Agen Terpercaya  
 
 
 
Pasang iklan, hanya lewat Contact Us.
Waspada penipuan iklan. Klik di sini untuk melihat daftar penipu.

CERBUNG KISAH DESI, SI PRIMADONA KAMPUNG

Berjalan Semakin Jauh

***


Sudah tiga malam Rohman menginap di rumah sakit bersama Jumi. Ia tidak tahu bahwa istrinya di rumah sudah mengkhianatinya. Bahkan dengan bapak kandung Rohman sendiri. Selama di rumah sakit Rohman tak mencurigai apa pun terkait hubungan istrinya dan bapaknya melainkan dengan Sapto. Sebab ia khawatir pada mimpi yang dialaminya dulu. Tapi ia yakin bahwa istrinya tidak akan berkhianat.

Rohman sendiri sangat berterima kasih pada Jumi karena tak pernah lelah mengurus ibunya selama di rumah sakit.

“Itu kan udah jadi tugas saya, Mas.” Kata Jumi saat Rohman mengucapkan terima kasih.

“Iya. Kalau tidak ada kamu, kami pasti kebingungan.”

Jumi berumur lebih tua dari Rohman. Dia adalah seorang janda beranak satu. Suaminya meninggal karena kecelakaan. Sampai hari ini dia masih belum tampak akan mencarikan bapak baru bagi anaknya.

“Saya masih takut, Mas.” Kata Jumi.

“Takut kenapa?”

“Takut nanti suami saya itu tidak sayang sama anak saya.”

“Ya makanya harus cari bener-bener, mbak.” Kata Rohman.

Selama berdua menjaga ibunya di rumah, Jumi sering menjadi teman ngobrolnya. Mereka membicarakan apa saja untuk mengusir kebosanan yang datang. Kadang soal kondisi ibunya, kopi, tentang apa pun, bahkan sampai kehidupan masing-masing.

Jumi bertanya pada Rohman soal apakah Desi sudah isi atau belum. Rohman hanya menjawab belum dengan nada sedih. Jumi coba membesarkan hari Rohman bahwa suatu saat pasti ada rejeki juga.

“Terima kasih, mbak.”

“Sama-sama,” katanya. “Semua orang ini punya masalahnya masing-masing, Mas. Sepertinya ngga ada satu orang pun yang tak punya masalah. Mas Rohman kehidupannya serba berkecukupan, pasti punya masalah kan? Saya pun juga gitu, Mas. Jadi kita ngga usah menganggap bahwa kita palinh punya masalah sendiri di dunia ini.”

“Iya bener, mbak.”

Rohman berpikir bahwa Jumi sangatlah bijaksana bisa punya pemikiran demikian. Tidak disangka.

Kalau dilihat, Jumi sebetulnya masih muda. Mungkin umurnya 6-7 tahun di atas Sapto. Wajahnya tidak cantik tapi tidak membosankan bila dilihat. Dia juga menjaga kebersihan tubuhnya. Rambutnya pendek, 4-5 cm di bawah telinga. Tinggi badannya hampir sama dengan Desi, tapi payudara dan bokong tidak sebesar milik Desi. Meskipun milik Jumi juga tak bisa dibilang kecil.

Jika malam hari, biasanya mereka tidur terpisah. Rohman di atas kursi sedangkan Jumi di bawah beralaskan karpet tebal. Tapi malam itu, Rohman menyuruhnya tidur di kursi saja. Biar Rohman yang tidur di atas. Tapi Jumi menolak.

“Mas aja yang di kursi. Saya gapapa di bawah.”

“Kamu aja sekali-kali di kursi. Kasihan di bawah terus.”

“Ngga, Mas. Gapapa kok.”

“Ya sudah kita di bawah saja berdua, Jum. Ini sebagai bentuk penghargaan buat kamu yang sudah banyak membantu selama ibu sakit.”

Mereka pun tidur di bawah berdua beralaskan karpet. Karena ruangannya tidak terlalu lebar, maka ruang yang bisa dipakai untuk tidur juga tidak terlalu banyak. Mereka tidur bersebelahan dengan posisi saling membelakangi.

“Mbak, mbak ga risih kan tidur sama aku?” tanya Rohman.

“Yang ada mas yang risih tidur di dekat saya.”

“Saya ga masalah.”

Mereka berdua tidur terlelap karena sudah mengantuk. Ibunya sejak tadi sudah tidur. Pukul 02.00 dini hari, tiba-tiba Rohman terbangun dan mendapati Jumi memeluk dirinya. Dadanya tepat menempel ke lengan kirinya. Ah, situasi itu membuat birahi Rohman naik.

Rohman ingin memindahkan tangan itu tapi takut Jumi bangun. Maka dia biarkan saja tangan itu menempel di dadanya begitu juga payudaranya. Tak salah jika birahi Rohman terus naik. Kontolnya yang ada di balik celana pendeknya mulai menegang.

Rohman menoleh ke sebelah kiri dan yang terlihat wajah Jumi yang sedang tidur. Rohman mengamati wajah itu. Ternyata menurut Rohman wajah Jumi juga lumayan cantik. Selama ini ia sama sekali tak menyadari. Tapi ia harus segera bisa mengatasi situasi yang 'menegangkan' itu.

Karena tak mau terus berlanjut, perlahan Rohman memindahkan tangan Jumi dari dadanya. Tapi tak disangka, Jumi malah semakin erat memeluk Rohman. Rohman heran. Entah dia benar-benar tidur atau sengaja melakukan itu semua. Tapi bila dilihat dari mimik wajahnya dan desahan nafasnya dia benar-benar tidur. Kini dadanya makin menempel ke lengan Rohman.

Rohman kembali membiarkan situasi itu. Menunggu Jumi memindahkan sendiri tangannya. Tapi sayang hal itu tak kunjung dilakukan bahkan sampai kontol Rohman terus menegang.

Barangkali birahi mulai menguasai pikiran Rohman. Ditambah dua hari tak bertemu istri sama sekali, Rohman mulai berpikiran buruk. Ia membalik badannya menghadap Jumi. Lalu tangan kanannya ia coba untuk meraih dada Jumi. Pertama ia meraba-raba dada itu. Kemudian ia beranikan untuk mulai meremasnya. Perlahan. Lama kelamaan remasan itu kian mengeras dan membangunkan Jumi. Jumi kaget.

Tapi Rohman buru-buru menyuruhnya diam dengan isyarat tangannya. Jumi menuruti permintaan majikannya itu. Ia diam saat Rohman dengan leluasa meremas dadanya yang dibungkus baju. Bahkan ketika tangan Rohman mulai menyelinap masuk ke dalam bajunya, Jumi juga tak melakukan perlawanan. Apa mungkin sikap Jumi adalah respon atas kesepiannya selama ini?

Rohman meraih payudara Jumi. Rupanya BH yang dikenakan Jumi sudah terlepas. Atau ia memang sengaja melepaskan BH setiap kali tidur? Ah, entahlah. Tapi itu membuat Rohman mudah meraih payudara pembantunya itu.

Ia meremas payudara Jumi dengan penuh nafsu. Puting susunya tak luput untuk ia mainkan juga. Hal itu membuat Jumi mendesah. Namun Jumi mencoba untuk menahan desahannya itu.

Karena tak mau Jumi diam saja, Rohman menuntun tangan Jumi untuk meraih kontolnya. Jumi terkejut dengan sikap Rohman tapi ia tak menolak. Apalagi ketika tahu bahwa kontol Rohman sudah menegang.

“Masuk aja.” Kata Rohman. Memberi isyarat pada Jumi agar tangannya masuk ke dalam celana pendeknya. Jumi pun seperti tersihir dengan kata-kata Rohman. Tangan kirinya langsung menyelinap masuk ke dalam celana Rohman dan diraihnya kontol yang sudah menegang.

Rohman merasakan tangan Jumi agak kesusahan, ia pun berinisiatif untuk membuka celana pendeknya saja. Ia turunkan celananya sampai bagian bawah tubuhnya itu tak mengenakan apa pun. Tak hanya itu, Rohman juga melanjutkan dengan menurunkan celana panjang Jumi.

“Mas, mau apa?” tanya Jumi takut.

“Tenang aja, mbak.”

Jumi kembali tidak melawan saat Rohman juga melepaskan celana yang ia kenakan bahkan CD-nya juga. Jadilah separuh tubuhnya telanjang. Jumi coba merapatkan kedua pahanya agar Rohman tak melihat selangkangannya. Ia juga coba tutup dengan selimut. Tapi sayang sekali Rohman tetap bisa memaksa Jumi untuk membukanya dan Rohman bebas meraih memeknya.

Kedunya saling memainkan kemaluan masing-masing. Jumi mengocok kontol Rohman dan Rohman mengaduk-aduk memek Jumi dengan jarinya.

Tentu saja dengan perlakuan Rohman, Desi mendesah. Tapi ia coba tahan desannya agar tak terdengar. Ia takut ibu Rohman terbangun dan memergoki mereka.

“Aahh...ahh...” desah Jumi pelan.

Tiba-tiba saja tanpa diduga, Rohman memberikan ciuman di bibir Jumi. Jumi awalnya kaget. Namun perlahan ia coba mengimbangi ciuman bernafsu Rohman. Mereka pun terlibat dalam ciuman yang panas sambil tangan mereka tetap saling memberi rangsangan masing-masing.

Karena kocokan tangan Jumi, Rohman merasa ia akan segera muncrat. Karena sudah sangat bernafsu, Rohman pun coba untuk menindih Jumi. Jumi paham apa yang akan Rohman lakukan.

“Mas, jangan. Aku takut hamil.” Kata Jumi menolak.

“Aku keluarin di luar, mbak.”

“Ngga, Mas. Bahaya.” Tolak Jumi. “Lain kali aja. Pake pengaman.”

Jumi tidak sadar telah mengucapkan hal itu. Rohman tampak bahagia mendengarnya. Ia sudah punya kesempatan lagi nanti.

Untuk menuntaskan semuanya, akhirnya Rohman meminta Jumi terus mengocok kontolnya sampai keluar. Dan memang tak butuh waktu lama. Saat Jumi mempercepat kocokannya, kontol Rohman pun langsung menyemburkan spermanya dan mengenai selimut. Rohman tampak puas.

Setelah membersihkan sperma yang berserakan, mereka berdua pun tertidur dengan tetap tak mengenakan celananya masing-masing. Mereka pun tertidur kini lebih mesra. Tak takut jika ibunya yang sedang sakit itu melihat.

Pagi harinya, mereka terbangun dengan senyum di wajah masing-masing. Beruntung ibu Rohman masih belum terbangun. Sehingga sebelum mereka mengenakan celana, Rohman kembali meminta Jumi mengocoknya karena pagi-pagi kontol lelaki pasti terbangun. Setelah itu mereka merapikan diri masing-masing.

Pengalaman semalam memberikan sensasi yang lain bagi Rohman. Bayangan kejadian semalam masih terus ada di pikirannya. Rasanya ia sudah tidak sabar untuk bisa segera menikmati memek Jumi.

Pikiran nakal Rohman kembali muncul saat Jumi bersiap-siap untuk mandi. Dia punya rencana bagaimana jika dia merekam Jumi yang sedang mandi sehingga dia bisa tahu bagaimana tubuh pembantunya itu. Maka sebelum Jumi masuk kamar mandi, ia pura-pura buang air kecil terlebih dahulu. Saat ia masuk, di dalam ia menaruh HP-nya di sudut yang tak terlihat tapi mampu merekam suasana kamar mandi.

Selepas Jumi mandi, Rohman mengambil HP-nya dan segera ia saksikan rekaman itu tanpa sepengetahuan Jumi. Rupanya tubuh Jumi cukup bagus dan bersih pula. Memeknya dipenuhi jembut yang lebat. Bulu ketiaknya tidak ada sama sekali. Ia cukur bersih. Ia juga membersihkan memeknya dengan basuhan air.

***

Di rumah, Desi dan Pak Burhan juga tak kalah mesra. Bahkan mungkin lebih mesra. Saban malam sejak kejadian mencuci pakaian itu, Pak Burhan tidur bersama Desi. Desi pun tak pernah menolak. Seolah kini Pak Burhanlah suaminya. Meskipun Desi meminta agar tetap menggunakan pengaman.

Suatu siang, Rohman mengirim pesan pada Desi untuk mengurus panen kopinya di salah satu kebun. Rohman meminta pada Desi supaya diantar Sapto saja. Ah, Desi sudah bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya.

Mereka pun berangkat. Tapi Desi bersyukur kebun yang akan dikunjungi ini suasananya cukup ramai sehingga kemungkinan Sapto mengajak 'intim' juga kecil.

“Mbak, sekarang kok sering ga mau saya ajak gituan?” tanya Sapto.

“Mas Rohman agak curiga.”

“Iya, mbak?”

“Iya. Makanya demi keamanan kita jangan macam-macam.”

“Tapi kan Mas Rohman ga ada di rumah, mbak.”

“Tapi ada bapak, kan? Bisa saja bapak jadi mata-mata.”

“Iya juga sih, mbak.”

Ah, Sapto saja yang tidak tahu bahwa Pak Burhan yang sebenarnya menggantikan posisinya untuk memberi kehangatan pada Desi.

Tugas mereka mengurus panen kopi pun selesai. Saat akan pulang tiba-tiba Sapto mengubah haluan. Ia membawa mobil menuju jalan lain.

“Mau ke mana kita, Sap?” tanya Desi.

“Tenang aja, mbak.”

“Udah, Sap. Nanti bapak curiga lho.”

“Ga akan kok, mbak.”

Desi menuruti saja karena tak mungkin juga ia melawan. Mobilnya terus melaju melewati perbatasan desanya. Desi tak tahu akan ke mana Sapto membawanya. Sampai akhirnya mobil itu berhenti di sebuah rumah gubuk.

Sapto mengajak Desi turun. Desi pun menuruti permintaan Sapto dan diikutilah pesuruhnya itu. Rumah itu tinggal sendirian. Tak ada rumah lain di kanan kirinya. Ada dua laki-laki seumuran Sapto sedang duduk di kursi tua. Pertama berambut panjang dan satunya gundul.

“Siapa?” tanya pemuda berambut panjang.

“Majikan.”

“Mantap juga.” bisik pemuda satunya. “Cobain dong.”

“Jangan. Mahal yang ini.”

Desi tak mendengar apa yang mereka bicarakan. Sapto lalu segera mengajak Desi untuk masuk ke dalam sambil menjelaskan rumah siapa itu. Itu adalah rumah istirahat bagi para buruh tani di ladang yang ada di kanan kiri rumah tersebut. Kedua laki-laki tadi adalah dua diantara para buruh tani. Dulu Sapto pernah bekerja di sini.

Rumah itu tidak besar. Hanya ada dua ruangan. Salah satu ruangan itu sepertinya adalah kamar tidur. Karena di dalamnya ada kasur kecil. Sapto menyuruh Desi untuk sementara istirahat di dalam kamar itu karena ia masih ada urusan dengan dua pemuda tadi.

Sebenarnya Desi risih dengan tempat itu. Tapi ia tak punya alasan untuk menolak. Ia mau kembali juga tidak mungkin. Maka ia pun berdiam sendirian di kamar itu. Duduk di atas kasur kecilnya. Tak lama kemudian, Sapto kembali.

“Ayo pulang, Sap. Kasihan bapak.”

“Tunggu dulu, mbak.”

Tiba-tiba Sapto langsung menerkam Desi. Desi berusaha menolak tapi ia kalah dengan kekuatan Sapto. Ia terjatuh di atas kasur kecil itu dan Sapto langsung menindihnya.

“Sap, ada teman-temanmu. Nanti ketahuan.” Kata Desi sambil berusaha menghalau Sapto.

“Aku sudah suruh mereka pergi, mbak.”

Desi langsung percaya pada kata-kata Sapto. Ia pun mulai mengendorkan perlawanannya dan akhirnya pasrah dengan cumbuan Sapto.

Dalam waktu sekejap, mereka berdua telah telanjang bulat. Kini Sapto sudah mengenyot kedua payudara Desi. Desi sendiri sudah mendesah sambil memegangi kepala Sapto yang ada di dadanya. Salah satu tangan Sapto meraih memek Desi dan memainkan jarinya di sana.

“Ahhh....ahh.....ahh....” Karena percaya dengan kata-kata Sapto bahwa rumah itu sudah sepi, maka Desi berani mendesah sekeras-kerasnya. Apalagi saat jari Sapto mengenai itilnya, desahan Desi makin keras saja.

Ciuman Sapto turun terus sampai ke selangkangan. Rupanya memek Desi sudah basah. Pertanda bahwa ia siap untuk diberi kenikmatan. Tapi Sapto lebih memilih untuk menjilati dulu memek itu. Dirasakanlah oleh Desi bagaimana lidah Sapto kembali menari-nari erotis di memeknya.

Lidahnya menjilati nyaris seluruh permukaan memek Desi. Ia juga mainkan itil Desi dengan lidahnya. Desi makin tak tahan dan merespon dengan gerakan pantatnya.

“Aahh....sappp....oohh....”

Begitu puas menjilati memek Desi, Sapto langsung coba melalukan penetrasi. Ia buka paha Desi lebar-lebar.

“Sap, pake kondom kan?”

Entah dari mana Sapto memperoleh, ia langsung mengambil kondom di saku celananya. Ia pun pasang kondom itu di kontolnya yang sudah siap untuk menusuk memek Desi. Begitu kontolnya terbungkus, Sapto langsung menusuk memek Desi. Tak butuh waktu lama untuk bisa memasukkan semua batang kontolnha. Mungkin karena memek Desi juga sudah terlumasi oleh cairannya sendiri.

Sapto mulai melakukan gerakan menggenjot. Perlahan tapi pasti. Desi terus saja mendesah merasakan kenikmatan. Sapto mencium bibir Desi. Desi juga membalas ciuman itu.

Sesungguhnya Sapto telah berbohong pada Desi soal dua temannya tadi. Mereka sesungguhnya tidak pergi. Melainkan sedang mengintip apa yang Sapto dan Desi lakukan. Sapto sendiri yang mengijinkan perbuatannya disaksikan oleh temannya. Dari balik bilik, mata mereka menikmati setiap adegan demi adegan. Bahkan tangan mereka sambil mengocok kontol masing-masing.

Genjotan Sapto mulai memburu. Desi kini juga mengimbangi dengan gerakan pantatnya. Matanya terpejam merasakan sensasi kontol Sapto yang keluar masuk di memeknya.

“Saappp.....” desah Desi lagi.

Desi semakin cepat menggerak-gerakkan pantatnya. Pertanda birahinya kian memuncak. Dan memang tak lama setelahnya, Desi memeluk Sapto erat-erat. Kedua pahanya bergetar menahan setiap aliran kenikmatan yang dirasakannya.

Sapto masih jauh dari kata orgasme. Tapi ia terus menggenjot memek Desi. Kedua kaki Desi kini ia naikkan ke bahunya. Memek Desi terasa makin menjepit kontol Sapto.

Desi yang masih lelah karena orgasmenya, kini dipaksa lagi untuk segera bangkit. Sapto memaju-mundurkan pantatnya agar kontolnya bisa keluar masuk di memek Desi. Napas Sapto sendiri kian memburu.

Kedua teman Sapto di luar masih terus mengintip sambil bermasturbasi. Mereka juga ikut bernafsu apalagi melihat tubuh majikan Sapto itu.

Sapto lalu meminta Desi untuk di atas. Ia berbaring dan Desi menuruti serta langsung menaiki tubuh Sapto. Ia pegang kontol Sapto dan diarahkan ke memeknya.

Jleb. Masuk seluruh batangnya ke dalam memek Desi. Dengan posisi itu, kontol Sapto makin dalam masuk ke memeknya. Kini Desilah yang lebih aktif melakukan gerakan. Ia bergerak naik turun agar kontol Sapto bisa keluar masuk. Tangan Sapto meremas-remas payudara Desi yang menggelantung di hadapannya.

Gerakan naik turun pantatnya semakin cepat. Kemudian Desi melakukan goyangan pantat dengan kontol Sapto masih ada di dalam. Alhasil itu memberikan sensasi nikmat pada Sapto dan ia juga mulai ikut memberi goyangan.

“Ohh...oohh....ohh....” desah Sapto karena kenikmatan.

Lama kelamaan goyangan Desi makin kencang dan itu membuat Sapto tidak tahan. Sampai akhirnya, pantat Sapto berkedut-kedut dan kontolnya memuntahkan sperma. Untungnya ia sudah mengenakan pengaman.

Desi ambruk di atas badan Sapto mereka lalu berpelukan agak lama. Tapi Sapto segera menyuruh Desi untuk siap-siap.

“Sap, aku mau ke kamar mandi. Mau cuci ini.” kata Desi menunjuk memeknya.

Sapto mencarikan sarung untuk Desi agar bisa ia pakai ke kamar mandi. Kamar mandinya berada di belakang rumah. Kamar mandi itu hanya terbuat dari gedek yang tinggi tidak seberapa. Saat Desi membersihkan memeknya, ternyata kedua teman Sapto kembali mengintip. Sayangnya Desi tak mengetahui keberadaan mereka. Mereka bisa leluasa memandang memek Desi yang indah. Apalagi Desi pada saat di kamar mandi juga membuka penuh sarungnya hingga bertelanjang. Jadilah mereka bisa melihat semuanya. Mereka pun semakin tak tahan dan memuncratkan spermanya masing-masing.

Setelah selesai merapikan semuanya, Sapto dan Desi pergi. Kedua pemuda itu tidak terlihat di tempat semula. Tentu saja mereka masih bersembunyi agar Desi tidak curiga.

Dalam perjalanan pulang, Sapto sempat bertanya pada Desi.

“Mbak, kok tumben ada bekas cupang di dadanya?” tanya Sapto.

Deg. Sial. Desi lupa bahwa cupang bekas Pak Burhan masih ada.

“Oh, ini sebelum Mas Rohman nginep.”

“Wah. Kuat banget yang nyupangnya.”

“Udah ga usah dibahas. Cepet pulang. Biar bapak ga curiga.”

***

Rupanya Desi kini benar-benar sudah jauh berjalan di jalanan perselingkuhan. Bahkan kini ia berada dalam satu rumah dengan dua lelaki yang sudah pernah menikmatinya. Ia merasa bahwa tubuhnya sudah terlanjur basah. Perselingkuhan sudah membuatnya nyaman: mampu memberikan kepuasan dan kebahagiaan.

Bayangan tentang kesedihan Rohman apabila mengetahui fakta itu, sudah tidak ia pikirkan lagi. Justu kini ia mulai mencari-cari pembenaran atas tindakannya itu?

“Kenapa harus memandangku sebagai istri yang harus setia? Kenapa tidak memandangku sebagai istri yang juga butuh kehangatan?” katanya dalam hati.

Bersambung
 
Gaple Online Indonesia
Pasang iklan hanya lewat CONTACT US
Back
Top
We are now part of LS Media Ltd