendiri makin cepat. Pak Burhan kembali melalukan genjotan di memek Desi. Ia juga sesekali menghentakkan kontolnya dalam-dalam di memek Desi. Itu membuat Desi sedikit mendesah keras.

“Ahhh....” desah Desi seiring hentakan Pak Burhan. Mungkin karena kontol Pak Burhan yang panjang membuatnya bisa masuk lebih dalam dan memberi sensasi lain.

“Ahhh....ah....ah....” desahan Desi makin meningkat. Sementara napas Pak Burhan kian memburu. Genjotan masih terus berlanjut tanpa berkurang intensitasnya.

Tiba-tiba saja Desi melenguh panjang, “Paakk....aahh....” Pahanya tampak bergetar dan memeluk Pak Burhan erat-erat. Pak Burhan sendiri merasa dirinya juga akan orgasme. Maka ia terus menggenjot memek Desi dengan kontolnya. Gerakannya juga makin cepat.

Crot. Crot. Crot.

Spermanya tumpah. Namun beruntung Pak Burhan sudah mengenakan kondom. Jadi tak ada yang tertumpah di rahim Desi. Pak Burhan lalu ambruk dan terbaring di samping Desi. Sperma yang tertumpuk di ujung kondomnya terlihat banyak sekali.

Desi hanya memejamkan matanya. Merasakan setiap kepuasan yang baru saja ia renggut dari mertuanya sendiri. Bahkan itu semua dilakukan di kamarnya bersama Rohman.

Pak Burhan bangkit dari tidurnya dan melepaskan kondomnya lalu ia membuang di keranjang sampah di kamar itu. Pak Burhan hendak beranjak keluar namun Desi mencegah. Desi bangkit dan langsung memeluk Pak Burhan.

“Pak, maafin Desi.”

“Kenapa minta maaf?”

“Desi udah bersalah.”

“Ngga ada yang salah, Des. Kau butuh perhatian, bapak kira. Dan begitu juga bapak. Ngga ada yang salah. Kita simpan ini berdua ya.”

Malam harinya mereka kembali melakukan persenggamaan di tempat yang sama. Pak Burhan mengendap-endap ke kamar Desi tengah malam setelah memastikan situasi aman. Bahkan mereka sampai tertidur bersama dan bangun esok paginya.

Pagi hari Desi terbangun dan melihat mertunya berada di sampingnya sedang tertidur pulas. Suatu pemandangan yang aneh. Biasanya Rohman yang ada di sampingnya. Ia benar-benar telah terlampau jauh di jalan perselingkuhan. Kini ada serigala lain. Parahnya kali ini justru dialah yang memulai semuanya. Ia pandangi wajah Pak Burhan, betapa tenang tidurnya. Ia melihat wajah adalah wajah seorang laki-laki yang sabar dan bertanggung jawab. Kenapa Rohman masih kalah kuat dibandingkan bapaknya yang sudah berumur, pikir Desi. Bapaknya juga pandai meluluhkan hati perempuan juga. Memberikan rasa damai.

Tiba-tiba Pak Burhan terbangun dan membuka matanya. Ia mendapati menantunya sudah terbangun di sampingnya.

“Jam berapa?” tanya Pak Burhan.

“Masih pagi, Pak. Tidur lagi aja.”

Lalu Pak Burhan memeluk Desi sambil kembali terlelap. Desi pun demikian. Mereka layaknya suami istri. Bahkan setelah bangun, mereka kembali bercinta dan juga mandi bersama.

Bersambung
 
Serigala Lain

***

Suatu malam Rohman mengalami mimpi buruk. Dalam mimpi itu Sapto dan Desi tampak mesra di sebuah taman. Mereka berdua saling berpelukan mesra bahkan tampak sedang berciuman juga. Tak hanya sampai di sana, mereka berdua melakukan gerakan yang tak senonoh. Keduanya hanya mengenakan pakaian dalam saja. Rohman dalam mimpi itu sangat marah tapi anehnya ia tak bisa melakukan apapun. Tubuhnya kaku. Dan tiba-tiba Rohman pun terbangun.

“Ah, cuma mimpi.” ucap Rohman dalam hati. Tetapi sesuatu yang aneh terjadi pada Rohman. Ia merasakan sesuatu di selangkangannya: kontolnya tegang.

“Kenapa aku terangsang dengan mimpi itu?” tanya Rohman dalam hati.

Ia melihat istrinya, Desi, yang sedang terlelap di sampingnya. Apakah arti mimpi itu, tanya Rohman. Kenapa mimpi itu seolah nyata? Apakah Desi ada sesuatu dengan Sapto? Ah, tidak. Itu hanya mimpi saja. Rohman pun kembali terlelap, namun sampai pagi menjelang ia tak bisa memejamkan matanya lagi.

Saat sarapan, Rohman coba untuk mengobati rasa penasarannya. Ia coba bertanya pada Desi tentang Sapto. Ia ingin melihat respon istrinya.

“Sapto mana?” tanya Rohman.

“Paling lagi nyiram halaman, Mas.”

“Udah kamu siapin makannya?”

Desi mengangguk.

“Mas memang salut sama Sapto. Dia bener-bener rajin. Makanya bapak ibu percaya banget sama dia.”

Desi mulai curiga. Tidak biasanya suaminya bicara tentang orang lain saat makan. Apalagi pesuruh di rumahnya. Desi pun harus berhati-hati untuk menjawabnya. Tapi menurutnya ia lebih baik tidak usah menjawab saja.

Rohman melanjutkan, “Dia orangnya juga baik. Sayang aja belum dapet jodoh. Kasihan sendirian terus.”

Desi tetap tak menjawab.

“Kalau menurut kamu gimana?” tanya Rohman pada Desi.

“Sapto? Ya, dia orangnya baik kok, Mas. Rajin juga.”

“Dia tidak pernah kurang ajar sama kamu, kan?”

“Ngga pernah, Mas. Dia selama ini sopan kok.”

Rohman coba menganalisa jawaban Desi: apakah ada kebohongan dalam kata-katanya. Tapi sepertinya Desi tidak bohong. Lalu, kenapa mimpi itu datang padanya?

Semenjak kejadian itu, Desi mulai khawatir bahwa hubungannya dengan Sapto diketahui oleh Rohman. Maka dia pun mulai berhati-hati agar suaminya tidak terus curiga.

***

Bu Sulastri belum juga menunjukkan kesembuhan. Pak Burhan juga mulai merasa kelelahan menjaganya di rumah sakit. Atas pertimbangan kesehatan bapaknya, maka Rohman meminta Pak Burhan untuk istirahat di rumah terlebih dahulu. Rohman akan menggantikannya menjaga ibunya bersama Jumi.

“Bapak di rumah saja dulu. Biar aku yang gantian jaga. Biar bapak juga ga sakit.”

Pak Burhan setuju dengan usul anaknya itu. Sebenernya Pak Burhan sendiri sudah mulai pesimis dengan kesehatan istrinya. Dokter bilang bahwa istrinya akan sembuh tapi kemungkinan besar akan susah berjalan dan bicara.

Umur Pak Burhan sudah berkepala enam. Rambutnya hampir seluruhnya sudah uban. Tapi bisa dibilang kesehatannya masih bagus. Badannya juga masih tampak tegap. Mungkin karena masa mudanya ia gunakan untuk banyak bekerja membantu ayahnya. Tinggi badan Pak Burhan sekitar 170 cm. Ia agak kurus tetapi otot-ototnya masih tetap keras.

Sementara Bu Sulastri sendiri kesehatannya sering terganggu. Sudah sering sakit-sakitan. Umurnya juga sudah memasuki kepala enam. Rambutnya sudah sebagian besar uban. Badan Bu Sulastri agak berisi dan tingginya hampir sama dengan Desi.

Selama berada di rumah, seperti biasa Desi yang memasak. Saat ini ia harus memasak untuk mertuanya dan Sapto.

Selesai makan malam, Desi melihat Pak Burhan sedang duduk menyendiri di ruang keluarga. Desi menghampirinya.

“Kok bengong, Pak?” tanya Desi. Pak Burhan agak kaget.

“Eh, Desi. Gapapa. Cuma lagi cape aja.”

“Tidur aja kalo capek, Pak.”

“Iya sebentar lagi.”

Di rumah itu hanya ada mereka berdua. Sapto sedang mengantarkan Rohman dan baju Jumi ke rumah sakit dan belum kembali. Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam.

“Kok Sapto lama ya?” tanya Pak Burhan.

“Mungkin masih belum boleh pulang dulu sama Mas Rohman, Pak.”

“Iya kali. Takut keluyuran aja dia. Soalnya rumah ga ada yang jaga. Apalagi kamu ga ada Rohman.”

Desi sedikit senang mendengar mertuanya perhatian padanya.

“Insyaallah ga ada apa-apa kok, Pak. Sebentar lagi pasti datang.”

Mereka lalu melanjutkan obrolan mereka. Mulai dari kondisi Bu Sulastri sampai cerita masa muda kedua mertuanya. Sebenarnya Pak Burhan tidak cinta dengan Bu Sulastri, tapi dia dipaksa dengan orang tuanya karena Bu Sulastri anak orang kaya. Seketika Desi merasa kisahnya hampir sama dengannya.

“Tapi lama-lama bapak juga cinta sama ibumu. Dia orangnya baik. Meskipun saat ini sudah sering sakit-sakitan.”

“Bapak yang sabar ya. Pasti ibu segera sembuh.”

“Kadang-kadang bapak sempat berpikir buruk sih. Gimana kalo misal ibumu pergi? Bapak pasti bakal kesepian.”

“Hush. Bapak jangan ngomong gitu. Percaya saja kalo ibu pasti sembuh. Kalo pun hal buruk itu terjadi, kan ada Mas Rohman dan Desi.”

“Oh ya, gimana kamu belum isi?”

Mendadak hati Desi merasa sedih. Ia tertunduk.

“Maaf. Bapak ga bermaksud menyinggung.”

“Gapapa kok, Pak. Mungkin belum rejekinya.”

“Belum periksa?”

“Mas Rohman selalu nolak.”

“Gimana sih tuh anak!” seru Pak Burhan.

“Kalo bapak dulu, nikah satu bulan ibumu sudah langsung ngandung si Rohman.”

“Senengnya ya, Pak, kalo gitu.”

“Si Rohman ga nurun dari bapaknya sih. Kurang tokcer. Hehehe.”

Aku pun tersenyum pahit. Meski Pak Burhan mengatakannya hanya untuk candaan, tapi Desi mengamini ucapan itu.

“Sebenernya anak bapak dua. Adiknya si Rohman. Tapi dia meninggal dalam kandungan. Bapak sih maunya nambah lagi, tapi ibumu trauma. Jadilah Rohman anak tunggal. Kalo disuruh nambah bapak bisa banget. Hehehe.”

“Andai Mas Rohman bisa tokcer kaya bapak ya. Hehehe.”

Desi juga tak tahu kenapa ia mengatakan itu. Barangkali sudah terlalu lamanya ia memendam keluh kesahnya itu. Mereka terus berlanjut dengan obrolan. Bahkan saking asyiknya Desi menyediakan kopi untuk bapaknya. Apalagi di luar sedang turun hujan.

“Makasih ya, Des.”

“Sama-sama, Pak.”

Sejak obrolan itu Desi makin tahu kalau bapak mertuanya sangat baik. Mertuanya itu banyak bercerita tentang masa mudanya. Bahkan sampai tidak malu dengan hubungan ranjangnya dengan Bu Sulastri.

“Semenjak ibumu sakit-sakitan, ayah sudah tidak pernah memberikan nafkah batin padanya. Ibumu juga sering menolak. Entah kenapa. Makanya bapak sebisa mungkin bersabar.”

Desi membayangkan bagaimana sang mertua menahan birahinya. Setahu Desi, Sapto saja sering meminta jatah pada Desi kalau sudah pengin. Terakhir setelah kejadian di meja makan, Sapto terus meminta berhubungan intim lagi. Tapi demi keamanan, Desi menolak dan mengatakan tunggu sampai situasi aman. Sebagai gantinya, Desi sering mengirim foto payudara dan memeknya ke Sapto. Begitu juga Sapto.

Berarti Pak Burhan sangat hebat, pikir Desi. Dia mampu menahan rasa kepenginnya untuk bercinta.

Karena malam makin larut dan Sapto juga sudah pulang, mereka pun pergi untuk tidur. Sebelum tidur, Sapto mengirim pesan pada Desi, “Mumpung ga ada Mas Rohman.”

“Ada bapak. Bahaya.”

“Bapak kan tidur di kamarnya.”

“Ngga aman.”

***

Pagi-pagi benar Desi sudah bangun. Ia melihat seisi rumah masih sepi. Pintu kamar bapak mertuanya masih tertutup. Mungkin masih tertidur. Sapto juga tidak tampak sama sekali di halaman. Mungkin karena semalam dia pulang larut.

Desi memilih untuk beres-beres rumah saja. Ia akan menyuci pakaiannya dan suaminya termasuk milik Pak Burhan yang dibawa dari rumah sakit. Ia mengambil tas ransel milik Pak Rohman. Ia keluarkan semua isinya dan ia bawa ke tempat mesin cuci. Lalu ia pergi ke kamarnya untuk mengambil cuciannya sendiri. Ia berinisiatif untuk menggunakan handuk saja agar baju yang ia pakai bisa sekalian ia cuci.

Desi kembali ke belakang dengan hanya mengenakan handuk. Ia berani melakukannya karena Pak Burhan masih tidur. Kalau Sapto ia tak terlalu khawatir karena ia pernah melakukan hal 'terjauh' dengannya. Ia langsung memilah satu per satu yang akan ia cuci. Tak menyangka, saat memilih baju milik Pak Burhan, ia mendapati pakaiannya dalamnya: CD. Meskipun terbilang kurus tapi ukuran CD-nya besar. Dan yang paling membuatnya takjub, CD-nya bermerk dan bagus. Ia memang suka dengan pria yang memerhatikan celana dalamnya. Ia kurang suka pria yang CD-nya sudah bolong-bolong.

Saat itu posisi Desi sedang menunduk sementara handuk yang ia kenakan tidak sepenuhnya bisa menutupi tubuhnya. Sialnya saat itu Pak Burhan terbangun dan langsung melihat kejadian itu. Dilihatnya Desi dari arah belakang. Tubuh bagian bawah Desi begitu jelas. Memeknya terjepit di antara kedua pahanya. Pemandangan yang begitu indah bagi Pak Burhan sekaligus membangkitkan birahinya. Apalagi saat itu Pak Burhan hanya mengenakan sarung maka tampaklah kontolnya mulai mengacung.

Desi terperanjat begitu berbalik dan hendak kembali ke kamarnya. Ia terbelalak melihat siapa yang ada di depannya. Apalagi ketika melihat selangkangan orang itu sudah menegang. Sambil memegangi handuknya ia langsung berlari ke kamarnya dan melewati begitu saja Pak Burhan.

Setelah kejadian itu, Desi tak berani keluar kamar. Ia merasa takut melihat bapak mertuanya terangsang tadi. Bahkan ia tidak menyediakan sarapan untuk Pak Burhan dan Sapto. Pak Burhan pun berusaha membujuknya agar tidak takut.

Tok. Tok. Tok.

Pak Burhan mengetuk pintu kamar Desi.

“Des, kamu tidur? Ayo makan dulu. Bapak sudah beli sarapan.” Namun tidak ada jawaban dari Desi. “Des, bapak minta maaf soal kejadian tadi. Bapak tidak sengaja melihatnya. Itu bukan salah kamu kok, Des. Ayo keluar makan dulu. Nanti kamu sakit.”

Tiba-tiba pintu itu terbuka. Terlihat Desi yang coba tersenyum pada Pak Burhan. Pak Burhan membalas senyumnya.

“Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Pak Burhan. Desi menggeleng.

Pak Burhan mengajak Desi untuk duduk di kursi di ruang keluarga. Pak Burhan duduk di sebelahnya.

“Bapak minta maaf sudah membuat kamu takut, Des. Bapak tidak bermaksud begitu. Bapak benar-benar tidak sengaja. Kamu juga tidak salah kok. Kenapa bapak begitu? Kamu tahu sendiri kan bagaimana keadaan bapak. Jadi wajar sekali. Tapi bapak akan berusaha untuk menahannya. Oke? Kamu jangan takut ya.”

Entah kenapa hati Desi merasa tenteram begitu mendengar penjelasan dari Pak Burhan. Nada suaranya membuatnya hatinya damai. Betapa bapak mertuanya ini bersikap jantan sekali. Hatinya tersentuh. Senyum tersimpul di wajah Desi.

“Ayo makan dulu ya.”

Sebelum Pak Burhan mengambil makanan yang diletakkan di meja, tanpa diduga Desi mengecup bibir mertuanya itu. Mertuanya itu pun jelas kebingungan. Tapi dari sorot mata Desi ia tahu bahwa kecupaadala lebih dari sekadar ucapan terima kasih.

Mereka berdua pun lalu terlibat dalam ciuman yang mesra dan dalam. Keduanya saling berpagutan. Ini adalah kali pertama Desi berciuman dengan orang tua. Aneh sebenarnya. Tapi Desi merasa ciuman Pak Burhan juga hebat.

Ciuman itu terus saja berlanjut semakin panas. Tangan Pak Burhan bahkan sudah mulai bergerilya ke dada Desi. Dibuka beberapa kancing baju Desi agar tangannya bisa meraih isi dalam baju itu. Ia meremas-remas payudara Desi yang masih terbungkus BH. Kontol Pak Burhan juga sudah menegang.

Ciuman Pak Burhan beralih ke leher Desi. Sedikit jambang Pak Burhan membuat Desi merasa geli sekaligus nikmat dengan ciuman itu. Tangan Pak Burhan terus saja memainkan payudara Desi. Bahkan seluruh kancing bajunya sudah terbuka. Saat hendak membuka baju Desi, Desi mencegahnya.

“Pak, Sapto di mana?” Tiba-tiba Desi bertanya. Pak Burhan menggeleng.

“Pindah ke dalam saja.” ajak Desi.

Sudah bisa dipastikan apa yang akan terjadi selanjutnya. Entah apa yang membuat Desi berani melakukan hal itu.

Mereka langsung mengunci pintu kamar. Mereka pun kembali terlibat dalam ciuman yang panas dan dalam. Keduanya hanyut dalam gelombang birahi. Pak Burhan dengan tetap mencium Desi mencoba melucuti baju Desi dan BH-nya. Tampaklah payudara besar Desi di hadapannya. Pak Burhan tampak terperangah. Ia langsung meremas-remas payudara itu dan dilanjutkan dengan menurunkan celana yang dikenakan Desi. Desi justru membantu Pak Burhan melepaskannya. Setelah terlepas Desi pun tampak hanya mengenakan CD berwarna peach.

Pak Burhan mendudukkan Desi di tepi ranjang. Ia sendiri berdiri dengan kedua lututnya di hadapan Desi. Langsung ia lahap payudara Desi secara bergantian. Kiri dan kanan. Ia mainkan puting susunya. Ia sedot-sedot bahkan sampai ia cupang. Membekas warna merah. Entah kenapa ia tidak mencegahnya seperti yang ia lakukan pada Sapto.

Begitu puas dengan payudara, Pak Burhan meraih CD Desi dan langsung melepaskannya hingga tampaklah menantunya yang cantik itu telanjang bulat di hadapannya dan duduk di tepi ranjang.

“Bapak buka juga dong.” Pinta Desi. Pak Burhpu langsung menurut Desi. Ia buka satu per satu pakaian yang ia kenakan. Baju, celana, hingga CD. Dan tampaklah kontol Pak Burhan yang sudah tegang.

Kontolnya berdiameter tidak besar tapi panjang. Lebih panjang dari milik Sapto dan suaminya. Otot-ototnya masih tampak keras. Termasuk di lengan dan pahanya. Desi takjub melihat pemandangan pria yang tak lain adalah mertuanya itu. Meski sudah berumur tapi tampak kuat.

Pak Burhan mendekati Desi dan meminta Desi memegang kontolnya. Desi menurutinya.

“Punya suamimu gini?” tanya Pak Burhan. Desi menggeleng. “Kocok dong.”

Desi melakukan kocokan di kontol mertuanya yang sudah menegang itu. Sementara Pak Burhan meremas-remas payudara Desi. Lalu Pak Burhan mendorong Desi untuk berbaring di ranjang. Ia langsung menindihnya dan menaikkan kedua kaki Desi ke tepian ranjang. Desi kembali ia cium dengan mesra. Ia ciumi seluru bagian wajah Desi dan terus turun ke leher sampai ke bagian belakang telinga. Itu adalah daerah sensitif milik Desi. Maka seketika Desi langsung mendesah dan menggelinjang. Apalagi ketika Pak Burhan memberikan sedikit jilatan di sana.

“Ahh....pakk....” desah Desi. Pak Burhan malah terus melakukan jilatan di belakang telinga Desi. Terus saja secara bergantian. Desi sendiri makin tak kuat untuk tidak mendesah.

Sementara itu di bagian bawah, kontol Pak Burhan sudah menggesek-gesek memek Desi. Memek Desi pun semakin basah pertanda bahwa birahinya sudah mendidih.

Pak Burhan menurunkan ciumannya ke dada Desi. Kembali ia menyedot-nyedot dua gunung kembar milik Desi itu. Ia mainkan puting susunya dan kadang memberikan sedikit gigitan kecil dan membuat Desi makin tak tahan.

Desi merasakan mertuanya mulai melakukan penetrasi di memeknya. Desi buru-buru mencegahnya.

“Pak, pake kondom dulu.” kata Desi.

“Kamu punya?”

Desi beranjak dari ranjang dan menuju salah satu lemari. Ia kembali dengan sebuah kondom dan ia berikan pada Pak Burhan. Pak Burhan pun segera pasang di kontolnya. Begitu kontolnya terbungkus kondom, ia kembali melakukan penetrasi di memek Desi.

“Ahh....” desah Desi saat kontol mertuanya bisa menembus memeknya. Pak Burhan terus memberikan tekanan agar penisnya bisa masuk lebih dalam. Pantatnya mulai melakukan dorongan kecil. Desi masih terus mendesah seiring sodokan dari kontol Pak Burhan.

Untuk memberikan sensasi lain, Pak Burhan mencium bibir Desi dan disambut Desi dengan baik. Desi melingkarkan tangan untuk memeluk mertuanya itu. Kakinya juga melingkari pinggangnya. Pantat Pak Burhan bergerak maju mundur makin cepat.

“Ahh....ahh....” desah Desi.

“Des...eee...nnakkk...” kata Pak Burhan dengan gerakannya yang terus menyodok-nyodok memek Desi.

“Iiyya...pakk...”

Ciuman Pak Burhan kini sudah lari ke leher Desi. Ia kembali menciumi leher jenjang menantunya itu. Sampai ia juga mencium bagian belakang telinga Desi dan juga menjilat-jilatnya. Itu membuat Desi bergerak liar. Desi mulai ikut menggerak-gerakkan pantatnya juga. Bahkan ketika Pak Burhan berhenti, Desi masih terus saja menggoyangkan pantatnya sendiri. Semua karena rangsangan di belakang telinganya.

“Naa...kaal...kamu...Des...”

“Enaaaakk...pakk...”

Karena Pak Burhan terus saja merangsangnya ditambah genjotan di memeknya, Desi mulai menunjukkan tanda-tanda akan orgasme. Goyangan pantatnya sendiri makin cepat. Pak Burhan kembali melalukan genjotan di memek Desi. Ia juga sesekali menghentakkan kontolnya dalam-dalam di memek Desi. Itu membuat Desi sedikit mendesah keras.

“Ahhh....” desah Desi seiring hentakan Pak Burhan. Mungkin karena kontol Pak Burhan yang panjang membuatnya bisa masuk lebih dalam dan memberi sensasi lain.

“Ahhh....ah....ah....” desahan Desi makin meningkat. Sementara napas Pak Burhan kian memburu. Genjotan masih terus berlanjut tanpa berkurang intensitasnya.

Tiba-tiba saja Desi melenguh panjang, “Paakk....aahh....” Pahanya tampak bergetar dan memeluk Pak Burhan erat-erat. Pak Burhan sendiri merasa dirinya juga akan orgasme. Maka ia terus menggenjot memek Desi dengan kontolnya. Gerakannya juga makin cepat.

Crot. Crot. Crot.

Spermanya tumpah. Namun beruntung Pak Burhan sudah mengenakan kondom. Jadi tak ada yang tertumpah di rahim Desi. Pak Burhan lalu ambruk dan terbaring di samping Desi. Sperma yang tertumpuk di ujung kondomnya terlihat banyak sekali.

Desi hanya memejamkan matanya. Merasakan setiap kepuasan yang baru saja ia renggut dari mertuanya sendiri. Bahkan itu semua dilakukan di kamarnya bersama Rohman.

Pak Burhan bangkit dari tidurnya dan melepaskan kondomnya lalu ia membuang di keranjang sampah di kamar itu. Pak Burhan hendak beranjak keluar namun Desi mencegah. Desi bangkit dan langsung memeluk Pak Burhan.

“Pak, maafin Desi.”

“Kenapa minta maaf?”

“Desi udah bersalah.”

“Ngga ada yang salah, Des. Kau butuh perhatian, bapak kira. Dan begitu juga bapak. Ngga ada yang salah. Kita simpan ini berdua ya.”

Malam harinya mereka kembali melakukan persenggamaan di tempat yang sama. Pak Burhan mengendap-endap ke kamar Desi tengah malam setelah memastikan situasi aman. Bahkan mereka sampai tertidur bersama dan bangun esok paginya.

Pagi hari Desi terbangun dan melihat mertunya berada di sampingnya sedang tertidur pulas. Suatu pemandangan yang aneh. Biasanya Rohman yang ada di sampingnya. Ia benar-benar telah terlampau jauh di jalan perselingkuhan. Kini ada serigala lain. Parahnya kali ini justru dialah yang memulai semuanya. Ia pandangi wajah Pak Burhan, betapa tenang tidurnya. Ia melihat wajah adalah wajah seorang laki-laki yang sabar dan bertanggung jawab. Kenapa Rohman masih kalah kuat dibandingkan bapaknya yang sudah berumur, pikir Desi. Bapaknya juga pandai meluluhkan hati perempuan juga. Memberikan rasa damai.

Tiba-tiba Pak Burhan terbangun dan membuka matanya. Ia mendapati menantunya sudah terbangun di sampingnya.

“Jam berapa?” tanya Pak Burhan.

“Masih pagi, Pak. Tidur lagi aja.”

Lalu Pak Burhan memeluk Desi sambil kembali terlelap. Desi pun demikian. Mereka layaknya suami istri. Bahkan setelah bangun, mereka kembali bercinta dan juga mandi bersama.

Bersambung
Mantaapsuhu
 
Bimabet
kalau ketahuan rohman gimana ya......semoga ada scene dimana rohman ngeliat sendiri kalau burhan lagi genjot istrinya.....ternyata mimpinya tidak sesuai dengan kenyataan wkwkwkwkwk
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd